• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karateristik Tanaman Manggis

Manggis (Garcinia mongostana L.) termasuk famili Guttiferae dan merupakan tanaman tropika basah. Genus Garcinia terdiri lebih dari 400 spesies dan 40 spesies diantaranya dapat dimakan (Verheij 1992). Tanaman manggis merupakan tanaman asli Asia Tenggara yang tumbuh secara luas di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Lokasi penyebarannya terletak pada zone 10° lintang utara sampai 10° lintang selatan (Cox 1988; Richards 1990). Hanya dalam waktu dua abad tanaman manggis telah menyebar ke daerah-daerah tropika lainnya, di antaranya Birma, Srilangka, Madagaskar, India Selatan, Cina, Brazil dan sebagian Australia bagian utara (Almeyda dan Martin 1976), dan sejumlah kecil perkebunan manggis telah dibuka di Hawaii, Honduras,Guatemala, Florida Selatan dan Cuba (Campbell 1967).

Botani Tanaman Manggis

Manggis merupakan salah satu tanaman tropika yang pertumbuhannya lambat tetapi umurnya panjang. Tanaman yang berasal dari biji umumnya membutuhkan 10-15 tahun untuk mulai berbuah. Manggis tergolong evergreen,

mempunyai pohon lurus dengan percabangan simetris dan teratur, ukuran kanopi sedang berbentuk piramida dengan tajuk yang rimbun sehingga cocok untuk pohon peneduh, dengan tinggi pohon mencapai 10-25 m dan diameter batang 25- 35 cm (Cox 1988; Verheij 1992). Kulit kayu berwarna coklat tua hingga kehitaman. Ranting muda bewarna hijau dan berubah coklat dengan bertambahnya umur. Getah kuning atau resin ada pada semua jaringan utama tanaman (Yaacob dan Tindall 1995). Pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar/ kerajinan (Menristek 2002) .

Daun manggis letaknya berhadapan, bentuknya membujur bulat panjang (lonjong), bagian pucuknya tajam dengan tekstur tebal dan kasar (Zomlefer 1994). Panjang daun berkisar antara 15-25 cm dan lebarnya 7-13 cm. Permukaan atas daun mengkilap, licin tebal dan berwarna hijau muda hingga hijau tua tergantung umurnya, sedangkan bagian bawahnya bewarna hijau muda hingga kekuningan (Cox 1988).

9 Dibandingkan dengan pohon buah lain, manggis memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang. Menurut Wiebel (1993) lambatnya pertumbuhan bibit disebabkan oleh sistem perakaran yang buruk, akar bersifat rapuh, petumbuhannya lambat dan peka terhadap kondisi lingkungan. Pada semua stadia pertumbuhan, akarnya sama sekali tidak memiliki bulu akar (Jawal et al.

2003).

Manggis tergolong tanaman yang bersifat unseksual. Bunga-bunganya berada diujung ranting, bergagang pendek dan tebal, berdiameter sekitar 5-6,2 cm, daun kelopak empat helai tersusun dalam dua pasang, daun mahkota juga empat helai tebal dan berdaging, bewarna hijau kuning dengan pinggiran kemerah- merahan. Benang sari semu biasanya banyak, berseri 1-2, panjangnya kira-kira 0,5 cm, bersifat rudimenter (bunga jantan tidak berkembang) yaitu tumbuh kecil kemudian mengering sehingga tidak berfungsi. Bakal buah tidak bertangkai, berbentuk agak bulat, berongga 4-8, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, bercuping 4-8 (Richards 1990; Verheij 1992; Sunaryono 1988; Yaacob dan Tindall 1995).

Buah manggis merupakan buah yang mempunyai kulit tebal, mudah dipecah, daging buahnya mempunyai rasa manis serta asam (Pantastico 1986). Kulit buah mempunyai substansi pahit karena mengandung tanin dan xantonin (Martin 1980). Akan tetapi tanin, pektin, dan resin pada kulit manggis dapat diekstrak sebagai bahan pewarna (Sen at al. 1982). Buah muda berwarna hijau dan bila telah tua berubah menjadi ungu kehitaman. Buah yang masih muda banyak mengandung getah berwarna kuning yang semakin berkurang seiring tingkat kemasakan buah, dan setelah buah matang sempurna buah tidak bergetah (Satuhu et al. 1993). Buah manggis berbentuk bulat, dengan diameter 3,5-7 cm. Bijinya bersifat apomiksis yaitu biji tidak terbentuk secara kawin sehingga mempunyai sifat genetik yang sama dengan induknya. (Verheij 1992; Yaacob dan Tindall 1995). Buah manggis mempunyai 4-8 segmen/juring dengan ukuran yang berbeda-beda, dan setiap segmen mengandung 1 bakal biji yang diselimuti oleh daging buah (aril) bewarna putih (kadang-kadang transparan), empuk, manis dan mengandung sari buah. Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang

10 menjadi biji. Umumnya hanya 1-3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji (Martin 1980).

Daging buah sebagian besar merupakan air (83,00%), dan karbohidrat berkisar 15,60 hingga 19,80 gram dari 100 gram yang dapat dimakan. Kalori yang dihasil dari 100 gram bagian yang dapat dimakan adalah 63 kkal (Departemen Kesehatan RI 1990; Ming 1990). Lebih lanjut nilai gizi manggis dalam 100 g daging buah disajikan pada Tabel 1. Selain mempunyai nilai gizi yang memadai manggis juga mempunyai beberapa manfaat antara lain sebagai buah kaleng, dibuat sirop/sari buah. Secara tradisional buah manggis adalah obat sariawan, wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Selain itu Hume (1974) melaporkan bahwa kulit buah manggis mengadung tannin dan telah diuji berguna sebagai obat disentri, diare kronis dan infeksi kandung kemih (sistitis).

Tabel 1 Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan Sumber Komponen Dep.Kes RI (1990) CK-Ming, 1990 Air (g) Kalori (Kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B5 (mg) Vitamin C (mg) Vitamin A (IU) Asam sitrat (g) 83,00 63,00 0,60 0,60 15,60 8,00 12,00 0,80 0,03 - - 2,00 - - 79,2 - 0,50 - 19,8 11,0 17,00 0,90 0,09 0,06 0,10 66,00 14,00 0,63

Syarat Tumbuh Tanaman Manggis

Tanaman Manggis dapat tumbuh baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, dengan bertambah tingginya tempat tumbuh akan bertambah lambat pertumbuhan dan semakin lama permulaan berbunganya (Verheij 1992). Ketinggian optimum supaya manggis

11 dapat tumbuh dengan baik adalah 460-610 m di atas permukaan laut. Iklim yang paling cocok untuk tanaman manggis adalah daerah dengan udara lembab, curah hujan merata sepanjang tahun (1.500-2.500 mm/thn) dengan iklim kering pendek (Yaacob dan Tindall 1995). Untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan dengan musim kering yang pendek untuk menstimulir pembungaan. Meskipun demikian manggis dapat tumbuh baik pada tempat lain apabila air tersedia pada musim kemarau. Suhu udara berkisar 25-35 °C sangat menunjang pertumbuhannya. Pada suhu di bawah 20 °C pertumbuhan terhambat. Suhu di bawah 5 °C dan di atas 38 °C merupakan suhu letal bagi tanaman manggis (Verheij 1992; Yaacob dan Tindall 1995).

Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, gembur, kaya kandungan bahan organik dengan drainase baik. Permeabilitas tanah baik dengan kelembaban tinggi, tetapi tidak menggenang. Persyaratan tanah seperti itu dibutuhkan terkait dengan lemahnya sistem perakaran, baik pada saat seedling

maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall 1995). Tanah yang tergenang air akan menggangu pertumbuhan akar dan mengurangi laju fotosintesis (Hume, 1974). Yaacob dan Tindal (1995) menambahkan bahwa pH tanah optimum untuk tanaman manggis berkisar antara 5,5-7,0 tetapi belum ada penelitian yang detail mengenai pH yang terbaik.

Pertumbuhan Tanaman Manggis

Tanaman manggis mempunyai masa juvenile yang lama. Kalau diperbanyak dengan biji, pohon manggis baru dapat berbuah pada umur 10-15 tahun. Namun menurut Yaacob dan Tindall (1995) dengan manajemen budidaya yang optimal dan intensif periode juvenile dapat dikurangi menjadi 8-10 tahun. Di Thailand dilaporkan bahwa manggis telah berbuah pada umur 5-6 tahun yang berasal dari bibit yang telah dipelihara di pembibitan selama 3-5 tahun. Perbanyakan vegetatif dengan penyambungan juga dapat memperpendek umur pohon mulai berbuah menjadi lima tahun, tetapi agar batang bawah dapat disambung perlu dipelihara selama dua tahun. Disebutkan bahwa fase juvenile

manggis berakhir bila tanaman telah memproduksi 16 pasang tunas lateral (Jawal

12 Lambatnya pertumbuhan manggis disebabkan karena buruknya sistem perakaran, sehingga penyerapan air dan hara lambat, laju fotosintesis rendah. Laju pembelahan sel pada meristem pucuk rendah, dan masa interflush atau dormansi tunas lama (Poerwanto 1998; Wiebel et al. 1994; Ramlat et al. 1992). Akar manggis sedikit, tidak mempunyai bulu akar, pertumbuhan akar lambat, mudah rusak dan terganggu akibat lingkungan yang kurang menguntungkan (Richards 1990; Yaacob dan Tindall 1995; Rais et al. 1996).

Masa interflush atau dormansi pada manggis sangat panjang. Frekuensi terjadinya flush pada tanaman manggis tergantung umur tanaman. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) dalam kurun waktu satu tahun, tanaman manggis muda mengalami enam kali flush sedangkan tanaman dewasa hanya menghasilkan satu sampai dua kali flush. Pada kondisi terkontrol interval flush setiap 40-45 hari selama 18 bulan pertama (Downton et al. 1990). Di antara masa flush, tunas terminal mengalami masa dorman (Hume 1974). Aspek fisiologi dari interflush

yang panjang tersebut pada manggis belum banyak diketahui.

Dormansi tunas pada tumbuhan berkayu adalah suatu periode dimana jaringan yang mengandung meristem (tunas) tidak tumbuh atau mengalami masa istirahat pada saat-saat tertentu (Lang 1994). Dormansi tunas pada tanaman disebabkan oleh rendahnya giberelin dan atau tingginya abscisic acid (Dennis, 1994), dan berhubungan dengan aktivitas enzim (katalase, glukose 6-osfoglukonat dehidrogenase dan isositrat dehidrogenese ) selama pertumbuhan aktif ke dorman dan sebaliknya. (Lang 1994; Fuchigami dan Nee 1987). Wiebel (1993) mendapatkan bahwa semua hormon pertumbuhan yang mengandung giberelin sangat efektif dalam memecah dormansi tunas manggis, terbukti dengan meningkatnya jumlah flush pada tanaman manggis umur empat tahun selama enam bulan setelah aplikasi (10,9 kali flush) dibandingkan pada kontrol (7,6 kali

flush). Oleh karena itu diduga GA3 pada saat flush konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman manggis pada kondisi dorman.

Secara ontogenesis daun-daun pada terminal flush dapat dibedakan menjadi tiga stadia, yaitu (1) muda (immature), daun sedang mengalami perluasan (expanding) sampai 50% dari ukuran luas daun maksimal, dari sejak muncul sampai dua minggu setelah pecah tunas. (2) semi dewasa (semi mature), daun

13 telah terbuka penuh (fully expanded), umurnya lima minggu setelah pecah tunas, kandungan klorofil daun dan kapasitas fotosintesis masih meningkat, dan (3) dewasa (mature), daun telah dewasa (fully mature), delapan minggu setelah pecah tunas (Wiebel 1993; Wiebel et al. 1994). Disebutkan pula bahwa selama periode pertumbuhan tunas terminal pucuk utama membentuk flush baru, beberapa tunas terminal cabang masih tetap dorman.

Rata-rata ukuran daun sangat dipengaruhi oleh pola percabangan pada pucuk. Umumnya ukuran daun rata-rata semakin meningkat sampai flush 9-11, dan daun-daun yang muncul dari flush cabang lebih kecil dari flush batang utama. Terbentuknya cabang primer umumnya terjadi setelah tanaman menghasilkan 8- 12 pasang daun, tergantung kondisi lingkungan (Downton et al. 1990). Menurut Wiebel (1993) peningkatan luas daun pada manggis telah sempurna empat minggu setelah tunas pecah, namun untuk menjadi dewasa daun manggis perlu waktu dua bulan. Kandungan klorofil meningkat sampai minggu ke-10, sedangkan laju fotosintesis konduksi stomata dan laju transpirasi daun yang berumur 8-9 minggu levelnya sama dengan daun yang berkembang penuh.

Pemupukan pada Tanaman Manggis

Pada umumnya pohon manggis yang telah berproduksi sekarang ini berasal dari tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun dan tanaman tersebut jarang dipupuk, hanya kadang-kadang diberi pupuk kandang. Walaupun dari beberapa hasil penelitian yang sangat terbatas diketahui bahwa secara umum manggis mempunyai respon yang baik terhadap pemupukan, termasuk penggunaan pupuk cair dan pupuk organik yang biasa digunakan sebagai mulsa (Yaacob dan Tindal 1995).

Terbatasnya informasi pemupukan untuk tanaman manggis menyebabkan rekomendasi yang ada disusun berdasarkan pengalaman dan praktek tradisional (Yaacob dan Tindal 1995). Seperti Tabel 2, rekomendasi pemupukan yang dikeluarkan oleh Direktorat Tanaman Buah bekerjasama dengan Balitbu, IPB dan beberapa instansi lainnya, tentang pedoman pemupukan berdasarkan standar operasional (SPO) untuk beberapa umur tanaman manggis. Rekomendasi pupuk ini sebagian besar berdasarkan pengalaman petani di Kaligesing Purworejo.

14 Yaacob dan Tindall (1995) merangkum beberapa hasil penelitian dan kebiasaan petani untuk pemupukan di Malaysia dan Thailand, rekomendasi pupuk majemuk pada manggis adalah nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK). Perbandingan N, P2O5 dan K2O direkomendasikan bervariasi diantaranya 15:15:10; 10:10:9; 10:10:14; dan 9:24:24, perbandingan terakhir umumnya digunakan pada pohon menjelang periode pemasakan buah. Selain itu, penggunaan nitrogen dalam bentuk cair secara tidak langsung dianjurkan sebagai pupuk daun tetapi belum ada penyusunan rekomendasi yang lebih rinci.

Tabel 2 Rekomendasi pemupukan manggis berdasarkan umur tanaman Pupuk anorganik (g/pohon)

Umur tanaman Urea SP36 KCl Pupuk kandang (kg) Sebelum tanam 200 200 200 20 1 – 2 tahun 50 25 25 20 > 2 – 4 tahun 100 50 50 20 > 4 – 6 tahun 200 100 100 40 > 6 – 8 tahun 400 800 800 40 > 8 – 10 tahun 800 1500 1500 80 > 10 tahun 1000 2500 1500 80

Sumber: Pengalaman petani Kaligesing Purworejo

Pemberian pupuk pada lobang tanam manggis berkisar antara 100-150 g fosfat dan 200-300 g kapur (jika tanah masam). Pupuk majemuk NPK dengan perbandingan N, P2O5 dan K2O adalah 10:10:10 sebanyak 200 g/lobang dapat juga dipakai sebagai penganti superfosfat. Bagi tanaman kuat pemberian sulfat dan amoniak 50-100 g/pohon setiap bulan akan memberikan pertumbuhan vegetatif yang cepat. Pemberian ini dilanjutkan sampai 6 bulan setelah tanam (Yaacob dan Tindal 1995).

Rata-rata pemberian pupuk untuk manggis akan meningkat secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan vegetatif tanaman. Menjelang panen pertama yaitu sekitar umur 8 tahun setelah tanam, di Thailand diberikan campuran pupuk NPK (10:10:9) dengan peningkatan secara bertahap seperti Tabel 3. pupuk diberikan dua kali dengan jumlah yang sama yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Yaacob dan Tindal 1995).

15 Husin dan Chinta (1989) membuat rekomendasi perlakukan pemupukan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman manggis pada tanah yang kesuburannya rendah seperti Ultisol dan Oxisol. Rekomendasi pemupukan ini adalah NPK 15:15:15 sebanyak 0,5-1 kg/pohon bersamaan dengan pupuk organik untuk tanaman muda. Jumlah pupuk ditingkatkan sesuai dengan bertambahnya umur tanaman, pohon dewasa menerima campuran NPKMg 12:12:17:2 sebanyak 2,5 kg/pohon/tahun (Yaacob dan Tindal 1995).

Tabel 3 Pemberian pupuk NPK (10:10:9) rata-rata tahunan pada tanaman manggis di Thailand Umur tanaman (tahun) Dosis (kg/pohon) 1 – 2 2 – 4 4 – 6 6 – 8 8 – 10 10 + 0,25 0,50 1,00 2,00 4,00 7,00 Sumber: Yaacob dan Tindal (1995).

Rekomendasi yang cukup bervariasi telah diberikan untuk stimulasi pembungaan dan pembuahan, terutama pemasakan buah pada pohon dewasa. Dalam hal ini peningkatan kandungan pupuk nitrat dan kalium setelah 8 tahun untuk merangsang pembuahan, termasuk juga unsur hara mikro. Periode setelah panen juga perlu diperhatikan, pada beberapa daerah pemberian pupuk sangat penting untuk stimulasi pertumbuhan vegetatif baru. Pupuk diberikan biasanya setelah pemangkasan (Yaacob dan Tindal 1995).

Di Hainan, China, pupuk NPK diberikan tiga kali setahun kepada pohon- pohon manggis dewasa yang berbuah banyak. Pemberian dilakukan biasanya sebelum pembungaan, setelah pembentukan buah dan setelah panen. Jumlah setiap kali pemberian adalah 0,25 kg/pohon dengan tambahan fosfat sebanyak 0,5 kg/pohon pada pemberian terakhir setelah panen. Pupuk kandang sebanyak 20-25 kh/pohon juga ditambahkan pada pemupukan terakhir (Yii 1987).

16 Pupuk biasanya diberikan melingkar sebatas tajuk tanaman dan diaduk dengan tanah pengolahan ringan. Pemberian pupuk diikuti dengan pemberian air kecuali pada cuaca lembab (Yaacob dan Tindal 1995). Pupuk organik biasanya dalam bentuk mulsa digunakan secara teratur dan diulangi lagi, terutama pada musim kering. Di India Selatan pemberian 45-90 kg pupuk kandang dan 5-7 kg brangkasan kacang tanah digunakan setiap tahun pada tiap tanaman (Krishnamurthi dan Rao 1962).

Dari data-data diatas diketahui bahwa pemupukan pada tanaman manggis masih sangat beragam dan tidak ada standar yang akurat sebagai pedoman dalam pelaksanaannya. Pada hal di dalam ilmu pemupukan menurut Olson et al. (1982) terdapat tiga filosofi rekomendasi pemupukan. Filosofi pertaman adalah nisbah kejenuhan kation (Cation saturation ratio). Tanah yang ideal adalah tanah basa yang dapat mempertukarkan 65% kalsium, 10% magnesium, dan 5% kalim atau rasio Ca/Mg = 65; Ca/K = 13 dan Mg/K = 2. Diluar rasio ini Mg atau K akan difisiensi. Hasil penelitian di Nebraska pada jagung menunjukan bahwa konsep ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pupuk.

Selain itu, filosofi ini punya kelemahan karena hanya terbatas pada tiga unsur Ca, Mg dan K. Filosofi kedua adalah mempertahankan hara tanah (Nutrient maintenance concept). Filosofi ini adalah pengantian sejumlah hara yang hilang atau sejumlah hara harus ditambahkan sesuai jumlah yang diambil oleh tanaman. Filosofi ini untuk tanah yang subur tidak bisa diterapkan karena pada tanah yang subur tidak diperlukan pemberian pupuk, disamping itu pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi kehilangan hara akibat pencucian (leaching) luput dari perhitungan filosofi ini.

Filosofi terakhir adalah level kecukupan hara (Sufficiency level approach). Filosofi ini didasarkan pada uji kalibrasi antar analisis tanah dengan hasil tanaman. Penambahan pupuk berdasarkan kebutuhan tanaman, diluar kemampuan tanah untuk menyediakannya. Filosofi ini cukup menjanjiankan karena hanya diperlukan sedikit usaha untuk menjaga hara tanah diatas level kecukupan. Filosofi nutrient suficiency level dianggap paling berhasil digunakan untuk memprediksi rekomendasi pupuk. Pendekatan filosofi ini adalah pemberian pupuk merupakan tambahan hara ke dalam tanah bila tanah tidak mampu

17 menyediakannya bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara maksimum. Pendekatan ini dapat menghindari pemborosan dan pencemaran lingkungan.

Bentuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Tanah

Tanah merupakan sumber alami utama yang menyediakan faktor-faktor eksternal yang mengkontrol pertumbuhan seperti udara, air dan hara (Poerwanto 2003). Ketersedian hara dalam tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, karena struktur jaringan tanaman dibentuk dari unsur- unsur. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jumlah hara esensial dari waktu ke waktu mengalami penambahan dari 16 sekarang menjadi 21. Hara esensial dapat digolongkan ke dalam hara-hara makro, mikro dan unsur bermanfaat (beneficialelements)(Idris 1996).

Hara makro dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu: non mineral dan mineral (Poerwanto 2003). Hara non mineral terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen diperoleh tanaman dari atmosfir dan air. Hara mineral terdiri nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar, sedangkan hara makro lain kalsium, magnesium, dan sulfur pada umumnya digunakan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan hara nitrogen, fosfor dan kalium. Hara mikro seperti besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibdenum dan klorida digunakan dalam jumlah sangat sedikit.

Beneficial elements merupakan hara yang keesensialannya tidak berlaku umum, hanya pada tumbuhan tertentu saja yaitu natrium, cobalt, vanadium, iodium (Idris 1996).

Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentuk- bentuk tertentu saja. Hara yang diserap oleh tanaman akan berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme. Pembahasan berikut hanya dibatasi pada bentuk hara dalam tanah dan peranannya bagi tanaman khususnya hara makro nitrogen, fosfor dan kalium.

Nitrogen

Nitrogen (N) diserap oleh tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion amonium (NH4+). Amonium (NH4+) merupakan salah satu bentuk kation nitrogen anorganik yang lebih banyak terdapat pada kondisi anaerob. Sedangkan pada kondisi aerob (oksidasi) sebagian dari amonium diserap oleh kompleks jerapan

18 ataupun difiksasi oleh mineral liat vermikulit dan smektit, dan sebagian lagi dioksidasi menjadi nitrat dengan bantuan bakteri autotrof nitrosomonas dan nitrobacter (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Lebih dari 50% NH4+ yang diberikan akan mengalami nitrifikasi dalam waktu 28 hari dengan kadar air sekitar titik layu permanen, sedangkan pada tegangan air diturunkan sekitar 7 bar, dalam waktu 21 hari semua NH4+ akan berubah menjadi nitrit. Sedangkan Mengel dan Kirkby (1987) melaporkan bahwa semua dari amonium yang diberikan kedalam tanah akan berubah menjadi nitrat dalam waktu 14 hari.

Proses pengambilan nitrogen oleh tanaman yaitu melalui pergerakan bentuk-bentuk ion nitrogen ke permukaan akar. Sebagian besar pergerakan N terjadi seperti NO3- dalam aliran konvektif air tanah ke akar-akar tanaman dipengaruhi oleh transpirasi tanaman pada bagian atas tanah. Karena daya tarik antara NO3- dan koloid tanah dapat diabaikan, NO3- adalah mobil dan dengan mudah terangkut ke akar-akar tanaman melalui aliran massa. Sebaliknya, daya tarik antara NH4+ dan koloid tanah adalah kuat. Ketika potensial pengambilan melebihi suplai dari aliran massa, maka konsentrasi bentuk-bentuk N pada permukaan akar berkurang dan proses difusi dimulai. Difusi kurang penting dalam banyak situasi pertanaman pada tanah-tanah yang berdrainase baik, kecuali terjadi sesuatu yang khusus. Suatu keadaan dimana difusi sangat penting terjadi yaitu pada budidaya padi sawah (Olson dan Kurtz 1985).

Nitrogen ditemukan dalam bentuk organik dan anorganik dalam tumbuhan, yang bergabung dengan C, H, dan O serta kadang-kadang dengan S. Nitrogen organik dapat terakumulasi dalam tumbuhan, terutama dalam batang dan penyokong jaringan dalam bentuk nitrat (NO3), N organik terutama protein mempunyai berat molekul yang tinggi dalam tanaman (Jones 1998).

Kebanyakan tanaman mengandung nitrogen 1,50-6,00% dari berat kering tanaman dengan nilai kecukupan 2,50-3,50% dalam jaringan daun. Suatu rentang yang lebih rendah 1,80 sampai 2,20% ditemukan pada kebanyakan tanaman buah dan rentang yang lebih tinggi 4,80 sampai 5,50% ditemukan pada jenis legum. Tanaman yang daya hasilnya tinggi akan mengandung 56 sampai 560 kg N/Ha. Nilai kritis sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan, dan bagian tanaman (Jones 1988).

19

Fosfor

Secara garis besar fosfor (P) dibedakan atas P anorganik dan P organik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dari P organik, kecuali pada tanah organik. Meskipun demikian pada lapisan olah , kadar P organik pada tanah mineral selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman maka P yang diserap tanaman berasal dari P larutan tanah (Tisdale, Nelson dan Beaton 1985). Sumber cadangan P banyak terdapat dalam kerak bumi. Hampir semua senyawa P yang dijumpai di alam, rendah daya larutnya. Fosfor dalam tanah mineral jumlahnya sedikit dan ketersediaannya bagi tanaman rendah, sehingga perlu tambahan dari luar melalui pemupukan (Brady 1990).

Fosfor dalam bentuk organik terdapat dalam tumbuhan hidup dan hasil pelapukan binatang atau tumbuhan mati. Fosfor dalam bentuk organik terdiri dari asam nukleat dan fosfolipid (Soepardi 1983). Sedangkan P-anorganik digolongkan dalam dua kelompok, yaitu P-anorganik yang mengandung kalsium (Ca) dan P-anorganik yang mengandung alumunium (Al) dan besi (Fe) (Brady 1990).

Pada reaksi tanah masam, P biasanya difiksasi oleh Al dan Fe sehingga ketersediannya rendah bagi tanaman dan pada tanah netral biasanya P difiksasi oleh kation Ca dan magnesium (Mg) menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman (Leiwakabessy 1988). Pada umumnya kertersediaan P menurun di bawah pH 5,5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat. Di atas pH 7,0 P difiksasi oleh Ca dan Mg (Hardjowigeno 2003).

Tanaman biasanya mengabsorpsi fosfat dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion HPO4=. Setelah diserap tanaman, fosfat (dalam bentuk H2PO4-) akan berada dalam bentuk fosfat inorganik (Pi) atau dalam bentuk ester dengan kelompok hidroksil membentuk ikatan karbon (C-O-P) ester fosfat (gula fosfat) atau bergabung dengan fosfat lain membentuk ikatan pirofosfat yang kaya akan energi P-P misalnya ATP (Gardner, Pearce dan Mitchell, 1985; Salisbury dan Ross 1992).

20 Secara umum kalium dalam tanah terdapat dalam bentuk: (1) Kalium dalam mineral primer, (2) Kalium terfiksasi oleh mineral sekunder, (3) Kalium dapat dipertukarkan, dan (4) Kalium dalam larutan. Sedangkan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman dapat digolongkan ke dalam: (1) Kalium relatif