• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga

Pengertian keluarga

Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (BKKBN 1996).

Gross, Crandall dan Knoll (1973) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan suatu manajerial unit yang mampu mengelola sumberdaya keluarga yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga. Berdasarkan pendekatan sistem, keluarga memiliki hubungan dengan sistem yang lebih luas, dimana keluarga menjadi bagian di sistem tersebut. Hubungan keluarga dengan lingkungannya digambarkan melalui suatu sistem yang saling berkaitan, bergantung, dan berinteraksi satu sama lainnya. Sistem-sistem ini terdiri dari subsistem yang saling mempengaruhi.

Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan keluarga sebagai subsistem dari sistem masyarakat. Keluarga terdiri dari subsistem personal dan manajerial. Subsistem manajerial berfungsi untuk merencanakan dan melaksanakan penggunaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan subsistem personal merupakan bagian yang berhubungan dengan interaksi dinamis dari suatu jalinan hubungan sosial yang akhirnya memberi ciri pada kepribadian seseorang, yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan manajerial. Subsistem

personal terdiri dari komponen input, throughput, dan output.

Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional melihat keluarga, kelompok, organisasi, klub sosial, dan lain-lain sebagai sebuah sistem yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Keluarga merupakan bagian subsistem dari masyarakat, yang saling berinteraksi dengan subsistem-subsitem lainnya dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Interaksi yang terjalin merupakan wujud fungsi keluarga untuk menjaga keseimbangan sosial dalam

masyarakat atau dikenal dengan istilah equilibrium state. Selain itu, keluarga

lingkungan. Sesuai dengan Parson yang menyatakan bahwa keluarga selalu beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi tersebut

dikatakan keseimbangan dinamis atau dynamic equilibrium (Megawangi 1999).

Teori struktural fungsional juga memandang keluarga sebagai sebuah sistem terkait anggota dalam keluarga. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Dalam pandangan teori struktural fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Selanjutnya, Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat suatu keseimbangan dalam masyarakat yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata sehingga anggota keluarga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Struktur dalam keluarga dapat menjadikan institusi dalam keluarga sebagai sistem kesatuan. Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial.

Berdasarkan status sosial, struktur pada keluarga nuklir terdiri dari tiga struktur utama yaitu bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak. Struktur dapat juga berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, remaja, dan sebagainya. Sedangkan peran sosial merupakan gambaran peran dari status sosial yang dimiliki. Misalnya, orangtua memiliki peran instrumental yang dipegang oleh bapak/suami sebagai pencari nafkah dan peran ekspresif yang melekat pada ibu/istri dengan memberikan cinta dan kelembutan terhadap keluarga. Norma sosial merupakan peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya, misalnya dalam hal pembagian tugas dalam keluarga (Megawangi 1999) .

Aspek kedua dari teori struktur fungsional yang sulit dipisahkan dengan aspek struktural adalah aspek fungsional. Aspek fungsional diartikan sebagai bagaimana subsistem dapat berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan sosial. Adapun fungsi sebuah sistem mengacu pada sebuah sistem untuk memelihara dirinya sendiri dan memberikan kontribusi pada berfungsinya subsistem dari sistem tersebut (Megawangi 1999). Seseorang dalam sistem keluarga yang memiliki status sosial tertentu memiliki peran yang harus

dijalankan dari status sosial tersebut. Levy dalam Megawangi (1999) mengungkapkan bahwa tanpa pembagian tugas yang jelas dari status sosial, maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar. Teori Gender

Gender merupakan pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang telah ditetapkan masyarakat maupun budaya. Megawangi (1999) mengungkapkan bahwa peran gender merupakan peran yang diciptakan oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan menjalankan peran instrumental atau sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan menjalankan peran yang bersifat ekspresif atau berorientasi pada manusia. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan ini bukan didasarkan pada perbedaan biologis melainkan disebabkan oleh faktor sosial budaya. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi mengakibatkan peran perempuan tidak hanya berada dalam sektor domestik saja melainkan juga mampu bekerja di sektor-sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan UNFAPA (2005) mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun komunitas. Peran perempuan di dalam rumah seperti mencuci, mengurus anak dan suami, memasak, dan lainnya. Sedangkan peran laki-laki seperti melindungi dan mencari nafkah untuk semua anggota keluarga. Pembagian peran yang baik dan seimbang tidak akan membuat suatu masalah antara laki-laki dan perempuan, namun juga akan menguntungkan kedua belah pihak.

Handayani dan Sugiarti (2008) menjelaskan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor- faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat tersebut dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, konsep gender dapat diartikan sebagai konsep yang membedakan peran laki-laki

dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrati (seks), namun dibedakan berdasarkan kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan (Tabel 1).

Tabel 1 Perbedaan konsep jenis kelamin (sex) dan gender

Seks Gender

Menyangkut perbedaan organ biologis laki- laki dan perempuan (alat reproduksi)

Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan

Peran reproduksi tidak dapat berubah Peran sosial dapat berubah

Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan; tidak mungkin peran laki-laki melahirkan, perempuan membuahi

Peran sosial dapat dipertukarkan. Istri dan suami bertukar peran misalnya suami mengurus rumah tangga sedangkan istri mencari nafkah

Peran reproduksi kesehatan berlaku sepanjang masa

Peran sosial bergantung pada masa dan keadaan

Peran reproduksi kesehatan berlaku di mana saja sama

Peran sosial bergantung budaya masing- masing

Peran reproduksi kesehatan berlaku bagi semua kelas/strata sosial

Peran sosial berbeda antara satu kelas/strata sosial dengan strata lainnya Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh

Tuhan atau kodrat

Peran sosial bukan kodrat Tuhan tetapi buatan manusia

Sumber : Puspitawati (2010)

Manajemen Keuangan keluarga

Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa uang merupakan salah satu

jenis sumberdaya materi sekaligus merupakan alat pengukur sumberdaya. Uang memiliki empat fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan, sebagai mekanisme bagi pertukaran dan perekonomian secara umum, sebagai hak untuk kebutuhan sumberdaya masa depan, dan sebagai media dalam pertukaran dan perpindahan dengan pemerintah, instansi, kelompok personal, dan individu (Deacon dan Firebaugh 1988).

Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga tidak lagi terbatas, tetapi tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian pendapatan. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimilikinya. Dengan kepemilikan uang, seseorang atau keluarga dapat memenuhi keinginannya. Pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut dapat mencapai optimum,

1992). Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Saharia (1989), mengungkapkan bahwa manajemen merupakan pengelolaan terkait dunia usaha dan aspek lainnya.

Deacon dan Firebaugh (1988), menjelaskan manajemen merupakan suatu bentuk yang dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen sebagai proses dalam mengubah input yang terdiri dari zat/bahan, energi dan informasi menjadi

output. Secara umum, dikenal dengan planning (perencanaan), atau implementing

(pelaksanaan) yang terkait dengan standar aktifitas spesifik, permintaan dan tidak berhubungan langsung dengan pemahaman aktifitas manajerial.

Menurut Olson dan Beard, perencanaan merupakan bagian dari sistem

manajerial yang menerima tujuan dan permintaan lainnya. Berfungsi mengumpulkan informasi mengenai karakteristik alternatif baik kualitatif maupun kuantitatif yang berpotensial. Dalam mewujudkan perencanaan, dibutuhkan pengambilan keputusan mengenai bagaimana merubah permintaan dan bagaimana meningkatkan sumberdaya atau menggunakannya dengan berbeda untuk menghasilkan tujuan yang optimal. Sedangkan pelaksanaan adalah aktifitas/tindakan yang dilakukan dari perencanaan. Dalam mengontrol perencanaan, dibutuhkan pelaksanaan, pengelolaan, dan pengecekkan yang pada

akhirnya akan menghasilkan feedback atau hubungan timbal balik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses tindakan yang dapat dilakukan sendiri maupun bersama dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki melalui berbagai tahapan-tahapan untuk mencapai keinginan atau tujuan yang ditetapkan. Walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga

(Guhardja et al. 1992)

Secara umum terdapat beberapa alasan perlunya seseorang atau keluarga mengelola keuangan, antara lain: adanya tujuan keuangan yang ingin dicapai; tingginya biaya hidup; naiknya biaya hidup dari tahun ke tahun/inflasi; keadaan perekonomian tidak akan selalu baik; fisik manusia yang tidak selalu sehat, kualitas hidup yang lebih baik dari generasi sebelumnya serta faktor kecelakaan;

banyaknya alternatif produk pangan (Rahmayani dan Hartoyo 2009). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimiliki sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk hasil yang memuaskan.

Salah satu bentuk manajemen keuangan keluarga adalah manajemen cash

flow atau arus kas, yaitu aliran uang yang mengalir mulai mendapatkan uang tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin (Rahmayani dan Hartoyo 2009).

Anonimous (2007) menjelaskan bahwa terdapat dua konsep utama tentang manajemen keuangan keluarga yang wajib diketahui oleh keluarga yaitu tentang

Neraca dan Rugi/Laba serta Manajemen Cashflow/Arus Kas. Pengetahuan akan

cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga tidak akan kacau balau dan terpantau (Gambar 1).

Gambar 1 Konsep Utama Manajemen Arus Kas/Cash-Flow

Sumber: www.myfamillyaccounting.wordpress.com

Pendapatan

Menurut Alabi, Ogbimi dan Soyebo (2006), pendapatan merupakan sumberdaya material yang digunakan untuk membelanjakan atau mendapatkan sumberdaya lain seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya. Pendapatan sangat penting untuk dikelola dengan sebaik-baiknya. Pendapatan merupakan imbalan yang diperoleh seorang konsumen dari pekerjaan yang telah

Dll Saham Properti Deposito Obligasi Reksadana Hasil Usaha Hasil Investasi Pendapatan Pengeluaran ATM/Bank Uang Tunai Dll Fashion Keluarga Besar Sosial Hiburan Rekreasi Pekerja Zakat/Pajak Transportasi Keperluan Anak Premi Asuransi Cicilan Utang Rumah Tangga Gaji

dilakukannya untuk mencari nafkah. Pada umumnya, pendapatan yang diterima dalam bentuk uang.

Jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli seseorang. Daya beli seseorang akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seseorang dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan diukur tidak hanya yang diterima oleh seorang individu, melainkan juga semua pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Hal ini berarti, daya beli rumah tangga ditentukan oleh pendapatan dari semua anggota rumah tangga yang telah memiliki penghasilan kemudian dikelola bersama dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan keluarga.

Pencatatan pendapatan dari semua anggota keluarga penting dilakukan karena biasanya sebuah rumah tangga memiliki lebih dari satu orang yang bekerja. Misalnya suami, istri, anak, dan lainnya. Adapun pengukuran pendapatan yang berprofesi sebagai pegawai, karyawan, buruh atau pegawai negeri terdiri dari gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pendapatan lainnya (Sumarwan 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan antara lain: pekerjaan, pendidikan dan kecakapan, misalnya seorang pembantu rumah tangga mendapatkan penghasilan yang lebih murah dibandingkan seorang juru ketik; pengalaman dan umur seseorang; besarnya tanggung jawab keluarga; dan tempat bekerja (Sadikin 1975).

Alokasi pengeluaran keluarga

Survei BPS (2002) menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola konsumsi karena adanya penurunan standar hidup secara drastis akibat meningkatnya harga- harga kebutuhan hidup setelah krisis ekonomi tahun 1997. Akibatnya, keluarga yang memiliki penghasilan rendah terpaksa memprioritaskan pengeluaran untuk pangan.

Pengeluaran keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian, antara lain pengeluaran untuk pangan dan nonpangan. Pengeluaran untuk pangan yaitu pengeluaran untuk konsumsi bahan pangan berupa padi-padian, ikan, daging, telur, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, makanan serta minuman jadi. Sedangkan pengeluaran untuk nonpangan yaitu pengeluaran untuk konsumsi perumahan, bahan bakar, penerangan, air,

barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama lainnya. Adapun persentase pengeluaran keluarga terbesar di negara berkembang adalah pengeluaran untuk pangan yang kemudian diikuti oleh barang dan jasa (BPS 2002).

Pengeluaran perkapita atau pengeluaran per orang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat cukup signifikan. Sejak masa krisis 1998,

pengeluaran perkapita sebesar Rp 317 800,00 meningkat menjadi Rp 1 240

900,00 pada tahun 2007 atau meningkat hampir 300 persen selama 10 tahun

(SUSENAS 2010).

BPS (1994), menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin berkurang persentase pendapatan yang dibelanjakannya untuk makanan. Oleh karena itu, komposisi pengeluaran rumahtangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran mrupakan gambaran meningkatnya perekonomian penduduk.

Perempuan dan Buruh Pabrik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua orang yang bekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan dan menerima upah dan imbalan adalah buruh.

Buruh atau karyawan merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi baik pemerintah atau swasta dengan menerima upah atau gaji baik berupa uang maupun barang (BPS 1994). Kebanyakan perempuan yang bekerja sebagai buruh, bukanlah pekerjaan pokok tetapi bagi keluarga yang mengandalkan sektor informal, penghasilan yang didapat dapat menjadi penghasilan utama. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan keadaan ini antara lain besarnya jumlah anggota keluarga dan kegigihan para buruh untuk keluar dari lingkungan

kemiskinan (Gardiner et al. 1996).

Anonimous (2011) mengungkapkan beberapa alasan seorang perempuan

bekerja, antara lain: (1) Kebutuhan finansial,kebutuhan keluarga yang tinggi dan

bekerja di luar rumah; (2) Kebutuhan sosial-relasional, perempuan yang bekerja memiliki kebutuhan akan penerimaan sosial dan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja, seperti bergaul; (3) Kebutuhan aktualisasi diri, melalui bekerja, perempuan dapat berkarya, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan atau prestasi adalah bagian dari proses pencapaian kepuasan diri. Sebuah studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja menunjukkan bahwa wanita yang bekerja memiliki tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meskipun ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.

Kesejahteraan Keluarga

Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 menyebutkan bahwa keluarga sejahtera merupakan keluarga yang dibentuk atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan menurut Undang-Undang terbaru Nomor 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa yang disebut sebagai ketahanan atau kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk

hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Schmidt dan Welsh (2010), kesejahteraan subjektif terdiri dari tiga bagian yaitu perasaan positif, perasaan negatif, dan kepuasan yang dirasakan dalam hidup yang akan stabil atau tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan Pichler (2006) menjelaskan kesejahteraan subjektif merupakan hasil evaluasi kehidupan seseorang. Evaluasi tersebut mencakup reaksi emosional, suasana hati

yang dirasakan, dan pendapat tentang kepuasan. Guhardja et al. (1992)

menjelaskan bahwa kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda untuk setiap individu atau bersifat subjektif.

Kesejahteraan juga merupakan suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan

ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara berusaha dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat (Rambe 2004). Maslow (1943), menjelaskan

bahwa konsep kesejahteraan keluarga berdasarkan Maslow’s Hierarchy of Needs

adalah keadaan atau kondisi dimana keluarga dapat memenuhi kebutuhannya,

antara lain self actualization, esteem, belongingness and love, safety, dan

physiological need. Kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain.

Zhang (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa studi yang menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah umur, gender, pendidikan, dan status finansial. Penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Chen (2010) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia di China adalah perbedaan gender dan frekuensi peran. Frekuensi peran yang tinggi akan meningkatkan rata-rata kesejahteraan perempuan. Sedangkan penelitian Firdaus menunjukkan terdapat hubungan nyata antara manajemen keuangan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Contoh yang menerapkan manajemen keuangan dengan baik maka kesejahteraan keluarga akan lebih tinggi.

Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait manajemen keuangan keluarga dan kesejahteraan keluarga telah banyak dilakukan. Penelitian Firdaus (2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata dan positif antara pendidikan suami dengan manajemen keuangan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami maka semakin baik keterampilan keluarga dalam mengelola keuangan keluarga. Selain itu, kesejahteraan keluarga berkorelasi negatif dengan besar keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang dimiliki maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga. Terdapat hubungan antara manajemen keuangan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Semakin baik pengelolaan keuangan keluarga

maka semakin meningkat kesejahteraan suatu keluarga. Berlawanan dengan penelitian Nurulfirdausi (2010) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara manajemen keuangan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

Penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Hasil penelitian terdahulu tersebut dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian pendahulu terkait topik penelitian

No. Tahun Penulis Judul Hasil

1. 2003 Saleha Q MSDK: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kaltim

• Ada hubungan antara

pendidikan istri dan relasi gender

• Ada hubungan antara

pengambilan keputusan dan kepuasan istri

2. 2004 Rambe A Alokasi Pengeluaran

Rumah Tangga dan Tingkat

Kesejahteraan

• Faktor determinan

kesejahteraan subjektif adalah pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga dan pendapatan

2007 Suandi Modal Sosial dan

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

• Manajemen keuangan dan

manajemen anggota keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi objektif keluarga

3. 2008 Firdaus Hubungan Tekanan

Ekonomi, Manajemen Keuangan, dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan

• Ada hubungan antara

tekanan ekonomi, manajemen keuangan, mekanisme koping dan kesejahteraan keluarga 4. 2010 Nurulfirdausi K Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga TKW • Kontribusi ekonomi TKW

tidak berpengaruh pada kesejahteraan keluarga

• Kesejahteraan subjektif

dipengaruhi nyata positif oleh jumlah anak

No. Tahun Penulis Judul Hasil

5. 2010 Irzalinda V Kontribusi Ekonomi,

Peran Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga di Kota dan Kabupaten bogor

• Rata-rata kontribusi nilai ekonomi pekerjaan istri terhadap pendapatan total keluarga adalah 16,4 dan 46,2 persen pada masing- masing dua daerah lokasi penelitian

• Faktor yang berpengaruh

terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah permasalahan keluarga. 6. 2011 Rusydi L N Analisis Perbandingan Manajemen Sumberdaya dan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

• Manajemen waktu dan

keuangan pada keluarga miskin dan tidak miskin tergolong rendah

• Pada keluarga miskin,

semakin tua istri dan suami maka semakin rendah manajemen keuangan keluarga. Sedangkan keluarga tidak miskin, semakin lama pendidikan istri maka semakin baik manajemen keuangan keluarga

Dokumen terkait