• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi tanaman sukun dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilisFosb

Kalangan internasional mengenal sukun

sebagai bread fruit atau buah roti (Syah dan

Nazaruddin, 1994). Dalam klasifikasi

tanaman, sukun termasuk genus Artocarpus

dalam famili Moraccae. Terdapat juga buah-

buahan lain dalam famili yang sama seperti nangka, cempedak, terap tempunik dan kulur. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partheno carpie), maka buah sukun

tidak memiliki biji (Anonim, 2003). Pada

mulanya kulit memiliki kulit yang kasar mirip duri (spina). Selanjutnya, kulit seolah- olah tertarik dan terbentang sehingga berbekas seperti gambar heksagonal dengan titik di tengahnya, dan kulitnya menjadi halus. Sukun berbentuk lonjong agak bulat berdiameter 10-20 cm, pada waktu muda

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur

(dibuat komposit), ditambah zat gizi

(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Selama ini baru empat jenis tanaman yang dianggap sebagai pendamping padi atau beras sebagai makanan pokok yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kentang. lronisnya sukun belum dilirik sama sekali, padahal kandungan gizi (karbohidrat dan energi) sukun sesungguhnya tidak kalah dengan keempat komoditi pendamping empat jenis tersebut.

Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan bahan pangan konvensional yaitu beras (Koswara, 2006). Keistimewaan sukun adalah sukun dapat berbuah sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah sehingga keadaan seperti ini dapat membantu kehidupan ekonomi petani atau masyarakat pedesaan bila

menanam pohon sukun (Sudiro, 2005). Tepung

sukun merupakan sumber karbohidrat dari buah-buahan yang masih belum dikembangkan pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia dan umbi-umbian. Kadar air sukun hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Bila dibandingkan dengan beras, sukun lebih unggul dalam hal kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1, dan vitamin C.

Permasalahan yang terjadi pada umbi- umbian dan buah-buahan adalah mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan

tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan

karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh

polyphenol oksidase. Hal ini sedapat mungkin harus dicegah untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung. Ini dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan

cara blanching atau merendam dalam larutan

garam 1% atau menonaktifkan enzim dalam proses blansir yaitu dikukus (Widowati dan Damardjati, 2001). Menurut Kadarisman dan

Sulaeman, 1993) dapat juga dilakukan

dengan cara melakukan blanching sebelum

pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium metabisulfit selama kurang lebih 1 jam.

Pencoklatan yang disebabkan oleh browning

enzymatic akan mempengaruhi kualitas tepung sukun yang dihasilkan.

Hipotesis

Perendaman buah sukun menggunakan dua macam konsentrasi larutan natrium

metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda dan

dua macam waktu perendaman di dalam

larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang

berbeda akan menghasilkan kualitas tepung sukun yang berbeda selama penyimpanan. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh perbedaan dua macam konsentrasi larutan

natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan lama

waktu perendaman terhadap karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sukun

Klasifikasi tanaman sukun dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilisFosb

Kalangan internasional mengenal sukun

sebagai bread fruit atau buah roti (Syah dan

Nazaruddin, 1994). Dalam klasifikasi

tanaman, sukun termasuk genus Artocarpus

dalam famili Moraccae. Terdapat juga buah-

buahan lain dalam famili yang sama seperti nangka, cempedak, terap tempunik dan kulur. Pembentukan buah sukun tidak didahului dengan proses pembuahan bakal biji (partheno carpie), maka buah sukun

tidak memiliki biji (Anonim, 2003). Pada

mulanya kulit memiliki kulit yang kasar mirip duri (spina). Selanjutnya, kulit seolah- olah tertarik dan terbentang sehingga berbekas seperti gambar heksagonal dengan titik di tengahnya, dan kulitnya menjadi halus. Sukun berbentuk lonjong agak bulat berdiameter 10-20 cm, pada waktu muda

kulitnya berwarna hijau, apabila sudah tua berwarna hijau kekuningan dan rasanya manis jika sudah tua. Perbanyakannya dilakukan dengan cara cangkok dan stek akar, karena sukun tidak berbiji.

Sukun yang diperkirakan berasal dari Irian, Melanesia, Mikronesia, dan kepulauan Maluku, merupakan pohon yang berdaun cukup besar dengan panjang antara 23-60 cm dan lebarnya 20-50 cm serta memiliki sistem perakaran dangkal. Pada waktu muda, sukun memerlukan peneduh, tetapi setelah dewasa memerlukan sinar matahari penuh. Pohon sukun dapat mencapai tinggi 20-40 m, biasanya mulai bercabang agak rendah. Buah sukun dapat tumbuh baik pada tanah yang dalam, subur, dan juga pada tanah lempung berpasir serta dengan drainase baik, menyukai daerah dataran rendah

yang beriklim panas dengan suhu antara 160C-

380C.

Gambar 1. Buah sukun

Tiga jenis sukun di Cilacap dibedakan berdasarkan bentuk daun, ukuran, dan warna buah yaitu sukun gundul, kecil, dan medium. Dinamakan sukun gundul karena kulitnya yang cenderung halus sehingga mirip orang gundul atau tidak berambut. Ciri daun sukun gundul ialah daunnya menyirip, tepi daun terbelah- belah, dengan kedudukan daun pada dahan mengarah ke atas. Kulit buahnya tetap berwarna hijau walaupun sudah tua. Kandungan airnya banyak, sehingga hanya tahan 3-4 hari saja setelah dipanen. Daging buahnya kurang kenyal, rasanya pun kalah gurih dibandingkan sukun kecil. Keistimewaan sukun yang banyak dicari-cari pembeli dan pembibit tanaman ini adalah buahnya yang tergolong besar. Massa buah rata-rata 2,5-3 kg bahkan dapat sampai 4,5 kg. Jenis kedua adalah sukun kecil, sukun ini konon berasal dari Yogyakarta, sehingga dikenal juga sebagai sukun Yogya. Ciri- ciri sukun ini adalah warna daun hijau tua dan kusam, permukaan daun kasar berbulu, daun berhadapan, rapat dan menyirip, tepi daun bersirip dan terbelah dangkal, serta kedudukan daun agak

menguncup ke atas. Kulit buah berduri lunak, warna buah kuning bila sudah tua sehingga dikenal juga sebagai sukun kuning. Kandungan airnya sedikit, tahan sampai 8 hari, daging buahnya kering dan kenyal, serta massa buah rata-rata sekitar 1-1,5 kg. Jenis sukun ketiga merupakan hasil persilangan antara sukun gundul dan kecil adalah sukun medium. Ciri-cirinya mirip sukun kecil dan sukun medium, yaitu daun menyirip, tepinya terbelah dangkal. Warna daun hijau mengkilat, dan kedudukan daun berhadapan agak menguncup ke atas. Kulit buah berduri besar, massa rata-rata sekitar 2- 2,5 kg, kandungan airnya lebih banyak dari sukun kecil tetapi lebih sedikit dibandingkan sukun gundul. Daging buahnya kenyal, serta tahan disimpan sampai 6 hari.

Komposisi Gizi Buah Sukun

Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%. Komposisi zat gizi buah sukun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Komposisi zat gizi sukun per 100 g bahan

Zat gizi Sukun muda Sukun Tua Tepung sukun Karbohidrat(g) 9,2 28,2 78,9 Lemak (g) 0,7 0,3 0,8 Protein (g) 2,0 1,3 3,6 Vit B1 (mg) 0,12 0,12 0,34 Vit B2 (mg) 0,06 0,05 0,17 Vit C (mg) 21,00 17 47,6 Kalsium(mg) 59 21 58,8 Fosfor (mg) 46 59 165,2 Zat besi (mg) - 0,4 1,1

Sumber : FAO, 2002 dalam BPPHP

Hasil penelitian oleh Balai Litbang Industri, bagian buah sukun terdiri atas 16 % kulit dan 84 % daging buah. Komposisi daging buah sukun mengandung karbohidrat, protein, lemak dan serat kasar yang cukup baik, yang agak menonjol dari sukun adalah komposisi lemak, protein dan serat kasarnya. Dibandingkan dengan singkong yang merupakan bahan baku tepung tapioka, tepung sukun memiliki jumlah kandungan protein 4 kali lipat. Lemaknya 1,5 kali lipat, dan serat kasarnya 2 kali lipat. Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung mineral dan

vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya

rendah, sehingga dapat digunakan untuk

makanan diet (Widowati, 2003). Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Dengan perkataan lain, pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas tertentu. Ada dua proses yang terjadi secara simultan dalam pengeringan, yaitu :

1. Pindah energi kalor dari lingkungan untuk

menguapkan air pada permukaaan bahan. Pada tahap ini terjadi pengurangan air dari permukaan bahan, dipengaruhi oleh suhu eksternal, kelembaban udara, laju udara, luas permukaan bahan dan tekanan.

2. Pindah uap air dari dalam ke permukaan

bahan yang merupakan subsequen dari proses 1. Pada tahap ini terjadi perpindahan uap air dari bahan yang dipengaruhi oleh sifat fisik bahan, suhu dan kandungan air. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat

pertumbuhan organisme pembusuk (Taib et al,

1988 dalam Saripudin, 2006). Pengeringan

merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pembuatan tepung, karena tepung merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan dasarnya. Proses pengeringan yang kurang tepat akan mengakibatkan komponen gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut rusak. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari pengeringan antara lain adalah berkurangnya volum dan massa, sehingga memudahkan pengangkutan dan penyimpanan. Yang harus diperhatikan ketika pengeringan diaplikasikan pada bahan pangan adalah tidak boleh merusak jaringan sel atau merusak nilai energi yang terkandung di dalamnya.

Tipe alat pengering yang digunakan bahan pangan tergantung dari jenis komoditas yang dikeringkan, bentuk produk akhir yang diinginkan, faktor ekonomi dan keadaan operasionalnya. Tipe alat pengering yang digunakan dalam industri pengolahan bahan

pangan holtikultura antara lain oven, drum

dryer, cabinet dryer, spray dryer dan pengering

rak hampa. Pengering oven merupakan alat

pengering yang paling mudah pemeliharaan dan penggunaannya serta biaya operasionalnya

rendah (Mujamdar, 1995). Prinsip kerja oven

secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas

secara konveksi. Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel- partikel udara mengenai bahan secara bergantian.

Komponen dasar dari sebuah pengering

adalah feeder, heater, dan colector (Canovas

dan Mercado, 1996 dalam Saripudin, 2006).

Feeder yang digunakan untuk bahan yang

basah diantaranya adalah konvegor screw,

rotating tables, vibratory trays, dan rorary air locks. Heater atau pemanas terbagi menjadi dua yaitu pemanas langsung dan tidak langsung. Pemanas langsung produk dipanaskan melalui pembakaran. Sedangkan pemanas tidak langsung, produk dipanaskan dengan menggunakan alat pemindah panas (heat exchanger). Colector atau penampung dapat berupa tabung, keranjang atau kain. Tepung Sukun

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis

(Winarno, 2000). Prosedur pembuatan

tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat.

Beberapa faktor yang mendukung buah sukun diolah menjadi tepung adalah kadar airnya hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Kondisi ini memudahkan pengolahannya. Buah sukun juga mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta serat kasar dan kadar abu relatif tinggi. Rendemen buah sukun menjadi tepung sekitar 35-40 % dan tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain, kandungan gizinya juga relatif tidak berubah, bahkan flavour khas sukun juga masih tertinggal khas.

Bobot kotor buah sukun berkisar antara 1200-2000 g, rendemen daging buah 81,21%. Hasil rendemen sawut kering dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan adalah 11 – 20 % dan menghasilkan rendemen tepung sebesar 10 – 18 %, tergantung tingkat ketuaan dan jenis sukun. Pengeringan sawut sukun

menggunakan alat pengering sederhana

seperti oven berkisar antara 5-6 jam dengan

pengeringan dengan sinar matahari, maka lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 sampai 2 hari.

Tabel 2. Komponen sukun yang diamati

Komponen yang diamati Rendemen

Massa sukun kotor (g) Daging buah (%) Kulit buah (%) Hati buah (%) Chip/sawut kering (%) Tepung (%) 1200-2000 81,21 18,79 9,09 11,01 10,70 Sumber : Widowati, 2003

Tingkat ketuaan buah sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah

yang muda menghasilkan tepung sukun

berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati,

et.al. 2001).

Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki daya simpan yang relatif pendek. Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat

disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba

lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food borne illness).

Pengawet pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan pengawet dalam produk pangan berperan sebagai anti mikroba atau anti oksidan atau keduanya. Peran sebagai antioksidan akan mencegah produk pangan dari ketengikan, pencoklatan dan perkembangan noda hitam. Anti oksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam.

Bahan pengawet pangan merupakan bahan tambahan pangan yang boleh digunakan di dalam produk pangan asalkan digunakan secara tepat dan dengan takaran yang tepat serta tidak melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Salah satu bahan yang dapat mencegah pencoklatan akibat enzimatis yang sesuai untuk bahan pangan berupa tepung adalah natrium

metabisulfit (Na2S205) dengan dosis yang

diizinkan 0,3 %-1,0 %.

Dokumen terkait