1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian provinsi Banten 253 km (Boer dan Aziz 2007). Terdapat beberapa PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) di provinsi Banten, salah satunya adalah PPP Labuan, yang memiliki tiga TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yaitu TPI lama, TPI baru, serta TPI pasar. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan berasal dari Perairan Selat Sunda. Nelayan Labuan melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis di sekitar Pulau Panaitan, Pulau Rakata dan Pulau Rakata Kecil.
Menurut Rahardjoet al. (1999), PPP Labuan dijadikan sentra pengembangan perikanan laut di wilayah perairan Selat Sunda. Kegiatan perikanan di Labuan mulai mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kapal penangkapan yang melakukan kegiatan bongkar muat. Pada tahun 2010 jumlah trip kapal pukat cincin yang menangkap ikan tembang sebanyak 217 trip dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 295 trip (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Besarnya potensi yang ada, memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al.1999).
2
Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda tetap lestari. Sesuai Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Dominan tertangkapnya sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan sumberdaya ikan tersebut telah terjadi secara terus menerus. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi besarnya stok dan kelestarian ikan tembang di alam, khususnya wilayah Perairan Selat Sunda. Jika pengelolaan terhadap sumberdaya ikan dilakukan secara tepat, maka akan dapat memasok protein (hewani) secara stabil. Pada saat yang sama, akan memberikan kontribusi sosial dan ekonomi yang besar seperti pengembangan sektor perikanan, penciptaan lapangan kerja dan sebagainya. Dalam hal ini terdapat makna pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan (JICA 2009).
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan diperlukan informasi yang bersifat biologis dan matematis. Menurut Widodo dan Suadi (2006), langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data dasar mengenai biologi, ekonomi dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah ke dalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan pengelolaan. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda untuk dapat mengetahui pertumbuhan sumberdaya ikan tersebut agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan (RPP) wilayah Perairan Selat Sunda, sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dapat berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
3
Tabel 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan tahun 2007 2011
Tahun Hasil Tangkapan (kg) Upaya (trip) CPUE
2007 2440 19 128,42
2008 -* -* -*
2009 391649 2472 158,43
2010 16429 217 75,71
2011 27964 295 94,79
Keterangan : * data tidak ada, akibat terjadi kebakaran di TPI Sumber : TPI baru Labuan, Banten
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda berfluktuasi. Pada tahun 2007, hasil tangkapan ikan tembang sangat sedikit, hal ini disebabkan karena kegiatan penangkapan hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari saja. Kemudian hasil tangkapan meningkat pada tahun 2009, turun pada tahun 2010 dan meningkat kembali pada tahun 2011. Berdasarkan data tersebut tidak menutup kemungkinan jika jumlah sumberdaya ikan tembang di perairan tersebut akan semakin menurun.
Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Penelitian kajian stok mengenai ikan tembang yang tertagkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten ini dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tembang yang ada di wilayah penangkapan perairan Selat Sunda, karena kajian stok mengenai ikan tembang pada wilayah penangkapan Perairan Selat Sunda sudah pernah dikaji beberapa tahun yang lalu, sehingga perlu kajian terbaru untuk dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan Rencana Pengeloaan Perikanan.
1.3 Tujuan
4
1.4 Manfaat
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan TembangSardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847)
Ikan tembang merupakan ikan permukaan, hidup di perairan pantai dan bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Syakila 2009). Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus :Sardinella
Spesies :Sardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847) Nama umum :Fringescale sardinella(fishbase.org)
Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Syakila 2009)
Gambar 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)
6
Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Badannya bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat. Bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).
Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dengan jumlah jari-jari lemah sebanyak 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah berjumlah 16-19, tapis insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, namun ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat padaSardinella fimbriata, Valenciennes dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama padaSardinella lemuru, Bleeker (Syakila 2009).
2.2 Sebaran Frekuensi Panjang
7
dan pertumbuhan ikan perlu dipelajari. Untuk dapat mengetahui umur ikan yang berdasarkan frekuensi panjang digunakan asumsi bahwa ikan yang berada dalam satu kelompok umur, mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal panjang disekitar panjang rata-ratanya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre dan Venema 1999). Di Laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. maderensis adalah 129,7 mm (Johnson dan Ndimele 2010).
2.3 Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui aspek pertumbuhan, misalnya melihat berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.
8
Nkoro, Nigeria yang memperoleh W = 0,0478 L3,580 pada spesies S. maderensis
dengan koefisien determinasi sebesar 94,7% (Abowei 2009).
2.4 Pertumbuhan
Dalam biologi perikanan, pertumbuhan merupakan salah satu aspek paling intensif yang dipelajari. Pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam periode waktu (Moyle dan Cech 1988). Sedangkan pada populasi pertumbuhan merupakan peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungannya. Menurut Lagler et al.
(2002) in Zakaria (2003) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam antara lain, keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan pakan dan faktor luar antara lain, ketersediaan pakan bagi ikan dan kondisi lingkungan perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan pakan yang dikonsumsi yaitu suhu, oksigen terlarut dan salinitas (Peter 2002 in
Zakaria 2003).
Parameter pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang membutuhkan data panjang rata-rata dari beberapa kelompok ukuran yang sama (Sparre dan Venema 1999). Parameter-parameter yang dikaji dalam menduga pertumbuhan adalah panjang asimptotik (L ) merupakan panjang maksimum ikan secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K) dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre dan Venema 1999).
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2).
Gambar 2. Peta daerah penelitian Sumber: Dinas Hidro-Oseanografi 2010
3.2 Informasi Alat Tangkap
10
pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing obor dan jaring insang, ikan tembang bukan merupakan tujuan utama penangkapan.
3.3 Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan bobot ikan untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Selat Sunda.
Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor. Jumlah ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang (Gambar 3).
Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris (Lampiran 1) panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital (Lampiran 1) dengan skala terkecil 0,0001 gram. Pengukuran bobot basah total merupakan pengukuran bobot yang mudah dilakukan di lapangan.
11
pengambilan contoh responden sesuai dengan tujuan, dengan jumlah responden sebanyak tiga puluh orang.
Gambar 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian
3.4 Analisis Data
3.4.1 Sebaran kelompok umur
Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel 2007 (Lampiran 2 dan 3), kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jikafiadalah frekuensi ikan
dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, , N), µj adalah rata-rata panjang kelompok
umur ke-j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah
proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j(j= 1, 2, , G), maka fungsi objektif yang
digunakan untuk menduga ̂ , , ̂ adalah fungsi kemungkinan maksimum
12
=
=
√ yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan
nilai tengah µj dan simpangan baku j, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.
Parameter pertumbuhan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, j,pjsehingga diperoleh dugaan ̂ , ̂.
3.4.2 Hubungan panjang dan bobot
Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan hubungan sebagai berikut (Effendie, 1979):
=
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan hubungan kurva panjang-bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.
Nilai dan diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu: log = log + log
Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan ln W sebagai variabel y dan Ln L sebagai variabel x sehingga didapatkan persamaan regresi :
y = a + bx.
13
3.4.3 Pertumbuhan
3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang
Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan data panjang total ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di Selat Sunda.
Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang: Langkah 1 : Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan, Langkah 2 : Menentukan interval (lebar selang kelas),
Langkah 3 : Menentukan frekuensi dari masing-masing kelas panjang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 pada menu
Data Analysiskemudian pilih menuHistogram.
3.4.3.2 Plot Ford Walford
Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):
= 1 − ( )
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi :
− = . ( ).[1 − ]
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimptotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) dan t0adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan :
− = [ − ][1 − ]
atau :
= [1 − ] +
14
Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga melalui persamaan Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999):
log(− ) = − 0,3922 − 0,2752( ) − 1,038(log )
Keterangan:
Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm) L = Panjang asimptotik ikan (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1) t = Umur ikan (bulan)
t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol (bulan)
3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu
Dalam menduga umur ikan untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi sebagai berikut:
=
1 − + ( . )
−
15
= ( − )
Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titik-titik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan.
Keterangan:
t = Umur ikan (bulan)
Lo =Observed length, panjang hasil pengamatan/modus panjang (mm)
Le =Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy (mm)
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
Banyar
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
17
Berdasarkan Gambar 4, ikan tembang berada pada urutan ketiga sebagai hasil tangkapan ikan pelagis yang didaratan di PPP Labuan. Daerah penangkapan nelayan di Kecamatan Labuan berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) 512 yaitu meliputi wilayah perairan Samudera Hinda bagian selatan, Selat Sunda dan Laut Jawa. Namun nelayan hanya melakukan penangkapan di wilayah perairan Selat Sunda terutama disekitar Pulau Sebuku, Pulau Sebesi, Pulau Rakata Kecil, Pulau Krakatau dan Pulau Panaitan.
Pemasaran ikan tembang hanya untuk pasar lokal saja. Bentuk produk yang dijual berupa ikan segar dan ikan asin. Hal ini bertujuan agar ikan tetap awet dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Harga jual ikan tembang bervariasi tergantung pada ketersediaannya di pasar, harga ikan tembang segar berkisar antara Rp 3000-Rp 5000.
4.1.2 Hubungan panjang bobot
Analisis hubungan panjang bobot (Gambar 5) menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tembang di perairan Selat Sunda, dengan jumlah contoh sebanyak 614 ekor ikan tembang. Berikut ini adalah hubungan panjang bobot ikan tembang untuk keseluruhan pengambilan contoh di PPP Labuan, Banten.
18
Hasil analisis hubungan panjang bobot, mendapatkan nilai b sebesar 2,927. Dengan demikian, diperoleh persamaan hubungan panjang dan bobot ikan tembang sebagai berikut:
dengan koefisien determinasi sebesar 80,2 % dan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6) nilai b ikan tembang di Perairan Selat Sunda berkisar antara 2,572-3,282.
4.1.3 Pemisahan kelompok umur
Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang menggunakan metode NORMSEP disajikan pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6. Kelompok umur ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda April
n = 54
Juni n = 51
Juli n = 61
Agustus n = 41
September n = 34
Oktober n = 37
19
Gambar 7. Kelompok umur ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda April
n = 45
Juni n = 49
Juli n = 38
Agustus n = 54
September n = 65
Oktober n = 63
20
Berdasarkan Gambar 6 dan 7 di atas dapat dilihat bahwa pergeseran modus kelompok umur yang sama pada ikan jantan dan betina terjadi pada bulan Juli hingga Oktober.
4.1.4 Parameter pertumbuhan
Berdasarkan hasil pemisahan kelompok umur, didapatkan data modus panjang ikan (Lampiran 7 dan 8) yang selanjutnya akan dianalisis untuk menduga parameter pertumbuhan ikan tembang. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K), panjang asimptotik (L ) dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan 0 (t0) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda
Parameter Jantan Betina
L (mm) 181,94 190,45
K (bulan-1) 0,33 0,26
t0(bulan) -0,31 -0,38
t* (bulan) 20,12 24,65
Keterangan : *umur dugaan saat Lt= L
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tembang jantan dan betina di Perairan Selat Sunda berturut-turut adalah sebagai berikut:
= 181,94 1 − [ , ( , )]
dan
= 190,45 1 − [ , ( , )]
21
Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda
Gambar 9. Kurva pertumbuhan ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda
Berdasarkan dari kurva pertumbuhan di atas, dapat diketahui panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian dan digunakan dalam menganalisis pendugaaan parameter pertumbuhan, serta umur dugaannya sebagai berikut.
22
Tabel 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan
Jantan Betina
Hubungan panjang bobot ikan sangat penting artinya dalam ilmu dinamika populasi, antara lain untuk memberikan pernyataan secara matematis hubungan antara panjang dan bobot ikan, menduga variasi bobot dugaan untuk panjang tertentu. Berdasarkan grafik hubungan panjang bobot (Gambar 5) diperoleh persamaan W = 0,00001 L2,927dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%.
Penelitian sebelumnya mengenai hubungan panjang bobot ikan tembang juga pernah dilakukan di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), yang menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664 untuk ikan tembang jantan dan W = 0,0007 L2,091 untuk ikan tembang betina. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Banten, diperoleh persamaan W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010) dan di Teluk Palabuhanratu diperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2010). Semua nilai b yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya di beberapa perairan di Indonesia tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 2,572-3,282. Akan tetapi untuk ikan-ikan yang tergolong genus Sardinella nilai b dapat berbeda untuk spesies yang berbeda. Abowei (2009) melaporkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot S. maderensis di Sungai Nkoro, Nigeria adalah W = 0,0478 L3,580 dengan koefisien determinasi sebesar 94,7.
23
kondisi yang berhubungan erat dengan kondisi lingkungan (Laevastu dan Hayes 1981). Menurut Amri (2008), Perairan Selat Sunda memiliki kisaran suhu antara 27oC-30,5oC dan tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syamsudinet al. (2003) yang berkisar antara 28oC-29,5oC. Menurut Gunarso (1985), suhu tidak terlalu memberikan gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perikanan, sebab perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, memiliki variasi suhu tahunan yang kecil bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan subtropis. Selain suhu, salinitas juga mempengaruhi pola pertumbuhan ikan, karena metabolisme dalam tubuh mempengaruhi pertumbuhan ikan. Di Perairan Selat Sunda kisaran salinitasnya antara 31 -33,7 (Amri 2008). Sementara salinitas optimum untuk ikan tembang adalah 34 (Bachrin 2008).
Berdasarkan Gambar 6 dan 7 didapatkan satu kelompok ukuran ikan tembang jantan pada bulan April hingga Oktober. Sedangkan untuk ikan tembang betina didapatkan dua kelompok umur pada bulan pengamatan April dan Agustus dan untuk bulan lainnya hanya ditemukan satu kelompok umur. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran (Lampiran 4 dan 5) terlihat nilai indeks separasi pada bulan April dan Agustus yang lebih dari dua (I > 2), hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Battacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap kemungkinan bagi suatu pemisahan dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran tersebut (Hasseblad 1996, McNew dan Summerfelt 1978 serta Clark 1981inSparre dan Venema 1999).
24
rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran disajikan pada Lampiran 4 dan 5.
Kelompok ikan yang modus panjangnya bergeser dari 128,16 mm (jantan) dan 128,14 (betina) pada bulan Juli menjadi 162,78 mm (jantan) dan 162,67 mm (betina) pada bulan Oktober, pada penelitian ini sangat mungkin berasal dari satu kohort. Pada bulan Juli ikan-ikan tersebut diduga berumur 3,3 bulan (jantan) dan 3,8 bulan (betina) (Tabel 3) atau berkisar antara 3 dan 4 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diduga setidaknya pada 3 atau 4 bulan sebelumnya yaitu pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan.
Panjang total maksimum ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan adalah 185 mm yang diduga dicapai pada umur 13 bulan dan merupakan ikan tembang betina. Panjang ini lebih kecil dibanding panjang asimptotik ikan tembang yang didapatkan yaitu 190,45 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,26 bulan-1. Panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar 180 mm (Shelvinawati 2012), yang diduga dicapai pada umur 11 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ikan yang tertangkap belum matang gonad. Hasil analisis beberapa penelitian sebelumnya mengenai parameter ikan tembang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa hasil penelitian
Sumber Lokasi
Koefisien pertumbuhan
(bulan-1)
Panjang asimptotik (mm)
Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,07 170,02
Cresidanto (2010) Teluk Banten 0,59 180,22
Penelitian ini (2012) Selat Sunda 0,26 190,45
25
tembang di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan-1dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di Perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan-1dengan nilai L 225 mm. Sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) yaitu ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimptotiknya (L ).
Pada kurva pertumbuhan (Gambar 8 dan 9) dapat dilihat bahwa terdapat empat titik panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian, panjang rata-rata inilah yang digunakan dalam menduga parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Terdapat juga umur dugaan pada keempat titik tersebut (Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan umur dugaan tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan-ikan yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten merupakan ikan-ikan yang berumur tua. Pada kurva juga terlihat perbedaan laju pertumbuhan ikan tembang selama rentang hidupnya. Pertumbuhan panjang ikan tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotik, dimana ikan tidak akan bertambah panjang lagi. Pertumbuhan cepat bagi ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak (Jalilet al.2001).
26
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hubungan panjang bobot ikan tembang di Selat Sunda memiliki persamaan W = 0,00001 L2,927. Pada selang kepercayaan 95% nilai b ini berkisar antara 2,572-3,282. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian di beberapa perairan lain di Indonesia.
2. Berdasarkan kurva pertumbuhan model Von Bertalanffy, dapat diketahui bahwa panjang asimptotik (L ) ikan tembang jantan sebesar 181,94 mm dan 190,45 mm untuk ikan betina.
3. Setidaknya pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan ikan tembang di sekitar Perairan Selat Sunda.
5.2 Saran
KAJIAN ASPEK PERTUMBUHAN IKAN TEMBANG
(
Sardinella fimbriata
Cuvier dan Valenciennes 1847)
DI PERAIRAN SELAT SUNDA
ELFRIDA MEGAWATI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
RINGKASAN
Elfrida Megawati. C24080072. Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda. Dibawah bimbingan Mennofatria Boer dan Kiagus Abdul Aziz.
Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah Perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian Provinsi Banten 253 km. Salah satu PPP yang terdapat di Banten adalah PPP Labuan, Banten. Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan dan merupakan salah satu ikan pelagis yang dominan tertangkap, sehingga diduga hal tersebut menyebabkan aktivitas penangkapan kian meningkat. Sehingga diperlukan upaya untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pertumbuhan ikan tembang meliputi pola pertumbuhan dan parameter pertumbuhan.
Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin yang berukuran mata jaring 2 inch pada bagian badan jaring dan 1¾ inch pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten. Analisis data yang dilakukan adalah sebaran frekuensi panjang, hubungan panjang bobot, sebaran dan pendugaan parameter pertumbuhan (K, L , t0).
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda
Nama : Elfrida Megawati
NIM : C24080072
Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Ir. Kiagus Abdul Aziz, MSc. NIP. 19570928 198103 1 006 NIP. 130349 009
Mengetahui :
Ketua Departemen Manajamen Sumberdaya Periran
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, MSc. NIP. 19660728 199103 1 002
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas begitu besar kasih karunia dan berkat-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi yang berjudul Kajian Aspek Pertumbuhan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) Di Perairan Selat Sunda
dibuat untuk mengetahui pola pertumbuhan dan parameter pertumbuhan ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pengelolaan perikanan tembang di Selat Sunda demi pemanfaatan yang berkelanjutan.
Demikianlah skripsi ini disusun, semoga bermanfaat agar dapat memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana Perikanan. Saran dan kritik atas skripsi ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku pembimbing skripsi pertama serta Bapak Ir. Kiagus Abdul Aziz, MSc. selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan dan dukungannya kepada penulis.
2. Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS. selaku pembimbing akademik sekaligus dosen penguji tamu penulis atas segala dukungan dan bimbingannya dalam menjalankan kegiatan akademik selama di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3. Kedua orang tua saya Mama Dorista dan Bapak Fortes John atas segala dukungan moril dan materil kepada penulis selama kegiatan perkuliahan hingga penulisan skripsi, serta kepada abang Junjungan dan adik Li Sahn Yang.
4. Dimas Pradika atas dukungan morilnya selama kegiatan perkuliahan di MSP hingga penulisan skripsi.
5. Teman-teman terdekat saya selama di TPB dan MSP, Nadia Indah PS, Ade Irma Listiani, Rina Shelvinawati, Nissa Izzani, Fawzan Bhakti Soffa, Rio Putra Ramadhan, Rendra Danang Saputra dan Nugraha Bagoes Soegesty atas segala dukungan serta kebersamaan mengahadapi suka dan duka selama di MSP.
6. Teman-teman penelitian MSPi, Rani Y, Fauzia, Rikza, Hilda, Fadilatul, serta rekan-rekan MSP 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, bantuan dan kebersamaannya selama kegiatan penelitian dan perkuliahan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan suami istri Fortes John Dulles Siboro dan Dorista Gultom. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu SDN Pekayon 05 Pagi, Jakarta Timur (1996-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMPN 91, Jakarta Timur (2002-2005) dan SMAN 99 Cibubur, Jakarta Timur (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himasper) (2009-2010) dan anggota Divisi Advokasi dan Pendidikan Himasper (2010-2011), serta menjadi panitia di acara seminar nasional Seminar Series Membangun Negara Maritim . Selain itu, penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Dinamika Populasi (2011-2012), Biologi Perikanan (2011-2012), serta Pengkajian Stok Ikan (2011-2012).
DAFTAR ISI
2.1 Ikan Tembang Sardinella fimbriata (Cuvier dan Valenciennes1847) ... 5 2.2 Sebaran Frekuensi Panjang... 6 2.3 Hubungan Panjang dan Bobot ... 7 2.4 Pertumbuhan ... 8
3. METODE PENELITIAN... 9 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian ... 9 3.2 Informasi Alat Tangkap ... 9 3.3 Pengumpulan Data Primer ... 10 3.4 Analisis Data... 11 3.4.1 Sebaran kelompok umur ... 11 3.4.2 Hubungan panjang dan bobot ... 12 3.4.3 Pertumbuhan ... 13 3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang ... 13 3.4.3.2 Plot Ford Walford ... 13 3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu... 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 16 4.1 Hasil ... 16 4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan... 16 4.1.2 Hubungan panjang bobot ... 17 4.1.3 Pemisahan kelompok umur... 18 4.2 Pembahasan ... 22
5. KESIMPULAN DAN SARAN... 27 5.1 Kesimpulan ... 27 5.2 Saran ... 27
DAFTAR PUSTAKA... 28
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian... 33 2. Sebaran data panjang bobot ikan tembang jantan di Perairan Selat
Sunda pada bulan penelitian April-Oktober 2011 ... 34 3. Sebaran data panjang bobot ikan tembang betina di Perairan Selat
Sunda pada bulan penelitian April-Oktober 2011 ... 35 4. Analisis sebaran frekuensi panjang ikan tembang jantan di perairan
Selat Sunda dengan FISAT II ... 36 5. Analisis sebaran frekuensi panjang ikan tembang betina di perairan
Selat Sunda dengan FISAT II ... 39 6. Perhitungan Selang Kelas 95% nilai L dan b ... 42 7. Pemisahan kelompok umur ikan tembang jantan di perairan Selat
Sunda... 43 8. Pemisahan kelompok umur ikan tembang betina di perairan Selat
Sunda... 44 9. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan jantan yang
didapatkan selama penelitian. ... 45 10. Perhitungan umur dugaan panjang rata-rata ikan betina yang
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banten merupakan salah satu daerah perikanan potensial yang ada di Indonesia karena dikelilingi oleh tiga wilayah perairan yaitu Samudera Hindia, Laut Jawa dan Selat Sunda. Luas wilayah perairan Selat Sunda mencapai 5618 km2 dengan panjang garis pantai pada bagian provinsi Banten 253 km (Boer dan Aziz 2007). Terdapat beberapa PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) di provinsi Banten, salah satunya adalah PPP Labuan, yang memiliki tiga TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yaitu TPI lama, TPI baru, serta TPI pasar. Ikan yang didaratkan di PPP Labuan berasal dari Perairan Selat Sunda. Nelayan Labuan melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis di sekitar Pulau Panaitan, Pulau Rakata dan Pulau Rakata Kecil.
Menurut Rahardjoet al. (1999), PPP Labuan dijadikan sentra pengembangan perikanan laut di wilayah perairan Selat Sunda. Kegiatan perikanan di Labuan mulai mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kapal penangkapan yang melakukan kegiatan bongkar muat. Pada tahun 2010 jumlah trip kapal pukat cincin yang menangkap ikan tembang sebanyak 217 trip dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 295 trip (Buku Besar Data Harian TPI Baru Labuan 2010). Besarnya potensi yang ada, memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al.1999).
2
Pemanfaatan sumberdaya perikanan harus dilakukan secara rasional agar sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda tetap lestari. Sesuai Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 bahwa pengelolaan perikanan dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan. Dominan tertangkapnya sumberdaya ikan tembang di Perairan Selat Sunda mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan sumberdaya ikan tersebut telah terjadi secara terus menerus. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi besarnya stok dan kelestarian ikan tembang di alam, khususnya wilayah Perairan Selat Sunda. Jika pengelolaan terhadap sumberdaya ikan dilakukan secara tepat, maka akan dapat memasok protein (hewani) secara stabil. Pada saat yang sama, akan memberikan kontribusi sosial dan ekonomi yang besar seperti pengembangan sektor perikanan, penciptaan lapangan kerja dan sebagainya. Dalam hal ini terdapat makna pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan (JICA 2009).
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan diperlukan informasi yang bersifat biologis dan matematis. Menurut Widodo dan Suadi (2006), langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data dasar mengenai biologi, ekonomi dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah ke dalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan pengelolaan. Oleh karena itu, perlu kajian mengenai pola pertumbuhan ikan tembang di perairan Selat Sunda untuk dapat mengetahui pertumbuhan sumberdaya ikan tersebut agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan perikanan (RPP) wilayah Perairan Selat Sunda, sehingga pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut dapat berkelanjutan.
1.2 Perumusan Masalah
3
Tabel 1. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan tahun 2007 2011
Tahun Hasil Tangkapan (kg) Upaya (trip) CPUE
2007 2440 19 128,42
2008 -* -* -*
2009 391649 2472 158,43
2010 16429 217 75,71
2011 27964 295 94,79
Keterangan : * data tidak ada, akibat terjadi kebakaran di TPI Sumber : TPI baru Labuan, Banten
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil tangkapan ikan tembang di Perairan Selat Sunda berfluktuasi. Pada tahun 2007, hasil tangkapan ikan tembang sangat sedikit, hal ini disebabkan karena kegiatan penangkapan hanya terjadi pada bulan Januari dan Februari saja. Kemudian hasil tangkapan meningkat pada tahun 2009, turun pada tahun 2010 dan meningkat kembali pada tahun 2011. Berdasarkan data tersebut tidak menutup kemungkinan jika jumlah sumberdaya ikan tembang di perairan tersebut akan semakin menurun.
Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Penelitian kajian stok mengenai ikan tembang yang tertagkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten ini dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan tembang yang ada di wilayah penangkapan perairan Selat Sunda, karena kajian stok mengenai ikan tembang pada wilayah penangkapan Perairan Selat Sunda sudah pernah dikaji beberapa tahun yang lalu, sehingga perlu kajian terbaru untuk dapat dijadikan pembanding dengan penelitian sebelumnya untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan Rencana Pengeloaan Perikanan.
1.3 Tujuan
4
1.4 Manfaat
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan TembangSardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847)
Ikan tembang merupakan ikan permukaan, hidup di perairan pantai dan bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200 meter (Syakila 2009). Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus :Sardinella
Spesies :Sardinella fimbriata(Cuvier dan Valenciennes 1847) Nama umum :Fringescale sardinella(fishbase.org)
Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) (Syakila 2009)
Gambar 1. Ikan tembang(Sardinella fimbriata)
6
Ikan tembang memiliki rangka yang terdiri dari tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, badan tidak seperti ular. Tidak seluruh sisik terbungkus dalam kelopak tebal. Bagian ekor tidak bercincin-cincin. Hidung tidak memanjang ke depan dan tidak membentuk rostrum. Pipi atau kepala tidak berkelopak keras dan tidak berduri. Sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah. Badannya bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Tidak bersirip punggung tambahan seperti kulit, tidak berbercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat. Bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).
Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dengan jumlah jari-jari lemah sebanyak 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah berjumlah 16-19, tapis insang halus berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan tembang merupakan ikan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, namun ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat padaSardinella fimbriata, Valenciennes dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama padaSardinella lemuru, Bleeker (Syakila 2009).
2.2 Sebaran Frekuensi Panjang
7
dan pertumbuhan ikan perlu dipelajari. Untuk dapat mengetahui umur ikan yang berdasarkan frekuensi panjang digunakan asumsi bahwa ikan yang berada dalam satu kelompok umur, mempunyai tendensi membentuk suatu distribusi normal panjang disekitar panjang rata-ratanya. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang digunakan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre dan Venema 1999). Di Laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. maderensis adalah 129,7 mm (Johnson dan Ndimele 2010).
2.3 Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui aspek pertumbuhan, misalnya melihat berat ikan melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Hubungan panjang bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya (Effendie 1997). Hubungan antara dua variabel tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi.
8
Nkoro, Nigeria yang memperoleh W = 0,0478 L3,580 pada spesies S. maderensis
dengan koefisien determinasi sebesar 94,7% (Abowei 2009).
2.4 Pertumbuhan
Dalam biologi perikanan, pertumbuhan merupakan salah satu aspek paling intensif yang dipelajari. Pertumbuhan merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kondisi individual maupun populasi. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam periode waktu (Moyle dan Cech 1988). Sedangkan pada populasi pertumbuhan merupakan peningkatan biomassa suatu populasi yang dihasilkan oleh akumulasi bahan-bahan dari lingkungannya. Menurut Lagler et al.
(2002) in Zakaria (2003) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam antara lain, keturunan, ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kemampuan memanfaatkan pakan dan faktor luar antara lain, ketersediaan pakan bagi ikan dan kondisi lingkungan perairan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan pakan yang dikonsumsi yaitu suhu, oksigen terlarut dan salinitas (Peter 2002 in
Zakaria 2003).
Parameter pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan metode Ford Walford yang membutuhkan data panjang rata-rata dari beberapa kelompok ukuran yang sama (Sparre dan Venema 1999). Parameter-parameter yang dikaji dalam menduga pertumbuhan adalah panjang asimptotik (L ) merupakan panjang maksimum ikan secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K) dan t0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre dan Venema 1999).
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, yang berlangsung dari bulan Maret hingga Oktober 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu berupa data panjang total dan bobot basah ikan tembang yang tertangkap di Selat Sunda dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin. Pengambilan data primer dilakukan di PPP Labuan, Banten (Gambar 2).
Gambar 2. Peta daerah penelitian Sumber: Dinas Hidro-Oseanografi 2010
3.2 Informasi Alat Tangkap
10
pada bagian kantong, dengan panjang 200 m dan lebar 70 m. Satu trip penangkapan hanya berlangsung selama satu hari dengan penangkapan efektif sekitar 10 hingga 12 jam. Sedangkan untuk alat tangkap pancing obor dan jaring insang, ikan tembang bukan merupakan tujuan utama penangkapan.
3.3 Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran panjang dan bobot ikan untuk menduga pertumbuhan populasi dan pola pertumbuhan individu ikan tembang di Selat Sunda.
Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Berlapis (PCAB). Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor. Jumlah ikan contoh yang diambil proporsional terhadap masing-masing kelas ukuran panjang (Gambar 3).
Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris (Lampiran 1) panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Berat basah total adalah berat total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital (Lampiran 1) dengan skala terkecil 0,0001 gram. Pengukuran bobot basah total merupakan pengukuran bobot yang mudah dilakukan di lapangan.
11
pengambilan contoh responden sesuai dengan tujuan, dengan jumlah responden sebanyak tiga puluh orang.
Gambar 3. Kerangka pengambilan contoh di lokasi penelitian
3.4 Analisis Data
3.4.1 Sebaran kelompok umur
Pendugaan kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan program Microsoft Excel 2007 (Lampiran 2 dan 3), kemudian dibuat kurva sebaran normalnya. Menurut Boer (1996), jikafiadalah frekuensi ikan
dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, , N), µj adalah rata-rata panjang kelompok
umur ke-j, j adalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah
proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j(j= 1, 2, , G), maka fungsi objektif yang
digunakan untuk menduga ̂ , , ̂ adalah fungsi kemungkinan maksimum
12
=
=
√ yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan
nilai tengah µj dan simpangan baku j, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i.
Parameter pertumbuhan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, j,pjsehingga diperoleh dugaan ̂ , ̂.
3.4.2 Hubungan panjang dan bobot
Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya seluruh ikan dimana setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena panjang dan bobot ikan berbeda pada setiap spesies ikan, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot masing-masing spesies ikan digunakan hubungan sebagai berikut (Effendie, 1979):
=
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah intersep (perpotongan hubungan kurva panjang-bobot dengan sumbu y), b adalah penduga pola pertumbuhan panjang-bobot.
Nilai dan diduga dari bentuk linier persamaan di atas, yaitu: log = log + log
Koefisien a dan b didapatkan dari hasil analisis regresi dengan ln W sebagai variabel y dan Ln L sebagai variabel x sehingga didapatkan persamaan regresi :
y = a + bx.
13
3.4.3 Pertumbuhan
3.4.3.1 Sebaran frekuensi panjang
Penentuan sebaran frekuensi panjang menggunakan data panjang total ikan tembang (S. fimbriata) yang tertangkap di Selat Sunda.
Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang: Langkah 1 : Menentukan jumlah kelas panjang yang dibutuhkan, Langkah 2 : Menentukan interval (lebar selang kelas),
Langkah 3 : Menentukan frekuensi dari masing-masing kelas panjang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 pada menu
Data Analysiskemudian pilih menuHistogram.
3.4.3.2 Plot Ford Walford
Pertumbuhan dapat diestimasi menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999):
= 1 − ( )
Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L dilakukan dengan menggunakan metode Ford Walford yang diturunkan dari model Von Bertalanffy. Untuk t sama dengan t+1, persamaannya menjadi :
− = . ( ).[1 − ]
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimptotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) dan t0adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan nol. Kemudian kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan :
− = [ − ][1 − ]
atau :
= [1 − ] +
14
Nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) dapat diduga melalui persamaan Pauly (1983) dalam Sparre dan Venema (1999):
log(− ) = − 0,3922 − 0,2752( ) − 1,038(log )
Keterangan:
Lt = Panjang ikan pada saat umur t (mm) L = Panjang asimptotik ikan (mm) K = Koefisien pertumbuhan (bulan-1) t = Umur ikan (bulan)
t0 = Umur ikan pada saat panjang ikan nol (bulan)
3.4.4 Pendugaan umur ikan dengan modus panjang tertentu
Dalam menduga umur ikan untuk masing-masing panjang yang didapatkan dari hasil penelitian (Lo) dapat menggunakan rumus pertumbuhan Von Bertalanffy yang disubstitusikan menjadi sebagai berikut:
=
1 − + ( . )
−
15
= ( − )
Selanjutnya gunakan umur dugaan tersebut (sumbu x) untuk menentukan letak titik-titik modus panjang (sumbu y) hasil pengamatan pada gambar kurva pertumbuhan.
Keterangan:
t = Umur ikan (bulan)
Lo =Observed length, panjang hasil pengamatan/modus panjang (mm)
Le =Expected length, panjang harapan dihitung berdasarkan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy (mm)
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
Banyar
4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan
PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayan di kabupaten ini.
PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang.
Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan.
Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011
17
Berdasarkan Gambar 4, ikan tembang berada pada urutan ketiga sebagai hasil tangkapan ikan pelagis yang didaratan di PPP Labuan. Daerah penangkapan nelayan di Kecamatan Labuan berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI) 512 yaitu meliputi wilayah perairan Samudera Hinda bagian selatan, Selat Sunda dan Laut Jawa. Namun nelayan hanya melakukan penangkapan di wilayah perairan Selat Sunda terutama disekitar Pulau Sebuku, Pulau Sebesi, Pulau Rakata Kecil, Pulau Krakatau dan Pulau Panaitan.
Pemasaran ikan tembang hanya untuk pasar lokal saja. Bentuk produk yang dijual berupa ikan segar dan ikan asin. Hal ini bertujuan agar ikan tetap awet dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Harga jual ikan tembang bervariasi tergantung pada ketersediaannya di pasar, harga ikan tembang segar berkisar antara Rp 3000-Rp 5000.
4.1.2 Hubungan panjang bobot
Analisis hubungan panjang bobot (Gambar 5) menggunakan data panjang total dan bobot basah ikan contoh untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan tembang di perairan Selat Sunda, dengan jumlah contoh sebanyak 614 ekor ikan tembang. Berikut ini adalah hubungan panjang bobot ikan tembang untuk keseluruhan pengambilan contoh di PPP Labuan, Banten.
18
Hasil analisis hubungan panjang bobot, mendapatkan nilai b sebesar 2,927. Dengan demikian, diperoleh persamaan hubungan panjang dan bobot ikan tembang sebagai berikut:
dengan koefisien determinasi sebesar 80,2 % dan pada selang kepercayaan 95% (Lampiran 6) nilai b ikan tembang di Perairan Selat Sunda berkisar antara 2,572-3,282.
4.1.3 Pemisahan kelompok umur
Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang menggunakan metode NORMSEP disajikan pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6. Kelompok umur ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda April
n = 54
Juni n = 51
Juli n = 61
Agustus n = 41
September n = 34
Oktober n = 37
19
Gambar 7. Kelompok umur ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda April
n = 45
Juni n = 49
Juli n = 38
Agustus n = 54
September n = 65
Oktober n = 63
20
Berdasarkan Gambar 6 dan 7 di atas dapat dilihat bahwa pergeseran modus kelompok umur yang sama pada ikan jantan dan betina terjadi pada bulan Juli hingga Oktober.
4.1.4 Parameter pertumbuhan
Berdasarkan hasil pemisahan kelompok umur, didapatkan data modus panjang ikan (Lampiran 7 dan 8) yang selanjutnya akan dianalisis untuk menduga parameter pertumbuhan ikan tembang. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K), panjang asimptotik (L ) dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan 0 (t0) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda
Parameter Jantan Betina
L (mm) 181,94 190,45
K (bulan-1) 0,33 0,26
t0(bulan) -0,31 -0,38
t* (bulan) 20,12 24,65
Keterangan : *umur dugaan saat Lt= L
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tembang jantan dan betina di Perairan Selat Sunda berturut-turut adalah sebagai berikut:
= 181,94 1 − [ , ( , )]
dan
= 190,45 1 − [ , ( , )]
21
Gambar 8. Kurva pertumbuhan ikan tembang jantan di Perairan Selat Sunda
Gambar 9. Kurva pertumbuhan ikan tembang betina di Perairan Selat Sunda
Berdasarkan dari kurva pertumbuhan di atas, dapat diketahui panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian dan digunakan dalam menganalisis pendugaaan parameter pertumbuhan, serta umur dugaannya sebagai berikut.
22
Tabel 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan
Jantan Betina
Hubungan panjang bobot ikan sangat penting artinya dalam ilmu dinamika populasi, antara lain untuk memberikan pernyataan secara matematis hubungan antara panjang dan bobot ikan, menduga variasi bobot dugaan untuk panjang tertentu. Berdasarkan grafik hubungan panjang bobot (Gambar 5) diperoleh persamaan W = 0,00001 L2,927dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%.
Penelitian sebelumnya mengenai hubungan panjang bobot ikan tembang juga pernah dilakukan di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), yang menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L2,664 untuk ikan tembang jantan dan W = 0,0007 L2,091 untuk ikan tembang betina. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Banten, diperoleh persamaan W = 0,00025 L2,282 (Cresidanto 2010) dan di Teluk Palabuhanratu diperoleh W = 0,000009 L2,990 (Syakila 2010). Semua nilai b yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya di beberapa perairan di Indonesia tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 2,572-3,282. Akan tetapi untuk ikan-ikan yang tergolong genus Sardinella nilai b dapat berbeda untuk spesies yang berbeda. Abowei (2009) melaporkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot S. maderensis di Sungai Nkoro, Nigeria adalah W = 0,0478 L3,580 dengan koefisien determinasi sebesar 94,7.