• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Amrullah (2004), ayam broiler adalah ayam yang mempunyai ciri-ciri khas yaitu tingkat pertumbuhannya yang cepat sehingga dalam waktu yang singkat sudah dapat dipasarkan kepada konsumen. Pada umur empat minggu ayam sudah dapat dipasarkan dengan bobot badan kira-kira 0,8-1,0 kg, bahkan terkadang bobot ayam tersebut lebih dari itu. Ayam broiler enam minggu memiliki besar yang sama dengan ayam kampung dewasa yang berumur delapan minggu. Keunggulan-keunggulan dari ayam broiler tersebut dipengaruhi oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan sekitar, yang termasuk didalamnya yaitu pakan, temperatur lingkungan dan cara pemeliharaan atau manajemen.

Energi Metabolis

Energi merupakan bahan bakar bagi pengendali suhu badan, pergerakan badan, pencernaan dan penggunaan makanan. Selain itu energi juga mempengaruhi proses fisiologis hewan seperti kerja, pernapasan, peredaran darah, penyerapan, ekskresi, urat saraf dan hormon (Anggorodi, 1995). Menurut Parakkasi (1990) energi merupakan komponen yang dibutuhkan dalam proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh ternak. Kemampuan suatu bahan makanan dalam menyediakan energi memegang peran penting dalam menentukan nilai gizi bahan pakan. Energi bahan pakan atau ransum diserap oleh tubuh ayam, tetapi energi bahan yang tidak dapat digunakan oleh tubuh ayam akan dibuang melalui feses dan urin. Nilai energi bahan pakan atau ransum dapat dinyatakan dalam energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto (NRC, 1994).

Energi metabolis pada ayam broiler dapat diketahui dengan menggunakan cara dimana energi bruto bahan pakan atau ransum yang dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaan, tetapi pada unggas energi metabolis merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto ekskreta karena feses dan urin pada unggas menyatu (NRC, 1994). Menurut Wahju (1997) nilai energi metabolis dari bahan makanan penggunaannya paling aplikatif dalam ilmu nutrisi ternak unggas karena pengukuran energi ini tersedia

untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur. Distribusi dan penggunaan energi dalam tubuh unggas disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi dan Penggunaan Energi dalam Tubuh Unggas (Leeson dan Summer, 2001)

Konsumsi energi didefinisikan sebagai jumlah energi yang tersedia dalam suatu bahan pakan yang masuk ke dalam sistem pencernaan (Wahju, 1997). Kebutuhan energi sangat bervariasi tergantung dari beberapa faktor seperti umur, ukuran tubuh, status fisologis, temperatur lingkungan dan kandungan serat dalam ransum (NRC, 1994).

Energi metabolis dinyatakan dalam energi metabolis semu/EMS (Apparent metabolizable Energy/AME) dan energi metabolis murni/EMM (True Metabolizable Energy/TME). Nilai AME dan TME tersebut sangat tergantung pada energi bruto

Energi Bruto

Energi Feses Energi Dapat dicerna

Energi Urin Energi Metabolis

Panas Tubuh Energi Neto

Energi Neto untuk Hidup Pokok Energi Neto Produksi

•Metabolisme Basal

•Regulasi Suhu Tubuh

•Aktifitas Normal

•Bulu

•Pertumbuhan

Ensminger (1991) tidak semua energi yang terkandung dalam ransum dapat dipergunakan oleh ternak, sebagian akan terbuang melalui feses dan urin. Ketersediaan energi tergantung pada jumlah yang hilang selama pencernaan dan metabolisme. Energi tercerna (digestible energy/DE) merupakan selisih antara energi bruto (gross energy) makanan dengan energi yang dikeluarkan tubuh melalui feses, dimana sebenarnya bukan jumlah energi yang diserap melalui tubuh namun energi tersebut hilang berupa gas metan, CO2 dan panas jadi masih merupakan energi tercerna semu. Berbeda dengan energi metabolis semu pada energi metabolis murni nilainya dipengaruhi oleh energi endogenus. Energi endogenus merupakan energi bruto yang diekskresikan oleh ayam tanpa dipengaruhi konsumsi ransum (Sibbald, 1980).

Menurut McDonald et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein pakan sangat bervariasi. Perubahan dalam tingkat protein ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan jumlah protein yang diretensi sehingga menghasilkan perbedaan dalam nilai energi metabolis. Koreksi terhadap nitrogen dilakukan guna menentukan variasi nilai energi metabolis semu (EMS) dan energi metabolis murni (EMM), hal ini diasumsikan kondisi nitrogen dalam keadaan seimbang dimana nitrogen sama dengan nol yaitu nitrogen yang diretensi sama dengan nitrogen yang dikeluarkan dari dalam tubuh ternak (Wolynetz dan Sibbald, 1984). Menurut Hill dan Anderson dalam NRC(1994) bahwa nitrogen yang tidak diretensi akan berubah menjadi asam urat, maka setiap gram nitrogen yang diretensi unggas setara dengan 8,22 kkal. Nilai retensi nitrogen yang berbeda dipengaruhi oleh umur dan spesies (NRC, 1994).

Retensi Nitrogen

Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenus (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Scott et al. (1982) menyatakan kualitas protein dapat diukur melalui retensi nitrogen, rasio efisiensi protein dan neraca nitrogen.

Menurut Wahju (1972) tingkat retensi nitrogen bergantung pada konsumsi nitrogen dan energi metabolis ransum, akan tetapi peningkatan energi metabolis

ransum tidak selalu disertai dengan peningkatan bobot badan bila energi ransum rendah. Pada tingkat protein yang sama, pertambahan bobot badan meningkat dengan semakin tingginya energi dalam ransum.

Nilai retensi nitrogen yang bervariasi untuk masing-masing unggas, tergantung dari kemampuan unggas untuk menahan nitrogen dalam tubuh unggas dan tidak dikeluarkan sebagai nitrogen dalam urin (Sibbald, 1980). Selain itu menurut NRC (1994) retensi nitrogen berbeda untuk setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik yang berbeda. Wahju (1997) menyatakan bahwa tidak semua protein yang masuk ke dalam tubuh dapat diretensi, tetapi tergantung kepada faktor genetik dan umur. Selain itu, kandungan protein dalam bahan makanan juga merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan besarnya yang dapat diretensi oleh tubuh.

Retensi nitrogen yang menurun dengan meningkatnya protein ransum mungkin disebabkan sebagian kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi (Ewing, 1963). Hal ini menunjukan pentingnya energi yang cukup jika ayam digunakan untuk mengevaluasi kualiatas protein yang baik, tetapi jika kandungan energinya kurang akan memperlihatkan retensi nitrogen yang menurun. Pengukuran retensi nitrogen dapat dilakukan dengan metode koleksi ekskreta total dan pencekokan makanan sesuai dengan modifikasi Sibbald dan Wolynetz (1985).

Dedak Padi

Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Menurut Busro (2005) produksi dedak padi di Indonesia mencapai 3,5 ton per tahun. Dedak padi cukup disenangi ternak tetapi pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya hanya sampai 15% dari campuran konsentrat karena dedak padi memiliki zat anti nutrisi inhibitor tripsin dan asam fitat (Amrullah, 2004). Inhibitor tripsin dapat menghambat katabolisme protein, karena beberapa proteosa dan pepton dihancurkan oleh tripsin menjadi peptida sehingga apabila terganggu maka ketersediaan asam amino menjadi menurun (NRC, 1994). Asam fitat dapat menyebabkan ketersediaan fosfor menjadi rendah sehingga

phytin pada dedak mencapai 89,9% yang membentuk ikatan kompleks dengan beberapa mineral seperti seng, kalsium, zat besi dan magnesium (Houston, 1972). Pembatasan ini dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Selain itu, pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan ransum tersebut mudah mengalami ketengikan oksidatif selama penyimpanan. Winarno (1997) menyatakan bahwa ketengikan oksidatif disebabkan oleh auto oksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Auto oksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas, lalu radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek (asam lemak, aldehida, keton) yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.

Secara kualitatif, kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337,2 – 350,7 g/l (Sofyan et al., 2000). Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji sekam (flouroglusinol) dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dedak padi yang baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami kerusakan. Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,9%, lemak 13% dan serat kasar 11,4% (NRC, 1994). Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin.

Limbah Restoran

Limbah pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia dan tidak atau belum memiliki nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif (Murthado dan Said, 1988). Bahan akan dikatakan memiliki nilai ekonomis yang negatif apabila bahan atau limbah memasuki lingkungan dan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan, maka bahan atau limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan dan terjadilah apa yang dinamakan pencemaran lingkungan.

Limbah restoran termasuk dalam jenis limbah padat. Limbah restoran berasal dari sisa makanan seperti sayuran, tulang-tulang ayam, daging, buah-buahan dari restoran baik rumah makan padang, warung tegal (warteg), hotel dan kantin-kantin di perkantoran, pertokoan, kampus maupun sekolah - sekolah. Selama tahun 2004 pemerintah Jakarta Pusat mencatat jumlah hotel berbintang adalah sebanyak 180 hotel dan 109 hotel non berbintang. Selain itu terdapat 266 diskotek serta 153 restoran dan kafe. Hotel Sahid merupakan salah satu hotel berbintang lima di Jakarta. Limbah yang diproduksi setiap harinya oleh Hotel Sahid adalah berkisar 40 ton per hari. Selama ini limbah restoran belum banyak dimanfaatkan, berdasarkan pengkajian IP2TP (Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian) Jakarta yang melakukan penelitian menggunakan limbah restoran sebagai bahan pakan bagi ayam buras didapatkan bahwa penggunaan limbah restoran dapat digunakan maksimal 75% dari jumlah keseluruhan bahan penyusun ransum ayam buras (Yanis

et al., 2000). Adapun limbah restoran yang digunakan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Limbah Restoran Hotel Sahid

Berdasarkan klasifikasi limbah padat menurut sumbernya, limbah restoran termasuk ke dalam kelompok sampah komersial, yaitu limbah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial, baik warung, toko maupun pasar dan berdasarkan dari istilahnya limbah restoran termasuk pada kelompok sampah organik mudah busuk, yaitu limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan, misalnya sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Limbah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai

rantai kimia yang relatif pendek (Murthado dan Said, 1988). Kandungan Nutrisi dari limbah restoran dan dedak padi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Limbah Restoran dan Dedak Padi Nama Komponen Limbah Restoran1 Dedak Padi2 Bahan Kering (%) 100 100 Abu (%) 8,88 13,85 Protein Kasar (%) 15,29 14,17 Serat Kasar (%) 8,97 12,53 Lemak Kasar (%) 7,73 14,29 Beta-N (%) 59,12 50,22 Ca (%) 1,63 0,08 P tersedia (%) 0,70 0,24 Na (%) 0,20 0,08 Cl (%) 0,33 0,08 Energi Bruto (kkal/kg) 2.760 - Energi Metabolis (kkal/kg) 1.7803 2.980 Keterangan: 1Hasil analisa Laboratorium Teknologi Pakan, Fapet IPB (2006)

2NRC (1994) 3Yanis et al. (2000)

Pembuatan limbah restoran di Hotel Sahid yaitu limbah restoran segar dikumpulkan lalu dipisahkan berdasarkan sifat bahannya, organik atau anorganik. Bahan anorganik meliputi plastik, tusuk gigi, logam, kerikil dan tali rafia. Limbah organik hasil sortiran lalu dimasukkan ke dalam alat pengolah limbah menjadi kompos melalui sistem Environmental Recycling System (ERS) yang di dalamnya terdapat alat penggiling dan pencampur sambil dialiri udara panas bersuhu 36-37oC, lalu masuk ke dalam alat pengering bersuhu 70-80oC. Hasil yang diperoleh berupa limbah restoran kering yang berwarna coklat dan berbau amis. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu kali proses pengolahan adalah 2 jam. Alat pengolah limbah dengan sistem ERS disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Alat Pengolah Limbah dengan Sistem Environmental Recycling System (ERS).

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Maret 2006. Bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 27 ekor ayam broiler jantan strain Cobb umur 35 hari. yang dibagi menjadi 12 satuan percobaan masing-masing 2 ekor ayam dan 3 ekor ayam umtuk mendapatkan ekskreta endogenus.

Ransum

Ransum perlakuan disusun berdasarkan NRC (1994) dengan kandungan Energi Metabolis 3.200 kkal/kg dan protein kasar 23% dengan bentuk ransum tepung (mash). Susunan dan kandungan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 2. Ransum perlakuan menggunakan bahan baku jagung kuning, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daging, limbah restoran, dedak padi, CPO (crude palm oil) dan premiks. Ransum penelitian yang digunakan disajikan pada Gambar 3.

Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian Bahan Makanan Ransum Perlakuan (%)

P1 P2 P3 Jagung Kuning 46,9 46,9 46,9 Dedak Padi 13 6,2 0 Limbah Restoran 0 6,2 12 Tepung Ikan 10 10 10 Tepung Daging 10 10 10 Bungkil Kedelai 14,3 14,3 14,3 CPO 5,7 6,3 6,7 Premiks 0,1 0,1 0,1 Jumlah 100 100 100 Harga (Rp) 2.958 2.947 2.932

Kandungan zat makanan

Energi Bruto (kkal/kg)2 4.085 4.002 3.940

Energi Metabolis (kkal/kg)1 3.200,65 3.200,40 3.200,30 Protein kasar (%)1 23,00 22,90 22,80 Protein kasar (%)2 23,28 21,94 22,93 Lemak Kasar (%)1 9,9 10,09 10,06 Lemak Kasar (%)2 5,01 4,66 4,24 Serat Kasar (%)1 4,00 3,70 3,40 Serat Kasar (%)2 4,22 4,37 3,38 Kalsium (%)1 1,50 1,60 1,70 Fosfor tersedia (%)1 1,00 0,90 0,90 NaCl (%)1 0,40 0,40 0,40 Keterangan : 1. Berdasarkan perhitungan NRC (1994)

2. Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2006)

P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12%

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang metabolis yang dilengkapi dengan plastik penampung dan tempat air minum. Peralatan yang dipakai adalah alat pencekok, kantong plastik, kertas aluminium foil, label, freezer, timbangan digital, oven 600 C, H2SO4 0,01 %, mortar, tisu, tabung sprayer, termometer, spidol, ember, sendok plastik. Adapun kandang metabolis dan perlengkapan yang digunakan disajikan pada Gambar 4.

(1) (2) (3)

(4) (5)

(4) (5)

Keterangan : (1) Kandang metabolis yang dilengkapi dengan plastik penampung feses dan tempat minum; (2) Timbangan Digital; (3) Ember kecil, sprayer, tisu, mortar, larutan H2SO4 0,01%,aluminium foil, alat pencekok, label, sendok plastik,plastik, spidol dan label.; (4) Frezeer ; (5) Oven 60 0C

Gambar 4. Kandang Metabolis dan Perlengkapan Penelitian Prosedur

Pelaksanaan

Kandang dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan sebelum penelitian dimulai. Ayam yang digunakan sebanyak 27 ekor ayam yang berumur 35 hari. Ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam untuk mengosongkan saluran pencernaan. Setelah dipuasakan selama 24 jam, 24 ekor ayam diberi ransum sebanyak 20 gram dengan cara dicekok sedikit demi sedikit menggunakan alat bantu berupa corong.

Kemudian ayam dimasukkan ke dalam kandang metabolis sambil ditampung ekskretanya selama 24 jam. Air minum tetap diberikan selama 24 jam tersebut. Setelah 24 jam ekskreta dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam freezer. Untuk memperoleh ekskreta endogenus, tiga ayam dipuasakan selama 48 jam, kemudian ekskreta dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam freezer. Ekskreta yang telah beku tersebut dicairkan dan kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 60oC selama 48 jam. Setelah 48 jam, ekskreta digiling dan dikomposit setiap ulangannya, kemudian dianalisa kandungan energi bruto menggunakan bomb calorimeter. Kadar air dan protein kasar ekskreta dianalisis dengan menggunakan analisa kadar air dan analisa protein dengan metode Kjedhal.

Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dengan 4 ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 2 ekor ayam broiler. Perlakuan yang diberikan adalah:

P1 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 13% : 0% P2 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 6,2% : 6,2% P3 = Ransum dengan komposisi dedak padi : limbah restoran 0% : 12% Model

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 2 ekor yam broiler umur 35 hari. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Respon percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = Perlakuan terhadap komposisi dedak padi dan limbah restoran j = Banyaknya ulangan (j = 1,2,3...)

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993).

Peubah yang diamati:

Peubah yang diamati adalah : 1. Konsumsi energi (kkal/ekor)

Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah ransum yang diberikan (g) dengan kandungan energinya (kkal/g) setiap 1 ekor ayam broiler.

2. Ekskresi energi (kkal/ekor)

Ekskresi energi adalah hasil perkalian dari berat ekskreta (g) dengan kandungan energinya (kkal/g) pada setiap 1 ekor ayam broiler.

3. Energi metabolis (kkal/kg)

Energi metabolis adalah selisih antara kandungan enrgi bruto ransum dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Menurut Sibbald dan Wolynezt (1985) pengukuran energi metabolis dapat dihitung berdasarkan: a. Energi metabolis semu (EMS) (kkal/kg)

EMS = (EB x X) – (EBe x Y) x 1000 X

b. Energi metabolis murni (EMM) (kkal/kg)

EMM = (EB x X) – {(EBe x Y) – (EBk x Z)} x 1000 X

c. Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg) EMSn = (EB x X) – [(EBe x Y) + (8,22 x RN)] x 1000

X

d. Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg)

EMMn = (EB x X) – [(EBe x Y) – (EBk x Z) + (8,22 x RN)] x 1000 X

Keterangan :

EB = Energi bruto ransum (kkal/kg) EBe = Energi bruto ekskreta (kkal/kg)

X = Konsumsi ransum (gram) Y = Berat ekskreta (gram)

Z = Berat ekskreta endogenus (gram) RN = Retensi Nitrogen (gram)

8,22 = Nilai nitrogen saat teroksidasi dengan sempurna dalam urin e. Efisiensi Penggunaan Energi (EPE)

Nilai efisiensi penggunaan ransum diperoleh dengan menghitung rasio antara konsumsi energi dengan ekskresi energi yang dikoreksi dan ekskresi energi endogenus. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi penggunaan energi adalah sebagai berikut :

EPE = EI – (EE – EEe) x 100 % EI

Keterangan :

EPE = Efisiensi penggunaan energi (%) EI = Konsumsi energi (kkal/ekor) EE = Ekskresi energi (kkal/ekor)

EEe = Ekskresi energi endogenus (kkal/ekor) 4. Konsumsi Nitrogen (gram)

Konsumsi Nitrogen diperoleh dengan cara mengalikan jumlah konsumsi bahan pakan dengan kandungan nitrogen bahan pakan perlakuan. Konsumsi N (g) = Konsumsi Bahan Pakan (g) x Kandungan N Pakan (%) 5, Ekskresi Nitrogen (gram)

Nilai ini diperoleh dengan mengalikan jumlah ekskreta dengan kandungan nitrogen pada ekskreta. Ekskresi nitrogen dikoreksi dengan N endogenus yang diperoleh dari koleksi tiga ekskreta ekor ayam yamg tetap dipuasakan (tidak diberi bahan pakan uji).

Ekskresi Nitrogen (g) = Jumlah ekskreta (gram) x Kandungan N ekskreta(%) 6. Retensi Nitrogen (gram)

Retensi nitrogen yaitu selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai nitrogen endogenus.

Adapun prosedur pengukuran energi metabolis disajikan pada Gambar 6. 27 ekor ayam broiler

Adaptasi (1 hari)

Dipuasakan 24 jam

24 ekor ayam dicekok ransum 3 ekor ayam tetap perlakuan (20 gram) dipuasakan

Pengumpulan Ekskreta (setelah 24 jam) kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam frezeer

Dicairkan

Pengeringan dengan oven 60 0 C (selama 24 jam)

Penggilingan dan penyortiran bulu

Analisa energi bruto, protein dan kadar air feses

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait