• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama Perendaman Buah Sukun di dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama Perendaman Buah Sukun di dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARZ DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DAEAM

DUA

MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFLT

DEW1 ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DEW1 ROSNANDA. Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Dihimhing oleh Hanedi Darmasetiawan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbedaan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dan lama w a b perendaman terhadap karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi fisik tepung sukun terhadap kerapatan, viskositas, dan kadar air yang disimpan selama 1,14, dan 21 hari. Sedangkan uji derajat putih dilahukan pada hari ke-14.21, dan

28 hari. Perbedaan perlakuan dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan interaksinya diuji dengan uji Duncan. Faktor konsentrasi larutan natrium metabisulfit memherikan pengaruh nyata pada viskositas. Pada uji kadar air, faktor konsentrasi larutan nahium metabisulfit dan lamanya perendaman di dalam larutan natrium metahisulfit memherikan pengaruh yang sangat nyata. Faktor konsentrasi larutan natrium metahisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi keduanya herpenganth sangat nyata pada uji kerapatan. Sedangkan pada uji derajat putih, ketiga faktor ini tidak memberikan penganth yang sangat nyata. Semakin lama penyimpanan nilai kerapatan, viskositas, dan kadar airnya semakin meningkat, tetapi nilai reflektans yang dihasilkan sampel semakin menurun yang herarti nilai derajat putihnya juga menurun. Hasil karakterisasi fisik menunjukkan bahwa tepung sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama 45 menit merupakan tepung sukun yang paling baik (A2B2). Sampai penyimpanan selama 28 hari ternyata tepung sukun masih layak dikonsumsi dan herdasarkan analisis secara fisik masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Tepung sukun hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai tepung yang dapat dikomersilkan, khususnya perlakuan A2B2.

(3)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN IlASIL D A H DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian

Bogor

Oleh

DEW1 ROSNANDA

G74051209

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH:UAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul

:

Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama

Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konselltrasi Natriuln

Metabisulfit

Nama

:

Dewi Rosnanda

NRP

:

G7405

1209

Menyetujui

:

. # .

,.-

..

;...

>

NIP.

19610328 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 11 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Suparno (Ian Entum Rosihlm.

Penulis memulai jenjang pendidikan Sekolah

Dasar

pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Lanjutan Tingkat Perta~na Negeri (SLTPN) 1 Selogiri pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengab Umum Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis diterima di Jurusan Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis juga pemah aktif di dalanl HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika) pada tahun 2006 sampai 2008 dan kepanitian lainnya.
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARZ DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DAEAM

DUA

MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFLT

DEW1 ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(48)

ABSTRAK

DEW1 ROSNANDA. Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Dihimhing oleh Hanedi Darmasetiawan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbedaan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dan lama w a b perendaman terhadap karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi fisik tepung sukun terhadap kerapatan, viskositas, dan kadar air yang disimpan selama 1,14, dan 21 hari. Sedangkan uji derajat putih dilahukan pada hari ke-14.21, dan

28 hari. Perbedaan perlakuan dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan interaksinya diuji dengan uji Duncan. Faktor konsentrasi larutan natrium metabisulfit memherikan pengaruh nyata pada viskositas. Pada uji kadar air, faktor konsentrasi larutan nahium metabisulfit dan lamanya perendaman di dalam larutan natrium metahisulfit memherikan pengaruh yang sangat nyata. Faktor konsentrasi larutan natrium metahisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi keduanya herpenganth sangat nyata pada uji kerapatan. Sedangkan pada uji derajat putih, ketiga faktor ini tidak memberikan penganth yang sangat nyata. Semakin lama penyimpanan nilai kerapatan, viskositas, dan kadar airnya semakin meningkat, tetapi nilai reflektans yang dihasilkan sampel semakin menurun yang herarti nilai derajat putihnya juga menurun. Hasil karakterisasi fisik menunjukkan bahwa tepung sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama 45 menit merupakan tepung sukun yang paling baik (A2B2). Sampai penyimpanan selama 28 hari ternyata tepung sukun masih layak dikonsumsi dan herdasarkan analisis secara fisik masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi. Tepung sukun hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai tepung yang dapat dikomersilkan, khususnya perlakuan A2B2.

(49)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN IlASIL D A H DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian

Bogor

Oleh

DEW1 ROSNANDA

G74051209

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH:UAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(50)

Judul

:

Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama

Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konselltrasi Natriuln

Metabisulfit

Nama

:

Dewi Rosnanda

NRP

:

G7405

1209

Menyetujui

:

. # .

,.-

..

;...

>

NIP.

19610328 198601 1 002

(51)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 11 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Suparno (Ian Entum Rosihlm.

Penulis memulai jenjang pendidikan Sekolah

Dasar

pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Lanjutan Tingkat Perta~na Negeri (SLTPN) 1 Selogiri pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengab Umum Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis diterima di Jurusan Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis juga pemah aktif di dalanl HIMAFI (Himpunan Mahasiswa Fisika) pada tahun 2006 sampai 2008 dan kepanitian lainnya.
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARI DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

DEWI ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(58)

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARI DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM

KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DEWI ROSNANDA

G74051209

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(59)

Judul : Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama

Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium

Metabisulfit

Nama : Dewi Rosnanda

NRP : G74051209

Menyetujui :

(Ir. Hanedi Darmasetiawan, M.S)

Pembimbing Utama

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

(Dr. drh. Hasim, DEA)

NIP. 19610328 198601 1 002

(60)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Selama ini baru empat jenis tanaman yang dianggap sebagai pendamping padi atau beras sebagai makanan pokok yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kentang. lronisnya sukun belum dilirik sama sekali, padahal kandungan gizi (karbohidrat dan energi) sukun sesungguhnya tidak kalah dengan keempat komoditi pendamping empat jenis tersebut.

Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan bahan pangan konvensional yaitu beras (Koswara, 2006). Keistimewaan sukun adalah sukun dapat berbuah sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah sehingga keadaan seperti ini dapat membantu kehidupan ekonomi petani atau masyarakat pedesaan bila menanam pohon sukun (Sudiro, 2005). Tepung sukun merupakan sumber karbohidrat dari buah-buahan yang masih belum dikembangkan pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia dan umbi-umbian. Kadar air sukun hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Bila dibandingkan dengan beras, sukun lebih unggul dalam hal kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1, dan vitamin C.

Permasalahan yang terjadi pada umbi-umbian dan buah-buahan adalah mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh

polyphenol oksidase. Hal ini sedapat mungkin

harus dicegah untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung. Ini dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara blanching atau merendam dalam larutan garam 1% atau menonaktifkan enzim dalam proses blansir yaitu dikukus (Widowati dan Damardjati, 2001). Menurut Kadarisman dan

Sulaeman, 1993) dapat juga dilakukan dengan cara melakukan blanching sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium metabisulfit selama kurang lebih 1 jam. Pencoklatan yang disebabkan oleh browning

enzymatic akan mempengaruhi kualitas

tepung sukun yang dihasilkan.

Hipotesis

Perendaman buah sukun menggunakan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda dan dua macam waktu perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda akan menghasilkan kualitas tepung sukun yang berbeda selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh perbedaan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan lama waktu perendaman terhadap karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sukun

Klasifikasi tanaman sukun dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilisFosb

(61)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Selama ini baru empat jenis tanaman yang dianggap sebagai pendamping padi atau beras sebagai makanan pokok yaitu jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kentang. lronisnya sukun belum dilirik sama sekali, padahal kandungan gizi (karbohidrat dan energi) sukun sesungguhnya tidak kalah dengan keempat komoditi pendamping empat jenis tersebut.

Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan bahan pangan konvensional yaitu beras (Koswara, 2006). Keistimewaan sukun adalah sukun dapat berbuah sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah sehingga keadaan seperti ini dapat membantu kehidupan ekonomi petani atau masyarakat pedesaan bila menanam pohon sukun (Sudiro, 2005). Tepung sukun merupakan sumber karbohidrat dari buah-buahan yang masih belum dikembangkan pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia dan umbi-umbian. Kadar air sukun hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Bila dibandingkan dengan beras, sukun lebih unggul dalam hal kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1, dan vitamin C.

Permasalahan yang terjadi pada umbi-umbian dan buah-buahan adalah mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh

polyphenol oksidase. Hal ini sedapat mungkin

harus dicegah untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung. Ini dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara blanching atau merendam dalam larutan garam 1% atau menonaktifkan enzim dalam proses blansir yaitu dikukus (Widowati dan Damardjati, 2001). Menurut Kadarisman dan

Sulaeman, 1993) dapat juga dilakukan dengan cara melakukan blanching sebelum pengeringan dengan menggunakan bahan kimia anti pencoklatan seperti natrium metabisulfit selama kurang lebih 1 jam. Pencoklatan yang disebabkan oleh browning

enzymatic akan mempengaruhi kualitas

tepung sukun yang dihasilkan.

Hipotesis

Perendaman buah sukun menggunakan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda dan dua macam waktu perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda akan menghasilkan kualitas tepung sukun yang berbeda selama penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh perbedaan dua macam konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan lama waktu perendaman terhadap karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Sukun

Klasifikasi tanaman sukun dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Rosales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilisFosb

(62)

kulitnya berwarna hijau, apabila sudah tua berwarna hijau kekuningan dan rasanya manis jika sudah tua. Perbanyakannya dilakukan dengan cara cangkok dan stek akar, karena sukun tidak berbiji.

Sukun yang diperkirakan berasal dari Irian, Melanesia, Mikronesia, dan kepulauan Maluku, merupakan pohon yang berdaun cukup besar dengan panjang antara 23-60 cm dan lebarnya 20-50 cm serta memiliki sistem perakaran dangkal. Pada waktu muda, sukun memerlukan peneduh, tetapi setelah dewasa memerlukan sinar matahari penuh. Pohon sukun dapat mencapai tinggi 20-40 m, biasanya mulai bercabang agak rendah. Buah sukun dapat tumbuh baik pada tanah yang dalam, subur, dan juga pada tanah lempung berpasir serta dengan drainase baik, menyukai daerah dataran rendah yang beriklim panas dengan suhu antara 160 C-380C.

[image:62.595.136.285.326.441.2]

Gambar 1. Buah sukun

Tiga jenis sukun di Cilacap dibedakan berdasarkan bentuk daun, ukuran, dan warna buah yaitu sukun gundul, kecil, dan medium. Dinamakan sukun gundul karena kulitnya yang cenderung halus sehingga mirip orang gundul atau tidak berambut. Ciri daun sukun gundul ialah daunnya menyirip, tepi daun terbelah-belah, dengan kedudukan daun pada dahan mengarah ke atas. Kulit buahnya tetap berwarna hijau walaupun sudah tua. Kandungan airnya banyak, sehingga hanya tahan 3-4 hari saja setelah dipanen. Daging buahnya kurang kenyal, rasanya pun kalah gurih dibandingkan sukun kecil. Keistimewaan sukun yang banyak dicari-cari pembeli dan pembibit tanaman ini adalah buahnya yang tergolong besar. Massa buah rata-rata 2,5-3 kg bahkan dapat sampai 4,5 kg. Jenis kedua adalah sukun kecil, sukun ini konon berasal dari Yogyakarta, sehingga dikenal juga sebagai sukun Yogya. Ciri- ciri sukun ini adalah warna daun hijau tua dan kusam, permukaan daun kasar berbulu, daun berhadapan, rapat dan menyirip, tepi daun bersirip dan terbelah dangkal, serta kedudukan daun agak

menguncup ke atas. Kulit buah berduri lunak, warna buah kuning bila sudah tua sehingga dikenal juga sebagai sukun kuning. Kandungan airnya sedikit, tahan sampai 8 hari, daging buahnya kering dan kenyal, serta massa buah rata-rata sekitar 1-1,5 kg. Jenis sukun ketiga merupakan hasil persilangan antara sukun gundul dan kecil adalah sukun medium. Ciri-cirinya mirip sukun kecil dan sukun medium, yaitu daun menyirip, tepinya terbelah dangkal. Warna daun hijau mengkilat, dan kedudukan daun berhadapan agak menguncup ke atas. Kulit buah berduri besar, massa rata-rata sekitar 2-2,5 kg, kandungan airnya lebih banyak dari sukun kecil tetapi lebih sedikit dibandingkan sukun gundul. Daging buahnya kenyal, serta tahan disimpan sampai 6 hari.

Komposisi Gizi Buah Sukun

Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%. Komposisi zat gizi buah sukun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Komposisi zat gizi sukun per 100 g bahan

Zat gizi Sukun

muda

Sukun Tua

Tepung sukun Karbohidrat(g) 9,2 28,2 78,9

Lemak (g) 0,7 0,3 0,8

Protein (g) 2,0 1,3 3,6

Vit B1 (mg) 0,12 0,12 0,34

Vit B2 (mg) 0,06 0,05 0,17

Vit C (mg) 21,00 17 47,6

Kalsium(mg) 59 21 58,8

Fosfor (mg) 46 59 165,2

Zat besi (mg) - 0,4 1,1

Sumber : FAO, 2002 dalam BPPHP

[image:62.595.330.515.438.582.2]
(63)

vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan untuk makanan diet (Widowati, 2003).

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan energi panas. Dengan perkataan lain, pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas tertentu. Ada dua proses yang terjadi secara simultan dalam pengeringan, yaitu :

1. Pindah energi kalor dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaaan bahan. Pada tahap ini terjadi pengurangan air dari permukaan bahan, dipengaruhi oleh suhu eksternal, kelembaban udara, laju udara, luas permukaan bahan dan tekanan.

2. Pindah uap air dari dalam ke permukaan bahan yang merupakan subsequen dari proses 1. Pada tahap ini terjadi perpindahan uap air dari bahan yang dipengaruhi oleh sifat fisik bahan, suhu dan kandungan air. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat pertumbuhan organisme pembusuk (Taib et al, 1988 dalam Saripudin, 2006). Pengeringan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam pembuatan tepung, karena tepung merupakan bahan pangan yang memiliki kadar air lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan dasarnya. Proses pengeringan yang kurang tepat akan mengakibatkan komponen gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut rusak. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari pengeringan antara lain adalah berkurangnya volum dan massa, sehingga memudahkan pengangkutan dan penyimpanan. Yang harus diperhatikan ketika pengeringan diaplikasikan pada bahan pangan adalah tidak boleh merusak jaringan sel atau merusak nilai energi yang terkandung di dalamnya.

Tipe alat pengering yang digunakan bahan pangan tergantung dari jenis komoditas yang dikeringkan, bentuk produk akhir yang diinginkan, faktor ekonomi dan keadaan operasionalnya. Tipe alat pengering yang digunakan dalam industri pengolahan bahan pangan holtikultura antara lain oven, drum

dryer, cabinet dryer, spray dryer dan pengering

rak hampa. Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah pemeliharaan dan penggunaannya serta biaya operasionalnya rendah (Mujamdar, 1995). Prinsip kerja oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas

secara konveksi. Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara bergantian.

Komponen dasar dari sebuah pengering adalah feeder, heater, dan colector (Canovas dan Mercado, 1996 dalam Saripudin, 2006).

Feeder yang digunakan untuk bahan yang

basah diantaranya adalah konvegor screw,

rotating tables, vibratory trays, dan rorary

air locks. Heater atau pemanas terbagi

menjadi dua yaitu pemanas langsung dan tidak langsung. Pemanas langsung produk dipanaskan melalui pembakaran. Sedangkan pemanas tidak langsung, produk dipanaskan dengan menggunakan alat pemindah panas

(heat exchanger). Colector atau penampung

dapat berupa tabung, keranjang atau kain.

Tepung Sukun

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat.

Beberapa faktor yang mendukung buah sukun diolah menjadi tepung adalah kadar airnya hanya sekitar 61,8 % dari total buah. Kondisi ini memudahkan pengolahannya. Buah sukun juga mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta serat kasar dan kadar abu relatif tinggi. Rendemen buah sukun menjadi tepung sekitar 35-40 % dan tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain, kandungan gizinya juga relatif tidak berubah, bahkan flavour khas sukun juga masih tertinggal khas.

(64)
[image:64.595.344.496.119.249.2]

pengeringan dengan sinar matahari, maka lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 sampai 2 hari.

Tabel 2. Komponen sukun yang diamati Komponen yang diamati Rendemen

Massa sukun kotor (g) Daging buah (%)

Kulit buah (%) Hati buah (%) Chip/sawut kering (%)

Tepung (%) 1200-2000 81,21 18,79 9,09 11,01 10,70

Sumber : Widowati, 2003

Tingkat ketuaan buah sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati,

et.al. 2001).

Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Pangan secara umum bersifat mudah rusak

(perishable), sehingga memiliki daya simpan

yang relatif pendek. Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan

(food borne illness).

Pengawet pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan pengawet dalam produk pangan berperan sebagai anti mikroba atau anti oksidan atau keduanya. Peran sebagai antioksidan akan mencegah produk pangan dari ketengikan, pencoklatan dan perkembangan noda hitam. Anti oksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam.

Bahan pengawet pangan merupakan bahan tambahan pangan yang boleh digunakan di dalam produk pangan asalkan digunakan secara tepat dan dengan takaran yang tepat serta tidak melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Salah satu bahan yang dapat mencegah pencoklatan akibat enzimatis yang sesuai untuk bahan pangan berupa tepung adalah natrium

metabisulfit (Na2S205) dengan dosis yang diizinkan 0,3 %-1,0 %.

Gambar 2. Serbuk natrium metabisulfit

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetapmenarik.Penggunaan sulfit atau metabisulfit secara penyemprotan maupun perendaman akan memberikan keefektifan dalam mengontrol pencoklatan enzimatis, dimana sulfit menghambat enzim pencoklatan dengan mengikat Cu pada enzim (Lindsay, 1985). Menurut Ponting dan Johnson (1945), sulfit dapat mereduksi O2 sehingga proses oksidasi tidak berlangsung. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan ”hilang” sewaktu pengeringan.

Kerapatan

Kerapatan material homogen didefinisikan sebagai massa per unit volum. Kerapatan dinyatakan dalam g/cm3 (CGS) atau kg/m3 (SI). Kerapatan yang diukur di dalam penelitian ini berupa bulk density.

Bulk density biasanya dilambangkan dengan

ρ (rho), dengan persamaan :

s

V m

=

ρ

(1)

Keterangan :

ρ = bulk density (g/cm3) m = massa (g)

Vs = volum sampel (cm3)

(65)

berbentuk bubuk umumnya berkisar antara 0,30-0,80 g/cm3.

Viskositas

Viskositas atau kekentalan dapat dianggap sebagai gesekan internal yang besarnya tertentu pada suatu fluida. Viskositas dapat digambarkan dengan persamaan :

Av Fl

=

η

(2)

Keterangan :

F = Gaya gesek (dyne)

A = Luas permukaan lapisan fluida dimana gaya gesek bekerja (cm2)

v = kecepatan alir (cm/s)

l = Lebar dari sisi pipa ke lapisan alir fluida (cm)

(sumber : Giancoli, 2001)

Fluida yang berbeda mempunyai viskositas yang berbeda pula. Untuk memahami perilaku fluida, diperlukan persamaan gerak fluida dengan menggunakan alat viskometer. Viskometer yang dipergunakan untuk mengukur viskositas ada beberapa jenis antara lain viskometer pipa kapiler dan viskometer bola jatuh. Besarnya viskositas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang tertera pada viskometer Gilmont :

(

)

v

K ρb ρ

η= − (3)

(Gilmont Instrument)

Keterangan :

η

= viskositas cairan (cP)

b

ρ

= kerapatan bola baja (7,97 g/cm3)

ρ

= kerapatan cairan (1 g/cm3)

K

= konstanta viskometer v = kecepatan alir (cm/s)

Produk pangan dikatakan kental jika nilai viskositasnya tinggi dan sebaliknya jika nilai viskositasnya rendah dikatakan encer. Perubahan kekentalan (viskositas) dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan penyimpanan, atau penurunan mutu pangan.

Kadar Air

Kadar air dalam bahan pangan merupakan faktor utama penentu daya simpan bahan

pangan tersebut. Berdasarkan derajat keterikatannya air dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu air yang terikat secara fisik, air yang terikat secara kimia, dan air bebas. Air yang terikat secara fisik dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis yaitu air kapiler yang terikat pada rongga-rongga kapiler dari bahan makanan, air terlarut yang seakan-akan larut dalam bahan padat contohnya air gula dan air garam, dan air absorpsi yang terikat pada permukaan bahan pangan dan daya ikatnya lemah serta mudah diputuskan. Air yang terikat secara kimia dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu air konstitusi yang terikat pada senyawa lain (bagian dari senyawa itu) seperti protein, karbohidrat dan akan dihasilkan apabila senyawa tersebut dihidrolisis dan air kristal yang terikat pada senyawa lain dalam bentuk H2O. Contohnya CaSO4.5H20. Sedangkan air bebas atau disebut juga sebagai mobile atau free water dan mempunyai sifat air normal dan mudah terlepas.

Istilah kadar air banyak digunakan dalam industri karena lebih mudah dicerna oleh masyarakat awam. Kadar air merupakan jumlah total air yang dikandung oleh suatu bahan pangan (dalam %) dan istilah ini tidak menggambarkan aktivitas biologisnya. Pada penentuan kadar air suatu bahan pangan, mula-mula bahan pangan tersebut diukur massanya (m1). Setelah itu, bahan pangan tersebut dipanaskan dengan oven sampai massanya tidak berubah lagi, massa pada saat konstan dicatat sebagai massa sekarang (m2). Setelah dua data tersebut didapat, maka kita dapat menentukan kadar air dalam bahan pangan tersebut dengan menggunakan persamaan :

(

%

)

100%

1 2 1 × ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = m m m bb air

kadar (4)

Semakin tinggi kadar air bahan pangan, maka semakin cepat rusaknya, baik akibat adanya aktivitas biologis internal maupun masuknya mikroba perusak. Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan mikroorganisme akan diperlambat (Buckle, 1985).

Derajat Putih

(66)

dan sifat organoleptik (subjektif). Warna suatu benda ditentukan oleh empat hal yaitu adanya sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat-sifat absorpsi dan refleksi spektral dari benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi subjek yang melihat benda.

Jika suatu benda dikenai sinar penerangan maka sinar datang oleh benda itu diperlukan empat proses yaitu sebagian akan (1) diserap

(absorpsi), (2) ditembus atau diteruskan

(transmisi), (3) dipantulkan (reflaksi) dan

dipancarkan kembali (emisi). Jika sinar datang telah dikurangi sinar emisi dan transmisi sisanya tinggal sinar serap dan sinar pantul. Kedua sinar ini yang kemudian menjadikan produk berwarna dan bersifat mengkilap atau kusam (Soekarto, S.T, 1990 dalam Hutabarat, Tetty).

Derajat putih suatu bahan merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS, 1989). Variasi nilai derajat putih dipengaruhi oleh terjadinya reaksi-reaksi yang dapat menimbulkan warna coklat, antara lain reaksi pencoklatan secara enzimatis, reaksi karamelisasi, dan reaksi Millard. Menurut Desrosier (1988) dalam Widiasta, 2003, pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan tersebut, dan diduga dapat mengubah kemampuannya dalam memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan tersebut.

BAHAN DAN METODE

.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai Juni 2009 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Material Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah sukun jenis kecil yang seragam tingkat kematangannya dibeli dari pasar tradisional Bulu-Sukoharjo, Jawa Tengah, larutan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi 0,6 %, dan 0,9 % untuk merendam buah sukun sebelum dibuat tepung, dan alkohol 96 % untuk membersihkan peralatan kimia sebelum digunakan.

Alat yang digunakan terdiri dari alat utama, alat bantu, dan alat untuk membuat tepung

sukun. Alat utamanya adalah desikator, neraca analitik Mettler (Mettler AE 260), viskometer Gilmont, bransonic ultrasonic

corporation model 2510E-DTH, furnace,

dan spektrofotometer UV-VIS. Alat bantu terdiri dari cawan, gelas piala 500 cm3, pengaduk, stopwatch, termometer, almunium foil, labu takar 100 cm3, dan gelas ukur. Alat untuk membuat tepung sukun terdiri atas pisau, baskom, ember, cetakan, timbangan, inkubator, blender, botol sampel, ayakan bersusun (Electromagnetic

Sieve Shaker Model EMS-8 SR) berukuran

100 mesh.

Metode Penelitian

Proses Pembuatan Tepung Sukun

Penelitian pendahuluan sebelumnya telah dilakukan seperti pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil kadar air optimasi penelitian pendahuluan yang diperoleh seperti pada Lampiran 2, maka pada penelitian ini proses pembuatan tepung sukun menggunakan metode sebagai berikut:

Buah sukun jenis kecil ditimbang

Dikupas dan dibuang bagian hatinya

Ditimbang lagi (massa bersih)

Dicuci dengan air mengalir

Dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1x1 cm

Perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dengan variasi

konsentrasi 0,6 % dan 0,9 % :

35 menit 45 menit

Penghalusan sukun dengan blender menjadi bubur sukun (ditambah aquades 100 cm3)

Dikeringkan dengan inkubatorpada suhu sekitar 50-600C sampai kering atau sampai

(67)

dan sifat organoleptik (subjektif). Warna suatu benda ditentukan oleh empat hal yaitu adanya sinar sebagai sumber penerangan yang menyinari benda, sifat-sifat absorpsi dan refleksi spektral dari benda yang disinari, kondisi lingkungan benda dan kondisi subjek yang melihat benda.

Jika suatu benda dikenai sinar penerangan maka sinar datang oleh benda itu diperlukan empat proses yaitu sebagian akan (1) diserap

(absorpsi), (2) ditembus atau diteruskan

(transmisi), (3) dipantulkan (reflaksi) dan

dipancarkan kembali (emisi). Jika sinar datang telah dikurangi sinar emisi dan transmisi sisanya tinggal sinar serap dan sinar pantul. Kedua sinar ini yang kemudian menjadikan produk berwarna dan bersifat mengkilap atau kusam (Soekarto, S.T, 1990 dalam Hutabarat, Tetty).

Derajat putih suatu bahan merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS, 1989). Variasi nilai derajat putih dipengaruhi oleh terjadinya reaksi-reaksi yang dapat menimbulkan warna coklat, antara lain reaksi pencoklatan secara enzimatis, reaksi karamelisasi, dan reaksi Millard. Menurut Desrosier (1988) dalam Widiasta, 2003, pengeringan bahan pangan akan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan tersebut, dan diduga dapat mengubah kemampuannya dalam memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan tersebut.

BAHAN DAN METODE

.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai Juni 2009 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Material Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah sukun jenis kecil yang seragam tingkat kematangannya dibeli dari pasar tradisional Bulu-Sukoharjo, Jawa Tengah, larutan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi 0,6 %, dan 0,9 % untuk merendam buah sukun sebelum dibuat tepung, dan alkohol 96 % untuk membersihkan peralatan kimia sebelum digunakan.

Alat yang digunakan terdiri dari alat utama, alat bantu, dan alat untuk membuat tepung

sukun. Alat utamanya adalah desikator, neraca analitik Mettler (Mettler AE 260), viskometer Gilmont, bransonic ultrasonic

corporation model 2510E-DTH, furnace,

dan spektrofotometer UV-VIS. Alat bantu terdiri dari cawan, gelas piala 500 cm3, pengaduk, stopwatch, termometer, almunium foil, labu takar 100 cm3, dan gelas ukur. Alat untuk membuat tepung sukun terdiri atas pisau, baskom, ember, cetakan, timbangan, inkubator, blender, botol sampel, ayakan bersusun (Electromagnetic

Sieve Shaker Model EMS-8 SR) berukuran

100 mesh.

Metode Penelitian

Proses Pembuatan Tepung Sukun

Penelitian pendahuluan sebelumnya telah dilakukan seperti pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil kadar air optimasi penelitian pendahuluan yang diperoleh seperti pada Lampiran 2, maka pada penelitian ini proses pembuatan tepung sukun menggunakan metode sebagai berikut:

Buah sukun jenis kecil ditimbang

Dikupas dan dibuang bagian hatinya

Ditimbang lagi (massa bersih)

Dicuci dengan air mengalir

Dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1x1 cm

Perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dengan variasi

konsentrasi 0,6 % dan 0,9 % :

35 menit 45 menit

Penghalusan sukun dengan blender menjadi bubur sukun (ditambah aquades 100 cm3)

Dikeringkan dengan inkubatorpada suhu sekitar 50-600C sampai kering atau sampai

(68)

Penghalusan dengan blender lagi menjadi tepung sukun

Diayak dengan pengayak bersusun dengan ukuran 100 mesh

Karakterisasi tepung sukun

(kerapatan, viskositas, kadar air, derajat putih)

Analisis data dan pembahasan

Penulisan tugas akhir

Persiapan Sampel

Irisan sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit menghasilkan empat sampel yang terdiri dari :

A1B1 = Sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,6 % selama 35 menit

A1B2 = Sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,6 % selama 45 menit

A2B1 = Sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 35 menit

A2B2 = Sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit

Karakterisasi Tepung Sukun

Karakterisasi fisik tepung sukun dilakukan pada hari penyimpanan ke-1, 14, dan 21 yang meliputi uji kerapatan, viskositas, kadar air. Sedangkan untuk uji derajat putih dilakukan pada hari penyimpanan ke 14, 21, dan 28.

Prosedur Analisis

Uji kerapatan atau massa jenis tepung

sukun diukur dengan menggunakan gelas ukur. Sebelum digunakan gelas ukur dikeringkan dengan alkohol. Massa dapat diketahui dengan menimbang massa kosong gelas ukur menggunakan neraca analitik

Mettler. Sampel kemudian dimasukkan ke

dalam gelas ukur sampai volumnya mencapai 10 cm3, kemudian massanya ditimbang. Massa jenis tepung sukun dinyatakan dalam satuan g/cm3.

3 0 1 10cm m m density

Bulk = − (5)

Keterangan :

m0 = massa gelas ukur kosong

m1 = massa gelas ukur + sampel

Uji kadar air tepung sukun dapat

dihitung dengan cara mula-mula tepung sukun sebanyak 1 gram ditimbang dalam cawan yang telah ditimbang dan diketahui massanya. Kemudian tepung sukun tersebut dipanaskan dengan

furnace bersuhu 1000C-1050C selama 5

jam. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang lagi. Kemudian dipanaskan lagi 30 menit dan didinginkan dalam desikator. Pengerjaan pemanasan selama 30 menit, pendinginan, dan penimbangan diulangi beberapa kali sampai pengurangan massa antara dua penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram. Setelah dua data tersebut didapat, maka kita dapat menentukan kadar air dalam bahan pangan tersebut dengan menggunakan persamaan :

% 100 ) (% 1 2 1 × ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = m m m bb air kadar (6) Keterangan :

m1 = massa tepung sukun sebelum

pemanasan

m2 = massa tepung sukun setelah

pemanasan

Uji kekentalan (viskositas) dapat

dilakukan dengan menggunakan viskosimeter Gilmont. Sebelum diukur viskositasnya, sampel tepung diubah ke dalam bentuk larutan terlebih dahulu dengan penambahan aquades. Perbandingan antara sampel dengan

aquades yang digunakan adalah 1:4.

Selanjutnya sampel dan aquades dimasukkan ke dalam bransonic selama 30 menit dengan perlakuan ultrasonik agar terbentuk larutan tepung sukun. Larutan tepung sukun kemudian diukur viskositasnya dengan prosedur sebagai berikut :

1. Viskometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan aquades, lalu dikeringkan dengan menggunakan alkohol.

(69)

3. Posisi viskometer dibalik sampai bola yang ada di dalamnya turun, ketika bola sampai pada tanda tera pertama, stopwatch dihidupkan kemudian dimatikan setelah tiba pada tanda tera kedua, dicatat waktu yang ditunjukkan. 4. Perhitungannya menggunakan dasar

persamaan (2). Perhitungan dalam penelitian seperti berikut ini :

(

)

(

)

t

x

K

v

K

ρ

b

ρ

ρ

b

ρ

c

η

=

=

(

)

x

t

K

ρ

b

ρ

c

=

(

)

(

)

x

t

K

x

t

K

cairan cairan b air air b cairan air

ρ

ρ

ρ

ρ

η

η

=

(

(

)

)

cairan cairan b air air b

t

t

ρ

ρ

ρ

ρ

=

(

)

(

b air

)

air cairan cairan b air cairan

t

t

ρ

ρ

ρ

ρ

η

η

=

(7)

Keterangan :

air

η

= viskositas air (1 cP)

b

ρ

= kerapatan bola baja (7,97 g/cm3)

air

ρ

= kerapatan air (1 g/cm3)

air

t

= waktu jatuhnya bola sepanjang x = 10 cm (3,05 s)

K

= konstanta viskometer x = 10 cm [image:69.595.94.302.77.736.2]

(sumber : Darmasetiawan, 2008)

Gambar 3. Viskometer Gilmont

Derajat putih tepung sukun diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS yang menggunakan sensor ocean optic USB 2000. Sebelum diukur, sampel tepung sukun dibuat pelet terlebih dahulu dengan alat pelet seperti pada Lampiran 8. Kemudian sampel

diletakkan di depan holder dengan pengaturan jarak antara holder dan sampel adalah sama.

Fiber optik

Gambar 4. Rangkaian Spektrofotometer UV-VIS

Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x2 dengan dua kali ulangan. Faktor yang diteliti terdiri dari :

a) Konsentrasi perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S205) yang memiliki dua taraf yaitu :

A1 = Na2S205 konsentrasi 0,6 % A2 = Na2S205 konsentrasi 0,9 %

b) Lamanya waktu perendaman buah sukun di dalam larutan natrium metabisulfit (Na2S205) yang memiliki dua taraf yaitu : B1 = 35 menit

B2 = 45 menit

Model rancangan faktorial acak lengkap yaitu :

( )

ijl ijkl jl

il l

ijkl A B AB

Y =

μ

+ + + +

ε

(8)

Yijkl = nilai pengamatan pada ulangan ke-k.

μl = rata-rata yang sebenarnya untuk karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4).

Ail = pengaruh perlakuan A ke-i (i = 1,2) untuk karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4). Bjl = pengaruh perlakuan B ke-i (i = 1,2)

untuk karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4).

εijkl = galat

(sumber : Robert dan James, 1980)

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS. Bila ada pengaruh nyata pada konsentrasi natrium metabisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit pada analisis sidik ragam, maka dilakukan uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%, karena dipandang cukup memadai untuk analisis data.

PC Sumber cahaya

(Polikromatik) Ocean optic

USB 2000

Holder

[image:69.595.340.507.129.233.2]
(70)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari konsentrasi larutan natrium metabisulfit dan lamanya waktu perendaman buah sukun di dalam larutan natrium metabisulfit yang optimum. Hasil optimasi ini dilihat dari kadar air tepung yang dihasilkan. Hasil kadar air tepung dari penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa buah sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,6 % dan 0,9 % selama 30 dan 45 menit merupakan kadar air optimasi. Sehingga perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit 0,6 % dan 0,9 % memungkinkan dapat dipakai di dalam penelitian utama, tetapi waktu perendaman yang digunakan adalah 35 dan 45 menit. Hal ini bertujuan agar hasil perendaman selama 35 menit mendekati hasil perendaman selama 45 menit.

Penelitian Utama Kerapatan

Kerapatan (bulk density) merupakan sifat fisik bahan yang dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Pada volum yang sama, tepung yang memiliki bulk density yang lebih tinggi memiliki massa yang lebih tinggi dari tepung yang memiliki bulk density yang rendah.

y = -3E-05x2 + 0,0011x + 0,6252 R2 = 1 0,62 0,625 0,63 0,635 0,64 0,645 0,65 0,655 0,66 0,665 0,67 0,675

0 5 10 15 20 25

Lamanya Penyimpanan (hari)

[image:70.595.112.309.445.603.2]

Bu lk De n s it y (g ra m /c m 3) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Poly. (A1B1)

Gambar 5. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Kerapatan Tepung Sukun.

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa sampel A2B2 memiliki nilai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini terjadi karena adanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama 45 menit. Perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan lamanya perendaman yang lebih lama menghasilkan kerapatan yang lebih besar.

Semakin besar nilai kerapatan suatu tepung maka semakin kecil ruangan penyimpanan atau pengemasan dan biaya transportasinya.

Pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan, kerapatan tepung sukun semakin bertambah. Hal ini disebabkan adanya kadar air tepung yang meningkat selama proses penyimpanan. Hal ini mengakibatkan pada volum yang tetap, massa tepungnya semakin meningkat, sehingga bulk density tepung sukun semakin meningkat. Walaupun demikian, peningkatan nilai kerapatan ini tidak nyata. Kerapatan tepung sukun ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wirakartakusumah et al. (1992) yaitu kerapatan dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya berkisar antara 0,30-0,80 g/cm3.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi larutan natrium metabisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi antara konsentrasi larutan natrium metabisulfit dan lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit memberikan pengaruh nyata terhadap kerapatan tepung sukun yang dihasilkan.

Viskositas

(71)

mempengaruhi viskositas larutan tepung sukun walaupun secara statistik tidak nyata. Hal tersebut terlihat pada viskositas B2 yang lebih besar daripada B1, karena waktu perendaman B2 lebih lama. Waktu buah sukun menyerap larutan natrium metabisulfit pun lebih lama dan makin lembek, sehingga tepung sukun yang dihasilkan semakin halus dan mudah menyatu dengan air.

y = 3E-05x2 - 0,0004x + 1,0164

R2 = 1

1,01 1,02 1,03 1,04 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,1

0 5 10 15 20 25

Lamanya Penyimpanan (hari)

[image:71.595.111.307.201.357.2]

V is k o s it a s ( c P ) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Poly. (A1B1)

Gambar 6. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Viskositas Tepung Sukun.

Kadar Air

Air merupakan komponen penting di dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan tersebut. Kandungan air di dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Data kadar air hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari hasil penelitian diperoleh nilai kadar air yang semakin meningkat selama proses penyimpanan. Tetapi peningkatan ini tidak begitu signifikan seperti terlihat pada Gambar 7. Ini berarti tepung sukun yang dihasilkan pada penelitian ini relatif baik dan masih berada dalam rentang kadar air yang dibolehkan pada tepung terigu yaitu maksimal 14,5 %.

Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa faktor konsentrasi natrium metabisulfit dan lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kadar air tepung sukun yang dihasilkan. Lampiran 15 menunjukkan bahwa sampel A1B1 memiliki kadar air tertinggi dan sampel A2B2 memiliki kadar terendah diantara sampel yang lain. Hal ini berhubungan dengan karakterisasi natrium metabisulfit. Menurut Ponting dan Johnson (1945), penambahan sulfit atau metabisulfit dapat mereduksi O2 sehingga proses oksidasi tidak berlangsung. Semakin besar konsentrasi natrium metabisulfit yang

digunakan dan semakin lama waktu perendamannya, maka kadar air tepung sukun yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini terjadi karena larutan natrium metabisulfit lebih banyak mereduksi O2, sehingga kemungkinan proses oksidasi yang berlangsung semakin kecil. Kadar air yang rendah akan memudahkan pada penyimpanan, karena tepung pada kondisi ini tidak mudah diserang mikroorganisme dan dapat disimpan dalam waktu yang lama.

y = 0,0042x2 - 0,0601x + 13,301

R2 = 1

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 5 10 15 20 25

Lamanya Penyimpanan (hari)

Ka d a r Ai r ( % ) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Poly. (A1B1)

Gambar 7. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Kadar Air Tepung Sukun.

Derajat Putih

Derajat putih merupakan sifat produk yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (objektif) dan sifat organoleptik (subjektif). Pengukuran derajat putih tepung sukun dibandingkan dengan tepung terigu merek kunci biru. Menurut Widiasta, 2003, nilai derajat putih tepung terigu kunci biru, segitiga biru, dan cakra kembar adalah 82,79 %, 81,11 %, dan 78,49 %. Pengukuran derajat putih tepung sukun pada penelitian ini dilihat dari nilai reflektans masing-masing sampel terhadap cahaya polikromatik yang mengenai permukaannya.

[image:71.595.329.512.223.391.2]
(72)

merek kunci biru yang digunakan sebagai referensi. Hal ini terjadi karena proses

browning yang terjadi pada sampel A2B2

semakin kecil. Semakin tinggi konsentrasi Na2S2O5 dan semakin lama perendaman, maka tepung yang dihasilkan semakin putih. Hal ini ditandai dengan adanya nilai reflektans sampel yang semakin tinggi.

y = -0,0183x2 + 0,6357x + 59,723

R2 = 1

62 63 64 65 66 67 68 69 70

0 10 20 30

Lamanya Penyimpanan (hari)

[image:72.595.112.305.190.339.2]

R e fl e k ta n s (% ) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 kunci Biru Poly. (A1B1)

Gambar 8. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Derajat Putih Tepung Sukun.

Lampiran 15 menunjukkan bahwa pada hari ke-21 sampai hari ke-28 terjadi perubahan derajat putih. Sedangkan sampel A2B2 cenderung tidak mengalami perubahan derajat keputihan. Perubahan derajat putih tersebut disebabkan oleh variasi pertumbuhan mikroorganisme serta proses browning pada tepung, sehingga cahaya yang mengenai permukaan sampel banyak yang diabsorbsi dan nilai reflektansnya pun berkurang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat bahwa karakterisasi tepung sukun dipengaruhi konsentrasi larutan natrium metabisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi antara keduanya walaupun sebagian berpengaruh tidak nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih tepung sukun. Perubahan-perubahan ini terjadi selama penyimpanan sehingga mempengaruhi karakterisasi fisik tepung sukun dari hari ke-1 sampai hari ke-21 untuk karakterisasi kerapatan, viskositas, kadar air dan hari ke-14 sampai hari ke-28 untuk karakterisasi derajat putih.

Tepung sukun yang diberi perlakuan perendaman di dalam larutan natrium

metabisulfit 0,9 % selama 45 menit, menghasilkan kerapatan, viskositas, dan derajat putih yang lebih tinggi. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit, maka larutan akan semakin mengental. Selain itu, tepung sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit juga memiliki kadar air terendah. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit dan lamanya perendaman maka kadar air tepung yang dihasilkan semakin rendah.

Hasil karakterisasi fisik yaitu kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih menunjukkan bahwa tepung sukun dengan perendaman buah sukun di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit adalah tepung sukun yang paling baik. Secara umum, tepung sukun masih dapat dikonsumsi minimal sampai 28 hari dan masih mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Dengan demikian tepung sukun A2B2 dapat direkomendasikan sebagai tepung sukun yang dapat dikomersilkan.

Saran

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik, disarankan melakukan penelitian lanjutan pada lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit dan lamanya penyimpanan yang lebih bervariasi. Untuk hasil penelitian yang lebih cermat perlu dilakukan uji mikrobiologi dan kimia. Pada penelitian ini menggunakan natrium metabisulfit, karena natrium metabisulfit pada konsentrasi yang direkomendasikan dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional. Selain itu, senyawa ini juga harganya relatif murah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Kumpulan Kliping Sukun. Jakarta : Pusat Informasi Pertanian Trubus.

Anonim. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan

Pangan Alternatif. Direktorat

Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Anonim. 2008. Air dalam Bahan Pangan. BPPHP. 2002. Nilai Gizi dan Teknologi

(73)

merek kunci biru yang digunakan sebagai referensi. Hal ini terjadi karena proses

browning yang terjadi pada sampel A2B2

semakin kecil. Semakin tinggi konsentrasi Na2S2O5 dan semakin lama perendaman, maka tepung yang dihasilkan semakin putih. Hal ini ditandai dengan adanya nilai reflektans sampel yang semakin tinggi.

y = -0,0183x2 + 0,6357x + 59,723

R2 = 1

62 63 64 65 66 67 68 69 70

0 10 20 30

Lamanya Penyimpanan (hari)

[image:73.595.112.305.190.339.2]

R e fl e k ta n s (% ) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 kunci Biru Poly. (A1B1)

Gambar 8. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Derajat Putih Tepung Sukun.

Lampiran 15 menunjukkan bahwa pada hari ke-21 sampai hari ke-28 terjadi perubahan derajat putih. Sedangkan sampel A2B2 cenderung tidak mengalami perubahan derajat keputihan. Perubahan derajat putih tersebut disebabkan oleh variasi pertumbuhan mikroorganisme serta proses browning pada tepung, sehingga cahaya yang mengenai permukaan sampel banyak yang diabsorbsi dan nilai reflektansnya pun berkurang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat bahwa karakterisasi tepung sukun dipengaruhi konsentrasi larutan natrium metabisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi antara keduanya walaupun sebagian berpengaruh tidak nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih tepung sukun. Perubahan-perubahan ini terjadi selama penyimpanan sehingga mempengaruhi karakterisasi fisik tepung sukun dari hari ke-1 sampai hari ke-21 untuk karakterisasi kerapatan, viskositas, kadar air dan hari ke-14 sampai hari ke-28 untuk karakterisasi derajat putih.

Tepung sukun yang diberi perlakuan perendaman di dalam larutan natrium

metabisulfit 0,9 % selama 45 menit, menghasilkan kerapatan, viskositas, dan derajat putih yang lebih tinggi. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit, maka larutan akan semakin mengental. Selain itu, tepung sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit juga memiliki kadar air terendah. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit dan lamanya perendaman maka kadar air tepung yang dihasilkan semakin rendah.

Hasil karakterisasi fisik yaitu kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih menunjukkan bahwa tepung sukun dengan perendaman buah sukun di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit adalah tepung sukun yang paling baik. Secara umum, tepung sukun masih dapat dikonsumsi minimal sampai 28 hari dan masih mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Dengan demikian tepung sukun A2B2 dapat direkomendasikan sebagai tepung sukun yang dapat dikomersilkan.

Saran

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik, disarankan melakukan penelitian lanjutan pada lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit dan lamanya penyimpanan yang lebih bervariasi. Untuk hasil penelitian yang lebih cermat perlu dilakukan uji mikrobiologi dan kimia. Pada penelitian ini menggunakan natrium metabisulfit, karena natrium metabisulfit pada konsentrasi yang direkomendasikan dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional. Selain itu, senyawa ini juga harganya relatif murah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Kumpulan Kliping Sukun. Jakarta : Pusat Informasi Pertanian Trubus.

Anonim. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan

Pangan Alternatif. Direktorat

Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Anonim. 2008. Air dalam Bahan Pangan. BPPHP. 2002. Nilai Gizi dan Teknologi

(74)

merek kunci biru yang digunakan sebagai referensi. Hal ini terjadi karena proses

browning yang terjadi pada sampel A2B2

semakin kecil. Semakin tinggi konsentrasi Na2S2O5 dan semakin lama perendaman, maka tepung yang dihasilkan semakin putih. Hal ini ditandai dengan adanya nilai reflektans sampel yang semakin tinggi.

y = -0,0183x2 + 0,6357x + 59,723

R2 = 1

62 63 64 65 66 67 68 69 70

0 10 20 30

Lamanya Penyimpanan (hari)

[image:74.595.112.305.190.339.2]

R e fl e k ta n s (% ) A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 kunci Biru Poly. (A1B1)

Gambar 8. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Derajat Putih Tepung Sukun.

Lampiran 15 menunjukkan bahwa pada hari ke-21 sampai hari ke-28 terjadi perubahan derajat putih. Sedangkan sampel A2B2 cenderung tidak mengalami perubahan derajat keputihan. Perubahan derajat putih tersebut disebabkan oleh variasi pertumbuhan mikroorganisme serta proses browning pada tepung, sehingga cahaya yang mengenai permukaan sampel banyak yang diabsorbsi dan nilai reflektansnya pun berkurang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian didapat bahwa karakterisasi tepung sukun dipengaruhi konsentrasi larutan natrium metabisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit, dan interaksi antara keduanya walaupun sebagian berpengaruh tidak nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih tepung sukun. Perubahan-perubahan ini terjadi selama penyimpanan sehingga mempengaruhi karakterisasi fisik tepung sukun dari hari ke-1 sampai hari ke-21 untuk karakterisasi kerapatan, viskositas, kadar air dan hari ke-14 sampai hari ke-28 untuk karakterisasi derajat putih.

Tepung sukun yang diberi perlakuan perendaman di dalam larutan natrium

metabisulfit 0,9 % selama 45 menit, menghasilkan kerapatan, viskositas, dan derajat putih yang lebih tinggi. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit, maka larutan akan semakin mengental. Selain itu, tepung sukun yang direndam di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit juga memiliki kadar air terendah. Semakin besar konsentrasi larutan natrium metabisulfit dan lamanya perendaman maka kadar air tepung yang dihasilkan semakin rendah.

Hasil karakterisasi fisik yaitu kerapatan, viskositas, kadar air, dan derajat putih menunjukkan bahwa tepung sukun dengan perendaman buah sukun di dalam larutan natrium metabisulfit 0,9 % selama 45 menit adalah tepung sukun yang paling baik. Secara umum, tepung sukun masih dapat dikonsumsi minimal sampai 28 hari dan masih mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Dengan demikian tepung sukun A2B2 dapat direkomendasikan sebagai tepung sukun yang dapat dikomersilkan.

Saran

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik, disarankan melakukan penelitian lanjutan pada lamanya perendaman di dalam larutan natrium metabisulfit dan lamanya penyimpanan yang lebih bervariasi. Untuk hasil penelitian yang lebih cermat perlu dilakukan uji mikrobiologi dan kimia. Pada penelitian ini menggunakan natrium metabisulfit, karena natrium metabisulfit pada konsentrasi yang direkomendasikan dikategorikan aman digunakan pada makanan oleh semua badan pengawasan makanan nasional dan internasional. Selain itu, senyawa ini juga harganya relatif murah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1996. Kumpulan Kliping Sukun. Jakarta : Pusat Informasi Pertanian Trubus.

Anonim. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan

Pangan Alternatif. Direktorat

Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Anonim. 2008. Air dalam Bahan Pangan. BPPHP. 2002. Nilai Gizi dan Teknologi

(75)

Teknologi Pengolahan Hasil Holtikultura, Ditjen BPPHP Departemen Pertanian.

BPPIS. 1989. Pembuatan Protipe Alat Uji

Derajat Putih Tepung Tapioka.

Surabaya: Badan Penelitian Pengembangan Industri.

Buckle, Edwards, Fleet, Wootton. 1985. Ilmu

Pangan. Hari Purnomo dan Adiono,

Penerjemah. Jakarta. Penerbit: Universitas Indonesia. Terjemahan dari : Food Science.

Campbell, Neil A, Reece, Jane B, Mitchell, Lawrence G. 2002. Biologi Edisi 5

Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Darmasetiawan, H. 2008. Cara Mencari Viskositas Cairan dengan Menggunakan Viskometer. Departemen Fisika. FMIPA IPB.

Giancoli, Douglas C., 2001, Fisika Jilid I (terjemahan). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hidayat, Nur. 2008. Kumpulan Materi

Teknologi Pangan. http : //one.

Indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/sosiologi-industri /kumpulan-materi-teknologi-pangan. [5 Februari 2009]

Honestin, Trifena. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar

(Ipomoea batatas). [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Hutabarat, S Tetty. 2001. Koefisien Difusi

Tepung Beras pada Berbagai Suhu dan Kelembaban Udara Lingkungan

yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Kadarisman, D., dan A. Sulaeman. 1993. Teknologi Pengolahan Ubi Kayu dan

Ubi Jalar. Di Dalam : Honestin,

Trifena. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar

(ipomoea batatas). [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Koswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan

Pangan Alternatif.

2008]

Lindsay, R.C. 1985. Food Additives. Di Dalam O.R Fennema (ed.). Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.

Lutpiah, E.N. 2005. Karakteristik Fisik dan Nilai pH Jus Belimbing yang Disimpan pada Suhu Kamar dan

Lemari Pendingin. [Skripsi]. Bogor :

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Mujamdar, A. S. 1995. Handbook of

Industrial Drying. Vol. 1. Marcel

Dekker, Inc New York, Basel, Hongkong.

Ponting, J.D Dan G. Johson. 1945. Determination of Sulfur Dioxide in Fruits. Di Dalam E.M Mark dan G.F. Stewart (ed.). Advances in Food Research. Academic Press Inc. Publishers. New York, N.Y. Robert, G.D. dan James, H.T. 1980. Prinsip

dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Geometrik. Bambang

Sumantri, Penerjemah. Jakarta : Gramedia.

Ropiani. 2006. KarakterisasiFisik dan pH

Selai Buah Pepaya. [Skripsi].

Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Saripudin, Udin. 2006. Rekayasa Proses

Tepung Sagu (Metro xylon sp.) dan

Beberapa Karakternya. [Skripsi].

Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

SNI 01-2891-1992. 2002. Perpustakaan PSPG-PAU. IPB.

SNI 80-118. Dewan Standarisasi Nasional-DSN.

Sudiro, Didiet. 2005. Pemanfaatan Buah Sukun Sebagai Makanan

Alternatif Pengganti Beras.

Puslitbang Indhan Balitbang Dephan.

Syah, A dan Nazaruddin. 1994. Sukun dan

Kluwih. Jakarta : Penebar Swadaya.

Syamsir, Elvira. 2008. Prinsip Pengeringan

(Dehidrasi) Pangan.

http://id.shvoong. com/exact-

sciences/1799733-prinsip-pengeringan-dehidrasi-pangan/ [5 Februari 2009]

Taylor, R. J. 1980. Food Additives. Publisher by John James & Sons Ltd. New York.

Widayanti, Ni Wayan Yuni.

Gambar

Tabel 1. Komposisi  zat gizi sukun per 100 g  bahan
Tabel 2. Komponen sukun yang diamati
Gambar 4. Rangkaian Spektrofotometer UV-VIS
Gambar 5. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan dan Kerapatan Tepung Sukun.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Riyanto (2007 : 78) Economic Order Quantity adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau yang sering dikatakan sebagai

Pertimbangan pemilihan pendekatan ini didasarkan pada penelitian yang peneliti lakukan melihat fenomena sosial yang terjadi di Kota Tangerang dan bersifat

Adanya gas yang terlarut, oksigen dan karbon dioksida pada air umpan boiler adalah penyebab utama general corrosion dan pitting corrosion (tipe oksigen elektro kimia

(Good morning Mazlah, what are you doing..? come to my home please. Sis, don’t be angry because I do not reply your

Suatu dokumen HTML yang terdapat kode javascript didalamnya dijalankan pada browser yang tidak mendukung Javascript, maka kode Javascript tidak akan dieksekusi malahan seluruh

Di dalam perusahaan kecil yang hanya dikendalikan oleh satu orang, pelayanan kantor secara terpisah (desentralisasi) mungkin tidak diperlukan. Akan tetapi, di dalam

Responden yang menyatakan bahwa program ini bermanfaat merasakan manfaat yang berbeda-beda dari program ini. Berdasarkan hasil wawancara, manfaat yang dirasakan oleh

Hal ini tentunya memberikan gagasan kepada penulis untuk membuka sebuah gerai dengan konsep one stop shopping yang menggabungkan anatara penjualan buah-buahan