• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni termasuk kedalam genus Campylobacter, family

Campylobacteraceae. Pada awalnya, genus Campylobacter disebut vibrio karena bentuknya bergelombang. Namun di awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan dalam genus Campylobacter

(Cappucino dan Sterman 1993). Hal ini didasarkan atas temuan fakta bahwa Campylobacter

tidak dapat memfermentasikan karbohidrat selayaknya bakteri vibrio lainnya dan Campylobacter

juga mengandung basa guanin dan sitosin pada DNA-nya (Veron dan Chatelain dalam Doyle 1989). Bentuk sel Campylobacter jejuni dapat dilihat di Gambar 1.

Gambar 1. Sel Campylobacter jejuni

Enam belas spesies dan enam subspesies yang telah dikenal dalam genus

Campylobacter, dua belas diantaranya merupakan penyebab penyakit pada manusia. Bakteri patogen ini dibagi ke dalam dua kelompok yaitu penyebab penyakit diare dan penyebab infeksi intestinal. Penyebab penyakit diare diantaranya C. jejuni, C. coni, C. upsaliensis, C. lari dan C. fetus, sedangkan penyebab infeksi ekstraintestinal, termasuk C. fetus dan lain-lain (Hu dan Kopecko 2003).

Semua Campylobacter dapat tumbuh pada suhu 37 0C sedangkan spesies campylobacter termofilik seperti C. jejuni, C. lari, dan C. coli dapat tumbuh dengan baik pada 42 oC (Hu dan Kopecko 2003). Walaupun begitu, ada beberapa perbedaan karakter antara C. jejuni dan C. coli

yaitu C. jejuni tidak dapat tumbuh pada suhu 30.5 0C, dapat menghidrolisis hippurate, sensitif terhadap 2,3,5 triphenyltetrazolium chloride (TTC), sedangkan C. coli memiliki karakter yang berkebalikan. Pada media pertumbuhan, semua Campylobacter tumbuh dengan baik pada pH 5.5-8.0 dan keberadaan NaCl 1.75%. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan C. jejuni yaitu pada kisaran 6.5-7.5 dan tidak tumbuh pada pH dibawah 4.9 (Stern et al. 1992).

Campylobacter lebih sensitif daripada bakteri patogen lain terhadap kondisi kering, panas, asam, disinfektan dan radiasi. Campylobacter dapat bertahan pada suhu diatas 15 0C selama beberapa hari. Menurut McClure dan Blackburn (2003) umumnya Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella. Bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu 4-7 0C, tetapi tidak tumbuh pada suhu pembekuan.

4

Campylobacter termasuk ke dalam bakteri gram negatif, memiliki karakteristik mikroaerofilik, batang melengkung, dan sangat motil. Campylobacter sering ditemukan di air dan dari pangan hewani seperti unggas. Campylobacter awalnya dikenal sebagai bakteri yang menyebabkan infeksi pada sistem dan aborsi pada domba, sapi dan hewan ternak, dan kini telah diketahui bahwa bakteri ini adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada sistem pencernaan manusia. Dari berbagai macam spesies Campylobacter, satu spesies yang paling sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia adalah Campylobacter jejuni (Banwart 1989).

Campylobacter jejuni merupakan bakteri komensal dalam saluran usus unggas.

Campylobacter pada usus ayam sekitar 107 koloni/gram sehingga organisme ini sering ditemukan pada karkas ayam (Stern dan line 2000). Campylobacter jejuni bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2, 10% CO2, dan 85% N2). Bakteri ini bersifat oksidase positif, katalase positif dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri adalah 6.5-7.5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian spesies ini. Bakteri ini juga memiliki antigen O yang stabil panas, peka terhadap udara, pengeringan dan panas (Stern dan Line 2000).

Campylobacter jejuni mudah mengalami perubahan morfologi dari bentuk batang bergelombang menjadi bentuk kokus karena sifatnya yang sensitif. Perubahan bentuk morfologi ini mudah terjadi jika kondisi lingkungan tinggi kadar oksigennya dan saat Campylobacter jejuni

telah memasuki fase stasioner pertumbuhannya. Pada saat Campylobacter jejuni memasuki fase stasioner, maka bakteri ini sulit diisolasi karena sifatnya berubah menjadi non-culturable dan bentuknya menjadi kokus (Doyle 1989).

B.

CAMPYLOBACTERIOSIS

Campylobacteriosis merupakan infeksi yang disebabkan bakteri Campylobacter. Menurut Hu dan Kopecko (2003) Campylobacter dapat menyebabkan infeksi di dalam usus (Gastrointestinal) maupun diluar usus (ekstraintestinal). Gejala infeksi gastrointestinal adalah demam, keram perut, dan diare yang diikuti mual-mual selama 2-5 hari setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Waktu menderita infeksi bisa antara 1 sampai 3 hari, tetapi kemungkinan berakhir selama 3 minggu (Banwart 1989).

Infeksi ekstraintestinal yaitu bakterimia (bakteri berada dalam darah). Kasus bakterimia akibat Campylobacter jejuni terjadi sekitar 1.5 dari 100 kasus infeksi gastrointestinal (Hu dan Kopecko 2003). Menurut McClure dan Blackburn (2003), kasus campylobacteriosis kronik ini mencapai 2 sampai 10% yang meliputi arthritis, meningitis, cholecystitis, erythremea nosodum, endocarditis, keguguran, dan neonatal sepsis. Selain itu, Campylobacter jejuni diketahui sebagai faktor penyebab GBS (Guillan-Barne Syndrome). GBS adalah penyakit akibat tidak berfungsinya system syaraf pusat sehingga menimbulkan kelumpuhan badan dari kaki ke atas. GBS terjadi sekitar 30 kasus dari 1000 kasus infeksi Campylobacter jejuni. Menurut Altekruse et al. (1999), diperkirakan 20% penderita GBS hidup dengan kelumpuhan dan diperkirakan 5% nya meninggal.

Spesies Campylobacter mempunyai kemampuan menginfeksi yang tinggi, sekitar 500- 10.000 sel Campylobacter dapat menyebabkan infeksi (Stern et al. 1992). Namun hal ini tidak mutlak, karena tergantung juga dengan jenis Campylobacter, kerusakan sel akibat tekanan kondisi lingkungan, dan ketahahan inangnya (BAM 2001). Lima spesies Campylobacter yang bersifat patogen pada manusia diantaranya adalah Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter laridis, Campylobacter fetus, dan Campylobacter pylori. Spesies yang dikaitkan

5 dengan infeksi pada manusia adalah Campylobacter jejuni dan Campylobacter coli yang disebarkan melalui makanan, air, dan susu yang terkontaminasi (Cliver 1990).

Campylobacter jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80-90% kasus campylobacteriosis. Bakteri ini merupakan bakteri sporadic penyebab foodborne disease.

Campylobacter coli bertanggung jawab sekitar 7% kasus campylobacteriosis pada manusia, tetapi di beberapa daerah (seperti Afrika Tengah dan Zagreb) kasus tersebut berkisar 35-40%. Sementara Campylobacter upsaliensis dan Campylobacter lari bertanggung jawab sekitar 1% kasus campylobacteriosis pada manusia (Mcclure dan Blackburn 2003).

Pada kebanyakan pasien yang menderita campylobacteriosis, kebanyakan sifatnya adalah sporadis dan jarang sekali akibat tertular dari manusia yang terinfeksi (Altekruse et al.

1998). Umumnya, manusia yang terinfeksi Campylobacter mendapatkan gejala seperti muntah, sakit perut, diare, demam, sakit kepala, dan sakit punggung, dan jika sudah akut dapat menyebabkan kematian. Menurut Skirrow dalam Doyle (1989), diketahui bahwa setengah dari pasien yang terinfeksi Campylobacter berumur 15-44 tahun, dan dari yang setengah itu didominasi oleh anak-anak muda.

Bakteri Campylobacter paling banyak diisolasi dari daging unggas khususnya ayam. Hal ini didasarkan pada data yang menyebutkan bahwa hampir 98% bakteri Campylobacter jejuni ditemukan pada karkas ayam dengan jumlah bakteri melebihi 103 CFU per jaringan (Altekrus et al. 1999). Penanganan unggas mentah dan konsumsi daging unggas yang belum matang sempurna menjadi faktor risiko utama penyebab campylobacteriosis (Kapperud et al.

1992). Selain itu, pengkonsumsian susu mentah, susu yang mengalami pasteurisasi tidak sempurna, pengkonsumsian air yang tidak terklorinasi, serta kontaminasi silang pada persiapan bahan pangan juga dapat menjadi penyebab lain infeksi bakteri ini.

Ayam merupakan salah satu sumber infeksi Campylobacter jejuni pada manusia karena ayam merupakan reservoir Campylobacter jejuni (Rosenthal 1999 dalam Andriani et al. 2006). Kejadian Campylobacteriosis pada ayam broiler berhubungan dengan penularan atau penyebaran

Campylobacter jejuni dalam karkas sebagai sumber infeksi pada manusia. Campylobacter jejuni

yang terdapat pada ayam hidup dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan. Keberadaan Campylobacter jejuni

yang terdapat pada ayam hidup dapat menyebabkan koontaminasi pada karkasnya serta semua produk bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan.

Keberadaan Campylobacter jejuni pada karkas ayam yang sangat tinggi merupakan indikasi tentang kondisi lingkungan disekitar karkas. Menurut Bailey (1993), pada peternakan ayam yang terinfeksi oleh Campylobacter jejuni, 50% dari ayam tersebut akan membawa

Campylobacter jejuni sampai ayam dipotong.

Campylobacter jejuni sering diisolasi dari penderita diare, dan lebih banyak tingkat isolasinya daripada Salmonella. Prevalensi infeksi Campylobacter jejuni pada beberapa kampus di Amerika Serikat adalah 10-46 kali lebih tinggi jumlahnya daripada infeksi Salmonella dan

Shigella. Beberapa kasus infeksi Campylobacter jejuni juga telah dilaporkan di beberapa negara, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Di Irlandia, 2.085 laboratorium mengkonfirmasi kasus campylobacteriosis pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 tercatat 1.613 laboratorium menemukan kasus penyakit akibat terinfeksi Campylobacter (Whyte dan Igeo 2000 dalam Whyte et al. 2004). Swedish Institute for Infection Disease Control melaporkan sekitar 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77.45 kasus setiap 100.000 populasi. Di Jepang dilaporkan terjadi 2.648 orang terinfeksi ketika terjadi wabah keracunan pangan yang

6 disebabkan oleh Campylobacter dengan sumber infeksi dari konsumsi hewan ternak (Ono K dan Yamamoto K 1998) sedangkan di Indonesia, dari 2.812 penderita diare sekitar 3.6% nya disebabkan oleh C. jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Tabel 1. Bakteri patogen yang diisolasi dari penderita diare yang dirawat di rumah sakit di beberapa kota Indonesia (Tjaniadi et al. 2003).

Bakteri teridentifikasi Persentase kasus

Vibrio cholerae O1 37.1% Shigella spp 27.3% Salmonella spp 17.7% V. parahaemolyticus 7.3% Salmonella typhi 3.9% Campylobacter jejuni 3.6% V. cholera non-O1 2.4% Salmonella paratyphi A 0.7%

Di negara berkembang seperti Bangladesh, Indonesia, Gambia dan Meksiko penderita infeksi Campylobacter jejuni terbesar terjadi pada anak-anak dibawah umur lima tahun (Hu dan Kopecko 2003).

C.

MIKROBIOLOGI DAGING AYAM

Daging dan produk-produk daging sangat mudah rusak. Kerusakan daging terutama disebabkan oleh aktivitas mikroba. Hal ini menandakan mikroba merupakan sumber kontaminan bagi daging. Pada dasarnya, jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika diperiksa, daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay 1997). Sumber kontaminasi mikroba pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah penanganan, dan penyimpanan.

Sumber utama pencemaran karkas dalam industri daging adalah hewan itu sendiri (Gracey 1986 dalam Noor 2003). Mikroflora yang terdapat pada karkas ayam tidak terlepas dari mikroflora yang terdapat pada ayam tersebut ketika masih hidup dan terjadi berbagai perubahan pada berbagai tahapan proses pemotongan.

Mikroba yang mencemari daging dapat berupa mikroorganisme pembusuk dan dapat pula mikroba patogen. Mikroba pembusuk akan menurunkan mutu dan kelayakan daging serta berpengaruh terhadap nilai ekonomis seperti Staphylococcus epidermitis, Pseudomonas nigrificans, dan sebagainya. Sedangkan mikroba patogen yang dapat menyebabkan foodborne disease seperti Salmonella, Escherecia coli 017:H7, Campylobacter jejuni, Listeria Monocytogenes, Clostridium perfringens, dan Staphylcoccus aureus (Dreesen 1998). Prevalensi dari enam bakteri patogen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

7 Tabel 2. Prevalensi (%) dari 6 bakteri patogen terhadap manusia dari karkas ayam

Bakteri patogen Prevalensi

Campylobacter sp. 0-100 Clostridium perfringens 63 Eschericia coli 0157:H7 1,5 Ssalmonella sp 0-100 Staphylococcus aureus 88 Listeria monocytogenenes 5 Sumber : ICGFI (1999)

Menurut Poeloengan dan Noor (2003), Campylobacter jejuni mengkontaminasi karkas ayam bagian punggung hingga tunggir lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian dada, paha, dan hati-ampela ayam. Hal ini terjadi dimungkinkan karena pada waktu memproses ayam mulai dari pengulitan bulu sampai eviserasi sangat mudah sekali terjadi kontaminasi dari saluran pencernaan. Batas maksimum cemaran mikroba pada produk daging telah ditetapkan di SNI No 01-6366-2000, dimana batas maksimum untuk Campylobacter jejuni adalah 0 koloni/gram (BSN 2000). Batas maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Batas maksimum cemaran mikroba pada produk daging

Jenis Cemaran

Batas maksimum cemaran mikroba (Koloni /gram)

Daging segar/beku Daging tanpa tulang

Jumlah total mikroba 1 x 104 1 x 104

Koliform 1 x 102 1 x 102

Escherecia coli (*) 5 x 101 5 x 101

Enterococci 1 x 102 1 x 102

Staphylococcus aureus 1 x 102 1 x 102

Clostridium sp 0 0

Salmonella sp (**) Negatif Negatif

Campylobacter sp 0 0

Listeria sp 0 0

Sumber : BSN (2000)

Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram; (**) dalam satuan kualitatif

C. jejuni merupakan bakteri komensal dalam saluran usus unggas. Kejadian campilobacteriosis pada ayam broiler yang berhubungan dengan penularan atau penyebaran C. jejuni yang terdapat pada ayam hidup dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk bahan pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan.

8

D.

KAJIAN RISIKO DAN KAJIAN PAPARAN

Risiko adalah fungsi dari kemungkinan terjadinya efek buruk terhadap kesehatan dan tingkat keparahan dari efek tersebut (Forshyte 2002). Analisis risiko merupakan perkembangan terbaru dalam sistem keamanan pangan. Analisis resiko terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1) Kajian risiko untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhinya, 2) manajemen risiko utuk mengetahui bagaimana risiko dikendalikan atau dicegah; dan 3) komunikasi risiko. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Kajian risiko adalah suatu proses penentuan risiko berlandaskan pada data-data ilmiah. Kajian risiko dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kajian risiko secara kualitatif dan kajian risiko secara kuantitatif. Kajian risiko secara kualitatif adalah kajian deskripif atau merupakan penetapan kategori risiko berdasarkan informasi-informasi yang tersedia. Keluaran yang diperoleh biasanya dinyatakan dalam kategori risiko tinggi, sedang, rendah, atau risiko yang dapat diabaikan. Penetapan risiko kualitatif merupakan penetapan besarnya risiko atau sumber bahaya pada suatu jenis pangan berdasarkan kategori-kategori risiko.

Gambar 2. Komponen Analisis risiko (Forshyte 2002)

Kajian risiko kuantitatif adalah kajian yang didasarkan pada analisis data numerik. Kajian risiko harus memisahkan antara ketidakpastian (karena adanya kekurangan data, informasi atau pengetahuan) dari keragaman (karena faktor seperti variasi biologis), dan harus dideskripsikan dengan transparan (Kusumangingrum 2004). Kajian analisis secara kuantitatif meupakan analisis matematis terhadap data-data numerik. Analisis matematis ini terdiri atas metode-metode statistika yang dibangun atas adanya ketidakpastian dan adanya keragaman dari analisis yang dilakukan.

Keluaran yang dihasilkan dari suatu kajian risiko kuantitatif berupa perkiraan risiko yang meliputi peluang dan keparahan sakit yang disebabkan oleh mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya, yang dinyatakan misalnya dalam jumlah kejadian luar biasa per tahun, jumlah yang sakit per tahun atau per populasi tertentu, atau jumlah yang sakit per jumlah porsi tertentu. Kajian risiko kuantitatif dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang lebih detil daripada kajian risiko kualitatif.

Komunikasi Risiko

Dokumen terkait