• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Kecil Pertanian

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian lain menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar (Kurniawan, 2010)

Menurut undang-undang tersebut dijelaskan pula mengenasi kriteria dari usaha kecil yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Ciri-ciri usaha kecil adalah:

a. Manajemen berdiri sendiri, dengan kata lain tidak ada pemisahan yang tegas antara pemilik dengan pengelola perusahaan. Pemilik adalah sekaligus pengelola dalam UKM.

b. Modal disediakan oleh seorang pemilik atau sekelompok kecil pemilik modal. c. Daerah operasinya umumnya lokal, walaupun terdapat juga UKM yang memiliki

orientasi luar negeri, berupa ekspor ke negara-negara mitra perdagangan.

d. Ukuran perusahaan, baik dari segi total aset, jumlah karyawan, dan sarana prasarana yang kecil.

Menurut Glendoh (2001) dalam Hidayat (2007) menyebutkan bahwa usaha kecil dalam arti luas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Industri kecil adalah industri berskala kecil, baik dalam ukuran modal, jumlah produksi maupun tenaga kerjanya.

keluarga, pinjaman dari kerabat dan mungkin dari “lintah darat”.

c. Ukuran skala usaha kecil yang mengakibatkan sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula pengambilan keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian fungsi dalam bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi dan lain sebagainya. d. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat dekat,

dengan sifat hubungan kerja yang “informal” dengan kualifikasi teknis yang apa

adanya atau dikembangkan sambil bekerja.

e. Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan usaha industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para pekerja yang umumnya lemah.

f. Peralatan yang digunakan adalah sederhana dengan kapasitas output yang rendah pula.

Berdasarkan pengertian dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa usaha kecil pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang berskala kecil dalam melakukan usaha ekonomi produktif di bidang pertanian yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha, dengan bidang usaha meliputi usaha untuk menghasilkan sarana produksi usahatani (industri peralatan dan material usahatani), usahatani, usaha yang mengolah produksi usahatani (agro-processing), dan usaha perdagangan sarana produksi, produk primer, dan produk olahan usahatani.

2.1.1 Bantuan-bantuan Pemerintah

Dalam upaya mendukung peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui kegiatan ekonomi skala kecil di bidang pertanian, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dari tahun ke tahun selalu mendukung melalui program- program yang telah dilaksanakan.

Bentuk program bantuan penguatan modal kepada petani mulai diperkenalkan oleh pemerintah sejak Tahun 1964. Program bantuan penguatan modal untuk petani pertama kali dikenal dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan terlahirnya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani, dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Namun dalam perjalanannya, program Bimbingan Masal (BIMAS) dan

disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan yang dirasakan sulit bagi pemerintah maupun bagi petani (Hasan,1979 dalam Prihantono 2009).

Pada tahun 1985 program BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit Masal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Sama dengan halnya pada program BIMAS, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, terutamanya dalam penyaluran kredit melalui KUD. Hal tersebut lebih disebabkan tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi.

Pada tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit Kredit Usaha Tani (KUT) pola khusus yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan dalam menyalurkan kredit melalui KUD. Pada pola ini ditetapkan bahwa kelompok tani langsung menerima dana dari bank pelaksana. Namun pola khusus skim Kredit Usaha Tani ini dalam pelaksanaannya pun menghadapi berbagai permasalahan.

Setelah Kredit Usaha Tani (KUT) dihentikan, bentuk bantuan penguatan modal yang baru dari pemerintah adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Bulan Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuan program KKP adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani. Melalui program ini pemerintah sebenarnya telah memberikan subsidi pada beberapa hal antara lain subsidi terhadap tingkat suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit serta subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit (Nasution, 1990 dalam Prihantono, 2009). Namun dalam pelaksanaannya program ini masih belum termonitor secara baik oleh pemerintah.

Kebijakan baru pun dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2002 yang bertujuan memberdayakan masyarakat dalam berusaha. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif; bantuan

pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi; bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan; dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Prihantono, 2009).

2.1.2 Gabungan Kelompok Tani

Pengertian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menurut Pedoman Umum PUAP adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang tergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha, sedangkan pengertian kelompok tani sendiri yaitu kumpulan petani/peternak yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Pusat Pembiayaan 2009b).

Gapoktan mulai dikenal sejak awal tahun 1990-an, dan saat ini gapoktan dijadikan sebagai lembaga yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan dapat berperan untuk fungsi- fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian dan termasuk untuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani. Tujuan utama pembentukan dan pemberdayaan Gapoktan adalah untuk memperkuat kelembagaan petani yang ada , sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan terfokus dengan sasaran yang jelas (Deptan, 2006).

2.2 Konsep Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan atau birokrasi di Indonesia, program bantuan penguatan modal untuk petani pun dirubah dan dimodifikasi, dimana diharapkan agar tujuan yang ditentukan dapat benar-benar tercapai. Pada tahun 2008, Kementerian Pertanian kembali mencanangkan program baru yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Sebenarnya Program

(Pusat Pembiayaan, 2009b).

PUAP merupakan program dari Kementerian Pertanian untuk mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengangguran melalui pengembangan usaha agribisnis di perdesaan. PUAP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ( PNPM Mandiri) yang berada dalam kelompok program dan pada akhirnya Gapoktan pelaksana PUAP harus sudah dapat masuk ke dalam tahapan kemandirian ekonomi masyarakat yaitu penguatan usaha mikro dan kecil (Pusat Pembiayaan, 2010a). Untuk pelaksanaan PUAP di Kememterian Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007. PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani (Pusat Pembiayaan, 2009b).

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah bagian dari pelaksanaan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM- Mandiri) melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran (Pusat Pembiayaan, 2009:7). Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja.

Agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain (Pusat Pembiayaan, 2009b).

Program PUAP telah direncanakan mulai tahun 2007 dan dilaksanakan mulai pada tahun anggaran 2008 dengan sasaran 11.000 desa/Gapoktan penerima BLM– PUAP. Program PUAP tepat sasaran maka diharapkan program ini bisa membantu

pertanian desa serta berkembangnya PUAP sebagai lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Program PUAP ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani miskin, petani/peternak (pemilik tanah atau penggarap) skala kecil, buruh tani dan berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman.

Tujuan utama program Pengembangan Usaha Agribisnis di Perdesaan adalah untuk:

a. mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;

b. meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyelia mitra tani;

c. memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

d. meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah :

a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.524 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa.

b. Berkembangnya 10.524 Gapoktan atau Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan

d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman.

Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada GAPOKTAN dalam mengembangkan usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) keberadaan GAPOKTAN; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani ; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus

buruh tani dan rumah tangga tani.

Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah (1) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; (2) optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal; (3) penguatan modal petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan; dan (4) pendampingan bagi Gapoktan.

2.3 Indikator Penilaian PUAP

Keberhasilan kinerja usaha kecil penerima bantuan program PUAP dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan usahatani, pengembangan agribisnis perdesaan, pengembangan keuangan mikro, dan penilaian terhadap pendampingan.

2.3.1 Perencanaan Kegiatan

Perencanaan berisi perumusan dari tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan. Perencanaan dapat diartikan sebagai keputusan terhadap apa yang akan dilakukan dikemudian hari (Herujito, 2001).

Perencanaan merupakan suatu proses penetapan komitmen seseorang atau organisasi untuk melakukan serangkaian tindakan tertentu secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara berdaya guna dan berhasil guna (Pusdiklat BPKP, 2002).

Menurut Cunningham dalam pengertian perencanaan menyatakan bahwa perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima dan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan dalam pengertian ini menitik beratkan kepada usaha untuk menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan dengan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya (Cunningham.1982)

utama dari suatu perencanaan yaitu, (1) perencanaan diselenggarakan dalam suatu wadah organisasi, (2) tujuan organisasi yang jelas adalah sebagai prasyaratnya, (3) perencanaan mempertimbangkan sumberdaya, (4) perencanaan selalu berorientasi ke masa yang akan datang, (5) perencanaan harus menunjuk kegiatan secara spesifik, (6) perencanaan mencakup siapa yang melaksanakannya dan (7) perencanaan mencakup metode pengukurannya (Herujito. 2001).

2.3.2 Agribisnis Perdesaan

Agribisnis adalah suatu rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas empat sub sistem, yaitu (a) subsistem hulu berupa kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang berupa kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain. (Pusat Pembiayaan .2009b).

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa). Perdesaan adalah kawasan yang secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam dan kearifan lokal (endogeneous knowledge) khususnya pertanian dan keanekaragaman hayati.

Pengembangan agribisnis perdesaan dapat dievaluasi melalui penilaian terhadap keberlanjutan usaha penguatan modal (LKM/UKM), ketersediaan input produksi, pengembangan komoditas, diversifikasi usaha, nilai tambah dan pengembangan pemasaran hasil.

2.3.3 Pengembangan Keuangan Mikro

Menurut Bank Dunia keuangan mikro artinya membangun sistem keuangan untuk melayani masyarakat miskin. Orang miskin merupakan mayoritas luas dari

tersebut adalah petani. Namun petani yang jumlahnya sangat besar mengalami kesulitan untuk memperoleh akses terhadap jasa keuangan mendasar. Di beberapa negara, keuangan mikro masih terus dipandang sebagai sektor marjinal dan terutama menjadi kepedulian pengembangan untuk lembaga donor, pemerintahan, dan investor dengan tanggung jawab sosial. Agar dapat mencapai potensi keuangan mikro secara penuh dalam menjangkau sejumlah besar petani, keuangan mikro harus menjadi bagian yang utuh dari sektor keuangan. ( World Bank, 2009)

Pengembangan keuangan mikro sangat diperlukan agar mampu menjangkau petani dalam jumlah besar. Kebanyakan petani tidak bisa mengakses jasa keuangan karena kurangnya perantara keuangan yang kuat. Membangun lembaga keuangan yang berkelanjutan bukanlah tujuan akhir itu sendiri. Lembaga keuangan yang berkembang dengan baik diupayakan agar dapat menjangkau petani dalam skala dan dampak yang lebih berarti. kelanjutan dan perkembangan keuangan mikro artinya mengurangi biaya-biaya transaksi, menawarkan produk dan jasa lebih baik yang sesuai dengan kebutuhan petani, dan menemukan cara-cara baru untuk menjangkau masyarakat miskin dan petani yang belum mendapatkan pelayanan dari bank.

Dalam pembahasan ini, pengembangan keuangan mikro dapat diukur dari hasil evaluasi kelembagaan, implementasi dan revolving dari dana BLM yang diberikan.

.

2.3.4 Pendampingan

Salah satu cara untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan petani adalah melalui program pendampingan. Sesungguhnya pendampingan petani bukanlah sesuatu hal yang baru. Namun akhir-akhir ini istilah pendampingan petani muncul ke permukaan karena adanya berbagai krisis dan tantangan yang dihadapi oleh sektor agrokompleks. Sejak kegiatan penyuluhan agrokompleks digalakkan di Indonesia, program penyuluhan dapat dianggap serupa dengan program pendampingan karena penyuluh agrokompleks tinggal dan hidup di antara petani, memahami dan ikut membantu petani memecahkan persoalannya.

Pendampingan dapat dipahami sebagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping sebagai fasilitator, komunikator, motivator

masyarakat dalam mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Selain itu diarahkan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun kemampuan dalam meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha yang berskala bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan partisipatif (Green Blue Pinishi, 2009).

Perbedaaan antara penyuluhan dan pendampingan yaitu bahwa penyuluh agrokompleks belum tentu seorang ahli tapi lebih tepat adalah penyampai informasi, sementara pendamping disyaratkan memiliki klasifikasi sebagai seorang ahli atau setidaknya lebih memahami persoalan dari pada petani. Baik penyuluh maupun pendamping disyaratkan untuk memiliki kontak yang intens dengan petani.

Dalam pelaksanaan PUAP di tingkat desa, penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) setelah mengikuti pelatihan memiliki tugas utama. Tugas utama penyuluh pendamping adalah:

1. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian. 2. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran

hasil usaha.

3. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani/kelompok tani, serta mendampingi Gapoktan selama proses penumbuhan kelembagaan.

4. Melaksanakan pelatihan usaha agribisnis dan usaha ekonomi produktif sesuai potensi desa.

5. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi dan pasar.

6. Memberikan bimbingan teknis dalam memanfaatkan dana BLM PUAP 7. Membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan PUAP Tugas utama dari Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah:

1. Melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh Pendamping dan Gapoktan 2. Melaksanakan pertemuan reguler dengan penyuluh pendamping dan gapoktan 3. Melakukan verifikasi awal terhadap Rencana Usaha Bersama (RUB) dan

Gapoktan.

5. Membuat laporan tentang perkembangan pelaksanaan PUAP.

Penilaian terhadap pendampingan mencakup peran dari petugas pendamping dan penyuluh di setiap gapoktan/poktan dan Penyelia Mitra Tani (PMT) menyangkut tugas-tugas yang telah ditetapkan.

2.4 Konsep Efektivitas

Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) dalam Danfar (2009) yang menjelaskan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Semakin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.

Menurut Schemerhon (1986:35) dalam Danfar (2009) efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS). Jika output anggaran lebih besar daripada output sesungguhnya maka dapat dikatakan kondisi tersebut efektif. Adapun pengertian efektivitas menurut Saksono (1984) adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang sudah ditentukan terlebih dahulu, telah dicapai oleh manajemen (Danfar, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka tingkat efektivitas dapat dianalisis dengan:

Efektivitas = Output Aktual/Output Target ≥1

- Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas.

- Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai.

Sesuai dengan pengertian di atas, pengertian efektivitas bantuan PUAP adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target yang telah dicapai oleh

meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dalam melakukan usaha secara berkelanjutan (Pusat Pembiayaan, 2009b).

Upaya yang dilakukan oleh pertanian merupakan pemberian bantuan langsung masyarakat (BLM) adalah bantuan dana kepada petani/kelompok tani untuk pengembangan usaha agribisnis di perdesaan yang disalurkan melalui gapoktan dalam bentuk modal usaha (Pusat Pembiayaan, 2009b).

2.5 Metode Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap sebuah variabel, yang bertujuan untuk mengetahui dan dipahaminya bagaimana gambaran/deskripsi secara lebih rinci (Umar, 2008). Keabsahan suatu hasil penelitian sosial sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Apabila alat ukur yang digunakan tidak valid atau tidak dapat di percaya, hasil penelitian sosial yang diperoleh tidak akan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada responden, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan sangat diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian yaitu test of validity (uji kesahihan) dan test of reliability (uji kehandalan) untuk menguji kesungguhan jawaban responden (pengujian kuesioner).

Uji Kesahihan (Test of Validity)

Uji kesahihan berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan (Umar, 2008). Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Dengan kata lain instrumen tersebut dapat mengukur butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) sesuai dengan yang diharapkan peneliti (Indriantoro & Supomo, 2002).

Metoda yang digunakan untuk menguji validitas konstruk masing-masing pernyataan terhadap variabel efektivitas pemberian bantuan, menurut Singarimbun dan Effendi (1995) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

b. Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden c. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban

d. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan

menggunakan rumus teknik korelasi „product moment

Uji Kehandalan(Test of Reliability)

Uji kehandalan berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama (Umar, 2008). Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali, untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut andal (reliabel) (Singarimbun & Effendi, 1995). Alat pengukur untuk mengukur fenomena sosial bisa seperti sikap, opini, dan persepsi. Untuk menguji reliabilitas digunakan rumus alfa (cronbach’s alpha) (Indriantoro & Supomo, 2002) yaitu uji reliabilitas untuk alternatif jawaban lebih dari dua.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dengan alasan bahwa analisis ini dapat digunakan sebagai model prediksi atau mencari pengaruh terhadap satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen (Riduwan & Kuncoro, 2008). Penggunaan analisis regresi dalam menganalisis data didasari oleh hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat variabel bebas (X1, X2, X3,dan X4) terhadap variabel terikat (Y).

Untuk mengukur variabel-variabel tersebut dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden. Untuk setiap jawaban diberi skor dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran ordinal.

Untuk menganalisanya diperlukan data dengan ukuran paling tidak interval sebagai persyaratan dalam menggunakan alat regresi. Oleh karena itu seluruh variabel yang berskala ordinal terlebih dahulu dinaikkan atau ditransformasikan tingkat

Dokumen terkait