• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam sistematika tumbuhan, kedudukan tanaman bawang merah

diklasifikasikan sebagai berikut. Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo: Liliales; Famili: Liliaceae; Genus: Allium; Species: Allium ascalonicum L.

(Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

Tanaman mempunyai akar serabut dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis (Hervani dkk, 2008).

Bawang merah tidak berbatang, berumbi lapis, merah keputihputihan, berlobang, bentuk lurus, ujung runcing, tapi rata, panjang ± 50 cm, lebar ± 0,5 cm, menebal dan berdaging sefta mengandung persediaan makanan yang terdiri atas subang yang dilapisi daun sehingga menjadi umbi lapis, hijau (Nasution, 2008)

Daun berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pandek (Sudirja, 2007).

Bentuk bunga seperti payung. Warna bunga berwarna putih. Banyak buah per tangkai 60-100. Banyaknya bunga per tangkai 120-160. Banyaknya tangkai bunga per rumpun 2-4 (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat

dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Sudirja, 2007).

Bawang merah adalah tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang atau talas (Hervani dkk, 2008).

Syarat tumbuh Iklim

Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik pada suhu 25 0C - 30 0C, intensitas sinar matahari penuh 14 jam/hari, curah hujan 300 – 2500 mm/tahun, cocok ditanam dimusim hujan atau musim kering dan umbi akan tumbuh baik di ketinggian 0 – 500 m dpl (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008).

Tanaman bawang merah tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70%), suhu udara 25-32oC, dengan kelembaban nisbi 50-70% (Nasution, 2008).

Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman bawang merah adalah di bawah 800 m di atas permukaan laut. Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl tanaman ini masih dapat tumbuh. Ketinggian tempat suatu daerah berhubungan dengan suhu udara, yang sangat mempengaruhi proses perkecambahan, pertunasan, pembungaan dan sebagainya (Sumarni dan Achmad, 2005).

Agar dapat tumbuh dengan baik, tanaman bawang merah harus di tanam pada kondisi lingkungan yang cocok. Tanaman bawang merah paling menyukai

daerah yang beriklim kering, suhu udara yang agak panas, tempat terbuka atau cukup terkena sinar matahari, dan tidak berkabut. Daerah yang berkabut kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah karena dapat menimbulkan penyakit. Selain itu, daerah yang terlindung dapat menyebabkan pembentukan umbi bawang merah tidak maksimal (Nasution, 2008).

Tanah

Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik dilahan sawah, tanah tegalan dan pekarangan. Jenis tanah yang palin cocok adalah tanah

lempung berpasir/lempung berdebu. Keasaman tanah (pH) 5,8-7,0 (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008).

Secara umum tanah yang baik untuk di tanami bawang merah ialah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik atau humus, mempunyai sirkulasi udara yang baik, dapat dengan mudah mengalirkan air, aerasi baik, dan tidak becek (Nasution, 2008).

Tanah yang digunakan untuk penanaman bawang merah mempunyai struktur tanah yang bagus, drainase yang lancar dan tidak mudah padat. Sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan biji bawang merah menjadi optimal. Oleh karena itu sebaiknya tanah persemaian digunakan tanah lempung berpasir yang dicampur dengan pupuk kandang (Hervani dkk, 2008).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aeraso baik, mengandung bahan organic yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol (Sumarni dan Achmad, 2005).

Tanah yang subur dan gembur dapat mempermudah pertumbuhan bawang merah sehingga umbi yang muncul berukuran besar-besar. Tanah yang bersifat masam tidak baik untuk pertumbuhan bawang merah sehingga perlu dilakukan pengapuran. Proses pengapuran dilakukan sebelum ditanami bawang merah. Pengapuran sebaiknya dilakukan beberapa hari sebelum penanaman dilakukan (Nasution, 2008).

Abu Vulkanik

Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin. Adanya abu vulkanik merupakan akibat dari proses erupsi gunung berapi. Erupsi adalah fenomena keluarnya magma dari dalam bumi karena dorongan dari gas yang bertekanan tinggi dalam perut bumi atau karena gerakan lempeng bumi, tumpukan tekanan dan panas cairan magma. Letusan gunung Merapi dinamakan “Letusan Tipe Merapi” oleh para ahli gunungapi, karena kekhasan Merapi ketika meletus yang dicirikan dengan adanya luncuran awan panas yang biasa disebut “Wedhus Gembel” yang berarti bulu biri-biri. Secara tidak langsung unsur-unsur yang terkandung dalam abu vulkanik turut memberikan kontribusi pada kesuburan tanah di sekitar gunung Merapi (Hermawati dkk, 2011).

Abu vulkanik adalah salah satu jenis tephra (ekstrusi vulkanik udara), yang biasanya merusak (destruktif) pada awalnya tetapi dalam waktu tertentu dapat berguna. Material vulkanik terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan km

dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin (Sudaryo, 2009). Ukuran patikel pasir dan lumpur berkisar 0,001 mm hingga 2 mm, abu vulkanik tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif (Johnston,1997 dalam Ali, 2011).

Sifat fisik abu merapi yang khas adalah apabila jatuh kepermukaan tanah menyebabkan abu akan cepat mengeras dan sulit ditembus oleh air baik dari atas atau dari bawah permukaan tanah. Hal ini disebabkan abu merapi memiliki kadar air yang cukup tinggi. Pada lapisan bawah kandungan air cukup tinggi, namun karena lapisan atasnya cukup keras menyebabkab air tidak dapat keluar melalui penguapan. Salah satu cara untuk menanggulang hal ini adalah dengan penghancuran melalui pengolahan tanah (Deptan, 2014).

Teknologi sederhana percepatan pelarutan abu letusan gunung api dapat dilakukan dengan mencampur debu letusan dengan bahan organik. Bahan organik yang mengandung berbagai jenis asam organik mampu untuk melepaskan hara yang terikat dalam struktur mineral dari debu letusan. Disamping itu bahan organik juga mampu menjaga kondisi kelembaban agar pelapukan fisik, kimia dan biologi berlangsung secara simultan untuk mempercepat pelepasan hara tanaman dari mineral pembawa cadangan hara. Pelepasan unsur hara makro baik yang melekat pada permukaan debu melalui kondensasi maupun sebagai bagian struktur mineral mudah slapuk (easily weatherable minerals) adalah Si, Ca, Mg,

K, P dan S. Disamping itu juga terdapat unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu (Badan Litbang Pertanian, 2011).

Arang Sekam Padi

Arang sekam merupakan media tanam yang porous dan memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi

gembur. Kelemahan penggunaan arang sekam adalah mudah hancur dan harus rajin melakukan penggantian media tanam. Arang sekam disarankan sebagai bahan campuran media, tetapi digunakan sekitar 25% saja, karena dalam jumlah banyak akan mengurangi kemampuan media dalam menyerap air (Rianti, 2009).

Arang sekam padi berifat porous, sehingga drainase dan aerasi tanah menjadi baik. Arang sekam juga mengandung oksigen, meningkatkan luas permukaan dan sehingga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Septiani, 2012).

Mahdiannoor (2011) mengatakan pemberian arang sekam padi memberikan pengaruh, artinya kandungan hara yang ada pada tanah dan arang mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman, hal ini diduga karena unsur N yang dimiliki oleh arang sekam dapat memberikan sumbangan N yang dibutuhkan tanaman.

BAHAN DAN METODE Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera, Medan dengan ketinggian tempat ±25 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: umbi bibit bawang merah varietas Bima, abu vulkanik, arang sekam, pupuk urea, TSP, dan KCL, air, fungisida, serta bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: cangkul, meteran, timbangan, handsprayer, gembor, pacak sampel, alat tulis serta bahan pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor 1: Abu Vulkanik

V0 = 0 ton/ha (Kontrol = Tanpa abu vulkanik) V1 = 5 ton/ ha (Setara dengan 720 g/plot) V2 = 10 ton/ ha (Setara dengan 1440 g/plot) V3 = 15 ton/ ha (Setara dengan 2160 g/plot) Faktor 2: Arang Sekam

S0 = 0 ton/ ha (Kontrol = Tanpa abu vulkanik) S1 = 10 ton/ ha (Setara dengan 1440 g/plot) S2 = 20 ton/ ha (Setara dengan 5760 g/plot)

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu: V0S0 V1S0 V2S0 V3S0

V0S1 V1S1 V2S1 V3S1 V0P2 V1P2 V2P2 V3P2

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Ukuran plot : 120 cm x 120 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blog : 50 cm

Jarak tanam : 20 cm x 20 cm

Jumlah tanaman/plot : 25 tanaman

Jumlah sampel/plot : 4 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 144 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 900 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3 Dimana:

Yijk :Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan abu vulkanik dan

……….pemberian arang sekam pada taraf ke-k µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

βk : Efek perlakuan arang sekam

(αβ)jk : Interaksi antara abu vulkanik taraf ke-j dan arang sekam taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, perlakuan abu vulkanik ke-j dan arang sekam ke-k Terhadap perlakuan yang berpengaruh nyata, dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf α = 5% (Bangun, 1991).

Peubah Amatan

Panjang Tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur mulai dari pangkal umbi sampai ke ujung daun. Panjang tanaman diukur mulai 2 MST hingga 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.

Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Jumlah daun dihitung mulai 2 MST hingga 7 MST yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali. Daun yang dihitung adalah daun yang telah tumbuh sempurna.

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan pada umur 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.

Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1)

Laju penambahan bobot kering tanaman per satuan luas daun per satuan waktu (Sitompul dan Guritno, 1995). Dihitung pada umur 30 dan 40 hari setelah tanam, dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana : LAB = Laju Asimilasi Bersih 30 - 40 HST W1 = Berat kering tanaman 30 HST W2 = Berat kering tanaman 40 HST A1 = Total luas daun 30 HST A2 = Total luas daun 40 HST

T1 = Waktu pengamatan pada 30 HST T2 = Waktu pengamatan pada 40 HST

Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.hari-1)

Laju pertumbuhan relatif merupakan nilai rata-rata kecepatan pertumbuhan relatif selama satu periode waktu (Sitompul dan Guritno, 1995):

Dimana : LPR = Laju Pertumbuhan Relatif 30 - 40 HST W1 = Berat kering tanaman 30 HST

W2 = Berat kering tanaman 40 HST t1 = Waktu pengamatan pada 30 HST t2 = Waktu pengamatan pada 40 HST

Laju Pertumbuhan Tanaman (g/hari)

Laju Pertumbuhan didasarkan pada berat kering total tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995), dengan persamaan:

Dimana: LPT = Laju Pertumbuhan Tanaman W1 = Berat kering tanaman 30 HST W2 = Berat kering tanaman 40 HST t1 = Waktu pengamatan pada 30 HST

t2 = Waktu pengamatan pada 40 HST

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Bobot basah umbi per sampel ditimbang setelah dipanen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran, dibersihkan, dikeringanginkan, kemudian ditimbang.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Bobot kering umbi per rumpun ditimbang setelah dibersihkan dan dikering anginkan selama 2 minggu.

Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Bobot basah umbi per plot ditimbang setelah dipanen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran.

Bobot Kering Umbi per Plot (g)

Bobot kering jual umbi per plot ditimbang setelah seluruh umbi per plot dibersihkan dan dikering anginkan selama 2 minggu.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi persiapan lahan, pengolahan tanah, persiapan abu vulkanik, persiapan arang sekam, persiapan bibit, aplikasi, penanaman, pemeliharaan, panen dan pengeringan.

Persiapan Lahan

Lahan penelitian yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma maupun sampah yang terdapat disekitar areal tersebut. Lahan penelitian dibagi menjadi 3 blok, kemudian dibuat plot penelitian dengan ukuran 120 cm x 120 cm, jarak antar blok 50 cm, dan jarak antar plot 30 cm.

Pengolahan tanah dilakukan 4 minggu sebelum tanam, tanah di olah sampai gembur. Setelah pengolahan tanah selesai, dilaksanakan penggaruan dan membersihan areal pertanaman dari rumput-rumputan kemudian dibuat bedengan.

Persiapan Abu Vulkanik

Abu vulkanik diambil langsung dari Desa Tiga Pancur Kecamatan Payung Tanah Karo. Sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dianalisis dengan parameter N, P, K, Al, S dan pH.

Persiapan Arang Sekam

Arang sekam diambil langsung dari Tj. Anom, Medan. Sebelum diaplikasikan terlebih dahulu dianalisis dengan parameter N, P, K, Al, S dan pH.

Persiapan Bibit

Umbi yang digunakan adalah umbi bawang merah varietas bima yang diusahakan memiliki ukuran seragam. Umbi terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang menempel. dilakukan pemotongan ¼ bagian dari ujung umbi dengan tujuan merangsang pembentukan tunas. Umbi bibit kemudian direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 5 menit untuk menghindar serangan cendawan pathogen.

Aplikasi

Aplikasi abu vulkanik dilakukan 4 minggu sebelum tanam dan di sebarkan pada bedengan. Arang sekam diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam atau 2 Minggu setelah aplikasi abu vulkanik dan di sebarkan pada bedengan.

Penanaman

Sebelum penanaman dilakukan, dibuat lubang tanam yang ditugal pada areal tanam dengan jarak 20 x 20 cm, kemudian dimasukkan 1 umbi perlubang

tanam kemudian ditutup dengan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam telalu dalam karena umbi mudah mengalami pembusukan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari tergantung keadaan cuaca. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor secukupnya.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan mulai awal pertumbuhan sampai umur 7 hari setelah tanam (HST) dengan mengganti umbi busuk atau mati dengan umbi yang sehat.

Pemupukan

Pupuk yag digunakan sebagai pupuk dasar adalah pupuk Urea, TSP, dan KCL sesuai dengan dosis anjuran. Pupuk dasar dilakukan satu hari sebelum tanam

dengan dosis urea 100 kg/ha, SP-36 125 kg/ha dan KCl 125 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan cara tebar, sedangkan pemupukan susulan hanya diberikan

pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha yang dilakukan pada umur 21 hari setelah tanam (Latarang dan Syakur, 2006).

Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus menggemburkan tanah. Gulma perlu dikendalikan agar tidak menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk mencegah serangan

hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan jenis dan intensitas serangan.

Panen

Panen dilakukan saat tanaman berumur ±65 HST, kriteria panen tanaman bawang yaitu 60-70% leher dari daun telah lemas dan daun telah menguning, dimana umbi lapis kelihatan penuh berisi, dan sebagian umbi terlihat diatas permukaan tanah, warna umbi menjadi merah tua, merah keunguan atau merah muda, daun bagian atas mulai rebah.

Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan menebar/membentang umbi diatas plastik pada ruangan dengan suhu 27 – 28°C. Pengeringan dilakukan selama 2 minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Panjang Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan daftar sidik ragam panjang tanaman

2 ˗ 7 MST dapat dilihat pada lampiran 9 ˗ 20.

Rataan panjang tanaman bawang merah 2 ˗ 7 MST pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan panjang tanaman 2 ˗ 7 MST (cm) p ada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

MST Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - - - - (cm) - - - V0 (Kontrol) 20.86 21.12 20.85 20.94 2 V1 (5 ton/ha) 20.58 20.88 21.70 21.05 V2 (10 ton/ha) 19.72 21.98 21.13 20.94 V3 (15 ton/ha) 22.07 21.39 20.52 21.33 Rataan 20.81 21.34 21.05 V0 (Kontrol) 27.78 26.77 26.30 26.95 3 V1 (5 ton/ha) 26.28 25.58 28.38 26.75 V2 (10 ton/ha) 25.34 27.98 26.98 26.76 V3 (15 ton/ha) 27.50 25.68 26.93 26.71 Rataan 26.73 26.50 27.15 V0 (Kontrol) 31.04 29.16 29.13 29.78 4 V1 (5 ton/ha) 27.83 27.86 31.78 29.16 V2 (10 ton/ha) 27.17 30.39 29.75 29.10 V3 (15 ton/ha) 30.43 26.68 29.41 28.84 Rataan 29.12 28.52 30.02 V0 (Kontrol) 32.89 30.36 31.30 31.52 5 V1 (5 ton/ha) 29.23 29.36 32.99 30.53 V2 (10 ton/ha) 29.11 32.03 31.90 31.01 V3 (15 ton/ha) 31.80 27.14 31.43 30.13 Rataan 30.76 29.72 31.91 V0 (Kontrol) 32.89 30.08 31.14 31.37 6 V1 (5 ton/ha) 28.62 28.89 31.85 29.79 V2 (10 ton/ha) 28.17 31.68 30.40 30.08 V3 (15 ton/ha) 31.56 26.47 30.68 29.57 Rataan 30.31 29.28 31.02 V0 (Kontrol) 30.17 27.75 29.80 29.24 7 V1 (5 ton/ha) 25.28 27.38 27.54 26.73 V2 (10 ton/ha) 25.75 27.33 27.86 26.98 V3 (15 ton/ha) 28.05 22.72 27.28 26.02 Rataan 27.31 26.29 28.12

Berdasarkan sidik ragam dapat dilihat walaupun perlakuan dosis abu vulkanik berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tanaman namun dari tabel 1 dapat dilihat bahwa peningkatan dosis abu vulkanik cenderung menghasilkan tanaman yang lebih pendek, hal ini dapat terlihat mulai pengamatan 3 - 7 MST. Namun hal ini berbeda dengan pemberian arang sekam padi, peningkatan dosis arang sekam padi menghasilkan panjang tanaman lebih tinggi.

Jumlah Daun (helai)

Data rataan jumlah daun bawang 2 ˗ 7 MST dan sid ik ragamnya dap at dilihat pada lampiran 21 ˗ 32. Hasil analisis sidik ragamnya menunjukkan bahwa perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.

Rataan jumlah daun tanaman bawang 2 ˗ 7 MST pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan dosis abu vulkanik berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun namun dari tabel 2 dapat dilihat bahwa peningkatan dosis abu vulkanik cenderung menghasilkan daun lebih sedikit, hal ini dapat terlihat mulai pengamatan 3 - 7 MST. Namun hal ini berbeda dengan pemberian arang sekam padi, semakin tinggi pemberian dosis arang sekam padi menghasilkan jumlah daun lebih banyak, dapat dilihat dari tabel 2 dengan pemberian dosis 20 ton/ha menghasilkan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 10 ton/ha.

Tabel 2. Rataan jumlah daun 2 ˗ 7 MST (helai) pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

MST Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - (helai) - - - V0 (Kontrol) 14.17 16.50 13.33 14.67 2 V1 (5 ton/ha) 11.75 11.58 12.58 11.97 V2 (10 ton/ha) 13.08 14.08 13.25 13.47 V3 (15 ton/ha) 15.00 12.75 13.00 13.58 Rataan 13.50 13.73 13.04 V0 (Kontrol) 21.08 19.92 17.75 19.58 3 V1 (5 ton/ha) 18.00 16.50 19.58 18.03 V2 (10 ton/ha) 18.75 19.25 18.67 18.89 V3 (15 ton/ha) 21.42 16.17 18.00 18.53 Rataan 19.81 17.96 18.50 V0 (Kontrol) 25.42 24.67 22.58 24.22 4 V1 (5 ton/ha) 21.00 19.92 23.58 21.50 V2 (10 ton/ha) 23.00 24.33 24.33 23.89 V3 (15 ton/ha) 24.58 17.42 21.25 21.08 Rataan 23.50 21.58 22.94 V0 (Kontrol) 27.42 23.08 25.00 25.17 5 V1 (5 ton/ha) 21.33 21.75 24.67 22.58 V2 (10 ton/ha) 24.33 25.67 25.25 25.08 V3 (15 ton/ha) 25.33 16.50 24.33 22.06 Rataan 24.60 21.75 24.81 V0 (Kontrol) 22.58 18.67 20.25 20.50 6 V1 (5 ton/ha) 16.17 17.42 20.00 17.86 V2 (10 ton/ha) 19.08 20.00 19.75 19.61 V3 (15 ton/ha) 19.42 12.00 20.92 17.44 Rataan 19.31 17.02 20.23 V0 (Kontrol) 14.00 12.83 14.42 13.75 7 V1 (5 ton/ha) 9.75 12.50 15.08 12.44 V2 (10 ton/ha) 14.33 13.50 12.75 13.53 V3 (15 ton/ha) 12.75 8.58 14.17 11.83 Rataan 12.71 11.85 14.10

Jumlah Anakan (anakan)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anakan bawang merah umur

2 ˗ 7 MST berpengaruh tidak nyata, namun interaksi keduanya berpengaruh nyata

pada 3 MST. Hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 33 ˗ 44.

Rataan jumlah anakan tanaman bawang 2 ˗ 7 MST pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah anakan 2 ˗ 7 MS T (anakan) pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

MST Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - (anakan) - - - V0 (Kontrol) 5.08 5.17 4.50 4.92 2 V1 (5 ton/ha) 4.17 4.75 4.92 4.61 V2 (10 ton/ha) 4.67 4.92 4.42 4.67 V3 (15 ton/ha) 5.25 3.83 4.50 4.53 Rataan 4.79 4.67 4.58 V0 (Kontrol) 5.33 a-c 5.75 a 4.75 de 5.28 3 V1 (5 ton/ha) 4.33 de 4.75 cd 5.25 a-c 4.78 V2 (10 ton/ha) 4.92 b-d 5.50 ab 5.00 b-d 5.14 V3 (15 ton/ha) 5.58 ab 3.92 e 4.92 b-d 4.81 Rataan 5.04 4.98 4.98 V0 (Kontrol) 5.42 6.17 4.75 5.44 4 V1 (5 ton/ha) 4.50 5.00 5.50 5.00 V2 (10 ton/ha) 5.25 5.75 5.33 5.44 V3 (15 ton/ha) 5.67 4.08 5.17 4.97 Rataan 5.21 5.25 5.19 V0 (Kontrol) 5.50 6.42 4.92 5.61 5 V1 (5 ton/ha) 5.25 5.33 6.00 5.53 V2 (10 ton/ha) 5.50 6.33 5.58 5.81 V3 (15 ton/ha) 5.83 4.67 5.58 5.36 Rataan 5.52 5.69 5.52 V0 (Kontrol) 5.50 6.00 4.92 5.47 6 V1 (5 ton/ha) 5.50 5.33 6.00 5.61 V2 (10 ton/ha) 5.67 6.33 5.75 5.92 V3 (15 ton/ha) 6.25 4.50 5.83 5.53 Rataan 5.73 5.54 5.63 V0 (Kontrol) 5.58 5.83 5.00 5.47 7 V1 (5 ton/ha) 5.58 5.67 6.08 5.78 V2 (10 ton/ha) 5.67 6.33 5.75 5.92 V3 (15 ton/ha) 6.25 4.50 5.83 5.53 Rataan 5.77 5.58 5.67

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris atau kolom yang sama disetiap minggu pengamatan menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian abu vulkanik dan arang sekam padi berpengaruh tidak nyata namun interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada 3 MST. Pada 3 MST perlakuan V3S1 menunjukkan hasil terendah sedangkan V0SI menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan kombinasi perlakuan yang lain, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Kurva hubungan abu vulkanik dan arang sekam padi terhadap jumlah anakan dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Hubungan jumlah anakan pada 3 MST dengan perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Gambar 1.

Laju Asimilasi Bersih (g.cm2.hari-1)

Data hasil pengamatan laju asimilasi bersih dan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 53 dan 54, yang menunjukkan perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap laju asimilasi bersih.

Rataan laju asimilasi bersih tanaman bawang pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan V1S0 merupakan perlakuan dengan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 4. Rataan laju asimilasi bersih (g.cm2.hari-1) pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - ( g.cm2.hari-1) - - - - - V0 (Kontrol) 0.73 0.72 0.72 0.72 V1 (5 ton/ha) 0.75 0.71 0.72 0.73 V2 (10 ton/ha) 0.71 0.72 0.72 0.72 V3 (15 ton/ha) 0.71 0.71 0.74 0.72 Rataan 0.73 0.72 0.72

Laju Pertumbuhan Relatif (g.g-1.hari-1)

Hasil penelitian pada lampiran 55 dan 56 menunjukkan bahwa perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi, serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan relatif.

Rataan laju pertumbuhan relatif tanaman bawang pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 5.

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa kombinasi V2S1 merupakan perlakuan tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Tabel 5. Rataan laju pertumbuhan relatif (g.g-1.hari-1) pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - ( g.g-1.hari-1) - - - V0 (Kontrol) 0.75 0.76 0.76 0.76 V1 (5 ton/ha) 0.75 0.72 0.76 0.74 V2 (10 ton/ha) 0.75 0.87 0.74 0.78 V3 (15 ton/ha) 0.72 0.71 0.77 0.73 Rataan 0.74 0.77 0.76

Laju Pertumbuhan Tanaman (g.g-1hari-1)

Data pengamatan pada lampiran 57 dan 58 menunjukkan bahwa perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi berpengaruh tidak nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman, namun interaksi keduanya berpengaruh nyata.

Rataan laju pertumbuhan tanaman bawang pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Laju pertumbuhan tanaman (g.g-1hari-1) pada perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi

Abu Vulkanik Arang Sekam Rataan

S0 (kontrol) S1 ( 10 ton/ha) S2 (20 ton/ha)

- - - ( g.g-1.hari-1) - - - V0 (Kontrol) 0.83 bc 0.88 bc 0.85 bc 0.85 V1 (5 ton/ha) 0.94 ab 0.75 c 0.91 b 0.87 V2 (10 ton/ha) 0.81 bc 0.95 ab 0.82 bc 0.86 V3 (15 ton/ha) 0.75 c 0.74 c 1.07 a 0.85 Rataan 0.83 0.83 0.91

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari daftar sidik ragam dan tabel 6 dapat dilihat interaksi abu vulkanik dan arang sekam padi berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Laju

pertumbuhan tanaman tertinggi diperoleh pada V3S2 (pemberian abu vulkanik 15 ton/ha dengan arang sekam padi 20 ton/ha) yakni sebesar 1.07 (g.g-1hari-1) dan

terkecil diperoleh pada V3S1 (pemberian abu vulkanik 15 ton/ha dengan arang sekam padi10 ton/ha) dengan rataan 0.74 (g.g-1hari-1).

Dalam hal ini dengan pemberian dosis abu vulkanik yang sama dan arang sekam padi yang berbeda sedikit mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman.

Kurva perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi terhadap laju pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2. Hubungan laju pertumbuhan tanaman dengan perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi dapat dilihat pada Gamabar 2.

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Data rataan bobot basah umbi per sampel dan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 45 dan 46 yang menunjukkan perlakuan abu vulkanik dan arang sekam padi serta interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata.

Berdasarkan sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian abu vulkanik dan

Dokumen terkait