• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus L) Tanaman Bangun-Bangun

Menurut Damanik et al. (2001), tanaman bangun-bangun umumnya dikenal

dengan nama daun jinten, namun tanaman ini dapat dijumpai di daerah-daerah Indonesia dengan nama-nama yang berbeda seprti daun ajeran (Sunda), daun kambing (Madura), dan daun iwak (Bali), serta daun bangun-bangun (Batak Toba). Setiap tanaman tentu memiliki ciri yang dapat membedakan tanaman tersebut dengan tanaman lainnya, adapun cara yang dapat dilakukan yakni dengan melihat perbedaan ciri fisik tanaman.

Menurut Siagian dan Rahayu (2000), tanaman bangun-bangun memiliki ciri fisik sebagai berikut (1) batang berkayu lunak, beruas-ruas dan berbentuk bulat, (2) daun berbentuk bulat seperti bulat telur, tepi daun beringgit, melebar, panjang 3-4 cm dengan ujung meruncing, (3) tangkai sari bersatu dibagian bawah membentuk tabung dan mengelilingi putik, serta (4) berakar tunggang.

Gambar 1. Tanaman Bangun-Bangun

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Manfaat Tanaman Bangun-Bangun

Secara umum, terdapat tiga komponen utama yang terkandung dalam daun

bangun-bangun yaitu (1) senyawa yang bersifat lactagogue, (2) zat gizi, dan (3) senyawa

yang bersifat farmakoseutika (Lawrence et al., 2005). Depkes (2005) menyatakan bahwa

4 memiliki manfaat lain antara lain untuk menurunkan demam, mengatasi batuk, sembelit, perut kembung, sariawan, dan alergi.

Kandungan Tanaman Bangun-Bangun

Tanaman bangun-bangun jika dibandingkan dengan daun katuk (Sauropus

androgymus), maka komposisi zat gizi dalam 100 gram daun bangun-bangun

mengandung lebih banyak kalsium, besi dan karoten total, adapun data komposisi daun bangun-bangun dan katuk selengkapnya tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Bangun- Bangun dan Daun Katuk

Zat Gizi Daun Bangun- Bangun Daun Katuk

Energi (kal) 27,0 59 Protein (g) 1,3 6,4 Lemak (g) 0,6 1,0 Hidrat arang (g) 4,0 9,9 Serat (g) 1,0 1,5 Abu (g) 1,6 1,7 Kalsium (g) 279 233 Fosfor (g) 40 98 Besi (mg) 13,6 3,5 Karoten total (mkg) 13288 10020 Vitamin A - - Vitamin B1 0,16 - Vitamin C 5,1 164 Air 92,5 81 Sumber: Mahmud et al. (1990)

Berdasarkan hasil analisis menggunakan GC (Gas Chromatography) dan GC-

MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) oleh Laboratorium Departement of

Chemistry Gorakhpur University (2006), menemukan senyawa yang terkandung Coleus

amboinicus Lour dengan kegunaannya yang berperan aktif dalam metabolism sel dan

merangsang pruduksi air susu, yakni tymol, carvacrol, dan forskholin, adapun presentase

kandungan senyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

5 memberikan efek negarif pada daging dan susu (Acamovic dan Brooker, 2005),

kemudian menurut Ilsey et al. (2003) penggunaan carvacrol dalam suatu campuran

ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibanding babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi,

dan senyawa forskholin bersifat membakar lemak menjadi energi (Sahelian, 2006).

Tabel 2. Kandungan Senyawa Aktif Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus

Lour)

Senyawa Aktif Jumlah (%)

Thymol 94,3

Forskholin 1,5

Carvacrol 1,2

Sumber : Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University,India (2006) Keterangan : 97% dari kandungan asam lemak

Cahaya, Fotosintesis, dan Naungan

Cahaya (energi total) sangat penting dalam penyediaan sumber energi melalui fotosintesis untuk menghasilkan sel baru, pertambahan bahan kering, serta perbanyakan daun pada setiap anakannya. Tanaman yang memperoleh periode penyinaran yang pendek dan intensitas cahaya yang rendah, akan menyebabkan suplai hasil materi kasar dari fotosintesis, berkurang (Parson dan Chapman, 2000).

Fotosintesis merupakan mekanisme yang memungkinkan tumbuhan

menggunakan energi cahaya untuk mengubah molekul sederhana menjadi bahan organik (Q A International, 2009). Hasil fotosintesis merupakan produk dari beberapa proses fisiologi yang komplek akibat pengaruh dari genetik, morfologi, dan lingkungan. Fotosintesis merupakan faktor dasar yang mempengaruhi proses produksi bahan kering dengan asumsi tanaman mendapat air dan mineral yang cukup. Akumulasi bahan kering pada daun, batang, dan akar selama pertumbuhan vegetatif merupakan hasil utama yang dipanen dari hijauan. Apabila semua faktor terpenuhi, akumulasi produksi bahan kering merupakan fungsi dari jumlah daun yang mendapat sinar matahari (Dovrat, 1993).

Naungan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membedakan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman di bawahnya. Pembuatan

6 naungan dapat dilakukan dengan menggunakan paranet yang telah dibuat dengan intensitas cahaya yang berbeda atau dibuat pola penanaman menggunakan sistem integrasi dengan tanaman kehutanan, seperti karet, kelapa sawit, dan sengon.

Respon Tumbuhan terhadap Intensitas Cahaya

Terdapat beberapa perubahan yang dialami tumbuhan dengan adanya perlakuan intensitas cahaya yang berbeda. Adaptasi tanaman terhadap kondisi cekaman intensitas cahaya rendah dapat dilihat dari karakter morfologi, anatomi, dan fisiologi tumbuhan tersebut (Sukarjo, 2004). Salah satu perubahan morfologi tanaman yaitu terjadinya peristiwa etiolasi, yakni pertumbuhan tumbuhan yang sangat cepat di tempat gelap namun kondisi tumbuhan lemah, batang tidak kokoh, hal itu dikarenakan berkurangnya degradasi auksin (Salisbury dan Ross, 1995).

Adanya perlakuan dengan naungan dapat menguntungkan dan juga merugikan tanaman, pada tanaman temu-temuan pengaruh naungan cenderung meningkatkan beberapa sifat, seperti tinggi tanaman, diameter batang semu, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah dan panjang rimpang, bobot kering tajuk dan jumlah mata tunas pada rimpang primer (Archita, 2005), selain itu perlakuan dengan naungan 50% dapat menurunkan jumlah daun pada keempat genotif kedelai yang diuji (Anggarani, 2005). Kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya metabolisme sehingga menyebabkan menurunnya laju fotosintesis dan sintesis

karbohidrat (Sapandie et al., 2003).

Menurut Erlangga (2008) menyatakan bahwa naungan dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang daun, dan lebar daun tanaman kunyit tetapi jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak yang kondisi tidak ternaungi. Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi dapat menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menyebabkan meningkatnya gabah hampa. Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil kedelai, jagung, padi gogo, ubi jalar, dan talas (Djukri dan Bambang, 2003). Sependapat

dengan Kurniawati et al. (2005) yang menyatakan bahwa pengaruh tingkat naungan,

7

Pupuk

Pupuk adalah salah satu penyedia unsur-unsur yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan, adapun unsur yang terkandung di dalamnya dapat terdiri dari unsur mikro maupun unsur makro. Pupuk yang biasa digunakan antara lain pupuk kandang dan pupuk sintesis. Pupuk kandang dapat diperoleh dari kotoran ayam, kotoran sapi, kotoran kambing, namun dilihat dari kandungannya pupuk dari kotoran ayam lebih baik yakni kandungan nitrogennya lebih tinggi dari kotoran hewan lainnya, terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Hara dari Pupuk Kandang Padat/ Segar Sumber pupuk Kadar air Bahan organik N P2 O5 K2 O CaO Rasio C/N ---%--- Sapi 80 16 0,3 0,2 0,15 0,2 20-25 Kerbau 81 12,7 0,25 0,18 0,17 0,4 25-28 Kambing 64 31 0,7 0,4 0,25 0,4 20-25 Ayam 57 29 1,5 1,3 0,8 4 9-11 Babi 78 17 0,5 0,4 0,4 0,07 19-20 Kuda 73 22 0,5 0,25 0,3 0,2 24 Sumber: Lingga (1991)

Pupuk sintetis yaitu SP 36 , dan KCl. Unsur yang terkandung dalam pupuk

SP36 yaitu unsur posfor. Unsur posfor digunakan tanaman untuk melakukan pembelahan

sel, pengembangan jaringan dan titik tumbuh tanaman, serta memiliki peranan penting di dalam proses transfer energi.

Beberapa ciri tanaman akibat kekurangan fosfor sebagai berikut: 1. Petumbuhan tanaman menjadi kerdil.

2. Warna di ujung dan tepi daun akan terlihat hijau pucat, ungu, atau merah tua 3. Proses pembuahan terhambat dan produksi tanaman rendah.

Pupuk KCl menyumbangkan unsur kalium dan klorin. Fungsi dari kalium antara lain untuk meningkatkan tanaman terhadap serangan stres kekeringan, dan cuaca dingi, serta membantu sintesis karbohidrat dan protein.

8 Ciri tanaman yang kekurangan kalium sebagai berikut:

1. Pertumbuhan daun menjadi kecil.

2. Warna daun menguning bahkan dapat menjadi coklat. 3. Daun menjadi terlihat rebah.

9

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Lokasi penanaman tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, L)

dilakukan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dengan waktu pengamatan selama sebelas minggu yang dimulai pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan 96 stek

batang tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) berumur empat minggu,

tanah latosol, dan pupuk yang digunakan antara lain litter ayam, pupuk SP-36, serta KCl,

sedangkan peralatan yang digunakan yaitu polybag, bangunan naungan, sekop,

timbangan lapang dan timbangan digital, penggaris, meteran, serta gunting.

Polybag yang digunakan berukuran 40 cm x 35 cm dengan media kapasitas

10 kg yang berjumlah 32 buah, kemudian bangunan naungan untuk perlakuan dibuat dengan ukuran 2 m x 1 m x 1.25 m dan dipasang paranet dengan intensitas yang berbeda-beda. Adapun ukuran intensitas cahaya pada paranet yang digunakan yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% (kontrol).

Metode Pemilihan Stek

Stek batang yang digunakan yaitu berukuran tinggi 15 cm dengan ciri stek telah memiliki mata tunas, tumbuh daun, dan berbatang, kemudian ditanam pada plastik yang berisi tanah yang telah disiram, stek yang dipilih dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Stek Tanaman Bangun-Bangun

10

Tahap Adaptasi

Stek yang telah ditanam selama dua minggu dipindahkan ke polybag yang

telah diisi tanah seberat 8 kg, litter ayam 1 kg, pupuk SP-36 2 g, dan KCl 2 g. Jumlah stek yang digunakan 96 batang dengan penempatan tiga batang stek dalam setiap

polybag yang kemudian disiram dan diadaptasikan selama dua minggu di tempat

yang teduh, dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahap Adaptasi Tanaman

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Pembuatan Bangunan Untuk Naungan

Lahan yang dipakai sebagai tempat naungan, dibersihkan terlebih dahulu dari semak-semak. Bangunan yang dibuat untuk naungan yaitu sebanyak tiga petak dengan ukuran 2 m x 1 m x 1.25 m yang terbuat dari bambu. Setelah bangunan selesai dibuat, kemudian dipasang paranet dengan intensitas cahaya yang berbeda- beda sesuai dengan perlakuan. Jenis paranet yang digunakan yaitu paranen dengan naungan 55% dan naungan 75%. Perlakuan dengan intensitas cahaya 25% menggunakan paranet dengan naungan 75%, sedangkan untuk perlakuan dengan intensitas cahaya sebesar 50% dan 75% menggunakan paranet dengan naungan 55%, oleh karena itu untuk mendapatkan intensitas cahaya sebesar 75% dan 50% maka diperlukan perhitungan. Cara yang dilakukan untuk memperoleh intensitas cahaya yang diinginkan yaitu sebagai berikut:

Jumlah benang yang

dihilangkan = Persen naungan yang akan dihilangkan

Persen naungan paranet yang digunakan

seluruh jumlah lembar * benang pada paranet

11 Nomor benang yang

diambil

=

Jumlah benang yang

dihilangkan

Seluruh jumlah lembar benang pada paranet yang digunakan

Setelah mendapatkan intensitas yang diharapkan maka tahap selanjutnya yaitu pemasangan paranet pada masing-masing bangunan. Penempatan bangunan dilakukan dengan menyesuaikan arah matahari yakni dari timur ke barat, kemudian jarak antar bangunan naungan dengan bangunan naungan yang lain yaitu berjarak 0.5m, adapun penampakan bangunan naungan dapat terlihat pada Gambar 4.

Intensitas cahaya 75 % Intensitas cahaya 50 % Intensitas cahaya 25 % Gambar 4. Bangunan Naungan

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Penerapan Perlakuan

Tanaman yang telah diadaptasikan selama dua minggu, kemudian dipilih secara acak dan dipindahkan pada bangunan naungan berdasarkan perlakuan, masing-masing perlakuan terlihat pada Gambar 5.

12

P0 P1

P2 P3

Gambar 5. Tahap Perlakuan

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Pemeliharaan dan Pengamatan

Air yang digunakan untuk menyiram diberikan secara dua kali sehari, penyiraman bertujuan untuk menjaga kapasitas lapang tanaman tersebut. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama sebelas minggu. Pada awal penanaman dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan perhitungan jumlah daun sebagai data awal

(m0 ), kemudian pengamatan terus dilakukan setiap satu minggu sekali sampai waktu

13

Pengukuran tinggi Perhitungan daun

Gambar 6. Tahap Pengamatan

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Tahap Pemanenan

Pada tahap pemanenan diawali dengan menimbang daun, batang, dan akar sebagai data segar, kemudian dikeringkan udara selama dua hari dan ditimbang kembali, setelah itu daun, batang, dan akar dimasukkan ke dalam oven 60°C selama 48 jam, lalu dikeluarkan dan ditimbang untuk memperoleh bobot kering tanaman tersebut.

Perlakuan

Perlakuan ini menggunakan empat perlakuan dan delapan ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah :

P0 = Intensitas cahaya 100%

P1 = Intensitas cahaya 75%

P2 = Intensitas cahaya 50%

P3 = Intensitas cahaya 25%

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan delapan ulangan. Model matematik dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = nilai hasil pengamatan satuan percobaan pada perlakuan ke i dan

µ =

ulangan ke j nilai rataan umum

14

εijk = galat percobaan

Peubahan yang Diamati Panjang Tanaman

Panjang tanaman yang diukur yaitu mulai dari permukaan tanah hingga ujung batang tanaman terpanjang dengan pengukuran setiap satu minggu sekali pada semua perlakuan yang dinyatakan dalam satuan sentimeter.

Jumlah Daun

Daun yang dihitung yaitu daun yang telah mekar sempurna dan dihitung setiap satu minggu sekali pada semua perlakuan yang dinyatakan dalam satuan helai.

Lebar daun

Pengukuran lebar daun dilakukan pada minggu ke-10, data lebar daun tanaman diambil dari daun yang paling lebar pada setiap ulangan di masing-masing perlakuan.

Biomassa Daun

Biomassa daun yaitu berat daun yang ditimbang setelah panen sebagai berat segar kemudian dikeringkan udara dan dimasukkan ke dalam oven 60°C, lalu ditimbang

sebagai bobot kering dengan satuan gram/polybag.

Biomassa Batang

Biomassa batang yaitu berat batang yang ditimbang setelah panen sebagai berat segar kemudian dikeringkan udara dan dimasukkan ke dalam oven 60°C, lalu

ditimbang sebagai bobot kering dengan satuan gram/polybag.

Biomassa Akar

Biomassa akar yaitu berat akar yang ditimbang setelah panen sebagai berat segar kemudian dikeringkan udara dan dimasukkan ke dalam oven 60°C, lalu ditimbang

15

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun

(Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan

intensitas cahaya yang tidak penuh, oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan mengamati pertumbuhan dan produktivitas tanaman bangun-bangun pada kondisi intensitas cahaya yang berbeda-beda. Tanaman bangun-bangun yang digunakan, diperoleh dari hasil panen rekan satu penelitian. Beberapa tahapan pendahuluan sebelum tanaman digunakan, antara lain pemilihan stek, tahap adaptasi, dan barulah dilakukan penerapan perlakuan dengan pemeliharaan serta pengamatan selama sebelas minggu.

Penanaman dilakukan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Kondisi lahan yang digunakan untuk penanaman yakni lahan terbuka dengan bangunan naungan menggunakan paranet yang dibuat berdasarkan perlakuan intensitas cahaya yang berbeda-beda, kemudian

tanaman bangun-bangun ditanam dengan menggunakan polybag, dan ditempatkan pada

masing-masing perlakuan. Selama masa pemeliharaan, salah satu kendala yang dihadapi dengan menanam pada lahan terbuka yakni adanya perubahan iklim, data perubahan iklim dapat dilihat pada Tabel 4. Perubahan iklim menjadikan tanaman mudah terserang hama, adapun hama yang menyerang tanaman bangun- bangun antara lain ulat, belalang, selain itu juga ditemukan jamur pada tanaman dengan perlakuan intensitas cahaya 25% dan 50%.

Salah satu usaha untuk mengurangi hama tanaman tersebut yaitu dilakukan penyemprotan dengan obat anti hama. Selama masa pemeliharaan tanaman disiram dua kali sehari, hal ini bertujuan untuk menjaga kapasitas lapang dari tanaman tersebut, kecuali bila seharian turun hujan maka tanaman akan disiram pada hari berikutnya. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali dengan mengukur tinggi tanaman dan menghitung jumlah daun pada masing-masing perlakuan, sedangkan untuk mengambilan data bobot kering daun, batang, dan akar pada masing-masing perlakuan yang dilakukan pada minggu ke-11.

16 Tabel 4. Data Iklim Darmaga Bogor dari Bulan Februari sampai Mei 2012

Bulan Temperatur Rata-Rata (C) Kelembaban (%) Lama Penyinaran Matahari (jam) Hari Hujan (hari) Februari 25,6 87 5,3 25 Maret 26,2 80 5,0 21 April 26,0 86 5,5 25 Mei 26,1 85 7,1 21 Rata-rata 26,0 84,5 5,7 23

Keterangan: Badan Meteorologi, Klimatologi,dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2012)

Pemanenan yang dilakukan selama dua hari, hal itu dikarenakan waktu pemanenan yang tidak memungkinkan untuk memanen semua tanaman, namun tahapan pemanenan dilakukan dengan mengambil tanaman pada ulangan yang sama disetiap masing-masing perlakuan. Daun, batang, dan akar di timbang terlebih dahulu untuk diperoleh data segar tanaman, kemudian dikeringkan udara selama 2 hari, dan dimasukan ke dalam oven 60°C selama 48 jam untuk memperoleh bobot keringnya.

Pertumbuhan Tanaman Rataan Pertambahan Panjang Tanaman

Peubah pertama yang diamati setiap minggunya yaitu pengukuran panjang tanaman. Panjang tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang ditetapkan, ternyata adanya pengaruh intensitas cahaya menyebabkan terjadinya pertambahan panjang pada batang tanaman bangun-bangun, adapun pertambahan rataannya dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil perhitungan sidik ragam, terlihat bahwa P0 dan P1 sangat berbeda nyata dengan P2 dan P3 (P<0,01). Tanaman yang mendapatkan intensitas cahaya lebih rendah mengahasilkan panjang tanaman yang lebih tinggi, hal ini juga terjadi pada penelitian Archita (2005) bahwa adanya pengaruh naungan dapat menguntungkan dan juga merugikan terhadap tanaman. Pada tanaman temu-temuan pengaruh naungan cenderung meningkatkan beberapa sifat, salah satunya adalah tinggi tanaman.

17 Tabel 5. Rataan Pertambahan Panjang Tanaman Dan Jumlah Daun Per Minggu

Perlakuan Rataan Panjang (cm) Rataan Jumlah Daun (helai)

P0 P1 P2 4,3B ± 0,5 4,8B ± 0,6 6,2A ± 0,7 21A ± 6,2 23A ± 5,8 14B ± 7,6 P3 5,3A ± 1,1 6C ± 3,1 Rataan 5,2 ± 0,7 16 ± 6,0

keterangan: P0= Intensitas cahaya 100%, P1= intensitas cahaya 75%, P2= intensitas cahaya

50%,P3= intensitas cahaya 25%. Superskrif dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P< 0,01).

Pertambahan panjang tanaman yang terjadi pada P2 dan P3 diduga karena adanya peristiwa etiolasi yakni perpanjangan batang dikarenakan berkurangnya degradasi auksin dengan tujuan agar tanaman dapat menangkap cahaya dalam jumlah yang dibutuhkan (Salisbury dan Ross, 1995), namun adanya peristiwa etiolasi pada tanaman bangun-bangun berdampak negatif, sehingga menjadikan morfologi tanaman menjadi terlihat buruk karena batang menjadi tidak kokoh, dan mudah patah, tanaman yang mengalami peristiwa etiolasi terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Peristiwa Etiolasi Pada Tanaman Bangun-Bangun

Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)

Menurut Sukarjo (2004) bahwa adaptasi tanaman terhadap naungan tergantung dari kemapuan untuk merespon kondisi kekurangan cahaya yaitu dengan cara merubah sifat morfologi atau fisiologi tanaman. Salah satu perubahan sifat morfologinya yaitu terjadinya peristiwa etiolasi yakni, hal ini menunjukan bahwa makin sedikit cahaya yang didapatkan maka pemanjangan tanaman akan lebih tinggi

18 dibandingkan dengan tanaman yang mendapatkan intensitas penuh (Sitompul dan Bambang, 1995).

Rataan Pertambahan Jumlah Daun

Salah satu indikator yang dapat diamati dari hasil fotosintesis yaitu pertambahan jumlah daun. Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam pada masing-masing perlakuan menunjukan sangat berbeda nyata (P<0,01). Pada perlakuan P0 dan P1, memperlihatkan pertambahan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3, hal ini dapat dijelaskan oleh pendapat dari Anggarani (2005) bahwa perlakuan dengan naungan 50% dapat menurunkan jumlah daun pada keempat genotif kedelai yang diuji. Penurunan jumlah daun dan jumlah cabang dikarenakan sebagai konsekuensi pertumbuhan dari panjang tanaman, hal ini terjadi seiring dengan peningkatan naungan yang diberikan.

Erlangga (2008) juga menyatakan bahwa naungan dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang dan lebar daun tanaman kunyit tetapi jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak pada kondisi yang tidak ternaungi, sehingga jika dibuat korelasi antara tinggi tanaman dengan jumlah daun yang dihasilkan, maka akan menjadi korelasi yang bernilai negarif, hal ini terlihat pada perlakuan dengan intensitas cahaya yang rendah, memiliki panjang tanaman yang cenderung meningkat sedangkan jumlah daun yang dihasilkan semakin menurun.

Pertambahan dan penurunan jumlah daun yang terjadi merupakan salah satu pengaruh dari intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman sehingga hal ini berdampak pada proses fotosintesis tanaman tersebut. Menurut Parson dan Chapman (2000) bahwa cahaya merupakan faktor yang mempengaruh suatu tanaman karena cahaya sangat penting dalam penyediaan sumber energi melalui proses fotosintesis untuk menghasilkan sel baru, pertambahan bahan kering, serta perbanyakan daun disetiap anakannya.

Rataan Lebar Daun Pada Minggu Ke-10

Parameter pertumbuhan tanaman yang diamati berikutnya yaitu lebar daun. Lebar daun pada masing-masing perlakuan diukur pada minggu ke-10, hasil dapat terlihat pada Tabel 6.

19 Tabel 6. Rataan Lebar Daun Pada Minggu Ke-10

Perlakuan Rata-Rata Lebar Daun (cm)

P0 8,1 ± 0,7

P1 8,8 ± 1,3

P2 8,5 ± 3,5

P3 9,6 ± 1,6

Rataan 8,8 ± 1,8

keterangan: P0= Intensitas cahaya 100%, P1= intensitas cahaya 75%, P2= intensitas cahaya 50%,

P3= intensitas cahaya 25%.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan sidik ragam ternyata semua perlakuan menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, baik itu pada intensitas cahaya penuh maupun pada intensitas cahaya yang rendah, namun jika dilakukan penilaian secara subjektif maka P3 yang memiliki lebar daun terbesar diantara perlakuan lain. Menurut Archita (2005), pada tanaman temu-temuan pengaruh naungan cenderung meningkatkan beberapa sifat, salah satunya adalah lebar daun.

Di lapang perbedaan yang terlihat yakni lebih kepada morfologi ketebalan daunnya, daun dengan perlakuan intensitas cahaya yang rendah terlihat lebih tipis dibandingkan dengan daun yang menerima intensitas cahaya yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan lapisan palisade yang menjadi lebih pendek. Kondisi demikian sangat menguntungkan tanaman karena klorofil yang terkandung akan lebih terorientasi pada

bidang permukaan daun sehingga penangkapan cahaya lebih efisien (Sopandie et al.,

2006).

Bobot Kering Daun, Batang, dan Akar

Peubah yang menjadi pengamatan terakhir yaitu produktivitas tanaman bangun-bangun dengan mengukur biomassa tanaman yang terdiri dari daun, batang, dan

akar dalam keadaan bobot kering dengan satuan gram/polybag. Hasi pengamatan dari

20 P0 Daun 70,06A ± 17,46 Batang 55,66A ± 7,99 Akar 6,20A ± 1,54 P1 P2 P3 81,12 A ± 31,59 43,27B ± 26,60 10,22C ± 8,06 57,96A ± 9,40 39,52B ± 21,73 9,76B ± 6,16 8,22A ± 2,36 3,90B ± 2,59 0,93B ± 0,86 Rataan 51,17 ± 20,93 40,72 ± 11,32 4,81 ± 1,84

Tabel 7. Bobot Kering Daun, Batang, dan Akar

Berat (gram)/polybag

Perlakuan

keterangan: P0= Intensitas cahaya 100%, P1= intensitas cahaya 75%, P2= intensitas cahaya

50%,P3= intensitas cahaya 25%. Superskrif dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P< 0,01).

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan sidik ragam menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sangat berbeda nyata (P<0,01), P0 dan P1 memiliki bobot kering yang lebih tinggi dari pada P2 dan P3, hal ini menggambarkan adanya

Dokumen terkait