• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan TembangSardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847)

Ikan tembang merupakan ikan permukaan, hidup di perairan pantai dan bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Syakila 2009). Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus :Sardinella

Spesies :Sardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847) Nama umum :Fringescale sardinella(fishbase.org)

Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Syakila 2009)

Gambar 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan pipih dan memanjang. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata hampir lurus, dari bagian belakang mata hingga bagian depan dasar sirip punggung berbentuk agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Kepala dan badan bagian atas abu-abu kehijauan, sedangkan bagian bawah putih keperakan (Peristiwady 2006).

6

Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Badannya bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat. Bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).

Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dengan jumlah jari-jari lemah sebanyak 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari- jari lemah berjumlah 16-19, tapis insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, namun ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat padaSardinella fimbriata, Valenciennes dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama padaSardinella lemuru, Bleeker (Syakila 2009).

2.2 Sebaran Frekuensi Panjang

Umur ikan dapat diketahui dengan mengkaji bagian tubuh ikan yaitu sisik dan otolith pada bagian kepala ikan memiliki lingkaran-lingkaran tahunan yang digunakan sebagai metode untuk menghitung komposisi umur ikan pada perairan beriklim subtropis. Lingkaran yang terbentuk pada sisik dan otolith pada ikan disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan perairan pada musim yang berbeda. Dalam mengkaji umur ikan dengan metode frekuensi panjang, sifat-sifat reproduksi

7

dan pertumbuhan ikan perlu dipelajari. Untuk dapat mengetahui umur ikan yang berdasarkan frekuensi panjang digunakan asumsi bahwa ikan yang berada dalam satu kelompok umur, mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal panjang disekitar panjang rata-ratanya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre dan Venema 1999). Di Laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. maderensis adalah 129,7 mm (Johnson dan Ndimele 2010).

2.3 Hubungan Panjang dan Bobot

Analisis hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui aspek pertumbuhan, misalnya melihat berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.

Hasil analisis hubungan panjang dengan bobot akan menghasilkan suatu persamaan, yang dapat digunakan untuk menduga bobot ikan melalui data panjang yang didapatkan, serta nilai konstata b, yaitu pangkat dari suatu persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi, yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki persamaan hubungan panjang bobot, W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010), dengan nilai b berkisar antara 1,71-2,42. Hal ini menunjukkan bahwa pola petumbuhan dari ikan tersebut bersifat allometrik negatif, yaitu pertambahan panjang ikan tembang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan bobotnya (Cressidanto 2010). Di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), diperoleh persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664untuk ikan tembang jantan dan untuk ikan tembang betina W = 0,0007 L2,091. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Palabuhanratu yang memperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2009) dan Sungai

8

Nkoro, Nigeria yang memperoleh W = 0,0478 L3,580 pada spesies S. maderensis

dengan koefisien determinasi sebesar 94,7% (Abowei 2009).

2.4 Pertumbuhan

Dalam biologi perikanan, pertumbuhan merupakan salah satu aspek paling intensif yang dipelajari. Pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam periode waktu (Moyle dan Cech 1988). Sedangkan pada populasi pertumbuhan merupakan peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungannya. Menurut Lagler et al.

(2002) in Zakaria (2003) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam antara lain, keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan pakan dan faktor luar antara lain, ketersediaan pakan bagi ikan dan kondisi lingkungan perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan pakan yang dikonsumsi yaitu suhu, oksigen terlarut dan salinitas (Peter 2002 in

Zakaria 2003).

Parameter pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang membutuhkan data panjang rata-rata dari beberapa kelompok ukuran yang sama (Sparre dan Venema 1999). Parameter-parameter yang dikaji dalam menduga pertumbuhan adalah panjang asimptotik (L ) merupakan panjang maksimum ikan secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K) dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre dan Venema 1999).

Berdasakan hasil penelitian Cressidanto (2010), ikan tembang yang tertangkap di Teluk Banten memiliki panjang total maksimum 171 mm dengan panjang asimptotik (L ) 180,22 mm, koefisien pertumbuhan (K) 0,59 bulan-1dan umur ikan pada saat panjang ikan 0 mm sebesar -0,32 bulan. Di Teluk Palabuhanratu diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang sebesar 1,07 bulan-1 dengan L 170,02 mm. Sedangkan di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan-1 dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan-1dengan nilai L 225 mm.

Dokumen terkait