• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman padi diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam Kelas Monocotyledoneae, Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah Oryza sativa L (Vaughan, 1989).

Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10 – 20 cm. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang (anaerob) karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma. Struktur aerenchyma seperti pipa yang memanjang hingga ujung daun. Aerenchyma berfungsi sebagai penyedia oksigen bagi daerah perakaran. Walaupun mampu beradaptasi pada lingkungan tergenang, padi juga dapat dibudidayakan pada lahan yang tidak tergenang (lahan kering, ladang) yang kondisinya aerob (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Batang padi berbentuk bulat, berongga dan beruas-ruas. Antar ruas dipisahkan oleh buku. Ruas-ruas sangat pendek pada awal pertumbuhan dan memanjang serta berongga pada fase reproduktif. Pembentukan anakan dipengaruhi oleh unsur hara, cahaya, jarak tanam dan teknik budidaya. Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, mendistribusikan hara dan air dalam tanaman dan sebagai cadangan makanan. Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau patahnya ruas batang terbawah, yang panjangnya lebih dari 4 cm (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Daun padi tumbuh pada batang dan tersusun berselang-seling pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas helaian daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle) dan lidah daun (ligule). Daun teratas disebut daun bendera yang posisi dan ukurannya tampak berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada awal fase tumbuh memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman bergantung pada varietas.

Varietasvarietas baru di daerah tropis memiliki 14-18 daun pada batang utama (Makarim dan Suhartatik, 2009). Banyak daun dan besar sudut yang dibentuk antara daun bendera dengan malai, tergantung kepada varietas varietas padi yang ditanam. Besar sudut yang dibentuk dapat kurang dari 90 atau lebih dari 90

(Nurcahyani, 2010).

Pertambahan jumlah anakan akan menjadi faktor utama meningkatkan total luas daun dan dengan demikian juga akan meningkatka indeks luas daun.

Luas daun yang berkorelasi dengan jumlah anakan dan total luas daun sejalan dengan peningkatan perubahan kedua komponen tersebut juga mengalami (Zulhendi, 2008).

Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai dinamakan spikelet yaitu bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari serta beberapa organ lainnya yang bersifat inferior.

Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdiri atas cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi pada hakekatnya adalah floret yang hanya terdiri atas satu bunga, yang terdiri atas satu organ betina (pistil) dan enam organ jantan (stamen). Stamen memiliki dua sel kepala sari yang ditopang

oleh tangkai sari berbentuk panjang, sedangkan pistil terdiri atas satu ovul yang menopang dua stigma (Makarim dan Suhartatik, 2009). Malai terdiri atas 8-10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer yang selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang primer maupun cabang sekunder (Yoshida, 1981).

Suatu malai terdiri dari sekumpulan bunga – bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama dari malai, sedang butir – butirnya terdapat pada cabang – cabang pertama maupun cabang – cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah berisi dan matang menjadi buah. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai bulir diujung malai. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan kelilng. Panjang malai dapat pendek (20 cm), sedang (20 – 30 cm) dan panjang (lebih 30 cm). Panjang malai suatu varietas demikian pula banyaknya cabang tiap malai dan jumlah bulir tiap tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam. Banyak cabang tiap – tiap malai berkisar 7 – 30 buah (Departemen Pertanian, 2010).

Gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam. Bobot gabah beragam dari 12-44 mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata adalah 20%

bobot gabah. Perkecambahan terjadi apabila dormansi benih telah dilalui. Benih tersebut berkecambah apabila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti oleh munculnya koleoptil yang membungkus daun (Yoshida 1981;

Makarim dan Suhartatik 2009). Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah

masak, bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian – bagian sebagai berikut :

-Embrio (lembaga) : terletak pada bagian lemma. Pada lembaga ini terdapat daun lembaga (calon batang dan calon daun) serta akar lembaga (calon akar).

-Endosperm : merupakan bagian dari buah / biji padi yang besar. Endosperm ini terdiri dari zat tepung, sedang selaput protein melingkupi zat tepung tersebut. Endosperm mengandung zat gula, lemak, serta dan bahan atau zat – zat anorganik, disamping itu juga mengandung protein.

-Bekatul : Bagian buah padi yang berwarna coklat.

Jadi, gabah atau buah padi ini adalah buah padi yang diselubungi oleh sekam atau kulit gabah. Gabah atau buah padi ini juga dapat rusak karena gangguan hama yang memakan buah padi. Gangguan tanaman padi yang penyebarannya sangat cepat ialah hama padi, karena dalam waktu yang sangat singkat populasi hama berkembang dengan cepat

 Stadia pertumbuhan tanaman padi

Pertumbuhan tanaman padi dibagi dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial), fase generatif/reproduktif (primordial sampai pembungaan), dan fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang).

Gambar 1. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi Sumber: BPTP NAD (2009)

 Fase Vegetatif

Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan benih sampai primordia bunga (pembentukan malai).

- Tahap perkecambahan benih (germination)

Pada fase ini benih akan menyerap air dari lingkungan (karena perbedaan kadar air antara benih dan lingkungan), masa dormansi akan pecah ditandai dengan kemunculan radicula dan plumule. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah kelembaban, cahaya dan suhu. Petani biasanya melakukan perendaman benih selama 24 jam kemudian diperam 24 jam lagi.

Tahan perkecambahan benih berakhir sampai daun pertama muncul dan ini berlangsung 3-5 hari.

- Tahap pertunasan (seedling stage)

Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah hingga menjelang anakan pertama muncul. Umumnya petani melewatkan tahap pertumbuhan ini di persemaian. Pada awal di persemaian, mulai muncul akar seminal hingga

permanen dengan cepat menggantikan radikula dan akar seminal sementara. Di sisi lain tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang pada kecepatan 1 daun setiap 3-4 hari selama tahap awal pertumbuhan sampai terbentuknya 5 daun sempurna yang menandai akhir fase ini. Dengan demikian pada umur 15 – 20 hari setelah sebar, bibit telah mempunyai 5 daun dan sistem perakaran yang berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini, bibit siap dipindahtanamkan.

- Tahap pembentukan anakan (tillering stage)

Setelah kemunculan daun kelima, tanaman mulai membentuk anakan bersamaan dengan berkembangnya tunas baru. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang. Bibit ini menunjukkan posisi dari dua anakan pertama yang mengapit batang utama dan daunnya. Setelah tumbuh (emerging), anakan pertama memunculkan anakan sekunder, demikian seterusnya hingga anakan maksimal.

 Fase Generatif

 Fase Reproduksi

- Tahap inisiasi bunga / primordia (panicle initiation)

Perkembangan tanaman pada tahap ini diawali dengan inisiasi bunga (panicle initiation). Bakal malai terlihat berupa kerucut berbulu putih (white feathery cone)

panjang 1,0-1,5 mm. Pertama kali muncul pada ruas buku utama (main culm) kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Ini akan berkembang hingga bentuk malai terlihat jelas sehingga bulir (spikelets) terlihat dan dapat dibedakan.

Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera sehingga menyebabkan pelepah daun menggembung (bulge).

Penggembungan daun bendera ini disebut bunting sebagai tahap kedua fase ini (booting stage).

- Tahap bunting (booting stage).

Bunting terlihat pertama kali pada ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati) dan anakan non-produktif terlihat pada bagian dasar tanaman.

- Tahap keluar malai

Tahap selanjutnya dari fase ini adalah tahap keluar malai. Heading ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.

Akhir fase ini adalah tahap pembungaan yang dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan.

- Tahap pembungaan (flowering stage).

Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuksari tumpah (shed). Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari atau tepung sari (pollen) jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul (bulat, struktur gelap dalam ilustrasi ini) akan mengembang ke ovary. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi sehari setelah heading. Pada umumnya, floret (kelopak bunga) membuka pada pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan, 3-5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif dan nonproduktif.

Fase reproduktif yang diawali dari inisiasi bunga sampai pembungaan (setelah putik dibuahi oleh serbuk sari) berlangsung sekitar 35 hari. Pemberian zat pengatur tumbuh atau penambahan hormon tanaman (pythohormon) berupa gibberlin (GA3) dan pemeliharaan tanaman dari serangan penyakit sangat diperlukan pada fase ini. Perbedaan lama periode fase reproduktif antara padi varietas genjah maupun yang berumur panjan tidak berbeda nyata. Ketersediaan air pada fase ini sangat diperlukan, terutama pada tahap terakhir diharapkan bisa tergenang 5 – 7 cm.

 Fase Pemasakan / Pematangan

- Tahap matang susu (Milk grain stage)

Tiga tahap akhir pertumbuhan tanaman padi merupakan fase pemasakan.

Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan bahan serupa susu. Gabah mulai terisi dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/menjepit gabah di antara dua jari. Malai hijau dan mulai merunduk. Pelayuan (senescense) pada dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan dua daun di bawahnya tetap hijau.

Tahap ini paling disukai oleh walang sangit. Pada saat pengisian, ketersediaan air juga sangat diperlukan. Seperti halnya pada fase sebelumnya, pada fase ini diharapkan kondisi pertanaman tergenang 5 – 7 cm.

- Tahap gabah setengah matang (dough grain stage)

Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning.

Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak semakin jelas. Pertanaman terlihat menguning. Seiring menguningnya malai,

ujung dua daun terakhir pada setiap anakan mulai mengering.

- Tahap gabah matang penuh (mature grain stage)

Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning.

Tanaman padi pada tahap matang 90 – 100 % dari gabah isi berubah menjadi kuning dan keras. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman. Berbeda degan tahap awal pemasakan, pada tahap ini air tidak diperlukan lagi, tanah dibiarkan pada kondisi kering. Periode pematangan, dari tahap masak susu hingga gabah matang penuh atau masak fisiologis berlangsung selama sekitar 35 hari.

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C.

Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-27 °C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-23 °C.

Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2000).

Karakteristik Lahan Sawah

Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan produktifitas tanah sawah. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Keadaan reduksi akibat penggenangan akan merubah aktifitas mikroba tanah dimana mikroba aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob, yang menggunakan sumber energi dari senyawa teroksidasi yang mudah di reduksi yang berperan sebagai elektron seperti ion NO-3, SO4

3-, Fe3+, Mn4+

(Prasetyo et al. 2004).

Kimia tanah sawah sangat penting hubungannya dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah pemupukan nitrogen dimana jenis, waktu dan cara pemberian harus memperhatikan perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar pemupukan lebih efisien. Sumber pupuk N disarankan dalam bentuk ammonium dimasukkan ke dalam lapisan reduksi dan diberikan dua sampai tiga kali (Adiningsih, 2004).

Secara umum efisiensi serapan nitrogen pada lahan sawah beririgasi hanya bisa mencapai 45% dan sisanya sekitar 55% tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Jipelos 1989). Akibat kehilangan ini maka nitrogen yang diserap tanaman rendah.

Taslim et al. (1989), mengemukakan bahwa nitrogen merupakan faktor pembatas dalam upaya peningkatan produksi padi, terutama varietas unggul baru salah satunya varietas Ciherang.

Unsur Hara Nitrogen

Tanaman padi membutuhkan suplai hara dengan proporsi yang seimbang dengan hara yang dapat diserap dari dalam tanah. Varietas unggul padi sangat tanggap terhadap pemberian makro N, P, K. Untuk pertumbuhannya, tanaman padi mendapat input unsur hara dari (a) dalam tanah, (b) air irigasi, (c) hujan, (d) fiksasi nitrogen bebas, dan (e) pupuk. Output yang dihasilkan berupa (a) gabah, (b) jerami, (c) kehilangan hara akibat air perkolasi, dan (d) kehilangan hara dalam bentuk gas, terutama nitrogen. Berdasarkan perhitungan input dan output tersebut, maka untuk menghasilkan gabah rata-rata 6t/ha (VUB), tanaman padi membutuhkan hara 165 kg N, 19 kg P, dan 112 kg K/ha atau setara dengan 350 kg Urea, 120 kg SP36, dan 225 kg KCl/ha (Doberman dan Fairhust 2000).

Nitrogen mempunyai peran penting bagi tanaman padi yaitu: mendorong pertumbuhan tanaman yang cepat dan memperbaiki tingkat hasil dan kualitas gabah melalui peningkatan jumlah anakan, pengembangan luas daun, pembentukan gabah, pengisian gabah, dan sintesis protein. Ada tiga hal yang menyebabkan hilangnya nitrogen dari tanah yaitu nitrogen dapat hilang karena tercuci bersama air draenase, penguapan dan diserap oleh tanaman. Keberadaan nitrogen pada tanah sawah sangat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman padi sawah (Patti et al., 2013).

Nitrogen merupakan hara yang paling menjadi faktor penghambat pertumbuhan dan hasil padi sawah sekaligus paling banyak ditambahkan dalam tanah melalui khususnya untuk varietas padi dengan potensi hasil tinggi (Dobermann dan Fairhurst, 2002). Menurut De Datta (1981), unsur nitrogen berperan memberi warna hijau daun, mempercepat pertumbuhan yaitu bertambahnya tinggi batang, jumlah anakan, ukuran daun, butiran gabah, serta

jumlah spikelet dalam panikelet, meningkatkan persentase gabah isi dan meningkatkan kadar protein dalam beras.

Menurut Dobermann dan Fairhurst (2007) unsur N pada tanaman merupakan unsur penyusun asam amino, asam nukleat, dan klorofil yang bagi tanaman padi sawah mempercepat pertumbuhan (pertumbuhan tinggi dan jumlah daun) dan meningkatkan ukuran daun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan kandungan protein gabah.

Menurut Sismiyati dan Partoharjono (1994), penggunaan pupuk yang berlebihan akan menyebabkan tanaman rentan terhadap penyakit, memperpanjang umur tanaman dan pencemaran nitrat dan nitrit. Padmini dan Suwardi (1998) menyatakan bahwa penggunaan pupuk yang berlebihan menyebabkan tanaman berbatang tinggi dan lemah sehingga mudah rebah, menigkatkan persentase gabah hampa serta peka terhadap penyakit.

Kekurangan hara nitrogen sangat erat kaitannya dengan penurunan produksi padi. Padi yang kekurangan nitrogen akan menunjukkan gejala seperti pertumbuhan terhambat dan jumlah anakan sedikit, tanaman kerdil, daun sempit dan pendek, berwarna hijau kekuningan dan daun tua menjadi berwarna coklat muda dan mati (De Datta, 1981; Soemedi 1982). Hal ini karena nitrogen bersifat dinamis sehingga jika terjadi kekurangan nitrogen pada bagian pucuk, nitrogen yang berada pada daun yang tua akan ditranslokasikan ke organ yang lebih muda (Novizan, 2002).

Pemupukan oleh petani sampai saat ini sangat tidak efisien karena hanya sekitar 30% pupuk yang diberikan yang dapat diserap tanaman, sisanya hilang melalui volatisasi, denitrifikasi, dan pelindian. Konsumsi pupuk urea di Jawa

Barat, Lampung dan Sulawesi Selatan berturut-turut 12%, 28%, dan 89% lebih tinggi dari takaran anjuran. Kehilangan N dari lahan dilaporkan mencapai 20-40%

di India, 25% di Filipina dan 52-71% di Indonesia (Juliardi, 2000).

Pupuk nitrogen memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea. Pupuk N memiliki kontribusi yang nyata dalam peningkatan dan menjaga stabilitas produksi padi di Indonesia. Urea merupakan salah satu pupuk sumber nitrogen yang banyak digunakan petani padi sawah (Adelina dan Ilyas, 2011; Prajitno et al., 2009).

Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa dan pati.

Pemupukan N menyebabkan panjang, lebar, dan luas daun bertambah, tetapi tebal daun menjadi berkurang. Fageria dan Virupax (1999) menyatakan bahwa nitrogen adalah faktor kunci dan masukan produksi pada padi sawah dan apabila penggunaannya tidak tepat akan mencemari air tanah. Hasanuzzaman et al., (2009), menyatakan bahwa tanaman padi membutuhkan nutrisi yang lebih banyak untuk meningkatkan hasil panen, dimana nitrogen menjadi salah satu input kunci untuk peningkatan hasil. Peningkatan panen (70-80%) pada lahan padi bisa diperoleh dengan aplikasi pupuk nitrogen.

Namun tanaman menyerap hanya 30% dari pupuk N yang diberikan (Doberman and Fairhurst, 2000). Penggunaan nitrogen yang diberikan melalui pemupukan pada usaha tani padi sawah hingga kini efisiensinya masih rendah.

Hal ini disebabkan oleh kehilangan utama N dari sistem tanah-tanaman, yaitu melalui volatisasi amonia, denitrifikasi, aliran permukaan, dan pencucian.

Kehilangan N dari urea dilaporkan berkisar 60-80% pada tanaman padi dan 40-60% pada palawija (Prajitno et al., 2009).

Pemupukan urea di Simpang Tiga, Pidie, nyata meningkatkan hasil padi.

Hasil tertinggi dicapai dengan pemupukan 200 kg urea/ha (Jamilah dan Safridar 2012). Hara N dalam tanah dikatakan rendah jika N terekstrak Kjeldahl <0,20%

(Balitan, 2009). Pupuk N diberikan 3 kali masing-masing 1/3 dosis pada saat tanam, fase pembentukan anakan, dan awal pembentukan malai (Hirzel et al.

2011). Efisiensi pemakaian pupuk N di lahan padi sawah dapat dimaksimalkan dengan jalan pemupukan tepat waktu, dan dengan cara penempatan pupuk atau bahan organik ke dalam tanah.

Peran Jerami padi Sebagai Bahan Organik

Pengusahaan lahan yang dilakukan secara terus menerus dengan pemakaian pupuk kimia yang tidak mengikuti dosis anjuran serta kurangnya usaha untuk mengembalikan unsur hara terbawa saat panen menyebabkan terganggunya keseimbangan hara tanah yang berakibat terhadap penurunan kualitas sumberdaya lahan itu sendiri. Disamping itu kesuburan tanah yang mempunyai kontribusi sebesar 55% terhadap keberhasilan produksi juga terganggu karena tingginya pemakaian pupuk kimia tanpa diimbangi masukan yang lain sehingga kadar bahan organik tanah yang mengendalikan kesuburan biologis menurun drastis ( Gunarto et al., 2009).

Bahan organik merupakan sumber energi dan membentuk jaringan tubuh mikroorganisme dengan demikian populasi mikroorganisme di dalam tanah meningkat. Kadar bahan organik tanah berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman padi sawah dimana makin rendah kadar bahan organik makin rendah

produktivitas lahan (Balai Penelitian Tanah, 2010). Dekomposisi bahan organik oleh mikroba tanah dapat menghasilkan humus yang berhubungan dengan KTK tanah. Dengan demikian dibutuhkan aplikasi jerami pada beberapa musim tanam.

Jerami adalah bagian vegetatif tanaman padi (batang, daun, tangkai malai) yang tidak dipungut saat tanaman padi dipanen. Penanganan jerami yang umum dilakukan oleh petani padi sawah sekarang ini adalah mengangkut jerami keluar dari lahan usaha, baik dimanfaatkan untuk bahan bakar, makanan ternak, bahan dasar biogas, media tanam jamur merang, maupun dijual sebagi bahan dasar industri kertas. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati dengan pengurangan 50% dosis NPK menghasilkan jumlah anakan produktif, jumlah gabah/malai, bobot 1000 butir dan persentase gabah hampa yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol (100% dosis pupuk NPK). Penggunaan jerami, pupuk organik dan pupuk hayati sangat berperan dalam mensuplai hara N, P, dan K bagi tanaman (Setyawan, 2013).

Jerami padi merupakan contoh limbah pertanian yang sangat mudah ditemui dari sisa kegiatan budidaya padi. Jumlahnya sangat melimpah karena jerami merupakan komponen terbesar biomas tanaman padi. Jerami padi mengandung Si (4-7%), K (1,2 -1,7%), N (0,5-0,8%) dan P (0,07-0,12) (Dobermann dan Fairhurst, 2000).

Untuk tanaman padi sawah, jerami merupakan bahan organik yang paling potensial ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Di Indonesia dan di daerah lain di Asia Tenggara, jerami umumnya dibakar atau diangkut ke luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan waktu pengolahan tanah, mengendalikan hama penyakit, menghemat tenaga, untuk pakan ternak, dan

memenuhi keperluan lain. Menurut Cho dan Kobata (2002), jerami merupakan bahan organik utama bagi padi sawah yang dapat mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahan. Penambahan jerami padi ke tanah juga dapat memperbaiki kesuburan tanah dan memiliki pengaruh residu bagi musim tanam selanjutnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jerami berpotensi menggantikan (mensubstitusi) pupuk anorganik. Pada tanah tanpa pemupukan, aplikasi jerami dengan dibenamkan di setiap awal musim tanam dapat meningkatkan N yang diserap tanaman sebesar 19 kg/ha (Eagle et al.,

memenuhi keperluan lain. Menurut Cho dan Kobata (2002), jerami merupakan bahan organik utama bagi padi sawah yang dapat mengikat N pupuk selama dekomposisi dan melepas kembali secara perlahan. Penambahan jerami padi ke tanah juga dapat memperbaiki kesuburan tanah dan memiliki pengaruh residu bagi musim tanam selanjutnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jerami berpotensi menggantikan (mensubstitusi) pupuk anorganik. Pada tanah tanpa pemupukan, aplikasi jerami dengan dibenamkan di setiap awal musim tanam dapat meningkatkan N yang diserap tanaman sebesar 19 kg/ha (Eagle et al.,

Dokumen terkait