• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sudah ada pustaka-pustaka terdahulu yang berkaitan erat dengan objek material dan objek formal penelitian. Pustaka-pustaka yang berhasil ditemukan adalahPondaag, dkk. (2017), Juanda (2018), Astutik (2019), Sakina, dkk. (2019), Dayanti, dkk. (2019), Alam (2020), dan Fuadah, dkk. (2021).

Pondaag, dkk. (2017), dalam penelitiannya yang berjudul “Penindasan Perempuan dan Alam dalam Perspektif Ekofeminisme pada Film Maleficent”

membahas tentang representasi perempuan dan alam dalam perspektif ekofeminisme dalam film Maleficent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam film Maleficent ini peneliti secara keseluruhan dapat menyimpulkan bahwa eksploitasi yang dilakukan terhadap alam selalu dilakukan oleh laki-laki. Tidak hanya ekploitasi pada alam, tetapi juga laki-laki dapat melakukan hal sama kepada perempuan. Selain itu, perempuan memang sudah digambarkan sebagai sosok yang kuat dalam film ini. Namun, perempuan tetap saja tidak bisa berada pada posisi yang setara dengan laki-laki. Laki-laki selalu dapat menguasai dan menaklukkan perempuan. Penggambaran yang ditunjukkan dalam film Maleficent ini memiliki kesamaan dengan konsep pemikiran ekofeminisme. Film ini dengan jelas menggambarkan adanya dualisme nilai, yakni menggambarkan perempuan sebagai sosok yang keibuan, penyayang, dan dekat dengan alam. Namun, penggambaran ini bukan untuk menyanjung perempuan, malah justru sebagai bentuk untuk mengembalikan perempuan kepada kodratnya sesuai dengan konstruksi yang ada di masyarakat.

Juanda (2018), dalam penelitiannya yang berjudul “Fenomena Eksploitasi Lingkungan dalam Cerpen Koran Minggu Indonesia Pendekatan Ekokritik” ingin membahas tentang eksplorasi bentuk pengimajian pengarang cerpen Indonesia yang bertemakan lingkungan dan unsur ekokritik yang direfleksikan pengarang melalui cerpen Koran Minggu Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memakai teori ekokritik Garrard yang memfokuskan persoalan lingkungan pada polusi, hutan belantara, bencana alam, pemukiman, hewan, bumi, lalu diberikan interpretasi secara totalitas. Data dalam penelitian ini bersumber dari tiga cerpen dari Koran Minggu Indonesia, yaitu, “Di Seine Meratapi Citarum”, karya Romli H.M.Tribun Jabar, 10 Desember 2017; “Pergi ke Bukit” Karya Tjak Parlan, Republika, 4 Juni 2017; “Cerita Daun Pohon dan Petrichor” karya Faritz Al Faisal, Banjarmasin Post, 15 April 2018. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bentuk pengimajian pengarang dari ketiga cerpen Indonesia tersebut sebagai berikut, (1) Pengarang mengimajikan dalam bentuk cerpen mengenai persoalan pencemaran air yang menyebabkan air sungai kotor dan berbau, (2) bencana alam seperti tanah longsor akibat penambangan liar, (3) pentingnya merawat pohon, (4) pemeliharaan hewan. Peneliti juga menemukan unsur ekokritik yang direfleksikan oleh pengarang dari ketiga cerpen, yaitu mencakup enam persoalan lingkungan (1) polusi, (2) hutan, (3) bencana alam, (4) pemukiman, (5) binatang, (6) bumi (Juanda, 2018).

Astutik (2019), dalam penelitiannya yang berjudul “Eksploitasi Alam dalam Novel Sebuah Wilayah Yang Tidak Ada di Google Earth Karya Pandu Hamzah:

Kajian Ekopsikologi” ingin mengemukakan tentang bentuk perilaku eksploitasi

alam, faktor yang memengaruhi eksploitasi alam, dan dampak perilaku eksploitasi alam. Hasil dari penelitian ini sebagai berikut. (1) Bentuk eksploitasi alam dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh tokoh antara lain, penebangan hutan dan program pembangunan. (2) Faktor yang memengaruhi perilaku eksploitasi pada tokoh adalah untuk memenuhi kebutuhan secara individu dan tidak memikirkan kepentingan orang lain. Selain itu, yang memengaruhi perilakunya adalah kejadian masa lalunya yang membuat ia melakukan eksploitasi alam. (3) Dampak perilaku eksploitasi alam memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dalam novel Sebuah Wilayah yang Tidak Ada Di Google Earth karya Pandu Hamzah, dampak positif sikap eksploitasi alam, yaitu memberikan warga sekitar hiburan atau refreshing. Selain itu, eksploitasi alam tersebut untuk membangun sebuah pemancar televisi swasta agar warga dapat melihat televisi dengan jangkauan yang sangat luas. Dampak negatif perilaku eksploitasi alam, yaitu memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan Kuningan. Eksploitasi alam terhadap penebangan sebatang Pohon Kiara sudah menyebabkan mata air di daerah tersebut mengalami kekeringan. Selain itu, adanya program pembangunan yang merugikan warga, karena warga tersebut tidak bisa memiliki ladangnya sepenuhnya.

Akibatnya, warga sekitar stres akibat memikirkan hal tersebut (Astutik, 2019).

Sakina, dkk. (2019), dalam penelitian yang berjudul “Relasi Antara Manusia dan Alam pada Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki (Sebuah Kajian Ekokritik)” mendeskripsikan bentuk relasi yang terjalin antara manusia dan alam serta dampak dari relasi tersebut berdasarkan kajian ekokritik. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa novel Genduk yang berfokus pada kajian

ekokritik dikemukakan bentuk atau gambaran relasi antara manusia (tokoh cerita) dengan lingkungan alam pegunungan di Jawa Tengah. Novel ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan kehidupan masyarakat pedesaan di Ringinsari, gunung Sindoro pada tahun 1970. Hal ini tentu saja menandakan kondisi alam yang masih cukup baik dan jauh dari kerusakan. Wujud atau bentuk relasi antara manusia dan alam pada novel Genduk mencakup hubungan timbal balik antara keduanya. Dalam hal ini adalah manusia dan alam yang saling terlibat memenuhi kebutuhan satu sama lain. Novel Genduk merepresentasikan gunung sebagai perwakilan alam yang dalam keberadaannya memiliki hubungan simbiosis dengan manusia. Dalam proses melihat bentuk relasi, dapat ditemukan beberapa pemanfaatan alam oleh manusia yang tergambar dalam novel Genduk, diantaranya pemanfaatan spesies hewan gangsir (jangkrik) sebagai kebutuhan makanan. Beberapa tokoh dalam novel Genduk memanfaatkan hewan gangsir sebagai pemenuhan kebutuhan makanan. Relasi yang terjalin antara manusia dan alam pada novel Genduk tentu memberikan sebuah dampak yang positif maupun negatif. Dampak positifnya antara lain, kebutuhan hidup tokoh yang dapat terpenuhi berkat penjualan hasil tanaman tembakau, meningkatkan taraf kesejahteraan hidup tokoh, dan alam di sekitarnya menjadi semakin subur dan terjaga kualitasnya. Sementara, dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan jasmani atau fisik dengan kebutuhan rohani atau mentalnya, jatuhnya nilai jual harga tembakau akibat permainan tokoh tengkulak telah memporak-porandakan roda perekonomian tokoh warga, dan adanya peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh pedagang tembakau karena stres. Hal-hal ini

dirasakan ketika segelintir manusia ingin mendapatkan kentungan yang lebih dari hasil yang diterimanya dari alam.

Dayanti, dkk. (2019), dalam penelitian yang berjudul “Perlawanan Tokoh terhadap Kerusakan Hutan dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari dalam Kajian Ekokritik Greg Garrad” mendeskripsikan bentuk kerusakan hutan dan perlawanan tokoh bedasarkan kajian ekokritik Greg Garrard.

Perlawanan tokoh yang dimaksud dalam penelitian ini ialah mengacu terhadap bentuk tindakan perlawanan yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita. Tokoh Pambudi, tokoh Pak Barkah, dan tokoh Tono, merupakan tokoh yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan di desa Tanggir. Antara tokoh-tokoh di atas yang melakukan perlawanan, tokoh Pambudi yang selalu hadir melakukan perlawanan dalam cerita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa novel ini adalah sebuah novel yang menggambarkan pesan ekologis tentang kerusakan-kerusakan alam yang terjadi di Bukit Cibalak dengan segala problematika, seperti kerusakan hutan, pencemaran udara dan tanah, dan kepunahan bintang. Pesan ekologis yang terdapat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak mengandung pesan-pesan positif, di mana keadaan hutan yang subur menjadi sumber kehidupan masyarakat. Maka, manusia jangan hanya mengeksploitasi alam untuk kepentingannya sendiri, tetapi harus bertanggung jawab, merawat dan memeliharanya untuk warisan bagi generasi masa depan.

Upaya perlawanan yang dilakukan ini lebih bersifat ideologis melalui tulisan oleh tokoh sebagai upaya untuk menyelamatkan kerusakan lingkungan.

Alam (2020), dalam penelitiannya yang berjudul “Relasi Manusia dan Lingkungan dalam Novel Tanjung Kemarau Karya Royyan Julian (Kajian Ekokritik Sastra)” ingin mengidentifikasi bentuk kerusakan lingkungan dan bentuk hubungan manusia (tokoh) dan lingkungan. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan teori ekokritik. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya upaya pelestarian lingkungan pesisir dalam novel Tanjung Kemarau yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bentuk relasi dan kerusakan lingkungan. Pertama, hubungan timbal balik yang terjalin antara manusia dan lingkungannya di mana manusia yang bergantung kepada alam dan alam yang bergantung kepada manusia akan kelestariannya. Kedua, kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan pesisir, serta cara mitigasi lingkungan dalam novel Tanjung Kemarau direalisasikan melalui tindakan tokoh utama Walid yang meminta Ra Amir tokoh yang memberikan informasi dan mengizinkan nelayan menggunakan pukat harimau agar dihentikan. Besarnya kebutuhan manusia yang diambil dari lingkungan menunjukkan bahwa manusia juga harus menaruh perhatian besar terhadap lingkungan melalui (1) alam terhadap manusia dan (2) manusia juga berkemampuan untuk mengubah lingkungannya. Bentuk hubungan tersebut antara lain, lingkungan terhadap manusia, hewan terhadap manusia, dan hutan terhadap manusia. Adapun bentuk kerusakan alam di dalam novel ini adalah kerusakan pada pohon, pencemaran lingkungan, dan kerusakan lingkungan (Alam, 2020).

Fuadah, dkk. (2021), dalam penelitian yang berjudul “Relasi dan Eksploitasi Tindakan Para Tokoh terhadap Alam dalam Novel-Novel Karya Afifah Afra:

Kajian Ekofeminisme Vandana Shiva” ingin menemukan relevansi dan hubungan antara eksploitasi dengan relasi antara semua makhluk yang bermoral termasuk hewan dan tumbuhan pada dua novel karya Afifah Afra yang berjudul Kesturi dan Kepodang Kuning dan Akik dan Penghimpun Senja. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif penelitian dan juga menggunakan metode eksplorasi. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa situasi eksploitasi, persaingan, perdamaian, dan cinta yang dinarasikan oleh Afifah Afra melalui novel Kesturi Dan Kepodang Kuning dan Akik Dan Penghimpun Senja memiliki keterkaitan dengan permasalahan perkembangan di Indonesia saat ini. Maraknya alih fungsi lahan menyebabkan semakin parahnya pembangunan, sistem ekonomi, dan kesehatan.

Ancaman ini paling sering dirasakan oleh kaum perempuan. Situasi tersebut oleh pihak berwenang seperti pemerintah masih menjadi bahan pertimbangan. Sebab tidak semua setuju dengan adanya aksi penolakan alih fungsi lahan akan tetapi tidak hanya alih fungsi lahan justru penambangan liar, perampasan hak milik atas hutan adat dan masih banyak lagi kasus yang tidak terselesaikan. Aksi-aksi ini justru mendapatkan perlindungan dan persetujuan yang mengatas namakan kesejahteraan bersama yang sesungguhnya tidak merata. Kejadian ini didalam kedua novel tersebut oleh Afra dikemas dalam bentuk cerita dan situasi yang diklasifikasikan menjadi beberapa data. (1) Data Eksploitasi, (2) data persaingan, (3) data perdamaian, (4) data kasih dan cinta.

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang eksploitasi alam sebagai bentuk penindasan terhadap manusia dalam objek material novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye menggunakan teori Ekokritik

belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Juanda (2018), Alam (2020), Sakina, dkk. (2019), dan Dayanti, dkk. (2019) bermanfaat bagi penulis untuk memahami dan menerapkan teori ekokritik di dalam penelitian karya sastra khususnya novel. Penelitian Fuadah, dkk. (2021), Astutik (2019), dan Pondaag, dkk. (2017) bermanfaat bagi penulis untuk memahami dan mengeksplorasi bentuk eksploitasi alam, penindasan, dan perlawanan manusia yang berhubungan dengan eksploitasi alam.

Dokumen terkait