• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Keuangan dan Kesejahteraan Keluarga pada Perempuan Buruh Pabrik di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Keuangan dan Kesejahteraan Keluarga pada Perempuan Buruh Pabrik di Kabupaten Bogor"

Copied!
203
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FAUZIAH FAJRIN.Financial management and families well-being of a women’s factory labor in Bogor Regency. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

This study aimed to analyze of financial management and families well being of a women’s factory labor. This research involved 60 samples that were selected purposive. The samples were chosen from families of factory of labor who had husband in Dramaga subdistrict. This research employs descriptive and inferential analysis. Result of the research showed that there was negative significant correlation between wife’s and husband’s age and family size with financial management. It means that the higher wife’s and husband’s age and bigger family size, then lower financial management. There was negative significant correlation between wife’s age and husband’s age with subjective well being. It means that the higher wife’s and husband’s age, then the lower level of subjective well being. There was positive significant correlation between wife’s educational level with financial management, and families outcomes with family subjective well being. It means that the higher wife’s educational level then higher financial management, and the higher families outcomes then the higher level of subjective well being. There was no correlation between financial management and family subjective well being.

Keywords: family financial management, subjective well being ABSTRAK

FAUZIAH FAJRIN. Manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga perempuan buruh pabrik di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga perempuan buruh pabrik di Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan secara purposive yang terdiri dari 60 contoh. Contoh merupakan perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik dan telah memiliki suami di Kecamatan Dramaga. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan nyata antara umur suami dan contoh dan besar keluarga dengan manajemen keuangan. Artinya, semakin tua umur suami dan contoh serta semakin besar keluarga maka semakin rendah kemampuan manajemen keuangan keluarga. Terdapat hubungan yang negatif dan nyata antara umur contoh dan suami dengan kesejahteraan subjekif keluarga. Artinya, semakin tua usia contoh dan suami maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga subjektif. Pendidikan contoh berhubungan positif dan nyata dengan manajemen keuangan keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan contoh maka semakin baik pengelolaan keuangan keluarga. Pengeluaran keluarga juga berhubungan positif dan nyata dengan kesejahteraan keluarga subjektif. Artinya, semakin tinggi pengeluaran keluarga maka semakin tinggi pula kesejahteraan keluarga subjektif. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara manajemen keuangan dengan kesejahteraan keluarga subjektif.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 31 juta orang. Jumlah penduduk miskin di Perkotaan lebih kecil dibanding Perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Perkotaan pada Maret 2010 sebesar 11,2 juta orang. Sedangkan daerah perdesaan pada Maret 2010 mencapai 19,9 juta orang.

Kemiskinan dapat tercermin dari rendahnya partisipasi penduduk yang bekerja, khususnya perempuan. Berdasarkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan jauh lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki. Meskipun demikian, dilihat dari jumlah angkatan kerja selama periode 2006-2008 peningkatan jumlah angkatan kerja perempuan jauh lebih besar dibandingkan laki-laki. Jumlah angkatan kerja perempuan pada tahun 2006 mencapai 38,6 juta orang dan meningkat hingga 42,8 juta orang pada tahun 2008, namun pada tahun yang sama angkatan kerja laki-laki hanya meningkat dari 67,7 juta orang menjadi 69,1 juta orang.

Menurut data BPS (2010), persentase penduduk usia 15 Tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama di sektor industri pada Tahun 2009-2010 menunjukkan bahwa perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Namun terjadi peningkatan jumlah perempuan yang bekerja yaitu sebesar 71 478 jiwa. BPS (2011), keadaan ketenagakerjaan di Jawa Barat pada Februari 2011 ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk yang bekerja. Pada bulan Februari 2011, jumlah angkatan kerja mencapai 20 155 494 jiwa meningkat 941 134 jiwa dibandingkan Februari 2010. Penduduk yang bekerja bertambah sebanyak 990 236 jiwa dibandingkan Februari 2011. Dalam satu tahun terakhir, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja didominasi oleh penduduk perempuan. Penduduk perempuan yang bekerja bertambah sebanyak 574 353 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki yang bekerja bertambah sebanyak 415 883 jiwa.

(3)

penduduk perempuan sebesar 2 195 138 jiwa. Sedangkan hasil Sakernas 2009 menunjukkan bahwa total penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), sekitar dua per tiga penduduk Kabupaten Bogor termasuk angkatan kerja. Sementara itu, persentase penduduk laki-laki yang bekerja (usia 15 tahun ke atas) lebih besar dibandingkan perempuan yaitu 69,3 persen. Sedangkan persentase perempuan (usia 15 tahun ke atas) yang bekerja sebesar 30,7 persen. Bila dilihat dari lapangan usahanya, persentase laki-laki yang bekerja di sektor jasa lebih besar daripada perempuan. Perempuan lebih banyak bekerja di sektor manufaktur (BPS 2010).

Pada dasarnya perempuan yang bekerja tetaplah seorang pengurus rumahtangga. Sajogyo (1981) menjelaskan bahwa peranan perempuan bersifat normatif dengan melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga sekaligus di bidang ekonomi rumah tangga. Posisi/status tersebut, perempuan tidak bisa dikesampingkan sebagai pencari nafkah (utama atau tambahan). Kebanyakan istri yang bekerja dikarenakan minimnya sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga sehingga membutuhkan tambahan sumberdaya lain untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarga yang semakin berkembang.

Guhardja et al. (1992) menyatakan bahwa berkembangnya kehidupan

keluarga maka berkembang pula kebutuhan dan keinginan keluarga yang semakin hari semakin tak terbatas sedangkan sumberdaya yang dimiliki setiap keluarga terbatas. Bahkan kebutuhan dan keinginan tersebut selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu manajemen sumberdaya keluarga yang baik, khususnya sumberdaya keuangan keluarga. Deacon dan Firebaugh (1988) mengatakan bahwa manajemen keuangan keluarga yang optimal akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang maksimal. Tingkat kesejahteraan dapat diukur dari kepuasan subjektif yang dirasakan keluarga berdasarkan sumberdaya yang dimiliki keluarga.

(4)

Perumusan Masalah

Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2011 mengalami kenaikan dibandingkan Februari 2010. Penduduk yang bekerja pada Februari 2011 tercatat sebanyak 18 173 043 jiwa, bertambah 990 176 jiwa dibandingkan Februari 2010 yang tercatat sebanyak 17 182 807 jiwa. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan mengalami kenaikan sebanyak 472 598 jiwa atau meningkat sebesar 8,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya (BPS 2011). Data Sakernas (2011) memperlihatkan bahwa tenaga kerja perempuan di kegiatan informal sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki, masing-masing yaitu 63,77 persen dan 64,02 persen.

Perempuan yang bekerja tersebut tidak terlepas dari berbagai tindak ketidakadilan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh buruh/pekerja perempuan terutama di bidang industri antara lain:

1. Terdapat perbedaan upah kerja perempuan dengan laki-laki. Berdasarkan

Sakernas Tahun 2000-2004 bahwa rata-rata upah kerja yang diterima perempuan adalah 50 persen dari upah yang diterima laki-laki dan 70 persen untuk pekerjaan nonpertanian. Hal ini berarti, upah kerja perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Adapun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Bogor Tahun 2011 sebesar Rp 1 172 060,00 meningkat dibandingkan Tahun 2010 yaitu sebesar Rp 1 056 914,00.

2. Perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan karena selalu ditempatkan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki, yang tidak mensyaratkan pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan, dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahun-tahun.

3. Jam kerja yang lebih panjang, dan sulit mengakses berbagai kursus dan pelatihan.

(5)

penitipan anak. Perusahaan tidak memberikan hak-hak tersebut di atas karena dianggap menganggu produktivitas kerja.

Terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi pekerja perempuan. Kenyataannya, hak-hak perempuan dilindungi dalam Undang. Undang-Undang yang terkait dengan hak perempuan antara lain Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 terkait Ratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Partai Politik, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang lainnya. Namun perlindungan tersebut belum benar-benar dirasakan oleh perempuan yang bekerja.

Pada dasarnya, perempuan yang bekerja mampu memberikan kontribusi

ekonomi terhadap pendapatan keluarga baik utama (primary breadwinner)

maupun tambahan (secondary breadwinner). Hal ini dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan dan keinginan keluarga yang semakin tak terbatas.

Seiring dengan kebutuhan dan keinginan keluarga yang tak terbatas

membuat keluarga membutuhkan suatu manajemen yang optimal. Guhardja et al.

(1992) menjelaskan konsep manajemen tidak dapat membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas menjadi optimal dalam pemanfaatannya.

Di lain pihak, uang merupakan suatu sumberdaya dan sekaligus alat pengukur dari sumberdaya. Besarnya uang yang dimiliki oleh keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimiliki keluarga. Di sisi lain, keberadaan sumberdaya uang dalam keluarga relatif terbatas sedangkan kebutuhan dan keinginan keluarga relatif tak terbatas. Sehingga agar pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha

manajemen keuangan yang baik dan efektif (Guhardja et al. 1992).

(6)

dilakukan demi mencapai tujuan keluarga, yaitu kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga yang tinggi mencerminkan kepuasan yang dirasakan keluarga juga tinggi. Adapun kepuasan yang diukur berdasarkan kepuasan keuangan keluarga, fisik, dan lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan bagaimana buruh pabrik perempuan yang pada umumnya bekerja dalam sektor publik serta domestik keluarga untuk mengelola keuangan keluarganya sehari-hari, agar tetap terpenuhi segala kebutuhan hidup maupun kebutuhan mendesak sekalipun serta langkah-langkah apa saja yang dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengantisipasi permasalahan yang dihadapi keluarga. Mengingat keberadaan perempuan sangat penting dalam kehidupan keluarga.

Maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kontribusi pendapatan buruh perempuan terhadap pendapatan

keluarga?

2. Bagaimana penerapan manajemen keuangan keluarga?

3. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga contoh?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga, manajemen keuangan,

kerjasama gender dalam manajemen keuangan, serta kesejahteraan keluarga?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen keuangan dan kaitannya dengan kesejahteraan keluarga pada perempuan buruh pabrik di Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus:

1. Mengetahui kontribusi pendapatan contoh terhadap pendapatan

keluarga.

2. Mengetahui penerapan manajemen keuangan keluarga.

(7)

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga, manajemen keuangan keluarga, kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga, dan kesejahteraan keluarga subjektif.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan diri

dari ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat memberikan tambahan pengetahuan/referensi bagi peneliti sendiri serta bagi penelitian selanjutnya terkait manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga.

2. Bagi para buruh perempuan dan keluarga, penelitian ini dapat memberi

masukan mengenai cara pengelolaan keuangan keluarga yang efektif dan efisien sehingga tujuan keluarga dapat tercapai yaitu kesejahteraan keluarga.

3. Bagi pemerintah/pengusaha, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan

suatu masukan mengenai gambaran manajemen keuangan yang dilakukan oleh keluarga perempuan buruh pabrik sehingga dapat dijadikan sebagai suatu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pemerintah, khususnya dibidang kesejahteraan keluarga.

4. Bagi perkembangan ilmu, penelitian ini bermanfaat untuk menambah

referensi perkuliahan terkait mata ajaran di departemen ilmu keluarga dan konsumen seperti gender dan keluarga, manajemen sumberdaya keluarga, dan lainnya.

5. Bagi masyarakat khususnya keluarga, penelitian ini bermanfaat untuk

(8)

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga

Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (BKKBN 1996).

Gross, Crandall dan Knoll (1973) mengungkapkan bahwa keluarga merupakan suatu manajerial unit yang mampu mengelola sumberdaya keluarga yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga. Berdasarkan pendekatan sistem, keluarga memiliki hubungan dengan sistem yang lebih luas, dimana keluarga menjadi bagian di sistem tersebut. Hubungan keluarga dengan lingkungannya digambarkan melalui suatu sistem yang saling berkaitan, bergantung, dan berinteraksi satu sama lainnya. Sistem-sistem ini terdiri dari subsistem yang saling mempengaruhi.

Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan keluarga sebagai subsistem dari sistem masyarakat. Keluarga terdiri dari subsistem personal dan manajerial. Subsistem manajerial berfungsi untuk merencanakan dan melaksanakan penggunaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan subsistem personal merupakan bagian yang berhubungan dengan interaksi dinamis dari suatu jalinan hubungan sosial yang akhirnya memberi ciri pada kepribadian seseorang, yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan manajerial. Subsistem

personal terdiri dari komponen input, throughput, dan output.

Teori Struktural Fungsional

Teori struktural fungsional melihat keluarga, kelompok, organisasi, klub sosial, dan lain-lain sebagai sebuah sistem yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Keluarga merupakan bagian subsistem dari masyarakat, yang saling berinteraksi dengan subsistem-subsitem lainnya dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Interaksi yang terjalin merupakan wujud fungsi keluarga untuk menjaga keseimbangan sosial dalam

masyarakat atau dikenal dengan istilah equilibrium state. Selain itu, keluarga

(9)

lingkungan. Sesuai dengan Parson yang menyatakan bahwa keluarga selalu beradaptasi secara mulus menghadapi perubahan lingkungan. Kondisi tersebut

dikatakan keseimbangan dinamis atau dynamic equilibrium (Megawangi 1999).

Teori struktural fungsional juga memandang keluarga sebagai sebuah sistem terkait anggota dalam keluarga. Dalam hal ini, keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Dalam pandangan teori struktural fungsional, dapat dilihat dua aspek yang saling berkaitan yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Selanjutnya, Megawangi (1999) menjelaskan bahwa aspek struktural melihat suatu keseimbangan dalam masyarakat yang diciptakan oleh sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata sehingga anggota keluarga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga. Struktur dalam keluarga dapat menjadikan institusi dalam keluarga sebagai sistem kesatuan. Terdapat tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu status sosial, fungsi sosial, dan norma sosial.

Berdasarkan status sosial, struktur pada keluarga nuklir terdiri dari tiga struktur utama yaitu bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak. Struktur dapat juga berupa figur-figur seperti pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak balita, remaja, dan sebagainya. Sedangkan peran sosial merupakan gambaran peran dari status sosial yang dimiliki. Misalnya, orangtua memiliki peran instrumental yang dipegang oleh bapak/suami sebagai pencari nafkah dan peran ekspresif yang melekat pada ibu/istri dengan memberikan cinta dan kelembutan terhadap keluarga. Norma sosial merupakan peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya, misalnya dalam hal pembagian tugas dalam keluarga (Megawangi 1999) .

(10)

dijalankan dari status sosial tersebut. Levy dalam Megawangi (1999) mengungkapkan bahwa tanpa pembagian tugas yang jelas dari status sosial, maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi sistem yang lebih besar.

Teori Gender

Gender merupakan pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang telah ditetapkan masyarakat maupun budaya. Megawangi (1999) mengungkapkan bahwa peran gender merupakan peran yang diciptakan oleh masyarakat bagi laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan menjalankan peran instrumental atau sebagai pencari nafkah sedangkan perempuan menjalankan peran yang bersifat ekspresif atau berorientasi pada manusia. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan ini bukan didasarkan pada perbedaan biologis melainkan disebabkan oleh faktor sosial budaya. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi mengakibatkan peran perempuan tidak hanya berada dalam sektor domestik saja melainkan juga mampu bekerja di sektor-sektor yang didominasi oleh kaum laki-laki.

Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN, dan UNFAPA (2005) mendefinisikan pembagian kerja atau pembagian peran berdasarkan gender adalah sebagai kerja atau peran yang diwajibkan oleh masyarakat kepada perempuan dan laki-laki baik di dalam rumah maupun komunitas. Peran perempuan di dalam rumah seperti mencuci, mengurus anak dan suami, memasak, dan lainnya. Sedangkan peran laki-laki seperti melindungi dan mencari nafkah untuk semua anggota keluarga. Pembagian peran yang baik dan seimbang tidak akan membuat suatu masalah antara laki-laki dan perempuan, namun juga akan menguntungkan kedua belah pihak.

(11)

dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan tidak ditentukan oleh perbedaan biologis atau kodrati (seks), namun dibedakan berdasarkan kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan (Tabel 1).

Tabel 1 Perbedaan konsep jenis kelamin (sex) dan gender

Seks Gender

Menyangkut perbedaan organ biologis laki-laki dan perempuan (alat reproduksi)

Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil kesepakatan

Peran reproduksi tidak dapat berubah Peran sosial dapat berubah

Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan; tidak mungkin peran laki-laki melahirkan, perempuan membuahi

Peran sosial dapat dipertukarkan. Istri dan suami bertukar peran misalnya suami mengurus rumah tangga sedangkan istri mencari nafkah

Peran reproduksi kesehatan berlaku sepanjang masa

Peran sosial bergantung pada masa dan keadaan

Peran reproduksi kesehatan berlaku di mana saja sama

Peran sosial bergantung budaya masing-masing

Peran reproduksi kesehatan berlaku bagi semua kelas/strata sosial

Peran sosial berbeda antara satu kelas/strata sosial dengan strata lainnya Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh

Tuhan atau kodrat

Peran sosial bukan kodrat Tuhan tetapi buatan manusia

Sumber : Puspitawati (2010)

Manajemen Keuangan keluarga

Guhardja et al. (1992) menjelaskan bahwa uang merupakan salah satu

jenis sumberdaya materi sekaligus merupakan alat pengukur sumberdaya. Uang memiliki empat fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan, sebagai mekanisme bagi pertukaran dan perekonomian secara umum, sebagai hak untuk kebutuhan sumberdaya masa depan, dan sebagai media dalam pertukaran dan perpindahan dengan pemerintah, instansi, kelompok personal, dan individu (Deacon dan Firebaugh 1988).

Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga tidak lagi terbatas, tetapi tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpartisipasi dalam pencarian pendapatan. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukkan berapa banyak sumberdaya uang yang dimilikinya. Dengan kepemilikan uang, seseorang atau keluarga dapat memenuhi keinginannya. Pemanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut dapat mencapai optimum,

(12)

1992). Guhardja, Puspitawati, Hartoyo dan Saharia (1989), mengungkapkan bahwa manajemen merupakan pengelolaan terkait dunia usaha dan aspek lainnya.

Deacon dan Firebaugh (1988), menjelaskan manajemen merupakan suatu bentuk yang dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen sebagai proses dalam mengubah input yang terdiri dari zat/bahan, energi dan informasi menjadi

output. Secara umum, dikenal dengan planning (perencanaan), atau implementing

(pelaksanaan) yang terkait dengan standar aktifitas spesifik, permintaan dan tidak berhubungan langsung dengan pemahaman aktifitas manajerial.

Menurut Olson dan Beard, perencanaan merupakan bagian dari sistem

manajerial yang menerima tujuan dan permintaan lainnya. Berfungsi mengumpulkan informasi mengenai karakteristik alternatif baik kualitatif maupun kuantitatif yang berpotensial. Dalam mewujudkan perencanaan, dibutuhkan pengambilan keputusan mengenai bagaimana merubah permintaan dan bagaimana meningkatkan sumberdaya atau menggunakannya dengan berbeda untuk menghasilkan tujuan yang optimal. Sedangkan pelaksanaan adalah aktifitas/tindakan yang dilakukan dari perencanaan. Dalam mengontrol perencanaan, dibutuhkan pelaksanaan, pengelolaan, dan pengecekkan yang pada

akhirnya akan menghasilkan feedback atau hubungan timbal balik.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses tindakan yang dapat dilakukan sendiri maupun bersama dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki melalui berbagai tahapan-tahapan untuk mencapai keinginan atau tujuan yang ditetapkan. Walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga

(Guhardja et al. 1992)

(13)

banyaknya alternatif produk pangan (Rahmayani dan Hartoyo 2009). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimiliki sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk hasil yang memuaskan.

Salah satu bentuk manajemen keuangan keluarga adalah manajemen cash

flow atau arus kas, yaitu aliran uang yang mengalir mulai mendapatkan uang tersebut, menyimpannya, mengembangkannya, dan mengeluarkannya dengan secara teratur, bijak dan disiplin (Rahmayani dan Hartoyo 2009).

Anonimous (2007) menjelaskan bahwa terdapat dua konsep utama tentang manajemen keuangan keluarga yang wajib diketahui oleh keluarga yaitu tentang

Neraca dan Rugi/Laba serta Manajemen Cashflow/Arus Kas. Pengetahuan akan

cashflow wajib diketahui agar keuangan keluarga tidak akan kacau balau dan terpantau (Gambar 1).

Gambar 1 Konsep Utama Manajemen Arus Kas/Cash-Flow

Sumber: www.myfamillyaccounting.wordpress.com

Pendapatan

Menurut Alabi, Ogbimi dan Soyebo (2006), pendapatan merupakan sumberdaya material yang digunakan untuk membelanjakan atau mendapatkan sumberdaya lain seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya. Pendapatan sangat penting untuk dikelola dengan sebaik-baiknya. Pendapatan merupakan imbalan yang diperoleh seorang konsumen dari pekerjaan yang telah

Dll

Saham Properti Deposito

Obligasi Reksadana Hasil Usaha

Hasil Investasi

Pendapatan Pengeluaran

ATM/Bank Uang Tunai

Dll Fashion Keluarga Besar

Sosial Hiburan Rekreasi Pekerja

Zakat/Pajak Transportasi Keperluan Anak Premi Asuransi Cicilan Utang Rumah Tangga

(14)

dilakukannya untuk mencari nafkah. Pada umumnya, pendapatan yang diterima dalam bentuk uang.

Jumlah pendapatan akan menggambarkan daya beli seseorang. Daya beli seseorang akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seseorang dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan diukur tidak hanya yang diterima oleh seorang individu, melainkan juga semua pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Hal ini berarti, daya beli rumah tangga ditentukan oleh pendapatan dari semua anggota rumah tangga yang telah memiliki penghasilan kemudian dikelola bersama dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan keluarga.

Pencatatan pendapatan dari semua anggota keluarga penting dilakukan karena biasanya sebuah rumah tangga memiliki lebih dari satu orang yang bekerja. Misalnya suami, istri, anak, dan lainnya. Adapun pengukuran pendapatan yang berprofesi sebagai pegawai, karyawan, buruh atau pegawai negeri terdiri dari gaji pokok, tunjangan, bonus, dan pendapatan lainnya (Sumarwan 2002). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan antara lain: pekerjaan, pendidikan dan kecakapan, misalnya seorang pembantu rumah tangga mendapatkan penghasilan yang lebih murah dibandingkan seorang juru ketik; pengalaman dan umur seseorang; besarnya tanggung jawab keluarga; dan tempat bekerja (Sadikin 1975).

Alokasi pengeluaran keluarga

Survei BPS (2002) menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola konsumsi karena adanya penurunan standar hidup secara drastis akibat meningkatnya harga-harga kebutuhan hidup setelah krisis ekonomi tahun 1997. Akibatnya, keluarga yang memiliki penghasilan rendah terpaksa memprioritaskan pengeluaran untuk pangan.

(15)

barang dan jasa, pakaian, dan barang tahan lama lainnya. Adapun persentase pengeluaran keluarga terbesar di negara berkembang adalah pengeluaran untuk pangan yang kemudian diikuti oleh barang dan jasa (BPS 2002).

Pengeluaran perkapita atau pengeluaran per orang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun makin meningkat cukup signifikan. Sejak masa krisis 1998,

pengeluaran perkapita sebesar Rp 317 800,00 meningkat menjadi Rp 1 240

900,00 pada tahun 2007 atau meningkat hampir 300 persen selama 10 tahun

(SUSENAS 2010).

BPS (1994), menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin berkurang persentase pendapatan yang dibelanjakannya untuk makanan. Oleh karena itu, komposisi pengeluaran rumahtangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran mrupakan gambaran meningkatnya perekonomian penduduk.

Perempuan dan Buruh Pabrik

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah dan imbalan dalam bentuk lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua orang yang bekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan dan menerima upah dan imbalan adalah buruh.

Buruh atau karyawan merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi baik pemerintah atau swasta dengan menerima upah atau gaji baik berupa uang maupun barang (BPS 1994). Kebanyakan perempuan yang bekerja sebagai buruh, bukanlah pekerjaan pokok tetapi bagi keluarga yang mengandalkan sektor informal, penghasilan yang didapat dapat menjadi penghasilan utama. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan keadaan ini antara lain besarnya jumlah anggota keluarga dan kegigihan para buruh untuk keluar dari lingkungan

kemiskinan (Gardiner et al. 1996).

Anonimous (2011) mengungkapkan beberapa alasan seorang perempuan

bekerja, antara lain: (1) Kebutuhan finansial,kebutuhan keluarga yang tinggi dan

(16)

bekerja di luar rumah; (2) Kebutuhan sosial-relasional, perempuan yang bekerja memiliki kebutuhan akan penerimaan sosial dan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja, seperti bergaul; (3) Kebutuhan aktualisasi diri, melalui bekerja, perempuan dapat berkarya, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan atau prestasi adalah bagian dari proses pencapaian kepuasan diri. Sebuah studi tentang kepuasan hidup wanita bekerja menunjukkan bahwa wanita yang bekerja memiliki tingkat kepuasan hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meskipun ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan.

Kesejahteraan Keluarga

Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 menyebutkan bahwa keluarga sejahtera merupakan keluarga yang dibentuk atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan menurut Undang-Undang terbaru Nomor 52 Tahun 2009 menjelaskan bahwa yang disebut sebagai ketahanan atau kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk

hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Schmidt dan Welsh (2010), kesejahteraan subjektif terdiri dari tiga bagian yaitu perasaan positif, perasaan negatif, dan kepuasan yang dirasakan dalam hidup yang akan stabil atau tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan Pichler (2006) menjelaskan kesejahteraan subjektif merupakan hasil evaluasi kehidupan seseorang. Evaluasi tersebut mencakup reaksi emosional, suasana hati

yang dirasakan, dan pendapat tentang kepuasan. Guhardja et al. (1992)

menjelaskan bahwa kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda untuk setiap individu atau bersifat subjektif.

(17)

ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara berusaha dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta masyarakat (Rambe 2004). Maslow (1943), menjelaskan

bahwa konsep kesejahteraan keluarga berdasarkan Maslow’s Hierarchy of Needs

adalah keadaan atau kondisi dimana keluarga dapat memenuhi kebutuhannya,

antara lain self actualization, esteem, belongingness and love, safety, dan

physiological need. Kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain.

Zhang (2007) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa studi yang menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah umur, gender, pendidikan, dan status finansial. Penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Chen (2010) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia di China adalah perbedaan gender dan frekuensi peran. Frekuensi peran yang tinggi akan meningkatkan rata-rata kesejahteraan perempuan. Sedangkan penelitian Firdaus menunjukkan terdapat hubungan nyata antara manajemen keuangan keluarga dengan kesejahteraan keluarga. Contoh yang menerapkan manajemen keuangan dengan baik maka kesejahteraan keluarga akan lebih tinggi.

Hasil Penelitian Terdahulu

(18)

maka semakin meningkat kesejahteraan suatu keluarga. Berlawanan dengan penelitian Nurulfirdausi (2010) bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara manajemen keuangan dengan tingkat kesejahteraan keluarga.

Penelitian Simanjuntak (2010) menjelaskan bahwa relasi gender yang semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga subjektif. Hasil penelitian terdahulu tersebut dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian pendahulu terkait topik penelitian

No. Tahun Penulis Judul Hasil

1. 2003 Saleha Q MSDK: Suatu

Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kaltim

• Ada hubungan antara

pendidikan istri dan relasi gender

• Ada hubungan antara

pengambilan keputusan dan kepuasan istri

2. 2004 Rambe A Alokasi Pengeluaran

Rumah Tangga dan Tingkat

Kesejahteraan

• Faktor determinan

kesejahteraan subjektif adalah pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah tangga dan pendapatan

2007 Suandi Modal Sosial dan

Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

• Manajemen keuangan dan

manajemen anggota keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi objektif keluarga

3. 2008 Firdaus Hubungan Tekanan

Ekonomi, Manajemen Keuangan, dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan

• Ada hubungan antara

tekanan ekonomi, manajemen keuangan, mekanisme koping dan kesejahteraan keluarga

4. 2010 Nurulfirdausi

K Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Manajemen Keuangan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga TKW

• Kontribusi ekonomi TKW

tidak berpengaruh pada kesejahteraan keluarga

• Kesejahteraan subjektif

(19)

No. Tahun Penulis Judul Hasil

5. 2010 Irzalinda V Kontribusi Ekonomi,

Peran Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga di Kota dan Kabupaten bogor

• Rata-rata kontribusi nilai ekonomi pekerjaan istri terhadap pendapatan total keluarga adalah 16,4 dan 46,2 persen pada masing-masing dua daerah lokasi penelitian

• Faktor yang berpengaruh

terhadap kesejahteraan keluarga subjektif adalah permasalahan keluarga.

6. 2011 Rusydi L N Analisis

Perbandingan Manajemen Sumberdaya dan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga Miskin dan Tidak Miskin

• Manajemen waktu dan

keuangan pada keluarga miskin dan tidak miskin tergolong rendah

• Pada keluarga miskin,

(20)

KERANGKA PEMIKIRAN

Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan bahwa keluarga merupakan subsistem dalam sistem masyarakat yang luas dan saling berinteraksi. Pendekatan struktural fungsional memandang keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat yang memiliki prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam masyarakat. Salah satu aspek penting dalam pendekatan struktural fungsional melihat setiap keluarga sehat memiliki pembagian peran atau fungsi yang jelas. Fungsi tersebut terpolakan dalam struktur yang jelas dan patuh pada nilai yang berlaku. Struktural fungsional memandang bahwa suatu struktur keluarga akan membentuk kemampuannya untuk berfungsi secara efektif. Misalnya, seorang laki-laki dituntut sebagai pencari nafkah keluarga sedangkan perempuan mengurus keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Megawangi 1999).

Setiap individu dalam keluarga memiliki status dan peranan. Status dan peranan masing-masing individu memiliki arti penting dalam hubungan timbal balik antar individu lainnya. Secara abstrak, status menunjukkan kedudukan dalam masyarakat sedangkan peranan merupakan suatu aspek dinamis dari status. Kedudukan dan peranan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan (Megawangi 1999).

Dilihat dari kerangka status dan peranannya dalam sebuah keluarga, seorang perempuan sebagai istri pada dasarnya adalah pengurus rumahtangga dan laki-laki sebagai suami bekerja mencari nafkah keluarga. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran peran antara laki-laki dan perempuan. Lewis, Burns dan Segner (1969) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan perempuan mengalami perubahan peran dari sektor domestik ke sektor publik, antara lain: 1) Banyak perempuan/istri yang sudah tidak bersama dengan laki-laki/suami; 2) Terjadi perubahan dalam hukum warisan terkait hak milik di luar kontrol perempuan; 3) Kebanyakan suami berkeinginan untuk merubah gaji. Pada akhirnya, kesempatan pendidikan yang semakin tinggi bagi perempuan maka semakin luas lapangan pekerjaan yang didapatkan perempuan.

(21)

tambahan keluarga (secondary breadwinner) disamping suami sebagai pencari

nafkah utama (main breadwinner) untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

keluarga.

Kebutuhan dan keinginan keluarga semakin hari semakin tak terbatas, namun sumberdaya yang dimiliki keluarga sangat terbatas baik dalam jumlah

maupun kualitasnya (Guhardja et al., 1992). Peran perempuan sebagai pengurus

rumah tangga harus mampu memiliki kemampuan dalam mengelola sumberdaya yang terbatas tersebut secara maksimal agar kebutuhan dan keinginan semua anggota keluarga dapat terpenuhi. Salah satu sumberdaya perlu dilakukan adalah pengelolaan sumberdaya keuangan keluarga atau manajemen keuangan.

Deacon dan Firebaugh (1988) menjelaskan bahwa manajemen keuangan keluarga merupakan suatu bentuk yang dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan penggunaan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ogbimi, Soyebo dan Alabi (2006), menjelaskan bahwa manajemen keuangan keluarga merupakan suatu proses pengorganisasian untuk mengalokasikan atau menggunakan uang agar mencapai tujuan yang spesifik terutama dalam pembelian menggunakan uang. Terdapat tiga langkah utama dalam melakukan pengelolaan keuangan keluarga, yaitu perencanaan, melaksanakan rencana yang telah dibuat, dan mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan tersebut (Lewis, Burns dan Segner 1969).

Ogbimi, Soyebo dan Alabi (2006), perencanaan disusun oleh anggota keluarga bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam perencanaan terdiri dari rencana rincian keuangan tahunan yang dikenal sebagai anggaran atau rencana pengeluaran. Sedangkan pelaksanaan merupakan tindakan nyata yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat sebelumnya (Deacon dan Firebaugh 1988). Selain itu, monitoring dan evaluasi juga memiliki peran yang penting dalam pengelolaan keuangan keluarga. Gross dan Crandall (1963), mengatakan bahwa evaluasi tidak hanya mampu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tetapi juga mengukur tingkat kepuasan dari tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

(22)

maupun manusia. Pengelolaan sumberdaya keluarga ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain karakteristik contoh dan keluarga contoh, sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan sekitar seperti sosial, fisik, serta peran pemerintah dalam program bantuan pembangunan fasilitas umum.

Karakteristik buruh dan karakteristik keluarga diduga memiliki hubungan terhadap manajemen keuangan dan tingkat kesejahteraan keluarga. Pada buruh dengan karakteristik buruh dan keluarga yang baik cenderung memiliki pengelolaan keuangan yang baik pula sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dalam mengelola keuangan keluarga, dibutuhkan pembagian kerja antara anggota keluarga, khususnya peran suami dan istri dalam merencanakan, melaksanakan, memonitoring dan mengevaluasi keuangan keluarga.

Peran gender dalam manajemen keuangan keluarga di duga akan mempengaruhi alokasi pengeluaran baik pangan dan nonpangan serta pendapatan keluarga. Buruh yang telah memiliki penghasilan sendiri cenderung memberikan kontribusi terhadap perekonomian keluarga. Hal tersebut, dapat dinyatakan dalam arus kas pendapatan dan pengeluaran baik dari buruh sendiri maupun keluarga.

(23)

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Manajemen Keuangan Keluarga dan Kesejahteraan Keluarga Perempuan Buruh Pabrik di Kabupaten Bogor

Karakteristik contoh:

- Umur

- Lama pendidikan

- Pengalaman kerja

- Riwayat pekerjaan

sebelumnya

- Waktu bekerja

- Waktu libur

- Posisi kerja

- Sarana/transportasi contoh

- Upah kerja contoh/bulan

Karakteristik keluarga contoh:

- Umur suami

- Lama pendidikan suami

- Besar Keluarga

- Pekerjaan suami

- Kepemilikkan aset

- Pendapatan keluarga/bulan

- Pengeluaran keluarga/bulan

Kesejahteraan keluarga

Alokasi pengeluaran keluarga:

- Pangan

- Nonpangan

- Pendapatan keluarga

- Kontribusi pendapatan buruh

- Alurpendapatan dan pengeluaran

Manajemen keuangan keluarga:

- Perencanaan

- Pelaksanaan/Implementasi

- Monitoring dan Evaluasi

Kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga:

- Suami/Istri saja

- Suami/Istri dominan

(24)

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian

yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan dalam jangka waktu panjang. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor tepatnya berlokasi di Kecamatan Dramaga. Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) berdasarkan

pertimbangan bahwa Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan yang merupakan kawasan industri di Kabupaten Bogor dan memiliki banyak penduduk khususnya perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Juni hingga Juli 2011.

Teknik Pemilihan Responden

Populasi dalam penelitian adalah perempuan buruh pabrik di Kecamatan Dramaga. Responden dalam penelitian ini adalah perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik dan telah memiliki suami (keluarga lengkap) di Kecamatan Dramaga. Contoh adalah istri yang bekerja sebagai buruh pabrik dengan keluarga lengkap dan bertempat tinggal di Kecamatan Dramaga. Data terkait contoh didapatkan melalui pendekatan tempat tinggal dan pekerjaan sehingga diperoleh data dengan tahapan sebagai berikut:

1. Peneliti mendatangi Kantor Kecamatan Dramaga. Berdasarkan informasi

yang didapat dari Kantor Kecamatan maka terpilih dua desa yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu Desa Ciherang dan Desa Babakan dengan alasan perkiraan jumlah responden yang dapat ditemui dalam jumlah banyak dan lokasi kedua desa yang dekat dengan salah satu pabrik garmen.

2. Selanjutnya, peneliti mendatangi Kantor Desa Ciherang dan Babakan,

(25)

diperoleh dari RW/RT tersebut, belum mampu memenuhi jumlah yang diteliti, sehingga peneliti melakukan pendekatan pekerjaan untuk memperoleh data terkait perempuan buruh pabrik.

3. Berdasarkan informasi dari ketua RT 01 Desa Ciherang yang juga bekerja

sebagai Satpam/Keamanan di salah satu pabrik dekat dengan daerah penelitian, akhirnya peneliti memilih mengumpulkan data terkait perempuan buruh pabrik yang bekerja di pabrik tersebut, khususnya yang tinggal di Desa Ciherang dan Babakan.

4. Peneliti menemui Kepala Humas dan SDM di pabrik tersebut, dan

diperoleh data 60 buruh yang tinggal di Desa Ciherang dan Babakan. Namun hanya beberapa buruh saja yang dapat dijadikan contoh penelitian ini mengingat kriteria contoh yang sesuai dengan penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari pabrik, peneliti mendatangi langsung ke setiap rumah contoh.

5. Sisanya, peneliti menunggu di depan pabrik kemudian mendatangi contoh

setelah pulang kerja dan menanyakan kesediaannya untuk diwawancarai dengan melakukan perjanjian sebelumnya. Setelah terdapat kesepakatan waktu, selanjutnya peneliti mendatangi rumahnya satu per satu.

Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah menggunakan teknik non probability sampling berupa purposive sampling. Alasan digunakannya teknik

pemilihan non probability sampling, yaitu karena populasi penduduk buruh pabrik

perempuan di Kecamatan Dramaga belum diketahui pasti jumlahnya. Berikut

adalah alasan pemilihan lokasi secara purposive yaitu:

1. Pemilihan Provinsi Jawa Barat dilakukan secara purposive berdasarkan

BPS (2011) bahwa jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Jawa Barat pada Februari 2011 mengalami peningkatan sebanyak 990 176 jiwa dari Februari 2011. Adapun penduduk yang bekerja dengan status buruh/karyawan mengalami peningkatan pula sebesar 8,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

2. Pemilihan Kabupaten Bogor dilakukan secara purposive berdasarkan

(26)

bahwa industri pengolahan memiliki kontribusi paling banyak atau sebesar 45,4 persen untuk kebangkitan ekonomi Kabupaten Bogor.

3. Pemilihan Kecamatan Dramaga dilakukan secara purposive. Menurut BPS

Kabupaten Bogor (2010), Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kawasan industri yang memiliki jumlah penduduk perempuan yang bekerja di pabrik cukup banyak.

4. Berdasarkan data Kecamatan Dramaga bahwa dua desa yang memiliki

mayoritas penduduk sebagai buruh pabrik adalah Desa Ciherang dan Dramaga. Kemudian didapatkan 49 orang berasal dari Desa Ciherang dan 11 orang berasal dari Desa Dramaga. Sehingga jumlah contoh yang diambil untuk penelitian ini adalah 60 orang. Metode penarikan contoh dapat di lihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Metode Penarikan Contoh 

Purposive

Desa Ciherang Desa Dramaga

n keseluruhan = 60 Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Bogor

Kecamatan Dramaga

Purposive berdasarkan BPS 2011

Purposive berdasarkan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat

Purposive berdasarkan BPS Kabupaten Bogor

Purposive berdasarkan Kecamatan Dramaga, Bogor

(27)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung kepada contoh yang merupakan seorang buruh pabrik perempuan yang telah memiliki keluarga

lengkap di Kecamatan Dramaga dengan wawancara mendalam (indepth

interview). Adapun data primer berasal dari kuesioner yang terdiri dari;

1. Karakteristik contoh, meliputi umur, lama pendidikan, pendapatan

perbulan, tempat bekerja, posisi kerja, lama kerja, jam kerja, bagian jam kerja/shift, dan waktu libur

2. Karakteristik keluarga contoh, meliputi umur suami, lama pendidikan

suami, pekerjaan suami, besar keluarga, pendapatan suami, pendapatan keluarga per bulan, pendapatan keluarga per kapita per bulan, alokasi pengeluaran keluarga per bulan, alokasi pengeluaran untuk pangan dan nonpangan, pengeluaran perkapita per bulan, kondisi keuangan keluarga, dan kepemilikan aset keluarga

3. Kontribusi ekonomi contoh terhadap pendapatan keluarga

4. Alur pendapatan dan pengeluaran keluarga

5. Manajemen keuangan keluarga, meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta

monitoring dan evaluasi

6. Kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga, meliputi

perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi

7. Kesejahteraan keluarga subjektif

(28)

Tabel 3 Variabel, Data yang diteliti, Skala, Jenis data, Jumlah item pertanyaan,

Cronbach α

Variabel Data yang diteliti Skala Jenis

Data

pertan yaan

Cronbach α

Karakteristik contoh

Umur contoh Rasio

(tahun)

Primer 28 -

Lama pendidikan contoh Nominal Pengalaman kerja contoh Rasio (tahun) Riwayat pekerjaan contoh sebelumnya Nominal

Bagian jam kerja Nominal

Lama kerja contoh Rasio

(jam/hari)

Hari kerja contoh Nominal

Waktu libur Nominal

Posisi kerja contoh Nominal

Sarana/transportasi contoh

Nominal

Upah kerja contoh per bulan Rasio (Rp/bulan) Karakteristik keluarga contoh

Umur suami contoh Rasio

(tahun)

Primer 48 -

Lama pendidikan suami contoh

Rasio (tahun)

Besar keluarga contoh Rasio

(orang)

Pekerjaan suami contoh Nominal

Kepemilikan aset Rasio

Pendapatan keluarga per bulan Rasio (Rp/bulan) Pengeluaran keluarga per bulan Rasio (Rp/bulan) Aliran pendapatan/ cashflow

Primer -

Manajemen keuangan keluarga

Ordinal (1-3)

Primer 36 0,845

Kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga Ordinal (1-5)

Primer 36 0,969

Kesejahteraa n subjektif

Ordinal (1-3)

(29)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah melalui beberapa tahapan, seperti editing,

coding, scorring, entry data dan cleaning data. Kemudian dilanjutkan dengan analysis data. Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan:

a) Karakteristik contoh meliputi umur contoh, lama pendidikan contoh, pengalaman kerja contoh, riwayat pekerjaan contoh sebelumnya, waktu kerja, posisi kerja, sarana/transportasi ke tempat kerja, upah kerja/bulan. b) Karakteristik keluarga contoh meliputi umur suami, lama pendidikan

suami, besar keluarga, pekerjaan suami, kepemilikan aset, pendapatan keluarga per bulan, dan pengeluaran keluarga per bulan.

c) Aliran pendapatan/cashflow melalui wawancara mendalam (

indepth-interview).

d) Kontribusi ekonomi contoh terhadap pendapatan keluarga contoh diolah

dengan menggunakan rumus:

Kontribusi ekonomi (%) = Pendapatan buruh (Rp/bulan)

Pendapatan keluarga (Rp/bulan) x %

e) Manajemen keuangan keluarga, terdiri atas 3 subitem level antara lain perencanaan (12 pertanyaan), pelaksanaan (19 pertanyaan), serta monitoring dan evaluasi (5 pertanyaan). Setiap butir pertanyaan disediakan tiga jawaban, yaitu jarang diberi skor 1, kadang-kadang diberi skor 2, dan sering diberi skor 3. Selanjutnya skor masing-masing subitem level dijumlahkan dan diperoleh skor total. Oleh karena ketiga subitem level memiliki jumlah pertanyaan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus sebagai berikut:

Indeks = Skor yang dicapai – skor terendah

skor tertinggi – skor terendah x

Secara keseluruhan penerapan manajemen keuangan keluarga, dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan perhitungan interval kelas untuk subitem level dalam penelitian ini yaitu:

Interval kelas IK) = 100-0)

(30)

Oleh karena itu, cut off yang digunakan pada setiap selang kategori untuk setiap variabel penelitian yaitu:

a. Rendah : 0– 33,3

b. Sedang : 33,4 – 66,6

c. Tinggi : 66,7 – 100

f) Kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga, terdiri atas 3 subitem level antara lain perencanaan (12 pertanyaan), pelaksanaan (19 pertanyaan), serta monitoring dan evaluasi (5 pertanyaan). Setiap butir pertanyaan disediakan 5 jawaban, yaitu suami saja diberi skor 1, suami dominan diberi skor 2, suami dan istri diberi skor 3, istri dominan diberi

skor 4, dan istri saja diberi skor 5. Selanjutnya dilakukan recode skor

menjadi: suami saja diberi skor 1, suami dominan diberi skor 2, suami dan istri diberi skor 3, istri dominan diberi skor 2, dan istri saja diberi skor 1. Skor masing-masing subitem level dijumlahkan dan diperoleh skor total. Oleh karena ketiga subitem level memiliki jumlah pertanyaan yang tidak sama, maka masing-masing skor ditransformasikan ke dalam bentuk indeks, dengan rumus sebagai berikut:

Indeks = skor yang dicapai – skor terendah

skor tertinggi – skor terendah x

Secara keseluruhan kerjasama gender dalam manajemen keuangan keluarga, dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan perhitungan interval kelas untuk subitem level dalam penelitian ini yaitu:

Interval kelas IK) = 100-0)

3 33,3

Oleh karena itu, cut off yang digunakan pada setiap selang kategori untuk

setiap variabel penelitian yaitu:

a. Rendah : 0 – 33,3

b. Sedang : 33,4 – 66,6

c. Tinggi : 66,7 – 100

(31)

skor dijumlahkan dan dicari persentase dan dirata-rata skor masing-masing butir pertanyaan. Kemudian dari hasil skoring dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan rumus:

Interval kelas IK) = skor maksimum (NT – skor minimum NR

∑kategori

Pembagian kategori sebagai berikut:

1. Rendah : skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK

2. Sedang : skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK

3. Tinggi : skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum

Secara keseluruhan kesejahteraan keluarga subjektif dikelompokkan menjadi tiga kelompok dengan perhitungan interval kelas untuk subitem level dalam penelitian ini yaitu:

Interval kelas IK) = 100%-0%)

3 33,3%

Oleh karena itu, cut off yang digunakan pada setiap selang kategori untuk

setiap variabel penelitian yaitu: a. Rendah : 0%– 33,3%

b. Sedang : 33,4% – 66,6% c. Tinggi : 66,7% – 100%

2. Uji Korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan karakteristik contoh dan

keluarga contoh, manajemen keuangan dan kesejahteraan keluarga subjektif. Sebelum melakukan analisis data, instrumen yang telah tersusun dalam kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu. Suatu instrumen yang valid menandakan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid. Selain itu, dalam menguji alat ukur tersebut dibutuhkan suatu uji reliabilitas yang mencirikan keterandalan yang dapat dipercaya dari alat ukur yang akan digunakan.

(32)

Definisi Operasional

Manajemen keuangan keluarga adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi keuangan yang dimiliki oleh keluarga untuk mencapai kesejahteraan keluarga dinyatakan dengan indeks. Semakin tinggi indeks maka semakin baik pengelolaan keuangan keluarga.

Keluarga adalah suatu subsistem dalam sistem masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak; ayah dan ibu; ayah dan anak; maupun ibu dan anak yang saling berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan.

Kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009).

Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan keluarga yang diukur berdasarkan kepuasan istri terhadap pemenuhan kebutuhan hidup di dalam masyarakat, dimana semakin puas perasaan istri maka akan semakin sejahtera, dinyatakan dengan indeks yang berarti semakin tinggi indeks maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga.

Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diterima anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berasal dari anggota keluarga yang bekerja yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Upah kerja adalah sejumlah uang yang didapatkan oleh contoh yang bekerja di industri yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Alokasi pengeluaran keluarga adalah jumlah uang yang dikeluarkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik pangan maupun nonpangan yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pengeluaran pangan adalah rata-rata besarnya uang yang dikeluarkan keluarga untuk konsumsi makanan dan minuman yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

(33)

Aset keluarga adalah kekayaan dan ruang milik keluarga yang berupa rumah, lahan (sawah, kebun, pekarangan, dan kolam), ternak dan barang berharga lainnya yang dapat ditukarkan dengan uang ketika dibutuhkan.

Buruh perempuan adalah seorang wanita yang bekerja pada industri dengan menerima upah atau gaji berupa uang per bulannya.

Gender adalah pembagian tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan budaya dan sosial masyarakat.

Konsep gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang terbentuk oleh faktor sosial dan budaya sehingga lahir peran sosial dan budaya dalam masyarakat.

Peran gender adalah pembagian kerja antara suami dan istri di dalam rumah maupun dalam komunitas yang dinyatakan dalam suami saja, suami dominan, suami dan istri, istri dominan, dan istri saja.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Dramaga terletak di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Dramaga merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciomas. Sebelumnya Dramaga merupakan wilayah kemantren ketika masih tergabung dalam kecamatan Ciomas. Kecamatan Dramaga terletak di bagian barat dari kota, tepatnya sekitar 12 Km dari pusat Kota Bogor. Luas wilayah sebesar 2 437 636 Ha. Wilayah Kecamatan Dramaga merupakan sentra produksi manisan basah dan kering, baik itu dari buah-buahan (pala, mangga, jambu batu, kemang, pepaya,

kweni, salak, kedondong, buah atep atau caruluk untuk membuat kolang-kaling)

maupun dari bahan sayuran (wortel, labu siam, pare, lobak, bligo, serta ubi jalar). Sebagian besar tanah yaitu 972 Ha digunakan untuk sawah, 1 145 Ha untuk lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49,79 lahan basah (rawa, danau, tambak, situ), 20,30 Ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga memiliki batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat.

(35)

Karakteristik Contoh Umur Contoh

[image:35.595.65.490.22.820.2]

Umur contoh dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok umur dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun) dan dewasa akhir (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat (85,0%) umur contoh berada pada rentang usia 18-40 tahun dengan rata-rata umur contoh yaitu 33,4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur contoh didominasi pada tahap dewasa muda menurut kategori Hurlock (1980).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur (tahun)* Jumlah (n=60) Persentase (%)

Dewasa muda (18-40) 51 85,0

Dewasa madya (41-60) 9 15,0

Dewasa akhir (>60) 0 0,0

Rata-rata (tahun) 33,4

Minimum (tahun) 20

Maksimum (tahun) 53

Standard deviasi (tahun) 7,1

*Kategori menurut Hurlock (1980)

Lama Pendidikan Contoh

Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir separuh (36,7%) contoh mengenyam pendidikan selama 10 hingga 12 tahun dengan rata-rata lama pendidikan yang ditempuh oleh contoh yaitu 9,1 tahun. Hal ini berarti, rata-rata contoh menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMP. Adapun rata-rata pabrik mensyaratkan minimum tingkat pendidikan sebagai buruh pabrik yaitu tamat SMP.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan

Lama pendidikan (tahun) Jumlah (n=60) Persentase (%)

1-6 (SD) 21 35,0

7-9 (SMP) 17 28,3

10-12 (SMA) 22 36,7

13-16 (PT) 0 0,0

Rata-rata (tahun) 9,1

Minimum (tahun) 6

Maksimum (tahun) 12

Standard deviasi (tahun) 2.56

(36)

Pengalaman Kerja Contoh

Seluruh contoh bekerja sebagai buruh di pabrik garmen. Dilihat dari pengalaman kerja contoh di pabrik, hampir separuh (40%) contoh baru bekerja selama kurang dari satu tahun. Akan tetapi, lebih dari seperempat (28,3%) contoh memiliki pengalaman kerja di pabrik lebih dari lima tahun. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pengalaman kerja di pabrik

Pengalaman kerja (tahun) Jumlah (n=60) Persentase (%)

< 1 24 40,0

1-2 7 11,7

2-5 12 20,0

> 5 17 28,3

Riwayat Pekerjaan Contoh

Istri memiliki peran yang penting dalam keluarga. Selain menjadi ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan reproduksi, juga berperan dalam kegiatan ekonomi keluarga yakni membantu memenuhi kebutuhan keluarga baik sebagai pencari nafkah utama maupun tambahan. Sebelum bekerja di pabrik saat ini, hampir separuh (48,4%) contoh tidak memiliki pekerjaan sebelumnya atau sebagai ibu rumah tangga. Selain itu, hampir separuh (45,0%) contoh memiliki pekerjaan sebelumnya juga sebagai buruh pabrik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan riwayat pekerjaan sebelumnya

Riwayat pekerjaan sebelumnya Jumlah (n=60) Persentase (%)

Ibu rumah tangga 29 48,4

Memiliki usaha 2 3,3

Buruh 27 45,0

Tukang cuci 1 1,6

Penjaga counter 1 1,7

Waktu Bekerja Contoh

(37)

bercanda, memeriksa tugas-tugas sekolahnya meskipun istri lelah setelah seharian bekerja di luar rumah. Oleh karenanya, istri yang bekerja tetap harus membagi waktu antara keluarga dengan pekerjaan. Walaupun kebanyakan istri yang bekerja terbentur pada aturan perusahaan/pabrik terkait bagian jam kerja.

Pada umumnya, setiap pabrik memiliki bagian jam kerja yang berbeda-beda. Beberapa pabrik menerapkan sistem shift yang terdiri dari shift pagi, siang dan malam serta sistem normal. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat (86,7%) contoh memiliki bagian kerja normal atau tanpa shift. Hal ini berarti, kebanyakan contoh memiliki jam kerja normal yaitu berangkat pagi sekitar pukul 07.00 hingga sore sekitar pukul 16.00.

Tabel 8 juga menunjukkan lebih dari separuh (55,0%) contoh memiliki jam kerja 10 hingga 11 jam per hari, dengan rata-rata lama kerja sebesar 10,4 jam per hari. Adapun standar kerja hampir di seluruh Indonesia rata-rata adalah 8 jam. Biasanya dimulai pada pukul 08.00 hingga 17.00. Kebanyakan perusahaan menerapkan kerja lembur atau melebihi lama kerja normal, namun kelebihan waktu tersebut di bayar dengan upah lembur sesuai aturan masing-masing perusahaan/pabrik. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk pekerja dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.

Tabel 8 juga memperlihatkan 3,3 persen contoh atau dua orang yang memiliki lama bekerja 14 jam per hari. Artinya, contoh sudah melebihi standar

kerja yang umum berlaku. Adapun posisi kerja contoh yaitu sebagai quality

control dan pembuang benang.

(38)
[image:38.595.108.507.97.401.2]

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan waktu bekerja

Karakteristik Jumlah (n=60) Persentase (%)

Bagian jam kerja

Normal 52 86,7

Shift 8 13,3

Lama kerja (jam/hari)

<8 0 0,0

8-9 18 30,0

10-11 33 55,0

12-13 7 11,7

≥14 2 3,3

Rata-rata 10,4 Minimal 9 Maksimal 14

Standard deviasi 1,2

Hari kerja

-5 hari 21 35,0

-6 hari 39 65,0

Rata-rata 5,7 Minimal 5 Maksimal 6

Standard deviasi 0,5

Berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Waktu libur wajib diberikan pabrik kepada buruhnya. Biasanya dalam satu minggu diharuskan memiliki waktu libur minimal satu kali. Tabel 9 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (65,0%) contoh memiliki waktu libur dalam seminggu hanya satu hari saja yaitu hari Minggu. Istri yang memiliki waktu libur lebih banyak memungkinkan istri memberikan waktu yang lebih luang untuk mengurus keluarga.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan waktu libur

Waktu libur Jumlah (n=60) Persentase (%)

Minggu 39 65,0

Sabtu-Minggu 21 35,0

 

Posisi Kerja Contoh

(39)
[image:39.595.85.477.204.435.2]

keahlian, semakin baik pula posisi kerja yang ditempati. Pada penelitian ini terlihat beragam posisi kerja contoh, antara lain umum, menjahit, penyelesaian, kontrol kontrol, supervisor, pembuang benang, penolong, pengemasan, potong, pola, kebersihan, kantin dan gudang. Lebih dari separuh (60,0%) contoh menempati posisi kerja sebagai penjahit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan posisi kerja

Posisi sebagai pekerja Jumlah (n=60) Persentase (%)

General (umum) 3 5,0

Sewing (penjahit) 36 60,0

Finishing (penyelesaian) 2 3,3

Quality control (kontrol kualitas) 4 6,7

Supervisor (pengawas) 4 6,6

Streaming (buang benang) 2 3,3

Helper (penolong) 2 3,3

Packing (pengemasan) 2 3,3

Cutting (Potong) 1 1,7

Pola 1 1,7

Kebersihan 1 1,7

Kantin 1 1,7

Gudang 1 1,7

Sarana/Transportasi Contoh menuju Tempat Kerja

Sementara itu kendaraan yang biasa dipakai contoh selama bekerja di pabrik terlihat dalam Tabel 11. Lebih dari tiga perempat (80,0%) contoh menggunakan kendaraan umum sebagai alat transportasi menuju pabrik. Selebihnya atau kurang dari seperempat contoh menggunakan motor dan berjalan kaki menuju tempat kerja/pabrik. Hal ini dimungkinkan karena tempat kerja contoh tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal contoh sehingga dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan umum.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kendaraan yang dipakai selama bekerja

Kendaraan yang digunakan Jumlah (n=60) Persentase (%)

Milik pribadi 10 16,7

Umum 48 80,0

Lainnya 2 3,3

Upah Kerja Contoh per Bulan

(40)

dengan rata-rata upah kerja per bulan sebesar Rp 1 104 038,00. Hal ini berarti, sebagian besar contoh termasuk kategori kurang sejahtera atau memiliki upah kerja yang berada di bawah UMK pemerintah Kabupaten Bogor 2011. Adapun

UMK pemerintah Kabupaten Bogor 2011 sebesar Rp 1 172 060,00. 

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap propinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Propinsi. Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 menyatakan bahwa penentuan upah minimum diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan kehidupan yang layak.

Pemberian upah merupakan suatu imbalan/balas jasa dari perusahaan kepada tenaga kerjanya atas prestasi dan jasa yang disumbangkan dalam kegiatan produksi. Penerimaan upah kerja responden dalam penelitian ini diberikan pabrik melalui beberapa satuan waktu tertentu, antara lain mingguan, dua minggu dan setiap bulannya. Adapun cara pembayaran upah oleh pabrik dilakukan melalui dua cara pembayaran yaitu uang tunai dan pembayaran via ATM yang di transfer pihak pabrik ke rekening contoh.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan upah kerja per bulan

Upah kerja/bulan Jumlah (n=60) Persentase (%)

< Rp 1 000 000,00 21 35,0

Rp 1 000 000-1 999 999,00 37 61,7

Rp 2 000 000-2 999 999,00 2 3,3

Rata-rata (Rupiah) 1 104 038,00

Minimum (Rupiah) 504 000,00

Maksimum (Rupiah) 2 400 000,00

Standar deviasi (Rupiah) 32 1726,30

Karakteristik Keluarga Contoh Umur Suami Contoh

(41)

menurut kategori Hurlock (1980). Salah satu tugas perkembangan dewasa muda (18-40 tahun) adalah mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga dan mengelola rumah tangga. Sebagian besar contoh telah menyelesaikan pendidikan dan memasuki dunia pekerjaan. Secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru dan belajar mengasuh anak. Tahap dewasa muda juga mulai membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Penyesuaian diri dan bekerja sama dilakukan dengan pasangan hidup masing-masing. Selain itu. juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga (Anonimous 2011).

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan umur suami

Umur (tahun)* Jumlah (n=60) Persentase (%)

Dewasa muda (18-40) 41 68,3

Dewasa madya (41-60) 19 31,7

Dewasa akhir (>60) 0 0,0

Rata-rata (tahun) 36,6

Minimum (tahun) 25,0

Maksimum (tahun) 54,0

Standard deviasi (tahun) 7,6

*Kategori menurut Hurlock (1980) Lama Pendidikan Suami Contoh

Pendidikan suami contoh dilihat dari lama pendidikan formal yang ditempuh. Lama pendidikan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu pendidikan hingga jenjang Sekolah Dasar (1-6 tahun), jenjang SMP (7-9 tahun), jenjang SMA (10-12 tahun), dan jenjang Perguruan Tinggi (13-16 tahun).

(42)
[image:42.595.111.512.105.231.2]

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami

Lama pendidikan (tahun) Jumlah (n=60) Persentase (%)

1-6 (SD) 24 40,0

7-9 (SMP) 9 15,0

10-12 (SMA) 25 41,7

13-16 (PT) 2 3,3

Rata-rata (tahun) 9,2

Minimum (tahun) 6,0

Maksimum (tahun) 15,0

Standard deviasi (tahun) 2,9

Besar Keluarga Contoh

Besar keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga inti dan sanak saudara yang tinggal bersama keluarga. Besar keluarga pula dapat ditentukan berdasarkan banyaknya anggota keluarga. Menurut BKKBN (1998), besar

keluarga dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7

orang) dan besar (> 7 orang). Berdasarkan penelitian pada Tabel 15 bahwa hampir tiga perempat (71,7%) contoh memiliki besar keluarga berada dalam kategori kecil, yaitu kurang dari empat orang atau sebanyak 43 orang dengan rata-rata besar keluarga sebesar 3,9 orang. Besar keluarga berkaitan dengan pengeluaran keluarga, semakin besar anggota keluarga maka pengeluaran keluarga semakin bertambah.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga (orang)* Jumlah (n=60) Persentase (%)

Kecil (≤ 4 orang) 43 71,7

Sedang (5-7 orang) 17 28,3

Besar (> 7 orang) 0 0,0

Rata-rata (orang) 3,9

Minimum (orang) 2,0

Maksimum (orang) 7,0

Standard deviasi (orang) 1,2

*Kategori menurut BKKBN (1998)

Pekerjaan Suami Contoh

(43)

yang profesional menyediakan pendapatan yang lebih tetap dibandingkan pekerjaan swasta. Namun pekerjaan sebagai swasta cenderung untuk memiliki kesempatan lebih dalam meningkatkan pendapatan keluarga.

[image:43.595.81.481.298.487.2]

Hampir separuh (31,7%) pekerjaan suami contoh bekerja sebagai buruh/kuli. Penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan yang ditempuh oleh suami contoh yaitu 9,2 tahun. Pada usia tersebut, kebanyakan suami contoh telah menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMP. Sedangkan salah satu persyaratan yang banyak ditemui jika bekerja sebagai buruh adalah seseorang yang telah menamatkan pendidikan hingga jenjang SMA. Jenis pekerjaan suami dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami contoh

Jenis pekerjaan suami Jumlah (n=60) Persentase (%)

Buruh/ kuli 19 31,7

Pedagang 1 1,7

Wiraswasta 5 8,3

Supir 10 16,7

Karyawan/pegawai 13 21,7

Petani 1 1,7

PNS 3 5,0

Koki 3 5,0

Ojek 1 1,7

Tukang parkir 1 1,7

Tidak bekerja 3 5,0

Kepemilikan Aset

Deacon dan Firebaugh (1988), material aset merupakan sumber aset keluarga yang memiliki nilai ekonomi dan dapat digunakan untuk melindungi, merubah, mengkonsumsi, atau memproduksi/investasi. Ketersediaan aset dapat memudahkan manajemen dari hal-hal yang tidak dapat diprediksikan. Salah satu

aset berupa uang tunai (cash

Gambar

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan waktu bekerja
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan posisi kerja
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mendukung pernyataan Firdaus dan Sunarti (2009) bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi maka semakin rendah kesejahteraan keluarga, dan semakin baik

Pendugaan faktor-faktor berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan dengan menggunakan model regresi logistik binari menunjukkan bahwa variabel demografi (jumlah keluarga, umur

Aron Sebagai Lapangan Kerja sebagai Sektor Informal Bagi Wanita Pedesaan dan Sumbangannya Terhadap pendapatan Keluarga, Skripsi (S-1), Departemen Antropologi (Online),

Mengenai peran isteri/ibu yang melaksanakan dua peran yakni sebagai isteri atau ibu rumah tangga di dalam keluarga (domestik) dan juga bekerja sebagai buruh tani di desa

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis saya yang berjudul Pengaruh Pendapatan, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pekerja Buruh

Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik lansia dalam ukuran keluarga (86.3%) LM memiliki anggota keluarga 2-4 orang dan tergolong keluarga

Secara keseluruhan, perspektif gender dalam pengambilan keputusan mengenai aktivitas di sektor domestik pada lebih dari separuh contoh keluarga petani padi (56%)

Menurut Murdock keluarga merupakan suatu grup sosial (kelompok sosial) yang dapat dikatakan tempat tinggal bersama, bekerja sama dari dua jenis kelamin dan satu atau lebih