• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Imun

Sistem imun dimiliki oleh semua spesies, digunakan untuk mempertahankan diri melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Keberadaan protein asing dan patogen dimonitor secara rutin oleh tubuh melalui pelepasan imunoglobulin. Sistem kekebalan akan mampu mengenali spesifik zat kimia yang membedakan sebuah patogen asing dari yang lainnya, serta mampu mengenali molekul asing dengan sel-sel tubuh beserta protein -proteinnya (Kuby 1997). Antibodi mampu mengenali dan berikatan dengan antigen spesifik sampai ribuan atau jutaan antigen. Interaksi antigen-antibodi merupakan interaksi biologi yang sangat spesifik. Sifat khusus itu yang dimanfaatkan dalam teknik imunologi (Abbas et al. 1997).

Pertahanan tubuh melawan infeksi dapat diba gi atas dua yaitu : kekebalan alamiah (non spesifik) dan kekebalan spesifik (adaptive). Kekebalan non spesifik meliputi empat tipe pertahanan yaitu : pertahanan secara anatomi, fisiologi, fagositik, dan peradangan. Pertahanan secara anatomi merupakan pertahanan tubuh yang pertama mencegah masuknya mikrob patogen ke dalam tubuh. Pertahanan secara anatomi terdiri atas barier fisik kulit, selaput lendir, silia, proses batuk, dan bersin. Barier fisik berperan mencegah penetrasi patogen ke dalam tubuh dengan cara melisiskan dan menghambat kolonisasi kuman. Sebagian besar bakteri gagal untuk hidup lebih lama pada kulit karena pengaruh hambatan langsung dari asam laktat dan asam lemak yang disekresikan kelenjar keringat dan sekresi glandula sebaseus (Roitt 1988) .

Pertahanan secara fisiologi akan menghambat perlekatan patogen yang masuk ke dalam tubuh melalui mekanisme fisiologi seperti pengaturan temperatur, pH, sekresi mucus, dan pelepasan mediator kimia (lisozim, sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin, dan asam neuramik), dan faktor humoral (komplemen, dan interferon). Pertahanan fagositik diperankan oleh sel hetrofil, basofil, eosinofil, sel natural killer, dan sel mast. Sel itu akan mencerna dan menghancurkan mikrob asing, serta membunuh sel tubuh yang ter infeksi kuman. Jaringan yang telah rusak dan infeksi menyebabkan reaksi peradangan (Halliwell dan Gorman 1989; Kuby 1997).

8 Respon imun spesifik terbentuk dari kemampuan tubuh menghasilkan respon yang spesifik untuk melawan patogen yang masuk ke dalam tubuh. Secara klasik respon imun spesifik dikelompokkan menjadi kekebalan humoral dan kekebalan berperantara sel (Roitt 1988). Dua tipe sel yang berperan secara aktif yaitu makrofag dan limfosit. Makrofag menguraikan antigen untuk disajikan pada sistem imum, dan limfosit mengenali fragmen antigen yang disajikan untuk produksi antibodi (Halliwell dan Gorman 1989). Imunitas spesifik selama merespon substansia asing juga membentuk sel memori sehingga mudah mengenali antigen jika terjadi paparan yang berulang (Roitt 1988).

Respon humoral meliputi interaksi sel B (sel plasma) dengan antigen dan selanjutnya proliferasi dan diferensiasi membentuk antibodi dengan atau tanpa bantuan sel T. Limfosit B mengekspresikan imunoglobulin permukaan yang spesifik terhadap epitop dari antigen, dan limfosit T mengenali antigen yang telah diproses pada sel presenting antigen. Antibodi yang disekresikan oleh sel plasma menghasilkan antibodi soluble (terlarut). Respon imun selular meliputi interaksi reseptor sel T dan antigen yang telah diproses. Respon itu melalui dua jalur. Pertama , interaksi sel T dengan antigen dan sekresi limfokin untuk menarik makrofag yang akan memfagositosis antigen. Kedua, interaksi sel T sitotoksik dengan antigen yang dipresentasikan oleh MHC II yang akan menyebabkan lisis sel (Roitt 1988).

Berdasarkan proses terbentuknya kekebalan dalam tubuh, kekebalan dibedakan atas dua tipe, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Pada proses imunisasi aktif tubuh akan memproduksi antibodi dan memberi kekebalan yang lama. Pada imunisasi pasif antibodi terbentuk segera tetapi memberikan perlindungan dalam waktu singkat (Abbas et al. 1997).

Neonatus mendapatkan kekebalan dari induk melalui kolustrum selama laktasi pada mamalia dan kuning telur pada reptil dan burung (Anonim 2002). Kuning telur ayam telah diteliti dan mengandung lebih dari 200 antibodi berbeda. Setiap protein asing atau mikrob yang memapar ayam baik dengan cara imunisasi atau terpapar secara alami akan diproses dan menimbulkan antibodi untuk melawan bahan asing itu. Antibodi akan berkumpul di kuning telur dengan titer yang berbeda tergantung derajat paparan. Ayam adalah hewan yang paling

9 optimal memproduksi antibodi, dibandingkan dengan mamalia yang hanya memproduksi kolustrum saat partus (Da vis and Reeves 2002). Produk imun itu memberikan perlindungan secara alami terhadap infeksi selama perkembangan sistem imun anak belum berfungsi optimal (Anonim 2002).

Imunoglobulin

Imunoglobulin atau antibodi adalah kelompok protein yang mempunyai kema mpuan berikatan secara spesifik pada antigen dan mengeluarkan antigen itu dari tubuh. Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B peka antigen dengan antigen khusus (Kuby 1997). Struktur dasar dari antibodi tersusun atas empat rantai polipeptida yaitu dua rantai berat dan dua rantai ringan yang identik (Male et al. 1987).

Rantai berat (H) dan rantai ringan (L) disatukan oleh ikatan kovalen disulfida. Posisi ikatan sulfida bervariasi tergantung dari kelas dan subkelas antibodi. Setiap molekul antibodi terbagi atas bagian yang dapat berubah (variable) dan bagian yang tetap (konstan). Bagian variable merupakan tempat pertautan antigen, sedangkan bagian konstan tempat sifat biologi antibodi. Bagian variabel dihubungkan dengan bagian konstan oleh bagian engsel. Pada bagian variabel terdapat bagian hipervariabel untuk mengenali berbagai variasi antigen. Bagian variabel dan konstan terdapat pada rantai berat dan rantai ringan antibodi (Kuby 1997).

Secara umum imunoglobulin pada mamalia dibagi ke dalam lima kelas berdasarkan struktur regio konstan rantai berat, yaitu Ig G (γ), IgA (α), Ig M (µ), Ig D (δ), dan Ig E (ε) dan dua tipe rantai ringan kaffa (κ) dan lamda (λ). Pada setiap molekul antibodi terdapat hanya satu tipe rantai ringan (Roitt 1988). Sedangkan pada sistem pertahanan unggas (ayam) ada tiga kelas imunoglobulin (Ig), yaitu IgA, IgY, dan IgM (Shimizu et al. 1992; Hatta et al. 1993; Sharma 1997). Di antara spesies avian, sistem imun aya m telah dipelajari de ngan intensif (Davis and Reeves 2002). Struktur imunoglobulin M dan A ayam mirip dengan yang ditemukan pada mamalia sedangkan struktur IgG mamalia berbeda dengan IgY ayam (Sharma 1997). Selain imunoglobulin, perlindungan terhadap patogen pada unggas juga diperankan oleh organ pertahanan yang terdiri atas bursa

10

fabricius, bone marrow, limpa, timus, glandula harderian, limponodus, limfosit yang bersirkulasi, dan jaringan limfoid pada saluran cerna (Shimizu et al. 1992; Hatta et al. 1993; Sharma 1997).

Imunoglobulin Y

Terminologi (istilah) IgY telah diperkenalkan sejak tahun 1969 dalam literatur yang diistilahkan dengan 7-S Ig terutama yang terdapat di serum, tetapi juga ditemukan dalam isi duodenum, bilasan trakea, dan plas ma seminal (Hadge dan Ambrosius 1984). Imunoglobulin Y telah diisolasi dari unggas (kalkun, ayam, itik, angsa) , ampibi, reptil (Hadge 1985), dan kura-kura darat (Hadge dan Ambrosius 1986). Pada awalnya, beberapa peneliti menduga bahwa IgY yang dihasilkan bangsa unggas sama dengan IgG mamalia, sedangkan kenyataannya berbeda (Szabo et al. 1998).

Transpor IgY dari serum induk ke anak meliputi dua proses. Pertama , IgY ditransfer melewati epitel folikular dari ovari dan berakumulasi dalam kuning telur selama masa oogenesis, yang mirip dengan proses transfer IgG melalui plasenta pada mamalia. Kedua, pemindahan IgY dari kuning telur ke embrio yang sedang berkembang. Isotipe antibodi yang lain seperti IgA dan IgM ditransfer dalam jumlah terbatas ke putih telur (Sharma 1997). Konsentrasi IgY dalam kuning telur konstan sampai oosit matang. IgY tidak terdapat dalam putih telur, sedangkan IgA dan IgM hanya terdapat dalam putih telur. Tidak terjadi seleksi atau destruksi IgY selama proses transfer itu (Davis and Reeves 2002). IgY dalam kuning telur dipersiapkan untuk memberikan kekebalan pasif pada anak ayam. Kuning telur mengandung 8 sampai 20 mg IgY per ml atau 136 sampai 340 mg per kuning telur. Dalam setahun dapat diisolasi 30 g sampai 40 g IgY (Shimizu et al. 1992), sedangkan pada mamalia hanya 1.3 g (Davis and Reeves 2002). Hal itu menyebabkan ayam sebagai sumber IgY mendapat perhatian serius (Shimizu et al. 1992). Penelitian dan penggunaan Ig dari ayam, terutama IgY untuk terapi, pencegahan, dan diagnostik dalam satu setengah dekade terakhir berkembang dengan pesat.

Secara alami IgY ayam berbeda dengan IgG mamalia dalam hal berat molekul, titik isoelektrik, berikatan dengan komplemen, dan spesifisitas terhadap

11 antigen yang diberikan (protein, bakteri, virus dan parasit) (Hatta et al. 1993). Sedangkan berat molekul, morfologi, dan mobilitas imunoelektroforetik dari IgA dan IgM ayam mirip dengan IgA dan IgM mamalia (Davis and Reeves 2002). IgY tidak bereaksi silang dengan komponen struktural jaringan mamalia (Larsson et al. 1993). Hal ini me mberikan indikasi penggunaan IgY dalam diagnostik imunologis akan menghasilkan reaksi yang lebih spesifik. Hassl et al. (1987) melaporkan spesifisitas antibodi serum IgY ayam yang di imunisasi dengan antigen toxoplasma gondii lebih tinggi dibandingkan dengan serum antibodi IgG kelinci. Lebih lanjut, antibodi spesifik (IgY) yang ada dalam darah induk ayam, secara baik dapat ditransfer ke dalam telur. Titer IgY dalam darah dan dalam telur tidak berbeda secara signifikan (Larsson et al. 1993), dan tidak ada perbedaan kandungan IgY pada dua spesies ayam berbeda (Li et al. 1998). Sehingga telur dapat digunakan sebagai sumber protein hewani dan sebagai pabrik produksi antibodi (Regenmortel 1993; Losch et al. 1986).

Imunoglobulin Y secara struktural berbeda dengan IgG pada mamalia. Rantai berat IgG dengan berat molekul (BM) 50 kDa terdiri atas empat domain yaitu : domain variabel (VH) dan tiga domain konstan (Cã1, Cã2, dan Cã3). Domain Cã1 terpisahkan dari Cã2 oleh regio engsel dan berhubungan secara fleksibel pada fragmen Fab. Sebaliknya rantai berat IgY dengan berat molekul 65 sampai 70 kDa , dan 2 rantai ringan (22 sampai 30 kDa). IgY memiliki berat molekul 180 kDa , tidak memiliki regio engsel dan memiliki empat domain konstan pada rantai berat yaitu Cυ1, Cυ2, Cυ3, dan Cυ4 (Schade et al. 1996) . IgY kekurangan domain Fc dan tidak dapat berikatan dengan komplemen mamalia atau protein A atau G dari mikrob, sehingga protein A dan G tidak dapat digunakan untuk purifikasi IgY, tetapi dengan modifikasi menggunakan antibodi rabit-anti-IgY, protein A dapat digunakan untuk isolasi IgY (Magor et al. 1994a). Perbedaan struktur kedua Ig ini dapat dilihat pada Gambar 1.

12

Gambar 1 Perbedaan struktur IgY dan IgG (Sumber. Schade et al. 1996).

Pada itik dilaporkan memiliki tiga tipe imunoglobulin serum yaitu IgM dan dua bentuk mirip (isoform) IgY yaitu IgY utuh dan IgY terpotong. IgY utuh memiliki berat molekul 200 kDa dengan koefisien sidementasi 7.8 S dan IgY terpotong memiliki berat molekul 130 kDa dengan koefisien sidementasi 5.7 S. IgY terpotong kehilangan dua domain terminal pada regio konstan dari rantai berat yaitu domain 3 dan 4 (Warr dan Higgins 1995).

Tabel 1 Karakter imunoglobulin itik

Berat Molekul Jenis imuno

globulin

Koefisien

sidementasi Molekul utuh

(kDa) Rantai Berat (kDa) Rantai Ringan (kDa) Ig M 800 –900 86 23 – 25 Ig Y utuh 7.8 S 178 – 200 62 – 67 22 – 25 Ig Y terpotong 5.7 S 118 - 130 35 – 42 22 – 25

Dikutip dari :Warr dan Higgins, (1995)

Struktur 7.8S IgY merupakan IgY tipikal ayam, tetapi struktur 5.7S IgY (∆Fc) merupaka n ekspresi antibodi yang tidak lazim (Magor et al. 1992; Magor et

13

al. 1994). Struktur dan antigenitas 5.7S IgY mirip dengan fragmen F(ab’)2 dari 7.8S IgY (Warr dan Higgins 1995). Itik membentuk dalam jumlah besar IgY()Fc). Bentuk ini cacat karena kehilangan dua domain C-terminal pada rantai H (υ). Struktur abnormal dari IgY()Fc) menyebabkan penurunan fungsi biologis Ig seperti aglutinasi, presipitasi, fiksasi komplemen, opsonisasi (Chan et al. 1999; Lundqvist et al. 2001), walaupun level serum dari boster meningkat (Warr dan Higgins 1995). Faktor lain yang berpengaruh yaitu pembentukan sterik dari lengan Fab (berfungsi monovalensi), regio engsel (hinge) yang kaku, keragaman yang sempit atau terbatas, kegagalan dalam pematangan ikatan antigen pada antibodi (Magor et al. 1994). Respon imun mukosa dependen-IgA itik perkembangannya terlambat selama penetasan dibandingkan dengan ayam (Lundqvist et al. 2001). Pada itik IgA mulai dideteksi pada umur 14 hari setelah menetas dan berfungsi optimal setelah umur 35 hari, sedangkan pada ayam telah berfungsi optimal pada umur 5 hari setelah menetas (Magor et al. 1998; Chan et al. 1999).

Berbagai metode ekstraksi dan purifikasi telah dilaporkan oleh beberapa ahli. Ekstraksi IgY me lalui water dilusi (pelarutan dalam air) kuning telur (Akita dan Nakai 1992); presipitasi lemak dengan dektran sulfat yang mengandung CaCl2 (Szabo et al. 1998). Hasil ekstraksi dilakukan purifikasi dengan

kromatografi menggunakan ion exchange (DEAE-Sephacel) dan filtrasi gel (Szabo et al.1998), mencampur serum dengan asam caprylat, diendapkan dengan amonium sulfat dan didialisis dengan PBS. Teknik ini sangat cepat, murah, sederhana dibandingkan dengan menggunakan metode ion exchange atau gel filtrasi kromatografi (Bhanushali et al. 1994). Purifikasi IgY dari telur dengan

thiophilic interaction chromatography merupakan prosedur purifikasi untuk homogenitas IgY dalam langkah kromatogra fi tunggal setelah fraksinasi amonium sulfat. Recoveri dengan prosedur ini mampu sampai 100% (Hansen et al. 1998).

Metode pelarutan dalam air dilakukan untuk memisahkan plasma protein terlarut dari granul kuning telur. IgY aktif dengan tingkat kemurnian yang tinggi didapat dari kombinasi beberapa teknik seperti presipitasi garam, filtrasi gel dan

ion exchange chromatography. Presipitasi garam, ultrafiltrasi, dan gel filtrasi dianjurkan dilakukan secara berurutan (Akita dan Nakai 1992). Metode purifikasi

14 lain untuk isolasi adalah metode dua langkah purifikasi yaitu presipitasi dengan PEG diikuti de ngan perlakuan alkohol. Uji spesifisitas dilakukan dengan cara hemaglutinasi indirek, uji imunodifusi, dan imunoelektroporesis (Hassl et al. 1987). Jumlah Ig spesifik yang terdapat dalam telur dari ayam yang diimunisasi adalah 1% dari total IgY (Hansen et al. 1998).

Keuntungan Penggunaan Imunoglobulin Y

Sistem imun ayam dilaporkan telah dipelajari lebih dari satu abad yang lalu, di awali dengan pengamatan pada ayam yang diimunisasi menunjukkan adanya transfer imunoglobulin dari serum ke kuning telur (Ca menisch et al. 1999). Transfer ini diperlukan embrio aves dan anak untuk melawan berbagai penyakit. Penelitian pada sistem imun ayam berkontribusi secara substansial untuk memahami konsep mendasar dari imunologi dan perkembangan kelas Ig yang berbeda. Perkembangan penelitian pada imunoglobulin unggas terutama ayam juga di dukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan semakin tingginya kesadaran akan animal welfare. Perkembangan penelitian itu melaporkan ayam sebagai alternatif terbaik untuk produksi antibodi poliklonal (Akita dan Nakai 1992; Shimizu et al.1992; Hatta et al. 1993; Schade dan Hlinak 1996; Camenisch et al. 1999).

Penggunaan ayam sebagai sumber imunoglobulin mempunyai beberapa keuntungan antara lain : pemeliharaan ayam tidak mahal, koleksi te lur tida k invasif, isolasi dan afinitas purifikasi IgY cepat dan sederhana, aplikasi IgY sangat luas (Camenisch et al. 1999) . Ekstraksi IgY dari telur lebih menguntungkan dibandingkan dengan ekstraksi Ig mamalia. Keuntungan yang nyata adalah : lebih mudah mengkoleksi telur dari ayam dibandingkan koleksi serum dari mamalia, ketika mengambil darah dari mamalia memerlukan keahlian khusus sedangkan telur dapat dikoleksi oleh tenaga yang tidak dilatih secara khusus, harga pakan dan kandang ayam lebih murah diba ndingkan dengan hewan laboratorium (Camenisch

et al. 1999) . Ayam dapat bertelur secara normal sebanyak 240 butir setahun, sedangkan pada kelinci darah hanya dapat diambil secara periodik dengan volume maksimum 50 ml (Nakai e t al. 1994) , dan saat koleksi telur tid ak menyebabkan cekaman pada ayam (Gassmann 2002). Koleksi antibodi melalui serum, ayam

15 tidak mengalami cekaman meskipun dalam periode bertelur. Sehingga penggunaan ayam menjadi metode alternatif untuk mengurangi penderitaan hewan. Jumlah hewan yang diperlukan untuk produksi antibodi lebih sedikit, karena ayam mampu memproduksi antibodi lebih tinggi dibandingkan kelinci (Gross dan Speck 1996).

Antibodi ayam memiliki lebih banyak epitop terhadap antigen mamalia (Carlander et al. 1999) , dapat digunakan untuk menghindari kesalahan

immunoassay akibat sistem komplemen (Fryer et al. 1999), faktor rheumatoid, dan reseptor Fc bakteri (Carlander et al. 1999). Pada pengukuran High-sensitivity C-reaktive protein (hs-CRP) yang merupakan salah satu marker untuk pengukuran resiko jantung, penggunaan antibodi mamalia seperti kelinci, tikus, dan kambing memberikan hasil kurang memuaskan, hal ini akibat faktor rheumatoid dalam sampel meyebabkan reaksi positif palsu. Permasalaha n itu dapat ditanggulangi dengan penggunaan IgY (Tsen et al. 2003).

Perbedaan jarak pilogenetik antara mamalia dan avian menyebabkan protein mamalia yang conserved (sulit isolasi juga unik) lebih imunogenik pada ayam dibandingkan dengan mamalia dan respon antibodi spesifik yang dihasilkan sangat tinggi (Akita dan Nakai 1992; Lee et al. 1997; Halper et al. 1999; Orsini et al. 2001). Sehingga ayam sebagai pilihan terbaik untuk produksi antibodi dibandingkan dengan mamalia jika antigen berasal dari manusia atau mamalia.

Isolasi dan metode purifikasi IgY sederhana dan mudah (Gassmann, 2002). Kuning telur mengandung lemak yang tinggi (lipoprotein, granul phospitin yang bercampur dengan livetin dan low density lipoprotein), yang bermasalah jika digunakan secara langsung (Makvandhi dan Fiuzi 2002). IgY yang telah dimurnikan dapat bertahan satu tahun pada suhu 4 oC dengan ditambahkan anti pertumbuhan bakteri seperti Na-azide. Pada suhu kamar stabil selama sebulan. Untuk freeze antibodi hendaknya dibuat aliquot dan hindari freeze dan thawing.

Freeze dan thawing lebih merusak antibodi dibandingkan disimpan pada suhu 4

oC selama satu minggu atau sebulan (Polson 1990) .

Imunoglobulin Y diisolasi secara noninvasive dari kuning telur. IgY yang telah dimurnikan di uji dengan berbagai metode dan teknik diagnosis, seperti presipitasi, elektroporesis, ELISA, mikroskup elektron, dan western blotting.

16 Beberapa dari metode itu telah dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan sifat antibodi ayam. Hasil penelitian menunjukkan IgY ayam mampu menggantikan IgG yang dihasilkan dengan metode tradisional dari mamalia. Penggunaan IgY sangat memperhatikan keamanan hewan, produktivitas tetap tinggi, dan kekhususan tertentu yang dimiliki IgY untuk tujuan diagnosis (Gross dan Speck 1996), dan modifikasi diagnostik (Higgins et al.1995; Doellgast et al. 1997; Kummer dan Li-Chan 1998; Kim et al. 1999). Penggunaan IgY pada uji ELISA tidak berkompetitor dibandingkan dengan menggunakan antibodi mamalia (Benkirane et al. 1998). Aplikasi potensial penggunaan IgY terus meningkat untuk pencegahan penyakit, agen diagnostik dan biologis, suplemen pakan, dan pemberian secara oral untuk propilaksis (Akita dan Nakai 1992).

Tabel 2 Kelebihan IgY dibandingkan dengan IgG mamalia

No IgY Unggas IgG (Mamalia)

1 Cara Pengambilan sampel Tidak menyakiti hewan Menyakiti hewan 2. Jumlah antibodi 50 -100 mg Ig Y/butir telur 5 – 7 butir telur/ minggu 200 mg Ig G/40 ml darah

3. Jumlah antibodi spesifik 2 – 10 % 5 % 4. Reaksi dengan faktor

rheumatoid

Tidak ada Ada

5. Reaksi dengan protein A dan G

Tidak ada Ada

6. Reaksi dengan Ig G mamalia

Tidak ada Ada

7. Aktivasi komplemen Tidak ada Ada Sumber : Schade et al. (1996)

Penggunaan teknologi IgY lebih ditekankan pada perlindungan terhadap hewan, penggunaan ilmu pengetahuan, dan segi ekonomi. Perlindungan terhadap hewan seperti pengurangan, penggantian, dan menjadikan lebih baik; penggunaan ilmu pengetahuan yaitu kekhasan sistem imun bangsa avian dan bagian IgY; dan secara ekonomi, jumlah IgY yang dihasilkan dari satu ekor ayam lebih tinggi dari

17 kelinci (Schade dan Hlinak 1996). Secara ringkas beberapa kelebihan lain dari IgY dibandingkan dengan IgG mamalia dipaparkan pada Tabel 2.

Penggunaan Teknologi IgY

Teknologi IgY telah digunakan untuk berbagai hal sehubungan dengan imunoterapi dan imunodiagnostik (Sugita-Konishi et al. 1996). Telur (IgY) ayam sebagai makanan mempunyai peran ganda yaitu peran fungsional dan

neutraceutical. Secara fungsional sebagai sumber protein, dan secara

neutraceutical mampu meningkatkan fungsi imun. Peningkatan kekebalan dengan pemberian secara oral Ig telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Pemberian IgY dilakukan melalui produk makanan, terutama untuk formula anak-anak, karena anak-anak merupakan kelompok rentan terhadap penularan patogen melalui makanan (Akita dan Nakai 1992; Makoto et al. 1998). Dilaporkan `pencegahan E coli pada pedet sapi dengan pemberian kolustrum dicampur IgY, pencegaha n rotavirus berhasil dengan baik pada mencit, serta pencegahan diare perjalanan (wisata) (Davis dan Reeves 2002).

Penggunaan IgG mamalia untuk diagnostik pada uji ELISA sering menghasilkan reaksi positif palsu. Hal itu akibat reaksi silang dari IgG suatu spesies dengan spesies lain. Masalah itu dapat ditanggulangi dengan pemakaian IgY ayam. Davis dan Reeves (2002) melaporkan IgY tidak bereaksi silang pada pemeriksaan laktoferin dan proteoglikan manusia dan sapi pada uji ELISA. Spesifitas IgY dari ayam dapat dimanfaatkan sebagai reagen standar untuk alat diagnostik dan mampu meningkatkan akurasi dalam penelitia n.

Dilaporkan antibodi kuning telur ayam banyak digunakan untuk penelitian biomedis, diagnosis, propilaksis, dan terapi penyakit. Hal itu disebabkan oleh langkah ekstraksi IgY sangat sederhana dengan hasil purifikasi antibodi yang tinggi (Fischer et al. 1996). Produksi IgY secara mendasar dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: sifat alami ayam, prosedur imunisasi, dan modulasi nutrisi. Imunisasi pada ayam white leg horn menghasilkan lebih banyak telur dan IgY pada kuning telur dibandingkan dengan ayam lain (Li et al.1998).

18 Stabilitas IgY

Pengetahuan terhadap stabilitas molekul IgY sangat penting, jika IgY digunakan sebagai reagen dalam berbagai kondisi. Stabilitas dari molekul IgY dapat dipengaruhi oleh berbagai perubahan fisik maupun kimia seperti suhu, asam, dan enzim pencernaan. Stabilitas IgY menjadi sangat penting jika dipakai untuk terapi imunisasi pasif yang diberikan secara oral. Aplikasi yang praktis pemberian suatu antibodi pasif dilakukan dengan mencampur antibodi dengan makanan atau material farmaceutikal, sehingga pertimbangan stabilitas antibodi terhadap panas, pH atau enzim digesti harus diketahui dengan baik (Hatta et al. 1993).

Valensi dari IgY adalah dua, sama dengan antibodi mamalia. Regio engsel pada IgY tidak ada menyebabkan IgY kurang fleksibel. Mobilitas yang terbatas akibat kakunya regio engsel berpengaruh terhadap kemampuan antibodi dalam presipitasi atau aglutinasi antigen. Stabilitas IgY dibawah kondisi asam dan digesti pepsin lebih rendah dibandingkan dengan IgG sapi. Tetapi IgY lebih stabil terhadap digesti enzim protease internal seperti tripsin dan kemotripsin, dan terlihat ada subpopulasi IgY tahan terhadap digesti papain (Hatta et al. 1993).

Para peneliti melaporkan, stabilitas IgG kelinci terhadap panas dan asam lebih tinggi dibandingkan dengan IgY. Bentuk dari molekul IgY sering berubah karena pengaruh asam, yang berakibat penurunan aktivitas antibodi (Shimizu et al. 1992). Stabilitas IgY anti HRV pada temperatur di atas 70 oC dan pH 2 sampai 3 lebih rendah diba ndingkan dengan IgG anti HRV kelinci. Temperatur maksimum untuk denaturasi IgG kelinci adalah 77 oC (Hatta et al. 1993). Aktivitas IgY pada kuning telur dan ekstrak kasar menurun dengan meningkatnya suhu dari 70 oC sampai 80 oC, tetapi denaturasi panas antara kedua sampel tidak berbeda. (Chang et al. 1999).

Aktivitas IgY turun setelah diinkubasikan pada pH 3.5 dan hilang total pada pH 3, sedangkan aktivitas IgG dilaporkan tidak berubah sampai pH 2. sedangkan pada pH alkalis (pH 11 sampai 13) tidak menunjukkan perubahan, dan sedikit berkurang setelah diinkubasi pada pH 12. Penurunan aktivitas yang sangat

Dokumen terkait