• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLOITASI ALAM DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE LIYE: KAJIAN EKOKRITIK. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSPLOITASI ALAM DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE LIYE: KAJIAN EKOKRITIK. Skripsi. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLOITASI ALAM

DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE LIYE:

KAJIAN EKOKRITIK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Stevanny Yosicha Putri NIM: 184114001

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

DESEMBER 2021

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Desember 2021

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Stevanny Yosicha Putri NIM : 184114001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Eksploitasi Alam Dalam Novel Si Anak Pemberani Karya Tere Liye: Kajian Ekokritik beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 20 Desember 2021

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus

Orang tua saya, Yoshua O. Yosfrinda, S.H., M.Th. (†)

dan Hana Christina Sulami, S.Pd.

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(7)

ABSTRAK

Putri, Stevanny Yosicha. 2021. “Eksploitasi Alam dalam Novel Si Anak Pemberani Karya Tere Liye: Kajian Ekokritik”. Skripsi. Yogyakarta:

Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini membahas tentang eksploitasi alam yang terdapat di dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Tujuan penelitian ini adalah, (1) mendeskripsikan faktor penyebab perilaku eksploitasi alam, (2) mendeskripsikan dampak eksploitasi alam, dan (3) mendeskripsikan perlawanan para tokoh terhadap tindakan eksploitasi alam.

Penelitian ini menggunakan teori ekokritik yang terdiri dari dua model kajian, yaitu model kajian etika lingkungan dan model kajian sastra apokaliptik.

Model kajian etika lingkungan digunakan untuk menganalisis faktor penyebab serta dampak dari eksploitasi alam dan model kajian sastra apokaliptik untuk menganalisis perlawanan beberapa tokoh terhadap eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

Hasil analisis penelitian ini diklasifikasikan menjadi tiga, sebagai berikut.

(1) Terdapat dua faktor utama penyebab eksploitasi alam dalam novel ini yaitu ekonomi dan kekuasaan. Faktor tersebut telah melanggar enam prinsip moral terhadap kearifan lingkungan, yaitu sikap hormat terhadap alam, sikap tanggung jawab terhadap alam, solidaritas kosmis, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip tidak merugikan alam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam; prinsip keadilan; prinsip demokrasi; dan prinsip integritas moral (2) Dampak eksploitasi alam yang terdapat dalam novel ini adalah pencemaran dan kerusakan ekosistem alam, terganggunya mata pencaharian penduduk, dan adanya penindasan secara mental serta fisik. Penindasan secara mental dialami oleh Eliana, Damdas, Hima, dan Syahdan. Penindasan secara fisik dialami oleh Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, dan Anton. (3) Terdapat perlawanan para tokoh terhadap tindakan eksploitasi alam yang disimpulkan sebagai berikut. (a) Terdapat enam tokoh dalam novel yang menjadi tokoh pahlawan (protagonis) yang melawan tokoh pecundang (antagonis) yang merusak. Tokoh pahlawan tersebut adalah Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, Anton, dan Syahdan. Tokoh pecundang (antagonis) adalah Johan. (b) Terdapat suasana apokaliptik, yaitu gambaran tentang upaya atau perlawanan tokoh untuk menyelamatkan alam yang terlihat dari tindakan dan perkataan keenam tokoh pahlawan tersebut. (c) Bentuk- bentuk perlawanan tokoh pahlawan berupa pengintaian dan sabotase penambangan pasir dilakukan oleh Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, dan Anton.

Perlawanan yang berupa penyampaian keluhan tentang eksploitasi alam kepada presiden dilakukan oleh Syahdan.

Kata Kunci: ekokritik, eksploitasi alam, kajian etika lingkungan, kajian sastra apokaliptik

(8)

ABSTRACT

Putri, Stevanny Yosicha. 2021. "Natural Exploitation in the Novel Si Anak Pemberani By Tere Liye: Ecocriticism Studies". Thesis. Yogyakarta:

Indonesia Literature Study Program, Department of Literature, Sanata Dharma University.

The study was about the natural exploitation which found in the novel Si Anak Pemberani by Tere Liye. The goals of this study are (1) describing the factors behind the behavior of natural exploitation, (2) describing the effects of natural exploitation, and (3) describing the human resistance to act of natural exploitation.

The study employed an ecocriticism theory consisting of two research models, that is, of environmental ethics and of apocalyptic literary studies. The environmental ethics study model is used to analyze the causes and effects of natural exploitation and apocalyptic literary studies to analyze several personalities' resistance to natural exploitation in the novel Si Anak Pemberani by Tere Liye.

The results of this research analysis are classified into three, as follows. (1) The book's economy and power account for natural exploitation are two major factors. They have violated the six moral principles of environmental prudence, which are respect for nature, a responsibility toward nature, cosmic solidarity, principles of love and concern for nature, principles that do not harm nature, principles that live simply and in harmony with nature; Principles of justice;

Principles of democracy; And the principle of moral integrity. (2) The effects of natural exploitation found in this novel are the pollution and damage to natural ecosystems, the disruptions of people's livelihoods, and the mental and physical oppression. Mental bullying was experienced by Eliana, Damdas, Hima, and Syahdan. Physical persecution was experienced by Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, and Anton. (3) There is a resurgence of the characters to the act of natural exploitation summarized as follows. (a) There are six characters in the novels of heroes who fight destructive antagonists. The heroes were Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, Anton, and Syahdan. The loser (antagonist) is Johan.

(b) There is an apocalyptic atmosphere, typical of the effort or resistance of the character to save the natural world that is seen in the actions and words of the six heroes. (c) Forms of heroic resistance of reconnaissance and sabotage of a sand quarry are made up of Eliana, Damdas, Hima, Marhotap, and Anton. The resistance of complaints about natural exploitation to the President was carried out by Syahdan.

Keywords: ecocriticism, natural exploitation, environmental ethics studies, apocalyptic literature studies

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Eksploitasi Alam Dalam Novel Si Anak Pemberani Karya Tere Liye: Kajian Ekokritik”. Maksud dan tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia.

Penulis menyadari banyaknya kesulitan yang penulis alami selama penyusunan skripsi ini, yaitu tingkat pemahaman penulis yang terbatas. Namun, melalui pengarahan dosen pembimbing dan dukungan dari teman-teman serta dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua tercinta, yaitu Yoshua O. Yosfrinda, S.H., M.Th. dan Hana Christina Sulami, S.Pd. yang selalu memberikan dukungan moral dan material kepada penulis selama menempuh pendidikan.

Penulis juga berterima kasih kepada Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma serta Dosen Pembimbing 1 dalam pembuatan skripsi ini, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik dari penulis serta Dosen Pembimbing 2 dalam pembuatan skripsi ini. Para dosen lainnya di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama berkuliah.

(10)

Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Dr.

Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum., Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A., dan F.X. Sinungharjo, S.S., M.A.

Teman-teman mahasiswa angkatan 2018 di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini, EXO Oppa yang memberikan semangat dan motivasi lewat setiap lagunya, dan semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan objek material dan ilmu pengetahuan di bidang sastra.

Terima kasih.

Yogyakarta, Desember 2021

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

1.5 Tinjauan Pustaka ... 9

1.6 Pendekatan ... 16

1.7 Landasan Teori ... 18

1.7.1 Ekokritik ... 18

1.7.2 Eksploitasi Alam ... 21

1.8 Metode Penelitian ... 26

1.8.1 Metode Pengumpulan Data ... 26

1.8.2 Metode Analisis Data ... 26

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 27

1.8.4 Sumber Data ... 27

(12)

1.9 Sistematika Penyajian ... 28

BAB II ... 30

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU EKSPLOITASI ALAM DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE ... 30

BAB III ... 43

DAMPAK EKSPLOITASI ALAM DALAM ... 43

NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE ... 43

BAB IV ... 60

PERLAWANAN TOKOH TERHADAP TINDAKAN EKSPLOITASI ALAM DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE LIYE ... 60

BAB V ... 79

PENUTUP ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 86

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan lingkungan sudah menjadi fenomena global. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya pasti membutuhkan sumber daya alam. Namun pada perkembangannya, manusia mulai sering melakukan perubahan terhadap alam. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Akibatnya terjadi penurunan kualitas alam, hilangnya spesies alami, bahkan kelestarian dan keharmonisan kehidupan manusia sendiri menjadi terancam.

Hal inilah yang kemudian disebut sebagai eksploitasi alam. Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Rahmadi mengatakan bahwa eksploitasi alam memberikan keuntungan yang lebih cepat didapatkan.

Namun, kerugian yang diakibatkan oleh orientasi direct benefit melalui eksploitasi sumber daya alam juga sangat besar (www.lipi.go.id, 5/10/2013).

Hampir semua disiplin ilmu mempelajari bahkan berkontribusi dalam melakukan kajian dan penanganan terhadap permasalahan lingkungan di dunia. Sastra adalah salah satu bidang ilmu yang turut mengambil bagian dalam mengkaji persoalan lingkungan. Beberapa karya sastra yang berupa novel, cerpen, dan puisi menggunakan permasalahan lingkungan sebagai latar dan konflik di dalam ceritanya. Salah satu novel yang menarik untuk diteliti adalah Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Novel ini menggunakan latar sebuah kampung di kaki Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Selatan. Novel

(14)

ini mengisahkan kehidupan sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan empat orang anaknya. Tokoh utama dalam novel ini yang kemudian disebut sebagai si anak pemberani adalah anak sulung dalam keluarga ini, yaitu Eliana. Eliana memiliki dua adik laki-laki yang bernama Pukat dan Burlian, serta seorang adik perempuan yang bernama Amelia.

Novel ini merupakan salah satu judul dari rangkaian Serial Anak Nusantara atau Anak Mamak karya Tere Liye. Serial ini menceritakan tentang kehidupan masa kecil Eliana (Si Anak Pemberani) serta ketiga adiknya, yaitu Pukat (Si Anak Pintar), Burlian (Si Anak Spesial), dan Amelia (Si Anak Kuat).

Ada pula judul yang mengisahkan masa kecil Nurmas, ibu dari keempat anak itu (Si Anak Cahaya). Penulis memilih judul Si Anak Pemberani sebagai objek material dari penelitian ini karena Si Anak Pemberani membahas tentang permasalahan lingkungan hidup yang tidak ada di judul lainnya dalam rangkaian Serial Anak Nusantara atau Anak Mamak karya Tere Liye

Salah satu hal yang menarik dari novel karya Tere Liye adalah kemampuannya dalam bercerita secara detail dan imajinatif. Pembaca seolah dapat menyaksikan bahkan mengalami langsung hal-hal yang dialami oleh para tokoh di dalam novelnya. Bahkan di dalam serial Anak Nusantara ini ditunjukkan kehidupan masyarakat terutama anak-anak kampung yang mungkin tidak banyak diceritakan oleh pengarang lain. Selain itu, Tere Liye mampu menghadirkan permasalahan sosial dan lingkungan hidup di dalam serial ini yang masih relevan dengan keadaan saat ini di Indonesia. Maka dari itu, kajian ekokritik mengenai eksploitasi alam akan digunakan untuk

(15)

mengkaji novel ini. Adapun model kajian ekokritik yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah model narasi apokaliptik.

Darwis atau lebih dikenal dengan nama pena Tere Liye lahir di Lahat, pada tanggal 21 Mei 1979. Ia terkenal melalui novel-novel yang ia tulis.

Bahkan beberapa karyanya pernah diadaptasi ke layar lebar, yaitu Hafalan Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga. Tere Liye menjadikan menulis cerita sebagai hobi, walaupun sudah meraih keberhasilan dalam dunia literasi Indonesia. Sehari-hari ia masih bekerja kantoran sebagai seorang akuntan (www.wikipedia.org, 20/4/2021).

Tere Liye telah menghasilkan banyak karya berupa novel yang sukses di kalangan penikmat karya sastra, terutama kalangan milenial. Terdapat tiga seri novel yang memiliki genre berbeda yang mendapatkan sambutan luar biasa dari pembaca hingga saat ini. Pertama, serial Anak Nusantara atau Anak Mamak yang bergenre keluarga, terdiri dari Si Anak Pemberani (2018), Si Anak Pintar (2018), Si Anak Kuat (2018), Si Anak Spesial (2018), dan Si Anak Cahaya (2018). Kedua, serial Bumi yang bergenre cerita fantasi dan petualangan, yaitu Bumi (2014), Bulan (2015), Matahari (2016), Bintang (2017), Ceros & Batozar (2018), Komet (2018), Komet Minor (2019), Selena (2020), dan Nebula (2020). Ketiga, serial Pulang dan Pergi yang bergenre cerita aksi atau laga, yaitu Pulang (2015) dan Pergi (2018). Bahkan masih banyak karya lainnya (www.wikipedia.org, 20/4/2021).

Beberapa hal yang menjadi alasan peneliti mengkaji topik ini adalah (1) Adanya asumsi dari peneliti bahwa novel Si Anak Pemberani mengangkat

(16)

masalah eksploitasi alam di Indonesia yang dikemas secara menarik dengan menghadirkan kisah anak-anak Indonesia. Masalah eksploitasi alam ini tepat dikaji dengan teori ekokritik. (2) Novel Si Anak Pemberani yang merupakan salah satu dari rangkaian serial novel Anak Nusantara karya Tere Liye belum banyak mendapatkan perhatian dari pembaca. Tidak seperti serial karya Tere Liye lainnya, yaitu serial Bumi. Novel Si Anak Pemberani memiliki ranah kajian yang masih luas. (3) Novel Si Anak Pemberani menceritakan kehidupan anak-anak kampung yang memiliki keberanian untuk melindungi alam tempat mereka tinggal walau nyawa menjadi taruhannya. Novel ini dapat mengemasnya dengan kisah keberanian anak-anak yang menyentuh hati dalam melindungi alam sampai nyawa menjadi taruhannya.

Alasan pemilihan teori ekokritik untuk mengkaji novel ini, antara lain (1) Ekokritik yang menelisik hubungan antara karya sastra dan lingkungan hidup dipilih sebagai teori dalam mengkaji sastra Indonesia mutakhir. (2) Ekokritik merupakan teori baru dalam menelaah relasi antara sastra dan lingkungan hidup. (3) Kajian sastra Indonesia dapat dilakukan dengan memakai perspektif keberpihakan kepada lingkungan hidup, yaitu menggunakan teori ekokritik (Dewi, 2016).

Peneliti menggunakan kajian ekokritik model narasi apokaliptik dalam penelitian ini juga didasarkan oleh beberapa alasan, antara lain (1) Adanya unsur karakter pahlawan yang ada di dalam novel ini. Karakter pahlawan ini merupakan tokoh-tokoh di dalam novel yang nantinya berperan dalam melawan tindakan eksploitasi alam. (2) Adanya unsur lingkungan apokaliptik

(17)

dalam novel ini. Unsur lingkungan tersebut berupa narasi tentang kondisi alam yang berubah, narasi yang mengandung upaya persuasif dalam mencegah eksploitasi alam, adanya pengakuan terhadap keajaiban hasil alam, dan narasi yang mengandung kesadaran penolakan terhadap eksploitasi alam. (3) Adanya unsur visi atau ramalan. Dalan novel ini menceritakan keadaan alam setelah terkena dampak eksploitasi alam. Alam melakukan perlawanan kepada manusia yang merusaknya dengan datangnya banjir bandang. Selain itu, novel ini juga menuliskan tentang kegiatan eksploitasi alam pada masa depan dari latar cerita novel ini. Eksploitasi alam yang terjadi selanjutnya adalah penambangan batu bara yang dilakukan oleh Johan, pemilik tambang pasir yang sebelumnya sempat dipenjara di dalam novel ini.

Novel Si Anak Pemberani ditulis dengan bahasa yang lugas. Kehidupan masyarakat kampung dan masalah sosial di dalamnya disajikan secara jelas sehingga membentuk suatu cerita yang menarik. Tokoh-tokoh di dalam novel ini hidup sebagai masyarakat Indonesia, tepatnya orang-orang Sumatera pada zaman yang masih terbatas secara finansial dan teknologi. Namun, mereka memiliki kekeluargaan dan kerjasama yang luar biasa dalam menghadapi masalah yang menimpa mereka. Bahkan fasilitas pendidikan di daerah terpencil yang masih terbatas diangkat pula dalam novel ini. Eksploitasi alam yang terjadi membuat warga kampung di dalam novel ini mengalami kerugian karena sungai menjadi tercemar. Padahal air dari sungai itu menjadi sumber mata air bagi para warga kampung.

(18)

Selain itu, kebun-kebun mereka rusak akibat banjir bandang yang datang sebagai salah satu dampak dari adanya penambangan pasir. Hal yang paling mengerikan adalah ketika ada salah satu anak kampung menjadi korban jiwa akibat eksploitasi alam dan keserakahan manusia yang ada di sana. Kajian terhadap eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani dengan menggunakan teori ekokritik belum pernah diteliti sebelumnya. Hal inilah yang menjadi dasar asumsi peneliti, bahwa topik eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye penting untuk dikaji.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana fenomena eksploitasi alam diangkat dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1.2.1 Apa sajakah faktor penyebab perilaku eksploitasi alam yang tergambar dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye?

1.2.2 Bagaimanakah dampak eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye?

1.2.3 Bagaimanakah perlawanan para tokoh terhadap tindakan eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mendeskripsikan fenomena eksploitasi alam yang terdapat dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye menggunakan teori Ekokritik.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan faktor penyebab perilaku eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

b. Mendeskripsikan dampak eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

c. Mendeskripsikan perlawanan para tokoh terhadap tindakan eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini berupa analisis terhadap fenomena eksploitasi alam yang terdapat dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Hasil penelitian ini memberi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam bidang kajian sastra Indonesia, yaitu untuk penerapan teori tentang ekokritik di dalam karya sastra. Kajian sastra Indonesia dapat dilakukan dengan memakai perspektif keberpihakan kepada lingkungan hidup. Hasil penelitian ini juga

(20)

bermanfaat untuk peneliti selanjutnya untuk menerapan teori ekokritik yang terdapat pada objek penelitian lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Dunia Pendidikan

Hasil penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang ilmu sastra. Khususnya penerapan kajian ekokritik pada karya sastra populer. Sebagai contoh karya sastra yang digunakan untuk pembelajaran siswa SMP-SMA tentang kondisi lingkungan hidup.

b. Bagi Penulis Sastra

Hasil penelitian ini memberikan inspirasi untuk para penulis karya sastra untuk mengangkat permasalahan lingkungan di dalam karya-karyanya.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat membuka wawasan dan kesadaran masyarakat dalam memelihara lingkungan hidup melalui karya sastra. Kampanye tentang lingkungan hidup cukup efektif jika disampaikan melalui karya sastra. Cerita yang disampaikan dapat lebih menyentuh hati masyarakat melalui kisah-kisah yang dialami oleh para tokohnya.

(21)

1.5 Tinjauan Pustaka

Sudah ada pustaka-pustaka terdahulu yang berkaitan erat dengan objek material dan objek formal penelitian. Pustaka-pustaka yang berhasil ditemukan adalahPondaag, dkk. (2017), Juanda (2018), Astutik (2019), Sakina, dkk. (2019), Dayanti, dkk. (2019), Alam (2020), dan Fuadah, dkk. (2021).

Pondaag, dkk. (2017), dalam penelitiannya yang berjudul “Penindasan Perempuan dan Alam dalam Perspektif Ekofeminisme pada Film Maleficent”

membahas tentang representasi perempuan dan alam dalam perspektif ekofeminisme dalam film Maleficent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam film Maleficent ini peneliti secara keseluruhan dapat menyimpulkan bahwa eksploitasi yang dilakukan terhadap alam selalu dilakukan oleh laki-laki. Tidak hanya ekploitasi pada alam, tetapi juga laki-laki dapat melakukan hal sama kepada perempuan. Selain itu, perempuan memang sudah digambarkan sebagai sosok yang kuat dalam film ini. Namun, perempuan tetap saja tidak bisa berada pada posisi yang setara dengan laki-laki. Laki-laki selalu dapat menguasai dan menaklukkan perempuan. Penggambaran yang ditunjukkan dalam film Maleficent ini memiliki kesamaan dengan konsep pemikiran ekofeminisme. Film ini dengan jelas menggambarkan adanya dualisme nilai, yakni menggambarkan perempuan sebagai sosok yang keibuan, penyayang, dan dekat dengan alam. Namun, penggambaran ini bukan untuk menyanjung perempuan, malah justru sebagai bentuk untuk mengembalikan perempuan kepada kodratnya sesuai dengan konstruksi yang ada di masyarakat.

(22)

Juanda (2018), dalam penelitiannya yang berjudul “Fenomena Eksploitasi Lingkungan dalam Cerpen Koran Minggu Indonesia Pendekatan Ekokritik” ingin membahas tentang eksplorasi bentuk pengimajian pengarang cerpen Indonesia yang bertemakan lingkungan dan unsur ekokritik yang direfleksikan pengarang melalui cerpen Koran Minggu Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan memakai teori ekokritik Garrard yang memfokuskan persoalan lingkungan pada polusi, hutan belantara, bencana alam, pemukiman, hewan, bumi, lalu diberikan interpretasi secara totalitas. Data dalam penelitian ini bersumber dari tiga cerpen dari Koran Minggu Indonesia, yaitu, “Di Seine Meratapi Citarum”, karya Romli H.M.Tribun Jabar, 10 Desember 2017; “Pergi ke Bukit” Karya Tjak Parlan, Republika, 4 Juni 2017; “Cerita Daun Pohon dan Petrichor” karya Faritz Al Faisal, Banjarmasin Post, 15 April 2018. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bentuk pengimajian pengarang dari ketiga cerpen Indonesia tersebut sebagai berikut, (1) Pengarang mengimajikan dalam bentuk cerpen mengenai persoalan pencemaran air yang menyebabkan air sungai kotor dan berbau, (2) bencana alam seperti tanah longsor akibat penambangan liar, (3) pentingnya merawat pohon, (4) pemeliharaan hewan. Peneliti juga menemukan unsur ekokritik yang direfleksikan oleh pengarang dari ketiga cerpen, yaitu mencakup enam persoalan lingkungan (1) polusi, (2) hutan, (3) bencana alam, (4) pemukiman, (5) binatang, (6) bumi (Juanda, 2018).

Astutik (2019), dalam penelitiannya yang berjudul “Eksploitasi Alam dalam Novel Sebuah Wilayah Yang Tidak Ada di Google Earth Karya Pandu Hamzah:

Kajian Ekopsikologi” ingin mengemukakan tentang bentuk perilaku eksploitasi

(23)

alam, faktor yang memengaruhi eksploitasi alam, dan dampak perilaku eksploitasi alam. Hasil dari penelitian ini sebagai berikut. (1) Bentuk eksploitasi alam dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh tokoh antara lain, penebangan hutan dan program pembangunan. (2) Faktor yang memengaruhi perilaku eksploitasi pada tokoh adalah untuk memenuhi kebutuhan secara individu dan tidak memikirkan kepentingan orang lain. Selain itu, yang memengaruhi perilakunya adalah kejadian masa lalunya yang membuat ia melakukan eksploitasi alam. (3) Dampak perilaku eksploitasi alam memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dalam novel Sebuah Wilayah yang Tidak Ada Di Google Earth karya Pandu Hamzah, dampak positif sikap eksploitasi alam, yaitu memberikan warga sekitar hiburan atau refreshing. Selain itu, eksploitasi alam tersebut untuk membangun sebuah pemancar televisi swasta agar warga dapat melihat televisi dengan jangkauan yang sangat luas. Dampak negatif perilaku eksploitasi alam, yaitu memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan Kuningan. Eksploitasi alam terhadap penebangan sebatang Pohon Kiara sudah menyebabkan mata air di daerah tersebut mengalami kekeringan. Selain itu, adanya program pembangunan yang merugikan warga, karena warga tersebut tidak bisa memiliki ladangnya sepenuhnya.

Akibatnya, warga sekitar stres akibat memikirkan hal tersebut (Astutik, 2019).

Sakina, dkk. (2019), dalam penelitian yang berjudul “Relasi Antara Manusia dan Alam pada Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki (Sebuah Kajian Ekokritik)” mendeskripsikan bentuk relasi yang terjalin antara manusia dan alam serta dampak dari relasi tersebut berdasarkan kajian ekokritik. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa novel Genduk yang berfokus pada kajian

(24)

ekokritik dikemukakan bentuk atau gambaran relasi antara manusia (tokoh cerita) dengan lingkungan alam pegunungan di Jawa Tengah. Novel ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan kehidupan masyarakat pedesaan di Ringinsari, gunung Sindoro pada tahun 1970. Hal ini tentu saja menandakan kondisi alam yang masih cukup baik dan jauh dari kerusakan. Wujud atau bentuk relasi antara manusia dan alam pada novel Genduk mencakup hubungan timbal balik antara keduanya. Dalam hal ini adalah manusia dan alam yang saling terlibat memenuhi kebutuhan satu sama lain. Novel Genduk merepresentasikan gunung sebagai perwakilan alam yang dalam keberadaannya memiliki hubungan simbiosis dengan manusia. Dalam proses melihat bentuk relasi, dapat ditemukan beberapa pemanfaatan alam oleh manusia yang tergambar dalam novel Genduk, diantaranya pemanfaatan spesies hewan gangsir (jangkrik) sebagai kebutuhan makanan. Beberapa tokoh dalam novel Genduk memanfaatkan hewan gangsir sebagai pemenuhan kebutuhan makanan. Relasi yang terjalin antara manusia dan alam pada novel Genduk tentu memberikan sebuah dampak yang positif maupun negatif. Dampak positifnya antara lain, kebutuhan hidup tokoh yang dapat terpenuhi berkat penjualan hasil tanaman tembakau, meningkatkan taraf kesejahteraan hidup tokoh, dan alam di sekitarnya menjadi semakin subur dan terjaga kualitasnya. Sementara, dampak negatifnya adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan jasmani atau fisik dengan kebutuhan rohani atau mentalnya, jatuhnya nilai jual harga tembakau akibat permainan tokoh tengkulak telah memporak-porandakan roda perekonomian tokoh warga, dan adanya peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh pedagang tembakau karena stres. Hal-hal ini

(25)

dirasakan ketika segelintir manusia ingin mendapatkan kentungan yang lebih dari hasil yang diterimanya dari alam.

Dayanti, dkk. (2019), dalam penelitian yang berjudul “Perlawanan Tokoh terhadap Kerusakan Hutan dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari dalam Kajian Ekokritik Greg Garrad” mendeskripsikan bentuk kerusakan hutan dan perlawanan tokoh bedasarkan kajian ekokritik Greg Garrard.

Perlawanan tokoh yang dimaksud dalam penelitian ini ialah mengacu terhadap bentuk tindakan perlawanan yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita. Tokoh Pambudi, tokoh Pak Barkah, dan tokoh Tono, merupakan tokoh yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan di desa Tanggir. Antara tokoh-tokoh di atas yang melakukan perlawanan, tokoh Pambudi yang selalu hadir melakukan perlawanan dalam cerita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa novel ini adalah sebuah novel yang menggambarkan pesan ekologis tentang kerusakan-kerusakan alam yang terjadi di Bukit Cibalak dengan segala problematika, seperti kerusakan hutan, pencemaran udara dan tanah, dan kepunahan bintang. Pesan ekologis yang terdapat dalam novel Di Kaki Bukit Cibalak mengandung pesan-pesan positif, di mana keadaan hutan yang subur menjadi sumber kehidupan masyarakat. Maka, manusia jangan hanya mengeksploitasi alam untuk kepentingannya sendiri, tetapi harus bertanggung jawab, merawat dan memeliharanya untuk warisan bagi generasi masa depan.

Upaya perlawanan yang dilakukan ini lebih bersifat ideologis melalui tulisan oleh tokoh sebagai upaya untuk menyelamatkan kerusakan lingkungan.

(26)

Alam (2020), dalam penelitiannya yang berjudul “Relasi Manusia dan Lingkungan dalam Novel Tanjung Kemarau Karya Royyan Julian (Kajian Ekokritik Sastra)” ingin mengidentifikasi bentuk kerusakan lingkungan dan bentuk hubungan manusia (tokoh) dan lingkungan. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan teori ekokritik. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya upaya pelestarian lingkungan pesisir dalam novel Tanjung Kemarau yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bentuk relasi dan kerusakan lingkungan. Pertama, hubungan timbal balik yang terjalin antara manusia dan lingkungannya di mana manusia yang bergantung kepada alam dan alam yang bergantung kepada manusia akan kelestariannya. Kedua, kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan pesisir, serta cara mitigasi lingkungan dalam novel Tanjung Kemarau direalisasikan melalui tindakan tokoh utama Walid yang meminta Ra Amir tokoh yang memberikan informasi dan mengizinkan nelayan menggunakan pukat harimau agar dihentikan. Besarnya kebutuhan manusia yang diambil dari lingkungan menunjukkan bahwa manusia juga harus menaruh perhatian besar terhadap lingkungan melalui (1) alam terhadap manusia dan (2) manusia juga berkemampuan untuk mengubah lingkungannya. Bentuk hubungan tersebut antara lain, lingkungan terhadap manusia, hewan terhadap manusia, dan hutan terhadap manusia. Adapun bentuk kerusakan alam di dalam novel ini adalah kerusakan pada pohon, pencemaran lingkungan, dan kerusakan lingkungan (Alam, 2020).

Fuadah, dkk. (2021), dalam penelitian yang berjudul “Relasi dan Eksploitasi Tindakan Para Tokoh terhadap Alam dalam Novel-Novel Karya Afifah Afra:

(27)

Kajian Ekofeminisme Vandana Shiva” ingin menemukan relevansi dan hubungan antara eksploitasi dengan relasi antara semua makhluk yang bermoral termasuk hewan dan tumbuhan pada dua novel karya Afifah Afra yang berjudul Kesturi dan Kepodang Kuning dan Akik dan Penghimpun Senja. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif penelitian dan juga menggunakan metode eksplorasi. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa situasi eksploitasi, persaingan, perdamaian, dan cinta yang dinarasikan oleh Afifah Afra melalui novel Kesturi Dan Kepodang Kuning dan Akik Dan Penghimpun Senja memiliki keterkaitan dengan permasalahan perkembangan di Indonesia saat ini. Maraknya alih fungsi lahan menyebabkan semakin parahnya pembangunan, sistem ekonomi, dan kesehatan.

Ancaman ini paling sering dirasakan oleh kaum perempuan. Situasi tersebut oleh pihak berwenang seperti pemerintah masih menjadi bahan pertimbangan. Sebab tidak semua setuju dengan adanya aksi penolakan alih fungsi lahan akan tetapi tidak hanya alih fungsi lahan justru penambangan liar, perampasan hak milik atas hutan adat dan masih banyak lagi kasus yang tidak terselesaikan. Aksi-aksi ini justru mendapatkan perlindungan dan persetujuan yang mengatas namakan kesejahteraan bersama yang sesungguhnya tidak merata. Kejadian ini didalam kedua novel tersebut oleh Afra dikemas dalam bentuk cerita dan situasi yang diklasifikasikan menjadi beberapa data. (1) Data Eksploitasi, (2) data persaingan, (3) data perdamaian, (4) data kasih dan cinta.

Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tentang eksploitasi alam sebagai bentuk penindasan terhadap manusia dalam objek material novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye menggunakan teori Ekokritik

(28)

belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Juanda (2018), Alam (2020), Sakina, dkk. (2019), dan Dayanti, dkk. (2019) bermanfaat bagi penulis untuk memahami dan menerapkan teori ekokritik di dalam penelitian karya sastra khususnya novel. Penelitian Fuadah, dkk. (2021), Astutik (2019), dan Pondaag, dkk. (2017) bermanfaat bagi penulis untuk memahami dan mengeksplorasi bentuk eksploitasi alam, penindasan, dan perlawanan manusia yang berhubungan dengan eksploitasi alam.

1.6 Pendekatan

Penelitian ini menggunakan paradigma yang dikemukakan oleh M.H. Abrams sebagai pendekatan untuk meneliti karya sastra. Abrams membagi kritik sastra atas empat jenis pendekatan, yaitu pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik, dan pendekatan pragmatik. Paradigma M. H. Abrams yang tertuang dalam “Orientation of Critical Theories” merupakan sebuah cara pandang yang memiliki peluang lebih besar untuk dilekatkan pendekatan yang lain. Dari semula, Abrams memberikan peluang bagi kritik sastra untuk menggulati aspek- aspek di luar teks, meskipun hal itu dipandang sebagai konteks bagi pemahaman tekstual. Sumbangan penting M. H. Abrams dalam ilmu sastra adalah menyusun sebuah peta teori kritik sastra yang memuat berbagai orientasi di dalam kajian sastra (Taum, 2017).

Taum (2017), menyimpulkan bahwa paradigma Abram perlu direposisikan berdasarkan berbagai kajian dan refleksi terhadapnya. Ada dua pendekatan yang perlu ditambahkan ke dalam skema Abrams, yaitu pendekatan eklektik dan

(29)

pendekatan diskursif. Pendekatan Eklektik adalah pendekatan yang menggabungkan secara selektif beberapa pendekatan untuk memahami sebuah fenomena. Pendekatan Diskursif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada diskursus (wacana sastra) sebagai sebuah praktik diskursif.

Penelitian ini secara khusus akan menggunakan pendekatan eklektik. Dalam penelitian ini, pendekatan eklektik yang digunakan adalah gabungan dari dua pendekatan, yaitu pendekatan mimetik dan pendekatan ekokritik. Kedua pendekatan tersebut dipilih karena latar cerita di dalam novel Si Anak Pemberani yang menggambarkan kehidupan warga di kampung dan fenomena eksploitasi alam yang terjadi di sana. Hal-hal ini sesuai dengan situasi nyata yang pernah atau sedang terjadi. Menurut Abrams (dalam Siswanto, 2008:188), pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai imitasi dari realitas.

Menurut Waluyo (994:20), cerita fiksi merefleksikan kehidupan masyarakat.

Sering kali dinyatakan bahwa karya sastra merupakan dokumen sosial. Cerita fiksi adalah karya sastra yang paling bersifat mimetik (meniru kenyataan hidup masyarakat). Sementara itu, pemilihan pendekatan ekokritik dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena eksploitasi alam dan latar tempat dalam novel ini yang banyak menunjukan kondisi lingkungan alam. Ekokritik merupakan teori baru dalam menelaah relasi antara sastra dan lingkungan hidup (Dewi, 2016).

(30)

1.7 Landasan Teori 1.7.1 Ekokritik

Ekokritik berasal dari kata Yunai eikos yang berarti ‘rumah’ dan logos yang berarti ‘ilmu’. Ekokritik dekat dengan teori poskolonial karena keduanya menawarkan diskursi yang melawan kekuasaan yang bersifat kolonial dan/atau kapitalis (Huggan dan Tiffin, 2010; Clark, 2011).

Ekokritik merupakan pandangan yang mempertanyakan: alam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari manusia telah dieksploitasi oleh manusia itu sendiri demi kepentingan ekonomi dan politik. Oleh karena itu, secara operasional ekokritik dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hubungan antara sastra dan lingkungan fisik yang timbul akibat krisis lingkungan global beserta upaya praktis maupun teoritis untuk memperbaiki krisis tersebut (Dewi, 2014).

Karya sastra sebagai bacaan bernilai, dapat memberi manfaat positif bagi kehidupan manusia (Teeuw dalam Burhanuddin, 2017: 36). Salah satunya adalah sastra studi lingkungan yang prinsipnya selalu berusaha mencakup tidak hanya genre khusus seperti penulisan puisi alam, tapi semua media ekspresif, termasuk visual, musikal, sinematik dan sejenisnya (Bueel, Ursula dan Karen dalam Sakina dkk., 2019). Ekokritik atau kritik lingkungan hidup ini sejalan dengan dokumen terbaru yang dirilis oleh Vatikan pada 18 Juni 2015, yakni Ensiklik Laudato si (“Terpujilah Engkau, Tuhanku”) dengan subjudul “Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama”.

(31)

Menurut Taum (2021), mengingat sifat dan posisi khususnya sebagai karya seni, pendekatan sastra mengembangkan tiga pendekatan umum di dalam Ekokritik. Ketiga pendekatan itu adalah: a) Model Kajian Sastra Pastoral; b) Model Kajian Sastra Apokaliptik, dan c) Model Kajian Etika Lingkungan.

a. Model Kajian Sastra Pastoral

Sastra Pastoral (dari bahasa Latin “Pastor” artinya gembala), adalah karya sastra yang mengisahkan para gembala di dalam lingkungan alam pedesaan. Penggembalaan adalah penanda sastra pastoral. Ada tiga aspek penting di dalam kajian sastra pastoral, yaitu (1) analisis tokoh ‘wong nDeso’ (bisa petani, nelayan, buruh, gembala) dengan cara berpikir dan berperilaku khas orang desa, yang biasanya dipandang oleh orang kota modern sebagai ‘kurang terpelajar’; (2) analisis tempat dengan alam indah,cara hidup yang ideal, dan nilai-nilai desa yang harmonisdan nyaman; 3) analisis unsur nostalgia, retret, pelarian dari kompleksitas dan kesumpekan hidup orang-orang kota ke sesuatu gaya hidup alamiah yang nostalgik, yang pernah dialami seluruh umat manusia pada masa lampau.

b. Model Kajian Sastra Apokaliptik

Sastra Apokaliptik (dari bahasa Yunani, “apokaliptik” berarti

“menyingkapkan” atau “membukakan”) adalah karya sastra yang mengandung narasi-narasi yang menyingkap sebuah misteri (teka- teki, tak masuk akal) tentang akhir zaman. Tema dasarnya adalah

(32)

perang atau pertentangan antara yang baik melawan yang jahat. Sastra apokaliptik tidak bertujuan mengantisipasi akhir zaman, melainkan menghindari akhir zaman. Ada tiga aspek penting di dalam kajian sastra apokaliptik, yaitu (1) analisis unsur pahlawan (protagonis) yang melawan tokoh pecundang (antagonis) yang merusak; (2) analisis suasana apokaliptik, misalnya gambaran tentang suasana bumi dan lingkungan yang sudah mulai berubah; gambaran tentang upaya tokoh untuk menyelamatkan bumi; penggunaan simbol-simbol, sosok makhluk supranatural; (3) analisis unsur visi atau ramalan tentang masa depan.

c. Model Kajian Etika Lingkungan

Sebenarnya model kajian berbasis Etika Lingkungan ini bukan pendekatan khas sastra, tetapi sering digunakan sebagai dasar untuk mengeksplorasi masalah etika lingkungan. Peneliti perlu memahami etika lingkungan (new kind of ethics) karena biasanya orang menganggap hanya ada etika manusia (humanity). Dalam etika lingkungan, sudah ada pergeseran paradigma dari antroposentris ke biosentris. Hak-hak binatang, tumbuhan, gunung, awan, sungai, air, dan tanah diberi status moral. Mawar berhak untuk berbunga, burung berhak untuk bersarang. Hak-hak itu bersifat hukum (ada legal standing) maupun etika (moral standing). Aspek-aspek yang dikaji di dalam karya sastra jauh lebih luas. Misalnya gambaran kerusakan lingkungan: a) penggundulan hutan, b) pencemaran air, c) lahan kritis.

(33)

Faktor-faktor penyebab kerusakan lingkungan: a) penebangan hutan, b) kebakaran hutan, c) limbah pertambangan. Dampak kerusakan lingkungan: a) punahnya satwa langka, b) matinya ikan laut, c) perkebunan yang rusak, d) keracunan merkuri, e) keracunan sianida, f) penyakit kulit (Taum, 2021).

Pada penelitian ini akan digunakan dua model kajian ekokritik, yakni (1) Model Kajian Berbasis Etika Lingkungan untuk menjawab rumusan masalah ke-1 dan ke-2 tentang faktor penyebab eksploitasi alam serta dampaknya, dan (2) Model Kajian Sastra Apokaliptik untuk menjawab rumusan masalah ke-3 tentang perlawanan dalam karya sastra.

1.7.2 Eksploitasi Alam

1.7.2.1 Faktor Penyebab Eksploitasi Alam

Eksploitasi sumber daya alam juga merupakan sebuah isu yang telah berkembang di kalangan masyarakat. Dasar pembenaran bagi pihak yang mendukungnya adalah selalu mengkaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dibalik itu eksploitasi sumber daya alam kerap berkonotasi negatif sebagai penyebab bagi penurunan derajad kualitas lingkungan hidup. Kebutuhan akan sumber daya alam, sebenarnya dimulai sejak adanya sejumlah industri pada abad ke-19 yang sangat membutuhkan bahan baku bagi keperluan industri seperti pertambangan. Selanjutnya, sepanjang abad ke-20 konsumsi energi meningkat dengan

(34)

cepatnya. Bahkan dewasa ini kira-kira 80% konsumsi energi dunia diperoleh dari pengerukan sumber daya alam, yang meliputi minyak, batu bara, dan gas (Amrullah, 2016).

Salah satu contohnya adalah Kalimantan Timur yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Wilayah tersebut menjadi gambaran adanya dinasti politik dalam beberapa tahun terakhir. Alasan utama dari peristiwa ini adalah kekayaan sumber daya alam di provinsi itu. Kekayaan alam di sana bisa dieksploitasi dengan mudah jika memiliki akses kekuasaan. Hal ini dikarenakan sumber daya alam dijadikan sumber uang untuk para penguasanya.

Sektor yang paling menghasilkan di provinsi ini adalah pertambangan batu bara. Ekonomi wilayah ini bahkan sepenuhnya ditopang melalui sektor ini. Sektor-sektor lain tidak mampu menyaingi sumbangan dari hasil tambang (voaindonesia.com, 28/8/2020).

1.7.2.2 Dampak Eksploitasi Alam

Dampak dari eksploitasi alam adalah selain terjadinya perusakan dan penurunan kualitas lingkungan hidup, juga kekayaan alam yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat, akan beralih ke rakyat tertentu untuk menikmatinya, yaitu korporasi.

Dalam konteks ini, maka korban yang ditimbulkan tidak lagi hanya sekadar individual akan tetapi kolektif. Sebagai contoh, bencana asap yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, berakibat pada

(35)

terganggunya jadwal penerbangan dan kecemasan para penumpang. Mereka yang sudah ada jadwal pertemuan bisa batal karena pesawat tidak bisa terbang, atau sudah terbang tetapi tidak bisa landing dan harus kembali ke bandara asal. Kejadian seperti itu juga merugikan perusahaan penerbangan. Bencana longsor, karena akibat illegal logging, banjir dan pencemaran air akibat penambangan pasir, dan sebagainya juga merupakan dampak dari adanya eksploitasi alam (Amrullah, 2016).

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam. Namun, semakin bertambahnya tahun sumber daya alam dan ekosistem di Indonesia semakin rusak. Indonesia yang merupakan negara dengan kawasan hutan terluas ke-8 di dunia dengan kawasan hutan seluas 120,6 juta hektare atau sekitar 63% dari luas semua daratan Indonesia pun terkena dampak eksploitasi alam. Sejak tahun 2015, Indonesia mengalami sekitar 30% kerusakan hutan konservasi akibat perambahan hutan oleh masyarakat.

Selain itu, Annisa Nur Lathifah, selaku dosen program studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia menjelaskan bahwa luasan padang lamun di kawasan perlindungan laut Indonesia juga terancam. Sebanyak rata-rata 58% menjadi 48%

pada tahun 2016 dan 61% menjadi 55% pada tahun 2017. Hal ini disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia, antara lain reklamasi

(36)

pantai, polusi minyak, penambangan pasir serta karang, kualitas air yang buruk, dan pencemaran sampah (uii.ac.id, 4/10/2020).

1.7.2.3 Perlawanan/ Resistensi Eksploitasi Alam

Eksploitasi alam dapat dicegah atau dilakukan perlawanan jika setiap pemerintah negara dan masyarakat melakukan tindakan- tindakan nyata. Salah satunya adalah melakukan restorasi atau melakukan pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup bisa berfungsi kembali. Kebiasaan kecil seperti mengurangi penggunaan kantong plastik dan meminimalisir penggunaan kertas, tissue, menghemat listrik, dan air dapat mengurangi resiko eksploitasi alam (uii.ac.id, 4/10/020).

Perlawanan terhadap tindakan eksploitasi alam dalam karya sastra dapat dikaji menggunakan salah satu kajian ekokritik, yaitu kajian narasi Apokaliptik. Kajian ini dapat dilakukan dengan menelaah unsur-unsur dalam kajian apokaliptik, sebagai berikut.

Pertama, unsur karakter pahlawan. Salah satu karakteristik sastra apokaliptik adalah adanya sosok pahlawan. Sosok pahlawan dalam cerita digambarkan melakukan perjalanan yang disertai pemandu.

Karena itulah, telaah unsur karakter pahlawan dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap (1) pemilihan beberapa orang besar di masa lalu dan membuatnya menjadi pahlawan dalam cerita; (2) narasi perjalanan sang hero disertai oleh pemandu surgawi; dan (3) umumnya pemandu perjalanan tokoh pahlawan menunjukkan

(37)

padanya pemandangan yang menarik dan memberikan komentarnya (Morris, 1972 dalam Sukmawan).

Kedua, unsur lingkungan apokaliptik. Telaah unsur lingkungan apokaliptik dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap (a) narasi yang mengandung kilasan tentang dunia yang berubah (Thompson 1997: 13-14); (b) narasi yang mengandung upaya persuasif untuk mencegah akhir dunia, bukan mengantisipasi akhir dunia (Garrard, 2004: 99); (c) adanya kesadaran bahwa sebagai bagian dari alam semesta organik, manusia melakukan hal terbaik dengan mengakui keajaiban alam;

dan (d) narasi yang mengandung kesadaran penolakan terhadap godaan untuk memaksakan kehendak atas alam ' (Janik 1995: 107 dalam Sukmawan).

Ketiga, unsur visi atau ramalan. Telaah unsur visi atau ramalan dapat dilakukan dengan cara menganalisis (1) wujud informasi apokaliptik yang dikomunikasikan melalui mimpi, (2) penggunaan simbol dan teka-teki tertentu dalam penyampaian visi;

(3) sifat pesimistis visi sehubungan dengan kemungkinan bahwa intervensi manusia akan memperbaiki situasi saat ini; dan (3) narasi yang mengambil sejarah masa lalu dan menuliskannya kembali seolah-olah itu ramalan (Sukmawan, 2014).

(38)

1.8 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan mimetic dan pendekatan ekokritik. Teori ekokritik yang membahas tentang eksploitasi alam di dalam novel. Pendekatan dan teori tersebut diturunkan ke dalam metode penelitian yang meliputi tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data.

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini memerlukan dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh langsung dari objek materialnya, yaitu novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Sabak Grip Nusantara tahun 2021. Sumber data sekunder merupakan sumber data penulisan yang diperoleh dari sumber-sumber pustaka, yaitu kajian teoritis mengenai novel dan topik kajian yang dibahas dalam penelitian ini. Sumber data sekunder ini masih dibagi lagi menjadi sumber-sumber daring (internet) dan sumber-sumber luring (pustaka). Selanjutnya, peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder menggunakan metode studi pustaka. Kemudian, peneliti membaca data primer dan data sekunder tersebut menggunakan teknik baca catat untuk menemukan hal-hal yang berkaitan dengan eksploitasi alam.

1.8.2 Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan metode formal. Metode formal adalah metode analisis data yang

(39)

mempertimbangkan aspek-aspek formal, yaitu aspek-aspek bentuk yang mengarah pada unsur-unsur karya sastra. Selanjutnya, hubungan antar unsur-unsur karya sastra tersebut dipertalikan dengan totalitasnya (Hudayat, 2007). Setelah dilakukan pembacaan cermat terhadap novel Si Anak Pemberani, penulis akan menganalisis fenomena eksploitasi alam yang terdapat dalam novel ini menggunakan teori ekokritik.

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data pada penelitian ini akan disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu pendeskripsian hasil analisis dan penafsiran dalam bentuk kalimat-kalimat (Ratna, 2004:50). Isi dari deskripsi ini adalah hasil analisis terhadap fenomena eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

1.8.4 Sumber Data

Karya sastra yang menjadi objek penelitian ini atau sebagai data primer memiliki identitas sebagai berikut.

Judul : Si Anak Pemberani Pengarang : Tere Liye

Tahun Terbit : 2021

Penerbit : PT Sabak Grip Nusantara Jumlah halaman : 435 halaman

Data sekunder berupa beberapa penelitian sebelumnya yang terkait dengan objek formal penelitian ini, antara lain “Fenomena Eksploitasi Lingkungan dalam Cerpen Koran Minggu Indonesia Pendekatan

(40)

Ekokritik” (Juanda, 2018), “Relasi Manusia dan Lingkungan dalam Novel Tanjung Kemarau Karya Royyan Julian (Kajian Ekokritik Sastra)”

(Alam, 2020), “Relasi Antara Manusia dan Alam pada Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki (Sebuah Kajian Ekokritik)” (Sakina, dkk., 2019),

“Perlawanan Tokoh terhadap Kerusakan Hutan dalam Novel Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari dalam Kajian Ekokritik Greg Garrad”

(Dayanti, dkk. 2019), “Relasi dan Eksploitasi Tindakan Para Tokoh terhadap Alam dalam Novel-Novel Karya Afifah Afra: Kajian Ekofeminisme Vandana Shiva” (Fuadah, dkk. 2021), “Eksploitasi Alam dalam Novel Sebuah Wilayah Yang Tidak Ada di Google Earth Karya Pandu Hamzah: Kajian Ekopsikologi” (Astutik, 2019), dan “Penindasan Perempuan dan Alam dalam Perspektif Ekofeminisme pada Film Maleficent” (Pondaag, dkk. 2017).

1.9 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini akan disusun dalam lima bab. Bab I adalah yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II adalah Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan rumusan masalah yang pertama, yakni faktor penyebab perilaku eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Bab III adalah Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan rumusan masalah yang kedua, yakni dampak eksploitasi alam

(41)

dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Bab IV adalah Pembahasan.

Pada bagian ini akan dijelaskan rumusan masalah yang ketiga, yakni perlawanan para tokoh terhadap tindakan eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye.

Bab V adalah Penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran dari hasil penelitian. Kesimpulan yang dimaksud adalah deskripsi tentang fenomena eksploitasi alam di dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Saran yang dimaksud adalah saran kepada kepada peneliti lain yang akan melakukan kajian lebih lagi terhadap novel Si Anak Pemberani.

(42)

30 BAB II

FAKTOR PENYEBAB PERILAKU EKSPLOITASI ALAM DALAM NOVEL SI ANAK PEMBERANI KARYA TERE

2.1 Pengantar

Sesuai dengan tujuan penelitian pertama yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu menguraikan faktor penyebab perilaku eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye maka, dalam bab ini akan diuraikan hasil analisis faktor penyebab perilaku eksploitasi alam dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Faktor penyebab eksploitasi alam yang akan dibahas pada penelitian ini ialah mengacu kepada tindakan dan dialog para tokoh di dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. Masalah eksploitasi alam yang utama dalam novel ini adalah adanya pertambangan pasir di sungai yang membuat ekosistem alam di sekitarnya menjadi rusak. Selain itu, ada pula bentuk eksploitasi alam berupa penebangan dan pembakaran hutan yang dimunculkan dalam novel ini. Para warga kampung yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil alam terkena dampak negatif dari adanya pertambangan pasir.

Kampung beserta alamnya yang direpresentasikan dalam novel ini adalah sebuah kampung yang berada di lembah Bukit Barisan, Pulau Sumatera.

“Perkenankan saya memperkenalkan diri. Nama saya Syahdan, mewakili petani dari lembah Bukit Barisan Pulau Sumatra…..”

(Liye, 2021: 273) Faktor yang mempengaruhi perilaku eksploitasi alam dalam novel ini dapat dikaji menggunakan kajian ekokritik model kajian etika lingkungan. Etika

(43)

lingkungan hidup adalah sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan refleksi kritis tentang cara pandang manusia tentang manusia, alam, dan hubungan antara manusia dan alam serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini (Taum, 2021). Hal ini berhubungan dengan kearifan lingkungan.

Kearifan lingkungan bewujud prinsip-prinsip moral berupa sikap hormat terhadap alam (respect for nature), sikap tanggung jawab terhadap alam (moral responsibility for nature), solidaritas kosmis (cosmic solidarity), prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature), prinsip tidak merugikan alam (no harm), prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam; prinsip keadilan; prinsip demokrasi; dan prinsip integritas moral (Bandingkan Tylor, 1986; Naess, 1993; Singer, 1993; Keraf, 2010).

Eksploitasi alam yang ada dalam novel ini disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor kekuasaan. Faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu tanpa memikirkan kepentingan warga kampung dan alam di sekitarnya. Bahkan pihak yang melakukan eksploitasi ini menjanjikan keadaan ekonomi yang lebih baik juga terhadap para warga kampung, tetapi semua ini hanyalah tipuan supaya warga kampung mengizinkan adanya pertambangan pasir. Selain itu, faktor kekuasaan juga mengambil peran dari tindakan eksploitasi ini. Dalam novel ini, pihak yang melakukan eksploitasi mendapatkan dukungan yang kuat dari para pejabat dan penguasa daerah bahkan negara.

(44)

2.2 Faktor Ekonomi

Dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Leye, eksploitasi alam yang berupa pertambangan pasir di sungai terjadi karena adanya keinginan untuk memperoleh kekayaan dari hasil alam yang diambil sebanyak-banyaknya oleh pihak yang memiliki modal untuk melakukan penambangan. Pihak penambang pasti akan mendapatkan keuntungan yang banyak dari hasil tambang. Mereka bahkan memberikan janji dan tawaran yang menarik untuk memberikan kesejahteraan kepada para warga kampung. Namun, hal ini hanyalah cara mereka untuk mendapatkan izin dari warga kampung yang menolak keberadaan mereka.

Mereka sebenarnya tidak peduli dengan kehidupan warga kampung yang menjadi pewaris asli kekayaan alam yang ada di sana. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibuktikan dan dilihat pada data berikut ini.

“Kami justru datang menawarkan kehidupan yang lebih baik. Kami bisa memperbaiki sekolah kalian yang hampir roboh. Membangun balai desa yang lebih baik. Memberikan puluhan lapangan pekerjaan. Dan di atas segalanya, kami bisa memberikan kesempatan untuk kau sendiri, menjadi seseorang yang penting, Syahdan…”

(Liye, 2021: 16)

“Astaga, berapa kali harus kubilang. Sudah empat jam kita membicarakan kesepakatan ini, Syahdan.” Suara berat itu terdengar lebih kencang, dengan intonasi sepertiga kesal, sepertiga putus asa, sepertiga mengancam. “Baiklah, kami naikkan angkanya. Dua kali lipat untuk setiap truk, dan kau mendapatkan bagian tersendiri. Kau juga bisa membeli truk-truk, bisa mengelola tambang pasir sendiri.”

(Liye, 2021: 16)

Kutipan di atas adalah perkataan yang diucapkan oleh pemilik tambang pasir, yaitu Johan kepada Syahdan yang merupakan salah satu warga kampung tempat tambang pasir berada, teman lamanya, sekaligus ayah dari Eliana (Si Anak

(45)

Pemberani). Saat itu pihak tambang pasir dan para perwakilan warga kampung mengadakan sebuah pertemuan yang membahas tentang adanya pertambangan pasir. Johan terlihat dalam ucapannya bahwa ia menjanjikan kehidupan yang layak bagi Syahdan dan warga kampung lainnya. Namun, semua ini hanyalah bujuk rayunya untuk menarik hati para warga kampung. Johan mengetahui bahwa kampung itu memiliki banyak kekayaan alam yang bisa ia ambil untuk kebutuhan ekonomi dan memuaskan dirinya sendiri. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

“Kaulah yang tidak akan pernah mengerti kesempatan besar ini, Syahdan.” Suara serak itu semakin kencang. “Kau tahu, tambang pasir ini hanya bagian kecil dari rencana besarku. Untuk kesepuluh kali aku tegaskan, hutan kampung kalian menyimpan harta karun.

Bukan minyak bumi, bukan emas berlian, melainkan sesuatu yang tidak kalah berharga. Puluhan meter di bawah hutan kalian terbenam harta karun, Syahdan. Emas hitam. Batu bara. Miliaran ton jumlahnya. Kalulah yang tidak mau mengerti kesempatan besar yang kami tawarkan. Kau membuang kesempatan menjadikan seluruh kampun kaya raya.”

(Liye, 2021: 17)

Johan yang merupakan pemilik tambang pasir juga menunjukkan bahwa ia memiliki motif ekonomi atau hasrat mendapatkan kekayaan yang kuat melalui tambang pasir dengan mengejek kehidupan ekonomi Syahdan dan warga kampung lainnya. Bahkan ia tidak berpikir bahwa perkataannya hanya menyakiti hati keluarga Syahdan dan penduduk kampung lainnya. Ditunjukkan pada kutipan berikut.

“Sudah lama sekali aku tidak mendengar kata itu. Lungsuran.”

Pemilik suara serak itu terbahak panjang. Badan tambunnya bergoyang di atas kursi. Dagunya yang menempel di dada bergerak-gerak.

(Liye, 2021: 19)

“Sebentar… Sebentar…” Suara serak itu justru menahanku. Lelaki tambun itu melambaikan tangan, menggeleng. “Lihatlah, Syahdan, kehidupan apa yang kauberikan pada anak-anakmu? Seragam

(46)

bekas? Astaga! Dua bidadari kecil ini memakai baju lungsuran?

Kejutan apa lagi yang kudengar setelah kabar sekolah yang bangunannya nyaris roboh? Guru honorer yang berpuluh tahun mengajar sendirian dan tak pernah jadi PNS? Ayolah, kita bisa mengubahnya jadi lebih baik. Kami bisa membantu kalian sepanjang kalian membantu kami.”

(Liye, 2021: 19-20)

“Lungsuran? Astaga, sudah sepuluh tahun lebih aku tidak mendengar kata itu. Jangan-jangan sebentar lagi aku akan mendengar kata-kata ‘pasar loak’, ‘baju kodian’, atau ‘seribu tiga’?

Alangkah miskin keluarga kau, Syahdan.”

(Liye, 2021: 20) Novel ini juga menunjukkan faktor memperoleh kekayaan yang menjadi salah satu penyebab eksploitasi alam di seluruh dunia. Manusia berambisi mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya dari hasil alam. Mereka tidak peduli bahwa yang mereka lakukan menjadi bentuk eksploitasi yang dapat merusak alam dan kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Seperti pada kutipan novel berikut yang menggambarkan faktor penyebab eksploitasi alam dari pandangan salah satu tokoh, yaitu Pak Bin. Pak Bin adalah satu-satunya guru di kampung itu yang mengajar Eliana dan seluruh anak kampung lainnya.

Pak Bin senang hati menerima kami di rumah panggungnya. Dia bercerita banyak hal tentang hutan, lembah, sungai, tentang alam sekitar yang dia ketahui. Pak Bin bercerita tentang tambang- tambang besar di dunia. “Mereka melubangi tanah, membuat terowongan belasan pal. Mereka membangun rel kereta untuk lori, terus masuk ke dalam bumi. Tidak terbayangkan ambisi manusia terhadap emas, perak, tembaga, minyak, dan sebagainya.” Kami mendengarkan penjelasan Pak Bin dengan takzim. “Tetapi itu belum seberapa. Perkebunan-perkebunan mahaluas, ratusan ribu hektare, mengambil alih hutan-hutan produktif. Manusia semakin rakus dengan bio-diesel misalnya, untuk keperluan industri ataupun rumah tangga, maka jutaan hektare hutan di seluruh dunia dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Apakah perkebunan itu merusak? Tentu saja. Keseimbangan alam terganggu.”

(Liye, 2021: 390)

(47)

Kutipan novel di atas mendukung faktor penyebab eksploitasi alam yang dilakukan oleh pihak pertambangan pasir. Dalam novel ini, Johan sebagai pemiliknya. Johan melalui setiap perkataannya menunjukkan bahwa ia memiliki hasrat yang kuat untuk memperoleh kekayaan melalui sumber daya alam yang ada di kampung tempat Eliana dan keluarganya tingal. Hal yang dilakukan oleh pemilik tambang ini sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang di seluruh dunia, seperti yang diceritakan oleh tokoh Pak Bin di atas.

“… Ratusan ribu hektare untuk kebun kelapa sawit misalnya. Atau untuk menanam tebu. Pendatang dari kota akan menebang sampai habis seluruh hutan. Mereka mengambil pohon-pohonnya yang nilainya triliunan rupiah. Tidak terkira. Selesai digunduli, mereka pergi. Urusan menjadikan kebun kelapa sawit belakangan. Mereka sudah kaya-raya dengan menjarah hutan. Banyak sekali kasus pemegang konsensi hanya tertarik pada pohon-pohon saja.”

(Liye, 2021: 264-265)

“Mereka tahu, Eli. Mereka lebih pandai disbanding siapa pun.

Tetapi mereka memilih tutup mata. Mereka dibutakan oleh uang, target pertumbuhan, pembangunan, dan entahlah. Mereka lebih membela perusahaan besar yang memiliki modal dan kekuasaan.

Sebaliknya, penduduk kampung yang menolak, justru ditangkapi, dijebloskan dalam penjara. Berpuluh tahun kasus mereka dilupakan, tetap mendekam dalam sel gelap hanya karena mereka membela hutan warisan leluhur. Kasus seperti ini banyak, Eli.

Hidup terkadang tidak bisa dimengerti bukan?” Bapak tertawa getir.

(Liye, 2021: 265-266) Kutipan novel di atas adalah perkataan dari tokoh Syahdan, ayah Eliana.

Melalui perkataannya bisa dilihat bahwa faktor keinginan untuk memperoleh kekayaan adalah faktor yang paling sering dan cukup besar dalam mendukung adanya eksploitasi alam. Bahkan ambisi yang besar untuk memperoleh kekayaan dari kegiatan eksploitasi alam dapat mengorbankan para penduduk yang melakukan penolakan. Mereka diperlakukan seolah menjadi pihak yang bersalah.

(48)

2.3 Faktor Kekuasaan

Dalam novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye, faktor kekuasaan juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya eksploitasi alam. Eksploitasi alam yang berupa pertambangan pasir, penebangan, dan pembakaran hutan adalah kegiatan yang paling digambarkan dalam novel ini. Semua kegiatan ini bisa terjadi karena adanya dukungan dan izin dari pihak yang lebih berkuasa. Pada kegiatan pertambangan misalnya, pertambangan yang legal pun harus memiliki izin dari pemerintah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 (7) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan usaha pertambangan.

Merupakan kewenangan Pemerintah, dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, untuk memberikan IUP. Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) mengatur bahwa IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya (hukumpertambangan.com, 1/10/021). Faktor kekuasaan yang menyebabkan adanya eksploitasi alam dalam novel ini dibuktikan dalam beberapa kutipan berikut.

“Walau seluruh penduduk kampung bilang ‘tidak’, bukan berarti urusan otomatis selesai. Kak Yati tahu persis soal itu. Johan punya izin lengkap, ditambah lagi bupati, pejabat, semuanya tidak di pihak kita. Mereka bisa kapan saja mengirimkan kembali puluhan truk, dikawal petugas bersenjata. Siapa yang mengganggu, tembak di tempat. Siapa yang menghalangi, langsung penjarakan. Kita semua paham, sungi, hutan, lembah, secara hukum bukan milik kita. Bahkan tanah dan rumah penduduk saja tidak banyak yang bersertifikat…”

(Liye, 2021: 25)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diksi dalam poster berbasis elektronik di Youtube ini, peneliti mengimplikasikannya ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Hasil studi pada 7 lintas asesmen menunjukkan bahwa penyetaraan dengan butir bersama yang fi ks, metode penyetaraan kurva karakteristik jenis Stocking and Lord, dan metode

“Buntal, Mang. Empat Buntal.” Damdas nyengir lagi. 383-384) Data 2 mengandung nilai nasionalisme karena di dalamnya menggambarkan masyarakat Indonesia harus memiliki

Golongan ini sejak dari kecil telah memiliki keperibadian tertutup kerana menerima tekanan dari masyarakat sehingga menjadi seorang yang pendiam, pemalu dan tidak

Pada akhir reaksi dimana sukrosa habis, larutan memutar bidang polarisasi ke kiri Pada percobaan ini ditunjukkan oleh sudut putar campuran setelah konstan yang nilainya negatif

Makanan menjadi salah satu cara yang paling dasar dan umum bagi seseorang untuk membedakan diri dari orang lain atau untuk masyarakat atau budaya untuk membedakan diri dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk dan makna metafora dalam novel Si Anak Cahaya karya Tere Liye serta pemanfaatan

Dari pembuatan desain kemasan pada Kerja Praktik di UPTI Mamin dan Kemasan Disperindag, dapat menambah wawasan tentang industri kemasan, pengalaman dalam proses