• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Padi Sawah

Tanaman padi memerlukan sejumlah unsur hara dalam ukuran cukup, seimbang dan berkesinambungan untuk terus tumbuh dan berkembang secara optimal sampai menyelesaikan suatu siklus hidupnya dengan sempurna. Unsur hara tersebut diperoleh melalui: atmosfer yang masuk melaui dedaunan dan batang, ion-ion yang dapat ditukar pada permukaan tekstur liat dan humus, serta mineral yang lapuk (Mas’ud, 1992). Srivastava (2002) menambahkan, tanaman padi mengabsorpsi hara mineral dan air dari tanah, CO2 dari udara untuk kegiatan fotosintesis. Hasil dari fotosintesis (asimilat) kemudian diangkut ke seluruh bagian tanaman padi untuk pertumbuhan tanamannya dan sebagian disimpan sebagai cadangan makanan (karbohidrat, protein dan lemak), maupun digunakan dalam fase reproduksi.

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi ada 16 unsur hara esensial. unsur hara tersebut terbagi ke dalam dua kelompok yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar yaitu unsur hara N, P dan K di tambah unsur hara makro lainnya dan unsur hara mikro dalam jumlah kecil (Havlin et al, 2005).

Unsur hara N yang diaplikasikan pada tanaman padi banyak diteliti dan nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan produksi gabah. Unsur hara N umumnya diserap padi dalam bentuk ammonium (NH4+). Hasil penelitian Liang (1987) menunjukan bahwa ammonium pada lahan sawah 25-29 % diserap oleh tanaman padi, 17-25 % tertahan di tanah, dan 50-54 % hilang karena tercuci, menguap dan terdenitrifikasi. Sumber unsur hara N untuk tanaman padi tidak seluruhnya berasal dari pupuk. Menurut Yaacub dan Sulaiman (1992), hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa dari 39-98 % kg N/ha yang diambil tanaman padi, 34-56 kg N/ha berasal dari tanah dan selebihnya dari pupuk.

Pelaksanaan program intensifikasi dari tahun ke tahun telah menyebabkan terakumulasi unsur P di sebagian besar lahan sawah di Jawa. Hasil penelitian Syam dan Hermanto (1995), menunjukan bahwa 1.7 juta hektar lahan sawah di

Indonesia berstatus akumulasi P2O5 sedang, 1.5 juta hektar tergolong tinggi, dan hanya 0.54 juta hektar yang tingkat akumulasinya rendah. Menurut Witt el al. (1999), untuk menghasilkan 3 ton gabah diperlukan sekitar 7.5 kg P/ha untuk diserap tanaman, sedangkan untuk menghasilkan 6 ton gabah diperlukan 15.6 kg P/ha untuk diserap tanaman.

Unsur hara K bagi tanaman berfungsi sebagai osmoregulan, aktivasi enzim, pengatur pH di tingkat seluler, keseimbangan kation-anion sel, pengaturan transpirasi melalui pengaturan pembukaan stomata, dan transpirasi asimilat. Selain itu unsur K berperan memperkuat dinding sel tanaman dan terlibat dalam lignifikasi jaringan sklerenkhim yang dihubungkan dengan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pengaruh K pada tanaman padi adalah meningkatkan luas daun dan kandungan klorofil daun serta menunda senesen daun sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kapasitas fotosintesis pertumbuhan tanaman (Dobermann dan Fairhust, 2000). Menurut Sugiyanta (2007) unsur K tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan, tetapi berpengaruh terhadap jumlah gabah/malai, persen gabah isi, dan bobot 1000 butir gabah.

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Menurut Vessey (2003) pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, yang ketika diaplikasikan kepada benih, permukaan tanaman, atau tanah dapat memacu pertumbuhan tanaman. Menurut Permentan (2009) pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah.

Pupuk hayati dapat berisi bakteri atau fungi yang berguna bagi tanaman. Beberapa bakteri yang digunakan dalam pupuk hayati antara lain Azetobacter sp., Azospirilium sp., lactobacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp. Isolat bakteri tersebut dapat memacu pertumbuhan tanaman padi dan jagung di rumah kaca dan di lapang (Hamim, 2008). Tombe (2008) menambahkan, pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses

mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk hayati bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, menekan soil borne disease, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Bakteri Azotobacter sp. dan Azospirilium sp. termasuk bakteri aerob dan berasosiasi bebas (Yuwono, 2006). Menurut Simanungkalit (2001), Azotobacter sp. dan Azospirilium sp. berfungsi sebagai penambat nitrogen dari udara bebas, sehingga tumbuhan bisa mendapatkan nitrogen secara optimal. Atlas dan Bortha (1998), bakteri seperti Pseudomonas mampu melarutkan P dari bentuk tidak larut menjadi tersedia bagi tanaman. Pattern dan Glick (2002) menambahkan, bakteri tersebut juga mampu menghasilkan hormon-hormon tumbuh seperti auksin, giberelin, mapun kinetin yang merangsang pertumbuhan akar rambut sehingga meningkatkan serapan hara tanaman. Bakteri lain menurut Yuwono (2006) yang dapat melarutkan fospat diantaranya: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B. megatherium, Arthrobacter sp., Achromobacter sp, Flavobacterium sp, Micrococus sp, dan Mycobacterium sp.

Peran bakteri tersebut menyebabkan tanaman mampu menyerap hara lebih banyak sehingga pertumbuhannya dapat lebih baik. Secara prinsip bakteri berperan dalam meningkatkan ketersediaan hara tanaman serta meningkatkan kapasitas serapan hara tanaman.

Pengaruh Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pupuk hayati adalah mikroba yang dapat membantu menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit, 2001). Penelitian Wu et al (2005) menunjukan bahwa pupuk hayati dapat memacu pertumbuhan tanaman. Fadiluddin (2009) menambahkan keberadaan mikroba di dalam pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi N, membuat hara lebih tersedia dalam pelarutan P atau meningkatkan akses tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang memadai.

Mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati dapat memasok unsur hara. Mikroba dapat hidup bersimbiosis dengan tanaman, sehingga mampu menambat

unsur N dari udara yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Goenadi, 2004). Menurut Dobermann dan Fairhust (2000), fungsi unsur N pada tanaman padi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah anakan dan meningkatkan kehijauan warna daun. Penelitian Fadiluddin (2009), aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan baik jagung maupun padi gogo.

Aplikasi pupuk hayati selain dapat meningkatkan petumbuhan tanaman juga berdampak terhadap peningkatan produksi tanaman. Hasil penelitian Dey et al (2004), aplikasi mikroba aktivator telah meningkatkan pertumbuhan kacang tanah, bobot kering tajuk, jumlah nodul, dan bobot biji saat panen dengan rata-rata peningkatan produksi biji mencapai 66 %. Penelitian Hidayati (2009) di rumah kaca pada tanaman padi bahwa aplikasi pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi dan hampa per rumpun, dan bobot produksi biji per rumpun, sedangkan pada tanaman jagung aplikasi pupuk hayati memberikan pengaruh nyata terhadap bobot produksi biji dan bobot 100 biji.

Aplikasi Terpadu Pupuk Hayati dan Pupuk Anorganik

Aplikasi pupuk hayati terpadu pupuk anorganik dapat meningkatkan serapan hara, pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman. Penelitian Fadiluddin (2009), aplikasi pupuk hayati yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik pada tanaman jagung meningkatkan serapan hara makro total hingga 145 % dan 665.3 % dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan (kontrol), sedangkan pada padi gogo mampu meningkatkan serapan unsur hara makro total hingga 99.4 % dan 80.6 % dibandingkan kontrol.

Percobaan pupuk hayati mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Hasil penelitian Goenadi (1995), aplikasi bakteri dalam pupuk hayati mampu menurunkan dosis pupuk anorganik hingga 50 % pada tanaman pangan. Laporan Kristanto et al (2002) menyebutkan bahwa inokulasi bakteri Azospirillum pada tanaman jagung mampu mengurangi kebutuhan pupuk N sampai dengan dosis sedang. Penelitian Patola (2005) juga menyatakan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan pupuk NPK sampai 50 % anjuran mampu meningkatkan hasil gandum sebesar 13 %. Penelitian Fadiluddin (2009) juga

menambahkan bahwa aplikasi pupuk hayati cair dikombinasikan dengan kompos 50 % + NPK 50 % dapat meningkatkan bobot produksi jagung pipilan per tanaman dan bobot 100 biji jagung yang masing-masing mencapai 274.6 % dan 79.7 %, sehingga percobaan pupuk hayati tersebut mampu mengurangi dosis pupuk NPK sampai 50 %.

Dokumen terkait