• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAN NONPEMBUDIDAYA IKAN DI KABUPATEN BOGOR

NOORMA BUNGA ANIRI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2008

(3)

RINGKASAN

NOORMA BUNGA ANIRI. Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HARTOYO.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah; (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor; (2) mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor; (4) menganalisis strategi untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor.

Desain penelitian adalah cross-sectional study dan dilaksanakan pada bulan Januari 2008 berlokasi di Kecamatan Ciseeng. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dua desa yang mewakili dua kelompok keluarga. Desa Parigi Mekar mewakili kelompok keluarga pembudidaya ikan dan desa Ciseeng untuk keluarga nonpembudidaya ikan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 70 orang yang terdiri dari 40 responden pembudidaya ikan dan 30 responden nonpembudidaya ikan. Pemilihan responden pembudidaya ikan dilakukan secara purposive, sedangkan untuk keluarga nonpembudidaya ikan dilakukan secara acak pada tingkat rukun tetangga (RT).

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data ini meliputi karakteristik demografi, ekonomi, sosial budaya, pengeluaran keluarga serta indikator tingkat kesejahteraan BKKBN dan sosiometrik. Data sekunder adalah karakteristik lokasi yang diperoleh dari data monografi desa dan Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor.

Secara umum karakteristik keluarga yang terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia kepala keluarga dan istri, pendidikan kepala keluarga dan istri, pendapatan dan pengeluaran perkapita antara keluarga kelompok budidaya dan non budidaya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan berdasarkan uji beda t. Perbedaan yang sangat signifikan terdapat pada aset keluarga kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan indikator Biro Pusat Statistik (BPS) dan Sosiometrik, sebagian besar keluarga pada kedua kelompok berada pada kategori sejahtera. Sedangkan menurut indikator BKKBN sebanyak 42,5% dan 56,7% dari keluarga kelompok budidaya dan non budidaya dikategorikan miskin. Berdasarkan indikator Sosiometrk sebagian besar responden dinyatakan sejahtera. Sensitivitas dan spesitivitas indikator BKKBN dengan benchmark indikator BPS adalah sebesar 77,8 dan 55,7. sedangkan untuk indikator Sosiometrik adalah sebesar 66,7 dan 96,7. Terdapat hubungan yang signifikan antara indikator Sosiometrik dengan indikator BPS.

(4)

istri juga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, demikian pula dengan aset keluarga.

Strategi peningkatan kesejahteraan keluarga yang sesuai dengan permasalahan dan faktor yang berpengaruh nyata adalah dengan melalui peningkatan pendapatan keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga akan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengumpulkan aset keluarga yang lebih banyak lagi. Upaya peningkatan pendapatan keluarga dapat dicapai dengan peningkatan tingkat pendidikan dan ketrampilan kepala keluarga dan generasi penerusnya untuk dapat memotong rantai kemiskinan dan mewujudkan tujuan MDGs. Perlu suatu strategi untuk meningkatkan minat dan akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi. Upaya perbaikan akses dan minat diperlukan untuk meningkatkan keterjangkauan pendidikan lanjut

Program Keluarga Harapan merupakan langkah awal yang baik dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Program ini mempunyai nilai tambah yaitu pemberdayaan masyarakat. Peserta tidak hanya memperoleh bantuan berupa uang tunai tetapi peserta juga diberdayakan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga nantinya dalam jangka panjang dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dengan usaha sendiri.

(5)

of Aquaculturist and non Aquaculturist Family in Bogor Regency. Supervised by Hartoyo.

The objective of the research was to analyze factor that affecting the family welfare in both family and strategies to overcome poverty among them. A cross sectional survey involved 70 purposive samples in two selected villages, Parigi Mekar and Ciseeng. Both group have the same characteristic in general, but there is a significant differences (p<0,05) on family assets between aquaculturist and non aquaculturist family. The study used three methods to indicate family welfare, those are BPS (expenditure per capita compared to poverty line), BKKBN (six qualitative indicator), and Sosio Metrics Matrix (eight qualitative indicator). The result of the study indicated that prevalence of poor family in aquaculture group was vary from 2,5% (BPS methods) to 42,5% (BKKBN methods), prevalence of poor family in non aquaculture group was vary from 20% (Socio Metrics Matrix methods) to 56,7% (BKKBN methods). By using BPS methods as a benchmark, BKKBN methods has a high sensitivity but low spesitivity, while Socio Metrics Matrix methods has a low sensitivity but high spesitivity. The result of the logistic regression analysis indicated that the number of family member and family income significantly influencing family welfare based on all welfare indicator. BKKBN also indicated that family welfare influenced by wife education. Poverty reduction is the one of main priority of goverment development strategies. Increasing family income is one way to improving family welfare. Accescibility improvement for achieving the higher education level is a key to poverty reduction strategy in the next generation.

(6)

ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PEMBUDIDAYA

DAN NONPEMBUDIDAYA IKAN DI KABUPATEN BOGOR

NOORMA BUNGA ANIRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul : Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Noorma Bunga Aniri Nomor Pokok : A54104024

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Hartoyo, MSc. NIP. 131669952

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131124019

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas izin dan inayah-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor” sehingga dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian setelah penulis menyelesaikan studi pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis dibantu oleh berbagai pihak dalam menyelesaikan penelitian ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Hartoyo, MSc selaku dosen pembimbing atas kesediaan dan kesabaran beliau membimbing penulis dan memberikan saran demi kesempurnaan karya ilmiah.

2. Ibu Ir. Retnaningsih, Msi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran dan masukan untuk penyempurnaan karya ilmiah penulis.

3. Seluruh staf pengajar dan komisi pendidikan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

4. Kelompok tani ikan Telaga Biru, Bapak Edi dan anggotanya yang telah memberikan data yang sangat berguna bagi penelitian penulis, Ketua RT dan RW Desa Ciseeng dan Parigi Mekar yang telah memberikan informasi dalam penelitian penulis.

5. Bapak dan Ibuku yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dan do’a yang tulus untuk penyelesaian studi ini. It’s for you mom and dad.

6. Keluarga Paklik Hari di Nunukan, Kalimantan Timur dan keluarga besar Pacitan atas doa dan motivasinya dalam penyelesaian skripsi penulis.

7. Teman-teman Gamasakers 41 semuanya atas kebersamaan dan kenangan yang diberikan selama masa perkuliahan.

8. Bagus Zulfikhal Muthi yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data dan penyelesaian tugas akhir penulis.

9. Keluarga besar Pondok Ginastri (Nayu, Agus, Ari, Melisa, Yeyet, Apen, Gita, Sinta, Irma, Nisa, Ochie, Lesty dll) atas kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 16 Oktober 1986. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Moh. Djumhuri,SH. dan Sriani. Pendidikan dasar ditempuh penulis di Sekolah Dasar Negeri Jenangan 1, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo dan ditamatkan pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Ponorogo dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Ponorogo masing-masing pada tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama menyelesaikan studinya penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Penulis aktif menjadi anggota beberapa organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai staf Departemen of Education Forum for

Scientific Studies (FORCES), staf Kajian Strategis Himpunan Mahasiswa

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... iv

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Millenium Development Goals ... 6

Kesejahteraan dan Kemiskinan ... 7

Indikator Kesejahteraan... 10

Indikator Biro Pusat Statistik ... 11

Indikator BKKBN... 11

Indikator Sosio Metrics Matrix... 12

Penanggulangan Kemiskinan ... 13

Karakteristik Keluarga... 15

Budidaya Perairan ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN... 19

METODE PENELITIAN ... 22

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 22

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22

Pengolahan dan Analisis Data... 22

Definisi Operasional... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Karakteristik Lokasi... 28

Karakteristik Keluarga Responden ... 29

Jumlah Anggota Keluarga ... 29

Usia Kepala Keluarga dan Istri ... 30

Pendidikan Kepala Keluarga dan Istri... 31

Pekerjaan Kepala Keluarga Responden... 33

Pendapatan Keluarga Responden... 34

Aset Keluarga Responden... 36

Tingkat Kesejahteraan Keluarga Responden ... 38

Indikator BPS... 38

Indikator BKKBN... 41

Indikator Sosiometrik ... 44

Indikator Gabungan ... 46

Tingkat Akurasi Indikator BPS, BKKBN, Sosiometrik, dan Indikator Gabungan ... 48

(11)

DAN NONPEMBUDIDAYA IKAN DI KABUPATEN BOGOR

NOORMA BUNGA ANIRI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2008

(13)

RINGKASAN

NOORMA BUNGA ANIRI. Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HARTOYO.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah; (1) mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor; (2) mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor; (4) menganalisis strategi untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di kabupaten Bogor.

Desain penelitian adalah cross-sectional study dan dilaksanakan pada bulan Januari 2008 berlokasi di Kecamatan Ciseeng. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dua desa yang mewakili dua kelompok keluarga. Desa Parigi Mekar mewakili kelompok keluarga pembudidaya ikan dan desa Ciseeng untuk keluarga nonpembudidaya ikan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 70 orang yang terdiri dari 40 responden pembudidaya ikan dan 30 responden nonpembudidaya ikan. Pemilihan responden pembudidaya ikan dilakukan secara purposive, sedangkan untuk keluarga nonpembudidaya ikan dilakukan secara acak pada tingkat rukun tetangga (RT).

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data ini meliputi karakteristik demografi, ekonomi, sosial budaya, pengeluaran keluarga serta indikator tingkat kesejahteraan BKKBN dan sosiometrik. Data sekunder adalah karakteristik lokasi yang diperoleh dari data monografi desa dan Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor.

Secara umum karakteristik keluarga yang terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia kepala keluarga dan istri, pendidikan kepala keluarga dan istri, pendapatan dan pengeluaran perkapita antara keluarga kelompok budidaya dan non budidaya tidak mempunyai perbedaan yang signifikan berdasarkan uji beda t. Perbedaan yang sangat signifikan terdapat pada aset keluarga kedua kelompok tersebut.

Berdasarkan indikator Biro Pusat Statistik (BPS) dan Sosiometrik, sebagian besar keluarga pada kedua kelompok berada pada kategori sejahtera. Sedangkan menurut indikator BKKBN sebanyak 42,5% dan 56,7% dari keluarga kelompok budidaya dan non budidaya dikategorikan miskin. Berdasarkan indikator Sosiometrk sebagian besar responden dinyatakan sejahtera. Sensitivitas dan spesitivitas indikator BKKBN dengan benchmark indikator BPS adalah sebesar 77,8 dan 55,7. sedangkan untuk indikator Sosiometrik adalah sebesar 66,7 dan 96,7. Terdapat hubungan yang signifikan antara indikator Sosiometrik dengan indikator BPS.

(14)

istri juga mempunyai kecenderungan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, demikian pula dengan aset keluarga.

Strategi peningkatan kesejahteraan keluarga yang sesuai dengan permasalahan dan faktor yang berpengaruh nyata adalah dengan melalui peningkatan pendapatan keluarga. Peningkatan pendapatan keluarga akan meningkatkan kemampuan keluarga untuk mengumpulkan aset keluarga yang lebih banyak lagi. Upaya peningkatan pendapatan keluarga dapat dicapai dengan peningkatan tingkat pendidikan dan ketrampilan kepala keluarga dan generasi penerusnya untuk dapat memotong rantai kemiskinan dan mewujudkan tujuan MDGs. Perlu suatu strategi untuk meningkatkan minat dan akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi. Upaya perbaikan akses dan minat diperlukan untuk meningkatkan keterjangkauan pendidikan lanjut

Program Keluarga Harapan merupakan langkah awal yang baik dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Program ini mempunyai nilai tambah yaitu pemberdayaan masyarakat. Peserta tidak hanya memperoleh bantuan berupa uang tunai tetapi peserta juga diberdayakan untuk meningkatkan kualitasnya sehingga nantinya dalam jangka panjang dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dengan usaha sendiri.

(15)

of Aquaculturist and non Aquaculturist Family in Bogor Regency. Supervised by Hartoyo.

The objective of the research was to analyze factor that affecting the family welfare in both family and strategies to overcome poverty among them. A cross sectional survey involved 70 purposive samples in two selected villages, Parigi Mekar and Ciseeng. Both group have the same characteristic in general, but there is a significant differences (p<0,05) on family assets between aquaculturist and non aquaculturist family. The study used three methods to indicate family welfare, those are BPS (expenditure per capita compared to poverty line), BKKBN (six qualitative indicator), and Sosio Metrics Matrix (eight qualitative indicator). The result of the study indicated that prevalence of poor family in aquaculture group was vary from 2,5% (BPS methods) to 42,5% (BKKBN methods), prevalence of poor family in non aquaculture group was vary from 20% (Socio Metrics Matrix methods) to 56,7% (BKKBN methods). By using BPS methods as a benchmark, BKKBN methods has a high sensitivity but low spesitivity, while Socio Metrics Matrix methods has a low sensitivity but high spesitivity. The result of the logistic regression analysis indicated that the number of family member and family income significantly influencing family welfare based on all welfare indicator. BKKBN also indicated that family welfare influenced by wife education. Poverty reduction is the one of main priority of goverment development strategies. Increasing family income is one way to improving family welfare. Accescibility improvement for achieving the higher education level is a key to poverty reduction strategy in the next generation.

(16)

ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PEMBUDIDAYA

DAN NONPEMBUDIDAYA IKAN DI KABUPATEN BOGOR

NOORMA BUNGA ANIRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(17)

Judul : Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor

Nama Mahasiswa : Noorma Bunga Aniri Nomor Pokok : A54104024

Disetujui

Dosen Pembimbing

Dr.Ir.Hartoyo, MSc. NIP. 131669952

Diketahui

Dekan Fakultas Pertanian IPB

Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP. 131124019

(18)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas izin dan inayah-Nya dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor” sehingga dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian setelah penulis menyelesaikan studi pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis dibantu oleh berbagai pihak dalam menyelesaikan penelitian ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Hartoyo, MSc selaku dosen pembimbing atas kesediaan dan kesabaran beliau membimbing penulis dan memberikan saran demi kesempurnaan karya ilmiah.

2. Ibu Ir. Retnaningsih, Msi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran dan masukan untuk penyempurnaan karya ilmiah penulis.

3. Seluruh staf pengajar dan komisi pendidikan Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

4. Kelompok tani ikan Telaga Biru, Bapak Edi dan anggotanya yang telah memberikan data yang sangat berguna bagi penelitian penulis, Ketua RT dan RW Desa Ciseeng dan Parigi Mekar yang telah memberikan informasi dalam penelitian penulis.

5. Bapak dan Ibuku yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dan do’a yang tulus untuk penyelesaian studi ini. It’s for you mom and dad.

6. Keluarga Paklik Hari di Nunukan, Kalimantan Timur dan keluarga besar Pacitan atas doa dan motivasinya dalam penyelesaian skripsi penulis.

7. Teman-teman Gamasakers 41 semuanya atas kebersamaan dan kenangan yang diberikan selama masa perkuliahan.

8. Bagus Zulfikhal Muthi yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data dan penyelesaian tugas akhir penulis.

9. Keluarga besar Pondok Ginastri (Nayu, Agus, Ari, Melisa, Yeyet, Apen, Gita, Sinta, Irma, Nisa, Ochie, Lesty dll) atas kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ponorogo, Jawa Timur pada tanggal 16 Oktober 1986. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Moh. Djumhuri,SH. dan Sriani. Pendidikan dasar ditempuh penulis di Sekolah Dasar Negeri Jenangan 1, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo dan ditamatkan pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Ponorogo dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Ponorogo masing-masing pada tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama menyelesaikan studinya penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Penulis aktif menjadi anggota beberapa organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai staf Departemen of Education Forum for

Scientific Studies (FORCES), staf Kajian Strategis Himpunan Mahasiswa

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... iv

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Millenium Development Goals ... 6

Kesejahteraan dan Kemiskinan ... 7

Indikator Kesejahteraan... 10

Indikator Biro Pusat Statistik ... 11

Indikator BKKBN... 11

Indikator Sosio Metrics Matrix... 12

Penanggulangan Kemiskinan ... 13

Karakteristik Keluarga... 15

Budidaya Perairan ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN... 19

METODE PENELITIAN ... 22

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 22

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 22

Pengolahan dan Analisis Data... 22

Definisi Operasional... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

Karakteristik Lokasi... 28

Karakteristik Keluarga Responden ... 29

Jumlah Anggota Keluarga ... 29

Usia Kepala Keluarga dan Istri ... 30

Pendidikan Kepala Keluarga dan Istri... 31

Pekerjaan Kepala Keluarga Responden... 33

Pendapatan Keluarga Responden... 34

Aset Keluarga Responden... 36

Tingkat Kesejahteraan Keluarga Responden ... 38

Indikator BPS... 38

Indikator BKKBN... 41

Indikator Sosiometrik ... 44

Indikator Gabungan ... 46

Tingkat Akurasi Indikator BPS, BKKBN, Sosiometrik, dan Indikator Gabungan ... 48

(21)

Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

berdasarkan indikator BPS ... 51

Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan berdasarkan indikator BKKBN ... 54

Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan berdasarkan indikator Sosiometrik ... 55

Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan berdasarkan indikator Gabungan ... 57

Strategi Peningkatan Kesejahteraan ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

Kesimpulan ... 69

Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Batas miskin, jumlah dan persentase penduduk miskin di

Indonesia 1996-2007...2 2 Social Metrics Matrix Indicator...12 3 Penentuan Indeks Sensitivitas dan Spesitivitas Indikator

Kemiskinan ...24 4 Sebaran keluarga responden berdasarkan jumlah anggota

keluarga...29 5 Sebaran keluarga responden berdasarkan tipe keluarga...30 6 Sebaran keluarga berdasarkan usia kepala keluarga ...30 7 Sebaran keluarga berdasarkan usia istri ...31 8 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat dan lamanya pendidikan

kepala keluarga ...32 9 Sebaran keluarga berdasarkan lama pendidikan istri ...32 10 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan kepala keluarga ...33 11 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita...34 12 Sebaran keluarga berdasarkan pengeluaran per kapita ...36 13 Sebaran keluarga berdasarkan perbandingan pendapatan dan

pengeluaran per kapita...36 14 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset keluarga ...37 15 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan dengan

indikator BPS ...39 16 Keragaan pengeluaran pangan dan non pangan keluarga

responden...40 17 Sebaran keluarga berdasarkan persentase pengeluaran pangan ...41 18 Pengelompokan keluarga berdasarkan tingkatan kesejahteraan

BKKBN ...42 19 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan dengan

indikator alasan ekonomi...43 20 Sebaran keluarga miskin berdasarkan indikator ALEK ...43 21 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan dengan indikator

sosiometrik ...44 22 Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan BPS,

BKKBN dan sosiometrik ...47 23 Sebaran keluarga berdasarkan kemiskinan dengan indikator

(23)

24 Sebaran keluarga berdasarkan indikator kesejahteraan BKKBN, sosiometrik, dan indikator gabungan dengan BPS sebagai

benchmark...48 25 Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga

menurut BPS ...53 26 Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga

menurut BKKBN ...55 27 Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga

menurut Sosiometrik...56 28 Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga

menurut indikator gabungan ...57 29 Koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga terhadap

tingkat kesejahteraan berdasarkan indikator BPS, BKKBN,

(24)

DAFTAR

GAMBAR

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Pengkategorian keluarga sejahtera BKKBN... 77 2 Hasil uji beda t ... 79 3 Sebaran keluarga berdasarkan delapan aspek indikator sosiometrk ... 80 4 Hasil uji korelasi antar variabel dan antara variabel dengan indikator

(26)

Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang tidak hanya

ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia tetapi sudah menjadi sebuah

permasalahan global seluruh masyarakat dunia. Salah satu wujud dari

kepedulian dunia terhadap masalah kemiskinan adalah adanya Millenium

Development Goals (MDGs) yang telah disekapati dalam sebuah Konferensi

Tingkat Tinggi Global pada bulan September tahun 2000 yang kemudian

menghasilkan Millennium Declaration. Millenium Declaration merupakan suatu

inisiatif global yang bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dunia

menjadi setengahnya pada tahun 2015 (UNDP2002).

MDGs mempunyai delapan tujuan dan 18 target yang harus dicapai oleh

Negara-negara berkembang dan juga negara-negara maju. Berdasarkan HDR

2005 terdapat puluhan negara yang gagal dalam mencapai satu target MDGs.

Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah kesenjangan yang terjadi pada

tingkat global dan di dalam negara. Upaya pengentasan kemiskinan tidak akan

efektif tanpa pemahaman yang benar oleh pembuat kebijakan (Laila 2006).

Penghapusan kemiskinan telah lama menjadi salah satu prioritas utama

dari strategi pembangunan di Indonesia sejak awal dekade 1970-an. Strategi ini

diarahkan untuk memperbaiki pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari

seluruh penduduk baik dari aspek kebutuhan pangan, papan, sandang,

pendidikan dan kesehatan. Untuk itu kajian untuk memahami masalah-masalah

kemiskinan dan berbagai dimensinya sangat diperlukan untuk mengevaluasi

secara seksama implikasi kebijaksanaan dari strategi pengentasan kemiskinan di

masa datang (Irawan & Romdiati 2000)

Kemiskinan merupakan sesuatu yang bersifat kompleks dan multidimensi.

Kompleks artinya faktor sebab akibat kemiskinan saling mempengaruhi sehingga

membentuk sebuah lingkaran setan (Sumodiningrat, Santoso dan Marwan 1999).

Pengentasan kemiskinan dilakukan dalam rangka memutuskan lingkaran setan

tersebut. Program pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan dari satu titik

saja melainkan secara menyeluruh karena kemiskinan merupakan sebuah siklus

(Khomsan 2002).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997

telah menyebabkan bertambahnya penduduk yang hidup di bawah garis

(27)

sampai tahun 2007 meskipun penurunannya kurang signifikan dan terjadi

fluktuasi selama periode tersebut. Perkembangan kondisi penduduk yang hidup

di bawah garis kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Batas miskin, jumlah, dan persentase penduduk miskin1 di Indonesia

tahun 1996-2007 Batas miskin

(Rupiah)

Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa)

Persentase Penduduk miskin (%) Tahun

Kota Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

19963 42.032 31.366 9.6 24.9 34.5 13.6 19.9 17.7

19972 96.959 72.780 17.6 31.9 49.5 21.9 25.7 24.2

19983 92.409 74.272 15.7 32.7 48.4 19.5 26.1 23.5

19994 89.845 69.420 12.4 25.1 37.5 15.1 20.2 18.2

20005 91.632 73.648 12.3 26.4 38.7 14.6 22.38 19.14

20016 100.011 80.382 8.6 29.3 37.9 9.79 24.84 18.41

20027 130.499 96.512 13.3 25.1 38.4 14.46 21.1 18.20

20038 138.803 105.888 12.2 25.1 37.3 13.57 20.23 17.42

20048 143.455 108.725 11.3 24.8 36.1 12.13 20.11 16.66

20058 150.799 117.259 12.4 22.7 36.1 11.37 19.51 15.97

2006 174.290 130.584 14.5 24.8 30.3 13.47 21.81 17.75

2007 187.492 146.837 13.6 23.6 37.2 12.52 20.37 16.58

Keterangan :

1 Berdasarkan standar 1998 yang disesuaikan dengan pola konsumsi tahun yang bersangkutan. 2

Hasil Susenas Desember 1998.

3

Hasil Susenas Februari (reguler).

4

Hasil Susenas Agustus 1999.

5

Hasil estimasi termasuk NAD dan Maluku.

6 Hasil estimasi termasuk NAD dan Maluku. 7

Termasuk estimasi empat provinsi (NAD, Maluku, Maluku Utara, Papua) yang tidak terkena sampel modul konsumsi 2002.

8

Hasil Susenas Februari (panel) modul konsumsi.

9 Hasil Susenas maret (panel) modul konsumsi

Sumber : BPS 2007c,d

Peningkatkan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan perlu dihindari

dengan melakukan upaya peningkatan kesejahteraan yang sering diistilahkan

sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Upaya Indonesia dalam pengentasan

kemiskinan terlihat dari beberapa lembaga pemerintah maupun swasta yang

mempunyai konsentrasi dalam penanganan kemiskinan. Berbagai model

penanganan kemiskinan yang telah dijalankan cukup banyak, misalnya Program

Kesejahteraan Sosial Kelompok Usaha Bersama Keluarga Muda Mandiri

(Prokesos KUBE KMM), Tabungan Kesejahteraan Rakyat (Takesra), Kredit

Usaha Kesejahteraan Rakyat (Kukesra), Kredit Usaha Kecil Menengah, Jaring

Pengaman Sosial (Social Safety Net Program), Bantuan Langsung Tunai (BLT),

(28)

Upaya peningkatan kesejahteraan yang baik harus memperhatikan

berbagai faktor yang mempengaruhi kemiskinan tersebut. Pemahaman yang baik

terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab kemiskinan sangat

dibutuhkan, sehingga dapat dilakukan entry point untuk melakukan intervensi

program pengentasan kemiskinan. Strategi peningkatan kesejahteraan keluarga

yang baik diharapkan mampu untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang rawan terhadap

kemiskinan. Sebagian besar petani di Indonesia hanyalah petani yang

mempunyai lahan kecil maupun buruh tani yang mengerjakan lahan milik

juragan. Untuk itu kesejahteraan petani di Indonesia masih rendah. Salah satu

sub sektor pertanian yang sedang berkembang adalah budidaya ikan. Sektor ini

memerlukan modal yang tidak sedikit, baik dalam bentuk materi maupun non

materi. Keluarga dengan mata pencaharian utama sebagai petani ikan tidak

dengan mudah mempunyai penghasilan yang tetap untuk biaya hidup

sehari-hari. Banyak kendala yang harus mereka hadapi antara lain modal dan kondisi

lingkungan yang mendukung keberlangsungan hidup ikan tersebut. Produktivitas

pembudidaya ikan diperkirakan akan semakin menurun sejalan dengan

menurunnya mutual dan kualitas air akibat meningkatnya penggunaan dan

pencemaran air. Rendahnya produktivitas pembudidaya menyebabkan

rendahnya keuntungan yang diperoleh sehingga tidak mampu lagi memenuhi

kebutuhan rumah tangga pembudidaya. Produktivitas pembudidaya juga dapat

menurun akibat kegagalan dalam mengatasi masalah teknis budidaya ikan

seperti penyakit, pakan dan benih (Effendi 2004).

Penurunan produktivitas menyebabkan menurunnya kemampuan

terhadap pemenuhan kebutuhan. Hal ini berakibat meningkatnya resiko keluarga

pembudidaya ikan masuk dalam garis kemiskinan yang sangat fluktuatif.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian mengenai

tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan membandingkannya

dengan keluarga nonpembudidaya ikan serta menganalisis strategi untuk

(29)

Perumusan Masalah

Pemahaman mengenai penyebab kemiskinan menjadi salah satu hal

utama yang harus dimiliki oleh pemegang keputusan. Tanpa pemahaman yang

mendalam tentang apa dan mengapa terjadi kemiskinan, strategi pengentasan

kemiskinan yang dirumuskan tidak akan dapat bekerja dan memenuhi target

yang diinginkan. Penyebab kemiskinan masyarakat satu dengan masyarakat

yang lain dapat sama juga dapat berbeda, sehingga dibutuhkan suatu identifikasi

masalah untuk mempermudah mengidentifikasi solusi penyelesaian.

Hingga saat ini untuk menentukan masalah kemiskinan masih

mengandalkan data dari dua sumber yaitu data BPS dan BKKBN. Teknik

pengambilan data BPS menggunakan metode sampling sehingga menjadi sulit

untuk ditetapkan letak warga atau keluarga miskin berada. BKKBN

mengandalkan petugas lapang yang turun langsung ke lapangan tetapi data juga

masih sulit digunakan karena data yang diperoleh hanya spesifik untuk

kepentingan BKKBN.

Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk sangat diperlukan untuk

mengurangi angka kemiskinan terutama di tingkat masyarakat yang bekerja di

bidang menengah ke bawah, salah satunya adalah pembudidaya ikan.

Pembudidaya ikan merupakan kelompok yang rawan untuk mengalami

kemiskinan. Resiko dalam usaha budidaya ikan cukup besar sehingga resiko

untuk menjadi rugi juga menjadi besar, hal ini akan brpengaruh kepada

kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Untuk itu sebelum suatu

strategi penanggulangan dibentuk perlu diketahui bagaimana karakteristik sosial

ekonomi keluarga pembudidaya ikan dan bagaimana jika dibandingkan dengan

keluarga nonpembudidaya ikan? Bagaimana pula tingkat kesejahteraan keluarga

pembudidaya dan bagaimana bila dibandingkan dengan keluarga

nonpembudidaya ikan? Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat

kesejahteraan kedua jenis keluarga tersebut? Sehingga dapat dibuat suatu

strategi yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan

(30)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga

pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi keluarga pembudidaya dan

nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor.

2. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya dan

nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

keluarga pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor.

4. Menganalisis strategi untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan keluarga

pembudidaya dan nonpembudidaya ikan di Kabupaten Bogor.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah

Kabupaten khususnya mengenai tingkat kesejahteraan aktual pada keluarga

pembudidaya ikan dan nonpembudidaya ikan di Kecamatan Ciseeng, analisis

spesitivitas dan sensitivitas diharapkan memberi masukan kepada Biro Pusat

Statistik dan BKKBN untuk lebih membenahi indikator kemiskinan dan

kesejahteraan. Hal ini diupayakan untuk memperoleh data kemiskinan yang

akurat demi ketepatan sasaran program pengentasan kemiskinan dan mencapai

tujuan MDGs. Analisis faktor-faktor penyebab kemiskinan diharapkan dapat

memberi masukan solusi pemecahan masalah yang tepat berdasarkan pada

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Millenium Development Goals

Millenium Development Goals (disingkat MDGs) dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium (TPM). Tujuan

Pembangunan Milenium merupakan paradigma pembangunan global yang

disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan

September 2000 silam. Majelis Umum PBB kemudian melegalkannya ke dalam

Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 55/2 tanggal 18

September 2000 Tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa

(A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration) (BAPPENAS 2007).

Kerangka global dalam pengurangan kemiskinan digambarkan dalam

MDGs (Millenium Development Goals). MDGs terdiri dari delapan tujuan yaitu (1)

memberantas kemiskinan dan kelaparan, (2) mencapai tingkat pendidikan dasar,

(3) mempromosikan kesamaan gender dan pemberdayaan wanita, (4)

menurunkan angka kematian bayi, (5) memperbaiki saran kesehatan ibu dan

anak, (6) memberantas AIDS, HIV, malaria, dan penyakit lainnya (7)

meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan (8) kerjasama global untuk

pembangunan yang berkelanjutan (UNDP 2002). Menurut Islam (2002) kerangka

pemikiran global dalam pengurangan jumlah kemiskinan diinterpretasikan ke

dalam Gambar 1 :

Distribusi pertumbuhan/pekerjaan MDGs : tujuan

penurunan jumlah penduduk

ketidakcukupan pendapatan/konsumsi

Kerawanan kurangnya kemampuan

MDGs : sasaran

kurangnya suara dan perwakilan

KEMISKINAN

Perlindungan sosial dan pertumbuhan Aksi publik dalam

penyediaan kebutuhan dasar dan pertumbuhan

Pemberdayaan penduduk miskin/reformasi pemerintah/dialog sosial dan hak-hak buruh/

[image:31.595.115.491.510.723.2]

konsolidasi demokratis

(32)

Delapan tujuan MDGs tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam 18

target dan 48 indikator. Salah satu target yang akan dicapai adalah untuk

mengurangi angka kemiskinan sampai setengahnya pada tahun 2015. Indikator

kemiskinan yang digunakan adalah pendapatan atau konsumsi penduduk di

bawah $1 per hari (UNDP 2002).

Kesejahteraan Keluarga dan Kemiskinan

Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena kegiatan

konsumsi dari pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat

relatif tergantung jumlah pendapatan yang diperoleh. Konsep kesejahteraan

menurut Sawidak (1985) adalah kesejahteraan ekonomi. Kesejahteraan ekonomi

merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah sehingga bersifat nyata

(tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat dilakukan terhadap

kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan dan

kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya.

Konsep kesejahteraan ekonomi dapat memberikan ruang untuk

diperdebatkan karena mengabaikan aspek batiniah dari keluarga. Syarief dan

Hartoyo (1993) menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan di atas standar

minimum belum tentu sejahtera dan pendapatan di bawah standar minimum tidak

selamanya tidak sejahtera. Keluarga yang memiliki pendapatan di atas standar

minimum dapat merasa tidak sejahtera karena tidak puas dengan apa yang

diperolehnya, merasa stress, dan dituntut oleh pekerjaan. Keluarga yang

berpendapatan di bawah standar hidup minimum bisa merasa sejahtera karena

selalu bersyukur atas karunia yang diberikan serta merasa cukup serta hidupnya

selaras alam.

Seseorang yang dikatakan tidak sejahtera sama dengan masuk dalam

kategori miskin. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat kompleks dan

multidimensional, baik dilihat dari aspek kultural maupun aspek struktural.

Terdapat empat masalah pokok yang menjadi penyebab kemiskinan yaitu

kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low of

cappabilities), kurangnya jaminan (low level-security), dan keterbatasan hak-hak

sosial, ekonomi dan politik, sehingga menyebabkan kerentanan (vulnerability),

keterpurukan (voiceslessness), dan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam

segala bidang (Mulyadi 2005).

Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi

(33)

seseorang atau sekelompok orang, laki-laki, dan perempuan dalam menjalani

kehidupan secara bermartabat (Puspitawati 2007). Permasalahan kemiskinan

secara garis besar disebabkan oleh kegagalan pemenuhan hak-hak dasar,

lemahnya penanganan masalah kependudukan, ketidaksetaraan, dan

ketidakadilan gender, dan adanya kesenjangan antar daerah. Menurut

Krisnamurthi (2006), kemiskinan merupakan suatu keadaan ketika seseorang

merasa kehilangan harga diri dan kemartabatan, terpaksa menerima hinaan dan

perlakuan kasar, serta tidak dipedulikan ketika sedang mencari pertolongan.

Gejala kemiskinan di pedesaan Jawa bermula dari faktor tekanan pendapatan

yang tidak terimbangi oleh perkembangan teknologi pertanian dan kemajuan

institusi ekonomi pedesaan (Marzali 2003).

Menurut Sudaryanto dan Rusastra (2006), dimensi kemiskinan secara

intertemporal mengalami perubahan dengan mempertimbangkan aspek non

ekonomi masyarakat miskin. Sedikitnya terdapat sembilan dimensi kemiskinan

yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 1) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

dasar (pangan, sandang, dan perumahan), 2) aksesibilitas ekonomi yang rendah

terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air

bersih, dan transportasi), 3) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi

kapital, 4) rentan terhadap goncangan faktor eksternal yang bersifat individual

maupun massal, 5) rendahnya kualitas sumber daya manusia dan penguasaan

sumber daya alam, 6) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,

7) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan, 8)

ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental, dan 9)

ketidakmampuan dan ketidakberuntungan secara sosial. Data dari Badan Pusat

Statistik tahun 2005 memperlihatkan bahwa 16 persen dari penduduk Indonesia

atau 39 juta orang Indonesia berada di bawah angka kemiskinan. Angka ini

merupakan angka nasional, sedangkan di daerah angkanya sangat bervariasi.

Untuk tujuan pembangunan lainnya, yaitu tujuan pembangunan kedua tentang

pendidikan dasar untuk semua, keberhasilan yang dicapai cukup signifikan

(Hatta 2007).

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu kemiskinan

absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk

golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis

kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum seperti

(34)

miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih

berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya, sedangkan kemiskinan

kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat

yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada

usaha dari pihak lain yang membantunya (Anonymous 2007).

Selain itu menurut Sumardjan, Alfian dan Tea (1984) juga terdapat

kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang dialami

oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak

dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia

bagi mereka.

Menurut Zikrullah (2007) kemiskinan dalam pengertian konvensional pada

umumnya merupakan komunitas yang mempunyai pendapatan berada di bawah

satu garis kemiskinan tertentu. Oleh karena itu sering sekali upaya pengentasan

kemiskinan hanya bertumpu pada upaya peningkatan pendapatan komunitas

tersebut. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendekatan

permasalahan kemiskinan dari segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan

permasalahan komunitas. Hal ini disebabkan karena permasalahan kemiskinan

komunitas bukan hanya masalah ekonomi namun meliputi berbagai masalah

lainnya. Kemiskinan dalam berbagai bidang ini disebut dengan kemiskinan plural.

Menurut Max-Neef et. Al dalam Zikrullah (2007) sekurang-kurangnya ada 6

macam kemiskinan yang ditanggung komunitas, yaitu sebagai berikut:

1. Kemiskinan sub-sistensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang,

perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal.

2. Kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk (sanitasi, sarana

pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas

hak pemilikan tanah.

3. Kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya

akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran atas

hak, kemampuan dan potensi untuk mengupayakan perubahan.

4. Kemiskinan partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses

pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas.

5. Kemiskinan identitas, terbatasnya perbauran antar kelompok sosial,

terfragmentasi.

6. Kemiskinan kebebasan, stres, rasa tidak berdaya, tidak aman baik di

(35)

Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Indikator Biro Pusat Statistik (BPS)

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu

persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang

terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan

secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah

penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah

Garis Kemiskinan. Biro Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas garis

kemiskinan berdasarkan data pengeluaran pangan dan non pangan. Komoditas

pangan yang terpilih terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan

terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa (Rusmana 2006). Garis

kemiskinan untuk Kabupaten Bogor menurut BPS tahun 2006 adalah sebesar

Rp. 183.067/Kapita/Bulan (BPS 2007a).

Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan

tahun 2007 adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel

Modul Konsumsi bulan Maret 2007. Jumlah sampel diperbesar dari 10.000 RT

menjadi 68.000 RT supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat

provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei Survei Paket

Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), yang dipakai untuk memperkirakan

proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Biro Pusat Statistik pada tahun 1976 melalui SUSENAS telah menyusun

komposisi kebutuhan dasar pangan dan non pangan. Komposisi tersebut

dijadikan indikator untuk mengukur pengeluaran per kapita di daerah kota dan

desa. Komoditas pangan terdiri dari padi-padian dan hasil-hasilnya, umbi-umbian

dan hasil-hasilnya, ikan dan hasil-hasilnya, daging, telur, susu dan hasil-hasil dari

susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, konsumsi lainnya,

makanan yang sudah jadi, minuman yang mengandung alkohol, tembakau dan

sirih. Sedangkan komoditas non pangan adalah perumahan, bahan bakar,

(36)

kepala, barang-barang yang tahan lama, keperluan pesta dan upacara

(Rusmana 2006).

Pendataan yang dilakukan BPS telah sangat membantu memahami

kondisi kemiskinan yang terjadi. BPS tampaknya menjadi satu-satunya instansi

yang memiliki kemampuan untuk melakukan pendataan tersebut, walaupun

masih terdapat berbagai kelemahan dan kemungkinan penyempurnaan baik

dalam metode maupun pengolahan dan interpretasi datanya (Krisnamurthi 2006).

Indikator Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Pengukuran tingkat kesejahteraan yang ditentukan oleh BKKBN

berdasarkan pada konsep keluarga sejahtera. Keluarga sejahtera dibagi menjadi

lima tahap yaitu keluarga pra sejahtera (PS), keluarga sejahtera I (KS I), keluarga

sejahtera II (KS II), keluarga sejahtera III (KS III), dan keluarga sejahtera III plus

(KS III plus) (BKKBN 2003). Kebutuhan hidup setiap tahapan keluarga

diterjemahkan dalam kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria tersebut meliputi

kebutuhan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, keluarga

berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat

tinggal, transportasi, menabung, memperoleh informasi, dan berperan aktif dalam

kegiatan masyarakat (Raharto dan Romdiati 2000).

Keluarga PS I adalah keluarga yang belum memenuhi kebutuhan

dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan,

sandang, papan, dan kesehatan. KS I adalah keluarga yang dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan

sosial psikologisnya seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga,

interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. KS II keluarga yang

selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimalnya dapat pula memnuhi

kebutuhan psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan

pengembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

KS III adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar

minimum dan sosial psikologisnya, dapat memenuhi kebutuhan

pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di

lingkungan desa atau wilayahnya. KS III plus adalah keluarga-keluarga yang

dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya, kebutuhan sosial psikologisnya,

kebutuhan pengembangannya serta secara teratur ikut menyumbang dalam

kegiatan sosial, dan aktif mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat

(37)

Penentuan indikator keluarga miskin di tingkat desa dan kelurahan

menggunakan indikator-indikator yang bersifat ekonomi. Menurut indikator alasan

ekonomi keluarga miskin terdiri keluarga pra sejahtera alasan ekonomi dan

keluarga pra sejahtera I alasan ekonomi. Keluarga yang tidak dapat memenuhi

salah satu dari enam indikator penentu kemiskinan alasan ekonomi digolongan

keluarga miskin (BKKBN 2003). Indikator kemiskinan alasan ekonomi adalah

sebagai berikut.

1. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan ≥ 2 kali sehari.

2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,

bekerja/sekolah dan bepergian.

3. Bagian lantai terluas bukan dari tanah.

4. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telur.

5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu

stel pakaian baru.

6. Luas lantai paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni

Indikator Social Metrics Matrix

Indikator Social Metrics Matrix adalah pengklasifikasian keluarga

sejahtera berdasarkan 8 aspek utama yaitu ketahanan pangan, pendidikan,

pelayanan kesehatan, perumahan, modal sosial, pemberdayaan, buta huruf, dan

kerawanan dalam keluarga tersebut. Pengklasifikasian indikator dilakukan

dengan pemberian skor berdasarkan kondisi aktual yang dialami keluarga (skor

dari 1 sampai 4). Skor masing-masing aspek dijumlahkan dan diperoleh

klasifikasi dengan kisaran 8-15 : tidak miskin,16-23 : miskin, 24-32 : sangat

miskin. Kondisi aktual keluarga sesuai dengan masing-masing aspek disajikan

dalam Tabel 2.

Tabel 2 Social Metrics Matrix Indicator

Indikator 1 2 3 4

Ketahanan Pangan Keluarga selalu mempunyai pangan dalam jumlah yang cukup dan jenis yang diinginkan Keluarga selalu mempunyai pangan dalam jumlah yang cukup tetapi tidak selalu jenis yang diinginkan Keluarga terkadang tidak mempunyai pangan dalam jumlah yang cukup untuk konsumsi Keluarga sering tidak mempunyai pangan dalam jumlah yang cukup untuk konsumsi

Pendidikan Keluarga dapat

(38)

Indikator 1 2 3 4 pendidikan tinggi dan universitas sampai pendidikan menengah

tingkat dasar untuk anak

meskipun pada tingkat dasar Pelayanan kesehatan Keluarga selalu mampu untuk memperoleh obat-obatan dan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan. Keluarga biasanya mampu untuk memperoleh obat-obatan dan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan Keluarga kadang tidak mampu untuk memperoleh obat-obatan dan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan Keluarga tidak pernah mampu untuk memperoleh obat-obatan dan pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan Peralatan rumah tangga Keluarga mempunyai seluruh perlengkapan modern termasuk pompa air, listrik, septic tank dan telephon. Keluarga mempunyai 3 dari 4 perlengkapan Keluarga mempunyai 2 dari 4 perlengkapan Keluarga mempunyai 1 perlengkapan atau tidak sama sekali.

Modal sosial Klien selalu

terlibat dalam aktivitas masyarakat. Klien terkadang terlibat dalam aktivitas masyarakat. Klien jarang terlibat dalam aktivitas masyarakat. Klien tidak pernah terlibat dalam aktivitas masyarakat.

Pemberdayaan Klien selalu

merasa dihormati Klien terkadang merasa dihormati Klien jarang merasa dihormati Klien tidak pernah merasa dihormati Kemampuan baca tulis Klien dapat membaca, menulis dan berhitung dasar Klien dapat melakukan 2 dari 3 Klien dapat melakukan 1 kemampuan

Klien tidak bias ketiganya

Kerawanan Keluarga tidak

mempunyai kerawanan (balita, lansia, anggota keluarga berpenyakit kronis) Keluarga mempunyai satu kerawanan Keluarga mempunyai 2 kerawanan Keluarga mempunyai 3 kerawanan Penanggulangan Kemiskinan

Strategi penanggulangan kemiskinan dapat dibedakan atas strategi

jangka pendek dan strategi jangka panjang. Strategi jangka pendek seperti

subsidi harga makanan dan proyek-proyek padat karya hanya memberikan

dampak terbesar khususnya pada mereka yang tingkat kesejahteraannya turun

karena pengaruh kenaikan harga-harga kebutuhan pokok atau disebut dengan

transient poverty, sedangkan strategi jangka panjang adalah pertumbuhan

ekonomi yang stabil dan sehat yang diharapkan dapat menciptakan lapangan

(39)

pendapatan penduduk. Kesemuanya ini dapat mengatasi kemiskinan struktural,

karena pertumbuhan ekonomi dan perbaikan indikator-indikator social dan

kemiskinan saling berkorelasi (Irawan 2000)

Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan

kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama,

program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus

pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal itu, antara lain,

berupa beras untuk rakyat miskin dan program Jaring Pengaman Sosial (JPS)

untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan

kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan

dapat menimbulkan ketergantungan. Faktor kedua yang dapat mengakibatkan

gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman

berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga

program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang

penyebabnya berbeda-beda secara lokal (Ritonga 2006).

Program pengentasan kemiskinan lain yang pernah dilakukan di

Indonesia adalah pemberian bantuan langsung tunai. Departemen Komunikasi

dan Informatika (2005) dalam Rusmana (2006) telah mensosialisasikan empat

belas kriteria keluarga miskin dalam penanggulangan masalah kemisikinan

melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT), 14 indikator tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Luas lantai bengunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu

murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboo/rumbai/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air

hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

(40)

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas

lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,

atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per

bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.

500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya.

Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari

satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang

lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan

kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat

sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta

pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan

kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat

komunitas (Ritonga 2006).

Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran

penduduk miskin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran

keluarga secara utuh. Upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya

terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan

seksama diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak

mereka yang masih bersekolah (Suyono 2003).

Karakteristik Keluarga Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga merupakan total dari anggota yang terdiri dari

suami, istri, anak, orang tua, mertua dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah.

Jumlah anggota keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi barang

dan jasa (Sumarwan 2004). Menurut Iskandar (2007) jumlah anggota keluarga

yang kecil akan menyebabkan beban keluarga berkurang sehingga tanggungan

(41)

kecil mempunyai peluang sejahtera lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan

jumlah anggota keluarga yang lebih besar.

Usia Kepala Keluarga dan Ibu

Usia keluarga menentukan tingkat kesejahteraan suatu keluarga.

Semakin lama usia keluarga kemungkinan sejahtera keluarga tersebut akan lebih

tinggi. Hasil penelitian Iskandar (2007) menyatakan bahwa umur suami yang

muda (produktif) mempunyai peluang untuk sejahtera sebanyak 0,928 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan umur suami yang sudah tua (tidak produktif). Umur

isteri yang tua mempunyai peluang untuk sejahtera sebanyak 1,077 kali lebih

tinggi dibandingkan umur istri muda.

Pendidikan

Pendidikan adalah karakteristik penting dalam menentukan pekerjaan dan

pendapatan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi

nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya

terhadap suatu masalah (Sumarwan 2004). Rendahnya tingkat pendidikan dapat

menyebabkan terbatasnya akses kepala keluarga pada kegiatan produktif,

dengan kata lain kepala keluarga mempunyai peluang sangat kecil untuk bekerja

di sektor pekerjaan yang produktif.

Pendapatan dan Pekerjaan

Pendapatan dalam ekonomi diartikan sebagai aliran barang ekonomi

yang berasal dari proses produksi pada waktu tertentu (Fitzsimmons dan

Williams 1973). Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang

dari pekerjaan yang telah dilakukannya untuk mencari nafkah (Sumarwan 2004).

Pendapatan yang diterima oleh keluarga merupakan penjumlahan dari

pendapatan yang diperoleh dari masing-masing anggota keluarga, dengan

pendapatan tersebut keluarga memenuhi kegiatan konsumsinya. Menurut

Sumarwan (2004) pendapatan yang diterima seseorang berdasarkan

penjumlahan dari gaji pokok, tunjangan, bonus, serta pendapatan lainnya.

Menurut Sawidak (1985) faktor yang mempengaruhi pendapatan petani

adalah besarnya penghasilan dari non usaha tani, pengeluaran untuk benih,

pengeluaran obat-obatan, pengeluaran tenaga kerja, produktivitas lahan, luas

garapan, ukuran keluarga, daerah asal dan tingkat pendidikan. Bagaimanapun

tingginya tingkat pendapatan yang diperoleh suatu kepala keluarga, pada

akhirnya kesejahteraan mereka akan banyak ditentukan oleh distribusi

(42)

pendapatan yang diterima anggota keluarga dan banyaknya anggota keluarga

yang menjadi tanggungan. Terdapatnya anggota keluarga lain yang tidak bekerja

menyebabkan peningkatan beban ketergantungan (dependency ratio). Besarnya

anggota keluarga mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan perkapita dan

besarnya konsumsi keluarga.

Aset Keluarga

Aset adalah salah satu sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki oleh

keluarga. Aset keluarga dapat berupa uang maupun non uang. Aset merupakan

sumberdaya keluarga tersedia yang dapat digunakan untuk membiayai keperluan

yang tak terduga dalam jumlah yang besar. Menurut Iskandar (2007) keluarga

yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan pemilik

yang mempunyai aset terbatas. Terkadang pendapatan, aset (kekayaan) dan

modal sulit untuk dibedakan satu sama lain. Aset dan modal merupakan

simpanan atau akumulasi dari pendapatan yang diterima dalam jangka waktu

tertentu (Fitzsimmons dan Williams 1973).

Budidaya Perairan

Sektor perikanan dibedakan menjadi budidaya dan penangkapan ikan.

Budidaya ikan dalam pola kerjanya menyerupai pertanian atau peternakan

daripada penangkapan ikan (Mulyadi 2005). Budidaya perairan merupakan

kegiatan untuk memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol

dalam rangka mendapatkan keuntungan (Effendi 2004). Organisme akuatik

meliputi kelompok ikan, udang, hewan bercangkang, ekinodermata dan alga.

Secara garis besar kegiatan budidaya perairan terdiri dari on farm dan off farm.

Kegiatan on farm terdiri dari pembenihan dan pembesaran, sedangkan kegiatan

off farm antara lain meliputi penanganan saran dan prasarana produksi,

penanganan hasil panen, distribusi hasil dan pemasaran (Effendi 2004).

Budidaya ikan merupakan salah satu jenis usaha dari budidaya perairan.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra budidaya perairan di

Jawa Barat.

Perairan budidaya meliputi kolam air tawar, kolam air payau dan sawah,

terutama dijumpai di pulau Jawa. Menurut Eidman, R.J.Basmi dan A.M.Hanafiah

(1974) beberapa ciri yang menjadi masalah bagi pengusaha maupun masyarakat

(43)

1. Petani kekurangan modal untuk dapat berusaha secara efektif. Kekurangan

modal ini menyebabkan para petani tidak memperoleh hasil yang cukup. Untuk

memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk pembentukan modal tabungan.

2. Kemampuan kerja (skill) petani masih rendah. Kurangnya ketrampilan dan

pengetahuan dalam mengusahakan sumber-sumber ikan secara efisien dan

cara pengolahan hasil yang bermutu tinggi menyebabkan hasil usahanya tidak

mempunyai nilai pada tarif yang tinggi, serta

3. Alat dan perlengkapan mengalami kekurangan.

Selain itu ciri dari perikanan perairan budidaya adalah sebagai berikut

1. Rural agraris, artinya perikanan budidaya ini dapat dilaksanakan di desa-desa

di seluruh tanah air yang cukup air. Mengingat perhubungan antara desa

dengan kota-kota besar kurang lancar maka penyaluran ikan ke kota besarpun

kurang lancar.

2. Open field system, perairan terletak di sekitar desa atau dikelilingi desa petani.

Sifat ini dipandang dari sudut ekonomi perusahaan kurang rasional (tidak

menguntungkan), apalagi kalau perairan yang dimiliki atau dikerjakan petani

letaknya terpencar dan jauh dari petani.

3. Luas garapan tiap petani ikan kecil. Hal ini menyebabkan jumlah ikan sedikit

sehingga menimbulkan masalah sulitnya pengumpulan hasil untuk proses

distribusi selanjutnya.

4. Usaha tani perikanan hanya dijadikan pekerjaan sambilan.

Menurut Effendi (2004) kegiatan budidaya ikan di Indonesia dipengaruhi

dan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi budaya (sosekbud) masyarakat.

Interaksi antara budidaya ikan dan sosekbud telah melahirkan suatu kultur

masyarakat sesuai dengan sistem budidaya perairan yang diterapkan di

masyarakat tersebut sehingga dikenal komunitas masyarakat pembudidaya ikan

kolam, seperti di Parung, Lamongan, masyarakat pembudidaya ikan hias di

(44)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kemiskinan merupakan suatu masalah global yang selalu menarik untuk

diamati dan disimak dari berbagai aspek sosial, ekonomi, psikologi, dan politik.

Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan

informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat

produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, dan lemahnya dalam

mengantisipasi peluang. Aspek psikologis berhubungan dengan rendahnya rasa

percaya diri, fatalisme, malas dan rasa terisolir. Sedangkan dari aspek politik

berhubungan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan

serta lemahnya posisi dalam pengambilan keputusan.

Indikator kemiskinan secara garis besar dapat dilihat berdasarkan faktor

ekonomi dan faktor non ekonomi. Kedua indikator tersebut berbeda dalam

menilai kemiskinan tetapi pada dasarnya akan mengarah pada hasil yang sama

yaitu angka kemiskinan suatu penduduk di suatu wilayah. Pemerintah negara

Indonesia umumnya menggunakan dua indikator untuk melihat angka

kemiskinan di Indonesia. Indikator tersebut adalah indikator yang dikeluarkan

oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan indikator dari Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN).

Indikator BPS mengukur angka kemiskinan menggunakan analisis tingkat

konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. BPS mengartikan kemiskinan

sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup standar minimum

yang meliputi kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan. Inti dari indikator

BPS adalah membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis

kemiskinan yaitu jumlah rupiah untuk konsumsi per orang per bulan. Berbeda

dengan indikator BPS, BKKBN lebih melihat dari faktor non ekonomi yaitu

kesejahteraan dibandingkan sisi kemiskinan. Pendataan keluarga dilakukan

dengan tujuan untuk memperoleh data dasar kependudukan dan keluarga dalam

rangka pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Indikator kesejahteraan lain

yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator Sosio Metrics Matrics yang

akan dibandingkan dengan benchmark indikator BPS untuk menguji sensitivitas

dan spesivisitasnya. Indikator Socio Metrics Matrics menggunakan item

pertanyaan yang lebih sedikit, hanya delapan pertanyaan yang mewakili

masing-masing aspek penilaian.

Tingkat kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh karakteristik sosial

(45)

pengaruhnya dengan kesejahteraan keluarga pada penelitian ini adalah jumlah

anggota keluarga, usia kepala keluarga dan istri, tingkat pendidikan (lamanya

bangku sekolah yang pernah dilalui) kepala keluarga dan istri, jumlah pekerjaan

kepala keluarga, pendapatan serta aset keluarga. Karakteristik lingkungan yang

diteliti hubungannya dengan kesejahteraan keluarga adalah sumberdaya alam

dan lingkungan dimana keluarga tersebut bermukim. Tingkat kesejahteraan

responden akan dibandingkan berdasarkan pengkategorian pekerjaan yaitu

pembudidaya ikan dan nonpembudidaya ikan. Kerangka pemikiran yang

mendasari penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.

(46)

Karakteristik keluarga

JAK Usia Kepala

Keluarga dan istri

Tingkat Pendidikan

Pekerjaan & Pendapatan

Aset Keluarga

Lokasi

Keluarga pembudidaya ikan

[image:46.842.34.772.52.492.2]

Keluarga nonpembudidaya ikan

Gambar 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga Tingkat Kesejahteraan

- Indikator BPS - Indikator BKKBN - Socio Metrics Matrics

KESEJAHTERAAN

KELUARGA

(47)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah non experimental yang bersifat

cross sect

Gambar

Tabel 1 Batas miskin, jumlah, dan persentase penduduk miskin1 di Indonesia
Gambar 1 Kerangka pemikiran global pengurangan kemiskinan
Gambar 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga
Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat dan lamanya pendidikan kepala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara dengan kepala sekolah diperoleh dari hasil wawancara bahwa dalam pengelolaan dana BOS di SDN 8 sungai raya, wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa

[r]

Pengaruh latihan loncat katak terhadap daya ledak otot yang diukur dengan vertical jump pada pemain futsal. Keterbatasan

merencanakan arah jabatan atau karier. Bagi siswa yang masih kesulitan dalam.. menentukan kariernya, maka di sekolah SMA Gapura ini terdapat konselor

Perancangan pabrik mononitrotoluena (MNT) dengan bahan baku toluena dan asam campuran dengan menggunakan asam sulfat sebagai katalisnya ini akan direncanakan beroperasi selama

Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Pemalang

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah penggenangan air, dengan judul Pengaruh Tinggi Penggenangan Air terhadap Pertumbuhan