• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan Setiawandan Andoko (2006), sistematika tanaman karet, diuraikan sebagai berikut; Divisio : Spermatophyta ; Subdivisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae; Ordo : Euphorbiales;Familia : Euphorbiaceae;Genus : Hevea; Species : Hevea brassiliensis, Muell-Arg.

Tanaman Karet memiliki sistem perakaran kompak/padat, akar tunggangnya dapat menembus tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangnya bulat silindris, kulit kayunya halus rata berwarna pucat hingga kecokelatan dan sedikit bergabus (Syamsulbahri, 1996). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup tinggi dan berbatang cukup besar.Adapun tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter.Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas.Dibeberapa kebun karet, ada beberapa kecondonfan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara.Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan lateks (Tim karya tani mandiri, 2010).

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang

tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet.Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing (Sianturi, 2001).

Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Kepala putik yang akan dibuahi berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang tersusun menjadi 1 tiang.Buahnya memiliki 3 ruang dengan pembagian yang jelas.Setiap ruang berisi 1 biji (Martiansyah, 2010).

Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji tiga sampai enam biji sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya. (Setiawan, dan Andoko, 2006).

Iklim

Daerah yang cocok ditanami karet yaitu daerah yang berada antara 15˚ LU - 10˚ LS. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet antara 25˚ - 30˚C.ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman karet adalah antara 6-700 m dari permukaan laut (Setyamidjaja, 1993).

Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2000 – 4000 mm/tahun, yakni pada ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan karet yang baik memerlukan suhu antara 250 - 350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280 C. Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang (Setyamidjaja, 1993).

Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata – rata berkisar 75% - 90%.Kelembaban yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan karet karena dapat membuat laju aliran transpirasi tanaman karet menjadi kecil sehingga absorbsi unsur hara dari tanah menjadi lambat.Selain itu, tanaman sering mengalami gutasi dan terjadi lelehan lateks akibat retakan kulit.Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang.Angin kencang pada musim kemarau sangat berbahaya, laju evapotranspirasi menjadi besar (Sianturi, 2001).

Tanah

Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6.Batas toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang

cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm (Damanik et al, 2010).

Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap kesuburan tanah.Tanaman ini tidak menuntut kesuburan tanah yang terlalu tinggi.Tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang banyak dijumpai di Indonesia (Setiawan, 2000).

Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan < 16% serta permukaan air tanah < 100 cm. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan karet dengan hasil yang cukup baik (Budiharto, 2010).

Stump Karet

Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polybag, atau stum tinggi (Anwar, 2001).

Entres (scion) adalah mata tunas pada batang atas yang berasal dari klon yang dianjurkan. Entres yang baik adalah entres yang memiliki daya gabung (compatible) dengan batang bawah.Entres merupakan salah satu faktor yang

penting dalam menentukan besaran produksi pada saat tanaman karet sedang berproduksi (tanaman dewasa) (Lasminingsih et al., 2006).

Bibit okulasi yang digunakan sebagai bahan tanaman terdiri dari beberapa macam yaitu : stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polybag dan stum tinggi. Stum mata tidur adalah bibit okulasi yang mata okulasinya belum tumbuh. Stum ini mempunyai kelebihan lebih mudah, cepat dan harganya relatif murah, hanya saja persentase kematian cukup tinggi (15-20%) (Asni dan Yanti, 2013).

Stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi di lahan pesemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari dua bulan setelah pemotongan batang atas pada posisi 10 cm di atas mata okulasi, dengan akar tunggang tunggal atau bercabang. Akar tunggang tunggal lebih bagus dibandingkan dengan akar tunggang bercabang, sehingga petani karet biasanya memotong akar tunggang bercabang yang lebih kecil. Dengan demikian tinggal satu akar tunggang besar yang panjangnya sekitar 40 cm dan akar lateral yang panjangnya 5 cm (Damanik et al., 2010).Waktu tumbuh mata tunas bibit stum mata tidur karet ada kaitannya dengan proses pembentukan dan perkembangan akar. Apabila akar telah terbentuk dan berkembang dengan baik maka tunas juga akan ikut terbentuk. (Marchino, 2011)

Hal yang terpenting dalam teknologi budidaya tanaman karet ialah penanaman stum mata tidur dengan menggunakan varietas atau klon yang sudah dianjurkan. Kualitas dari bahan tanam yang digunakan merupakan hal penting yang mempengaruhi keberhasilan dan nilai ekonomi tanaman tersebut (Albarracin, et al, 2006).

Klon-klon anjuran adalah klon-klon yang direkomendasikan untuk pertanaman komfersial yang telah dilepas seperti : (a) Klon Penghasil Lateks: BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217 dan PB 260, (b) Klon Penghasil Lateks Kayu: BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118 (c) Klon Penghasil Kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78 (Subendi dan Raharjo, 2010).

Okulasi karet berdasarkan umur, warna batang bawah dan batang atas, serta diameter batang bawah dikenal dengan dua jenis okulasi, yaitu okulasi cokelat dan okulasi hijau. Okulasi cokelat dilakukan pada batang bawah berumur 9 - 18 bulan di pembibitan, sehingga sudah berwarna cokelat dengan diameter lebih dari 1,5 cm. Batang atasnya berasal dari kebun batang atas berwarna hijau kecokelatan, berbatang lurus, dan beberapa mata tunas dalam keadaan tidur. Sementara itu, okulasi hijau dilakukan pada batang bawah berusia 5 - 8 bulan di pembibitan, sehingga masih berwarna hijau dengan diameter 1 - 1,5 cm. Batang atasnya berumur 1 - 3 bulan setelah pemangkasan dan berwarna hijau. (Damanik, et al,2010).

Dibandingkan okulasi cokelat, okulasi hijau memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut : (1) Pelaksanaan bisa lebih awal (2) Masa hidup di

pembibitan lebih pendek, sehingga penyediaan bahan tanaman lebih cepat (3) Perakaran tidak terganggu saat bibit dipindah ke lapangan (4) Pertautan

okulasi lebih baik (5) Masa matang sadap bisa dipercepat enam bulan. Kekurangannya, kayu entres atau batang atasnya tidak dapat disimpan dan dikirim ke tempat lain. Selain itu, persentase kematian bibit okulasi hijau juga lebih besar (Damanik, et al, 2010).

Kriteria bibit stump mata tidur yang baik yaitu : memiliki akar tunggang lurus, tidak bercabang, panjang minimal 35 cm dan akar lateral yang disisakan panjangnya 5 cm, tinggi batang di atas okulasi sekitar 5-7 cm, memiliki diameter batang sekitar 2,5 cm, bagian bekas pemotongan diolesi TB 192 atau parafin, apabila ditoreh pada bagian okulasi berwarna hijau, jika bibit memiliki akar tunggang lebih dari satu, pilih satu akar tunggang yang paling baik dan yang lainnya dibuang (BPPP, 2008).

Kelebihan bibit stump mata tidur ini adalah ringan, sehingga mudah diangkut. Sementara itu yang menjadi permasalahan adalah persentase kematian

bibit di lapangan cukup tinggi, hal ini disebabkan perkembangan akar yang tidak optimal dan pertumbuhan tunas yang terhambat (Nur, et. al, 2013).

Penanaman bibit tanaman karet harus tepat waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu tanam yang sesuai adalah pada musim hujan. Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan untuk pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling lambat satu malam setelah pembongkaran (Anwar, 2001). Asam asetik naftalen 3,0%

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah kecil dapat mendorong (promote), menghambat (inhibit) maupun merubah berbagai proses fisiologi tanaman. ZPT adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan

tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel (Sunandar 2006).

ZPT pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan mengubah proses fisiologis. Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Auksin mempunyai beberapa peran dalam mendukung kehidupan tananaman diantaranya adalah menstimulasi terjadinya perpanjangan sel pada pucuk dan mendorong primordial akar (Artanti, 2007).

Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologis tumbuhan. Untuk mendapatkan hasil perbanyakan bibit yang baik selain perlu memperhatikan media tumbuh, diperlukan zat pengatur tumbuh (zpt) untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya.Auksin merupakan salah satu hormon yang dapat berpengaruh terhadap pembentukan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel meristem, pembentukan bunga, pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun dan buah (Dwidjoseputro, 1994).

Amirudin et al (2004) menyatakan bahwa penggunaan ZPT sintesis meningkatkan presentase stek hidup lada perdu. Sumiasri dan Priadi (2003) menyatakan bahwa tanaman memerlukan konsentrasi auksin yang sesuai untuk pertumbuhannya. Konsentrasi yang tidak sesuai tidak akan memacu perumbuhan, bahkan bisa menghambat. Namun pengaruh penyerapan auksin tidak hanya dilihat dari konsentrasi auksin tetapi dari kepekaan jaringan penerima (protein tanaman) (Salisbury dan Ross, 1995).

Menurut Artanti (2007), penelitian tentang aspek fisiologis auksin telah banyak dilakukan sejak tahun 1930-an. Banyak bukti yang menyatakan bahwa auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat pertumbuhan cabang lateral serta mengaktifkan kerja lapisan kambium. Pada saat sekarang masyarakat sudah mengetahui peran auksin sebagai zat tumbuh perangsang perakaran.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) berfungsi sebagai pemacu dan penghambat pertumbuhan tanaman. Penggunaan ZPT yang tepat akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan tanaman namun apabila dalam jumlah terlalu banyak justru akan merugikan tanaman karena akan meracuni tanaman tersebut. Sebaiknya jika dalam jumlah yang sedikit maka akan kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tersebut (Ardana, 2009).

Zat pengatur tumbuh (ZPT) dari kelompok auksin dapat merangsang pembentukan akar. Auksin sintetik seperti IAA dan IBA banyak digunakan untuk mendorong pertumbuhan stek dari tanaman berkayu dan berbatang lunak. Mekanisme kerja NAA dan IBA yaitu dengan merangsang pembelahan sel (Goenawan, 2006).

Penggunaan ZPT ini efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak dasar stek, dimana pembelahan sel dan kalus akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi dibawah optimum tidak efektif. Dijelaskan pula bahwa makin sedikit dosis zat pengatur tumbuh Asam asetik naftalen 3,0% yang diberikan dan makin kecil ukuran stek batang, akan menghasilkan pertumbuhan yang kurang optimal (Harahap, 2010).

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktifitas dari auksin sintetik adalah:1) kesanggupan senyawa untuk dapat menembus lapisan kutikula atau epidermis yang berlilin; 2) sifat translokasi didalam tanaman; 3) pengubahan auksin menjadi senyawa yang tidak aktif didalam tanaman (destruksi atau pengikatan); 4) berinteraksi dengan hormon tumbuh lainnya; 5) spesies tanaman; 6) fase pertumbuhan dan 7) lingkungan (suhu, radiasi dan kelembaban) (Wattimena, 1987). Faktor eksternal juga mempunyai peran penting dalam keberhasilan perbanyakan setek seperti intensitas cahaya, kelembaban dan temperatur. Flukstuasi temperatur dan kelembaban yang tinggi akan merusak aktivitas hormon sebagai biokatalisator (Harahap, 2010).

Metode perendaman adalah metode praktis yang paling awal ditemukan dan sampai saat ini masih dipandang paling efektif.Biasanya konsentrasi auksin yang digunakan berkisar antara 25-100 ppm. Menurut Istiana dan Sadikin (2008), sebelum penananaman pada stek jarak pagar, stek direndam selama 1 jam dalam larutan asam asetik naftalen 3,0% .

Penggunaan metode tepung atau bubuk merupakan metode yang paling sederhana, tidak memerlukan perendaman dan jumlah auksin yang diaplikasikan relatif konstan tetapi sifat fisik zat pembawa (carrier) berpengaruh besar terhadap bahan aktif dan zat pembawa yang berbeda dapat menyebabakan respon tanaman yang sangat berbeda walaupun pada konsentrasi yang sama. Menurut Balai Informasi Pertanian Irian Jaya (2010), luka potong akar tunggal dan akar lateral diolesi dengan pasta Rootone F dosis 125 mg ditambah dengan air 0,5 ml untuk satu stump.

Dalam penelitian Goenawan (2006), perlakuan metode aplikasi zat pengatur tumbuh secara pasta merupakan metode aplikasi terbaik dalam menginduksi akar dan tunas stek dadap merah, hal ini ditunjukan dengan nilai peubah persentase stek hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang tunas, jumlah tunas, panjang akar, jumlah akar dan jumlah daun tertinggi.

Dalam penelitian Sunandar (2006) perlakuan Rootone-F memberikan pengaruh nyata pada 4 MST terhadap persentase stek hidup tanaman sonokeling dan jumlah akar, sedangkan pada 8 MST berpengaruh sangat nyata terhadap bobot basah tunas dan bobot kering tunas serta berpengaruh nyata terhadap panjang tunas dan bobot basah akar. Pemberian Rootone-F menghasilkan rataan nilai yang lebih baik terhadap beberapa tolok ukur seperti persentase stek hidup, panjangtunas, jumlah akar, bobot basah tunas, bobot basah aka dm bobot kering tunas dibandingkan tanpa Rootone-F, konsentrasi rootone-F 100 ppm memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi Rootone-F 200 ppm. Dalam penelitian Yuniarti (2011) Penggunaan konsentrasi asam asetik naftalen 3,0% 200 ppm akan meningkatkan persentase tumbuh dan pertumbuhan stek batang Dieffenbachia.

IBA dan NAA bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang merupakan auksin alami.Asam asetik naftalen 3,0% yang diproduksi oleh PT. DELTAGRO merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang mengandung bahan aktif asam asetik naftalen 3,0%. Naftalen asetik amid 0,75% yang direkomendasikan untuk stek.

Media tumbuh tanaman merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan, sebab mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk hasil yang optimal.Media yang baik untuk pertumbuhan tanaman harus mempunyai sifat fisik yang baik, gembur dan mempunyai kemampuan menahan air.Kondisi fisik tanah sangat penting untuk berlangsungnya kehidupan tanaman menjadi dewasa (Fatimahdan Handarto, 2008).

Berbagai jenis media tanam dapat kita gunakan sebagai media tumbuh tanaman, tetapi pada prinsipnya kita menggunakan media tanam yang mampu menyediakan nutrisi, air, dan oksigen bagi tanaman. Penggunaan media yang tepat akan memberikan pertumbuhan yang optimal bagi tanaman (Fahmi, 2013).

Media tumbuh yang baik mengandung unsur hara yang cukup, bertekstur ringan, dan dapat menahan air sehingga menciptakan kondisi yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Media untuk pembibitan memiliki daya menahan air yang baik, cukup hara, bebas dari gulma dan patogen, serta kemasaman tanah optimal bagi pertumbuhan tanaman (Istiana dan Sadikin, 2008).

Media tanam di pembibitan umumnya menggunakan tanah lapisan atas (permukaan/topsoil) dengan pertimbangan lapisan tanah tersebut biasanya subur dan gembur. Kriteria ini penting untuk media tanam di pembibitan, mengingat benih yang telah tumbuh menjadi bibit merupakan tanaman muda yang relatif rentan terhadap kondisi lingkungan tumbuh yang dapat menghambat awal pertumbuhannya (Erwiyono, 2005).

Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik

inilah maka lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau disebut pula sebagai lapisan olah, dan mempunyai kedalaman sekitar 20 cm (Mustafa, et al, 2012).

Media tanam bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah jenis ini memiliki aerasi (ketersediaan rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah atau tanahnya lebih cepat kering. Pasir mengandung unsur hara phospor (0,08 g), kalium (2,53 g), kalsium (2,92 g), Fe2O3 (5,19 g) dan MgO (1,02 g) (Ismail, 2013).

Media tanam yang berasal dari pasir memiliki sifat-sifat antara lain aerasi dan draenasenya lebih baik dibandingkan dengan media tanam yang berasal dari tanah. Kemampuan mengikat air media ini sangat rendah serta unsur hara yang

diberikan melalui pemupukan juga cepat terbawa air keluar dari area perakaran (Anggraini, 2012 ).

Tanah pasir atau dapat juga dikatakan tanah berukuran pasir antara 2,0- 0,20 mm dan sebagian besar tanah didomi nasi oleh fraksi pasir. Tanah pasir banyak mengandung pori-pori makro, sedikit pori-pori sedang dan pori-pori mikro.Tipe tanah seperti ini sulit untuk menahan air, tetapi mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Pada umumnya tanah pasir banyak didominasi mineral primer jenis kwarsa (SiO2) yang tahan terhadap pelapukan dn sedikit mineral sekunder. Mineral kwarsa mempunyai sifat ”inert” atau sulit bereaksi dengan senyawa lain dan sukar mengalami pelapukan. Kondisi ini menjadikan tanah pasir merupakan

tanah yang tidak subur, kandungan unsur hara rendah dan tidak produktif untuk pertumbuhan tanaman (Hanafiah, 2005).

PENDAHULUAN

Tanaman karet (Hevea brasilliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan di Indonesia yang mempunyai arti penting dalam aspek sosial ekonomi masyarakat. Tanaman karet disamping sebagai penghasil devisa juga mampu menyediakan lapangan kerja bagi banyak penduduk dan sumber penghasilan bagi petani karet. (Shiddiqi, et al, 2012).Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami di dunia sekitar 28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010), sedikit di belakang Thailand (sekitar 30 persen). (Direktorat Jendral Perkebunan, 2012).Luas areal perkebunan karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan hanya 7,1% merupakan milik negara (Setiawan dan Andoko, 2008).Dari aspek produksi, produktivitas karet rakyat umumnya masih rendah yaitu antara 900-1.000 kg/ha/tahun (50%-60% dari potensi produksi). Rendahnya produktivitas karet rakyat disebabkan sebagian

besar belum menggunakan klon unggul, dan tanaman yang sudah tidak produktif mencapai 400.000 - 500.000 ha yang perlu segera diremajakan

(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Berdasarkan kenyataan tersebut maka dalam rangka meningkatkan devisa dari sub sektor perkebunan ini, pemerintah selalu melakukan usaha perbaikan perkebunan karet, baik melalui program peremajaan maupun perluasan areal, di samping itu juga perbaikan kultur teknis. Hal yang penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam, dalam hal ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet okulasi. Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata

entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam karet

unggul berupa stump mata

tidur, stump mini, bibitdalam polibeg, atau stump tinggi (Nur, et. al, 2013).Bibitstumpmatatiduradalahbibityangdiokulasidi

lahanpersemaiandandibiarkantumbuhselamakurangdariduabulansetelahpemotong anbatangatas pada posisi 10 cm di atas mata okulasi dengan akar tunggang tunggal atau bercabang(Sarnis, 2007). Klon-klon anjuran yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian seperti RRIC-100, PB-330, PB-260, PB-340, BPM-109, IRR-118. Dari semua klon di atas yang paling banyak di tanam di Sumatera Utara pada saat sekarang ini adalah klon PB-260. Hal ini dikarenakan klon PB-260 memiliki keunggulan seperti potensi produksi yang tinggi, tahan terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin yang kencang.(Balai Penelitian Sembawa, 2005).

Bibit okulasi stump mata tidur masih menjadi pilihan dan banyak digunakan sebagai bahan tanaman karena persiapannya lebih mudah dan harganya lebih murah, tetapi penggunaan stump mata tidur mempunyai kelemahan yaitu berupa tingginya angka kematian (15-20%) yang diakibatkan terhambatnya pertumbuhan akar dan tunas (Parto et al., 2005).

Untuk mempercepat pertumbuhan perakaran dapat dilakukan dengan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) secara eksogen. Saat ini telah banyak zat pengatur tumbuh yang beredar di pasaran, diantaranya yang mengandungAsam asetik naftalen 3,0% memiliki kelebihan yakni mudah diperoleh, harganya terjangkau dan yang paling penting sangat cocok digunakan pada berbagai macam setek tanaman dengan fungsinya yaitu merangsang pertumbuhan akar lebih cepat

dan mengurangi resiko kematian setek. Asam asetik naftalen 3,0% dapat merangsang pertumbuhan akar (stump, setek, cangkok) dan mengandung fungisida (Bukori, 2011) yang merupakan perlakuan perawatan tanaman okulasi untuk akar yang dipotong sehingga luka bekas potongan tidak berjamur. Pada penelitian sebelumnya, yakni Pangabean (2015) yang menggunakan asam asetik naftalen 3,0% dengan taraf A0 (0 mg), A1 (25 mg), A2 (50 mg), A3 (75 mg) pada stump mata tidur karet, diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi A1 (25 mg) merupakan perlakuan terbaik dan berpengaruh nyata pada beberapa parameter.

Ada tiga cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian ZPT yaitu :1.) Commercial Powder Preparation (pasta); 2.) Dilute Solution Soaking Method (perendaman); 3.) Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat). (Weaver, 1972).Goenawan (2006) mengatakan bahwa perlakuan metode aplikasi ZPT secara pasta merupakan metode aplikasi terbaik dalam menginduksi akar dan tunas. Pada penelitian sebelumnya Panggabean (2015) mengenai pemberian Asam asetik naftalen 3,0% pada stump karet menggunakan metode pasta pada pengolesan di seluruh bagian akar terlihat bahwa pertumbuhan tanaman terhambat karena kelebihan ZPT yang diberikan diseluruh bagian akar.

Dokumen terkait