• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Tanaman

Pada kondisi asam atau pH 4 aluminium di dalam tanah dalam keadaan terlarut dalam bentuk Al3+ yaitu Al(H2O2)63+. Ketika pH meningkat, Al dalam bentuk Al(OH)2+ dan Al(OH)2+, dan ketika mendekati pH netral Al dalam bentuk Al(OH)3. Pada kondisi basa Al dalam bentuk Al(OH)4- (Marschner 1995).

Aluminium menyebabkan penghambatan dalam penyerapan nutrisi dan mineral sehingga menghambat pertumbuhan akar yaitu menghambat perpanjangan axis akar utama dan lateral sehingga akar menjadi pendek dan menebal (stubby). Ujung akar (tudung akar, meristem, dan zona perpanjangan) mengakumulasi Al lebih banyak, dan mengalami kerusakan fisik lebih parah dibandingkan jaringan akar lainnya (Delhaize & Ryan 1995). Aluminium juga menghambat pembelahan dan pemanjangan sel akibat gangguan sintesis DNA/RNA (Matsumoto 1991).

Tanaman mempunyai beberapa mekanisme toleransi terhadap cekaman aluminium (Al) sehingga mampu hidup dalam keadaan mendapat cekaman Al atau lingkungan yang asam (Kochian 1995). Mekanisme toleransi tanaman terhadap aluminium dapat dibagi dua yaitu mekanisme eksternal dan mekanisme internal. Mekanisme eksternal (exclusion mechanism) melalui imobilisasi Al pada dinding sel, induksi pH di daerah rhizosfer atau apoplas akar, permeabilitas selektif membran plasma terhadap Al, eksudasi fosfat dan efflux Al. Mekanisme internal mencakup pengkelatan Al di sitosol oleh asam organik, protein, atau ligan organik lain, mengurung Al di vakuola dan sintesis protein/ enzim yang toleran Al.

Pada tanaman tembakau (Nicotiana tobacum L.) ekspresi gen parA dan parB diinduksi oleh cekaman Al (Ezaki et al. 1997). Gen pAL111 (identik dengan parA yang menyandi auksin) dan gen pAL142 (identik dengan parB yang

menyandi GST) pada tembakau ekspresinya diinduksi oleh aluminium dan

defisiensi Pi (Ezaki et al. 1995). Pada Arabidopsis, cekaman Al menginduksi ekspresi beberapa gen yang juga berhubungan dengan sistem pertahanan terhadap patogen (defense-response) seperti gen GST, peroxidase dan blue copper binding protein (Richards et al. 1998). Gen yang diinduksi Al terlihat sama dengan gen

yang diinduksi oleh cekaman akibat defisiensi fosfat (Ezaki et al. 1995), keracunan metal (Snowden et al. 1995), infeksi patogen (Cruz-Ortega et al. 1997), dan cekaman oksidatif (Richard et al. 1998). Menurut Richard et al. (1998) ekspresi dari gen GST, peroxidase dan blue copper binding protein dipengaruhi oleh aktifitas spesies oksigen aktif (AOS) H2O2 saat tanaman mengalami cekaman.

Protein Heterotrimerik-G subunit α

Protein heterotrimerik-G adalah protein peripheral membran plasma yang menghadap ke permukaan dalam sel (menghadap ke sitosol). Protein ini merupakan reseptor membran sel dan berfungsi sebagai mediator penyampai pesan/signal dari luar sel (eksternal) ke molekul efektor sehingga menghasilkan respon intraseluler (Fujisawa et al. 2001). Protein heterotrimerik-G terdiri dari subunit α, β, (Fujisawa et al. 2001).

Protein heterotrimerik-G disebut protein G karena mengikat mononukleotida GDP dan GTP. Subunit α merupakan subunit yang mengatur pertukaran GTP-GDP pada mamalia (Fujisawa et al. 2001). Gα pada tanaman memiliki homologi yang sama dengan mamalia. Ada kemungkinan β mempunyai peranan secara langsung dalam meregulasi efektor dan interaksinya dengan reseptor (Ma 1994).

Protein G subunit α atau Gα terdapat pada plasma membran (Weiss et al. 1997; Iwasaki et al. 1997). Protein Gα mengaktifkan kanal Ca2+ pada plasma membran tomat (Aharon et al. 1998), meningkatkan level IP3 kedelai (Legendre et

al. 1993) dan meningkatkan spesies oksigen aktif (AOS) H2O2 pada kultur sel kedelai (Legendre et al. 1992). Berdasarkan analisis mutasi pada gen (dwarf1), maka terlibat pada perpanjangan batang dan pembentukan benih padi (Fujisawa et al. 2001) dan ketahanan terhadap patogen (Suharsono et al. 2002). Protein heterotrimerik-G berperan dalam meregulasi ketahanan terhadap patogen (Aharon et al. 1998; Beffa et al. 1995; Legendre et al. 1993), regulasi lintasan biosintesis benzo phenathridine alkaloid (Mahady et al 1998), dan regulasi kanal K+ pada sel mesofil (Fairley-Grenot dan Asmann 1991; Li & Asmann 1993).

Pada kedelai ada dua kopi gen yang menyandikan protein heterotrimerik- G subunit α yaitu SGA1 (Kim et al. 1995) dan SGA2 (Gotor et al. 1996). SGA1 diisolasi dari akar kedelai kultivar Williams. SGA1 juga telah diisolasi dari kedelai kultivar Lumut dan Slamet, dan memiliki kemiripan 91% dengan SGA1 dari kultivar Williams berdasarkan urutan nukleotidanya (Suharsono & Suharsono 2004). SGA2 diekspresikan pada semua organ vegetatif tanaman. Transkripsi terjadi pada semua jenis sel akar, daun dan batang (Gotor et al. 1996).

Gen pada kultivar Slamet terinduksi pada 8 jam setelah perlakuan cekaman aluminium. Kemungkinan setelah 72 jam perlakuan cekaman Al beberapa sel sudah tidak aktif mengekspresikan gen (Mashuda 2007).

Saat inaktif subunit α berikatan dengan GDP dan berasosiasi dengan β membentuk kompleks. Ketika ligan terikat pada permukaan sel reseptor, reseptor menjadi aktif dan mengkatalisis perubahan ikatan GDP pada subunit α menjadi GTP. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan konformasi subunit α sehingga akhirnya berpisah dengan β (disosiasi). Subunit α akan meregulasi efektor dengan cara berikatan pada efektor dan mengaktifkan signal transduksi seperti pada adenilat siklase. Protein heterotrimerik-G kembali tidak aktif ketika GTP diubah menjadi GDP dan subunit α kembali berasosiasi dengan β (Becker et al. 2000; Ma 1994).

Protein heterotrimerik-G meregulasi banyak efektor yang berada di bawahnya (downstream) seperti adenilat siklase, phosphalipaseC, dan efektor

transducin (Ma 1994). Phosphoinositide spesifik phospholipase C (PLC)

menghidrolisis phosphatidyl inositol 4,5-biphosphate (P1P2) menjadi 2 second

messengers yaitu inositol 1,4,5-triphosphate (IP3) dan diacylglycerol (DAG). IP3 dapat mengikat reseptor membran seperti kanal Ca2+, dan melepas Ca2+ dari retikulum endoplasma ke dalam sitosol sehingga level Ca2+ meningkat. Protein kinase C akan teraktifkan oleh level Ca2+ yang meningkat dan DAG. Ion Ca2+ mengaktifkan protein kalmodulin yang akan mengaktifkan protein kinase dan fosfatase dalam satu atau lebih jalur persinyalan (Becker et al. 2000).

Akhir dari transduksi sinyal mengarah ke pengaturan satu atau lebih aktifitas seluler, melalui pengaktifan enzim spesifik maupun sintesis enzim atau protein lain dengan mengaktfikan atau menon-aktifkankan gen-gen spesifik untuk

memberikan respon terhadap sinyal yang diterima. Gluthathione S-Transferase (GST) merupakan gen yang banyak terlibat dalam menanggapi respon yang disebabkan oleh berbagai cekaman, diantaranya adalah cekaman patogen, cekaman aluminium. GST juga termasuk golongan gen yang berhubungan dengan sistem antioksidasi (Ezaki et al. 2004).

Glutathione S-Transferase

Tanaman memiliki mekanisme ketahanan yang sangat efektif untuk menghadapi cekaman akibat kerusakan oksidatif (induced oxidative damages). Salah satu protein yang terlibat dalam ketahanan sel terhadap cekaman oksidatif adalah GST (Glutathione S-Transferase). GST adalah protein dengan berat molekul sekitar 50 kDa, terdiri dari 2 subunit polipeptida (Dixon et al. 2002). GST mengkatalis pemindahan tripeptida glutathione (γ-glutamyl-cysteinyl- glycine; GSH) menjadi substrat (R-X) yang mengandung eletropilik reaktif untuk membentuk hasil reaksi S-glutathionylated polar (Dixon et al. 2002). Molekul- molekul yang telah berkonjugasi dengan GSH selanjutnya dikirim ke vakuola melalui ATP-binding transporter. Pengiriman ke vakuola bertujuan untuk membatasi efek dari penghambatan produk akhir GST dan melindung sel dari bahaya lebih lanjut akibat senyawa-senyawa yang berkonjugasi dengan GSH (Rea 1999).

GST dikelompokkan berdasarkan identitas sekuennya dan dibagi menjadi phi, tau, tetha, zeta dan lambda. Kelas tetha dan zeta banyak terdapat pada mamalia sedangkan selebihnya terdapat pada tanaman (Dixon et al. 2002). Pada Arabidopsis terdiri atas 48 gen GST dengan kelompok tau dan phi GST paling banyak. Masing-masing terdiri dari 28 kelompok tau, 13 phi, 3 dari kelompok theta, 2 zeta dan 2 lamda (Dixon et al. 2002). Pada jagung terdapat 12 kelompok phi, 28 tau dan 2 zeta sedangkan pada kedelai terdapat 20 gen dari kelompok tau, 1 zeta dan 4 phi (McGonigle et al. 2000).

Berdasarkan kesamaan sekuennya, GST tanaman dibagi menjadi 3 tipe yaitu GSTI, GSTII dan GSTIII (Droog et al. 1995). Menurut McGonigle et al. (2000) pada kedelai terdapat 25 sekuen GST (Tabel 1). Pada kedelai ada 4 tipe GSTI, 1 tipe GSTII dan 20 tipe GSTIII. Individual cDNA pada kedelai sebanyak

6% tipe GSTI, 2% cDNA tipe GSTII, dan 92% adalah tipe GSTIII. Khusus sekuen GST tipe III yaitu GmGST8 terdapat sebanyak 33%.

Struktur GST tanaman memiliki kesamaan yang tinggi dengan struktur GST mamalia. GST ditemukan pada setiap tahap perkembangan tanaman dari awal perkecambahan sampai tua dan terdapat di setiap jaringan tanaman (McGonigle et al. 2000).

Tabel 1. GST yang terdapat pada kedelai (McGonigle et al. 2000)

Tipe Nama No akses

Tipe 1 GST Tipe II GST Tipe III GST GmGST 21 GmGST 22 GmGST 23 GmGST 24 GmGST 25 GH2/4 (Gmhsp26-A atau GmGST 1) GmGST2 GmGST3 GST a (GmGST 4) GmGST 5 GmGST 6 GmGST 7 GmGST 8 GmGST 9 GmGST 10 GmGST 11 GmGST 12 GmGST 13 GmGST 14 GmGST 15 GmGST 16 GmGST 17 GmGST 18 GmGST 19 GmGST 20 AF243376 AF243377 AF243378 AF243379 AF243380 J03197, M20363 Y10820 X68819 AF048978 AF243360 AF243361 AF243362 AF243363 AF243364 AF243365 AF243366 AF243367 AF243368 AF243369 AF243370 AF243371 AF243372 AF243373 AF243374 AF243375

Ekspresi gen GST8 pada akar kultivar Slamet diinduksi oleh cekaman Al

yaitu pada 8 jam dan 24 jam setelah perlakuan cekaman Al. GST8 tidak

terekspresi setelah 48 jam perlakuan cekaman Al. Lamanya perlakuan tidak menyebabkan meningkatnya ekspresi GST8 tetapi menurunkan ekspresi GST8. Ini menunjukkan bahwa pada kultivar Slamet gen GST8 memberi respon terhadap cekaman Al di awal (Mashuda 2007). Sedangkan ekspresi gen GST12 pada akar kultivar Slamet terinduksi oleh cekaman pH rendah dan cekaman Al. Gen GST12

memperlihatkan ekspresi tertinggi pada 8 jam setelah perlakuan cekaman Al. Kemudian seiring lamanya waktu cekaman menyebabkan penurunan ekspresi gen GST12 (Mashuda 2007). Pola ekspresi ini menunjukkan bahwa ada keterlibatan gen GST12 terhadap cekaman Al.

Aktivitas gen GST akan meningkat sebagai respon rangsangan adanya kerusakan oksidatif (Marrs 1996; Droog 1997). Gen GST diinduksi oleh berbagai rangsangan dari lingkungan meliputi serangan jamur, cekaman dehidrasi, etilen, pelukaan (wounding) (Marrs 1996). Aktifitas gen GST meningkat akibat pemanasan dan kondisi cekaman garam pada benih transgenik tembakau (Roxas et al. 1997). Aktivitas GST di akar meningkat lebih tajam dibanding di batang pada Triticum aestivum akibat cekaman osmotik (Galle et al. 2005). Auksin, hormon-hormon, logam berat, H2O2, garam, suhu (heat shock), cekaman

lingkungan telah menginduksi promotor GH2/4 yang menyandi GST pada

tembakau transgenik (Ulmasov et al. 1995). Gen GST berperan dalam

detoksifikasi dan proteksi sel dari cekaman oksidatif, melindungi dari cekaman biotik dan abiotik meliputi serangan patogen, xenobiotik dan racun logam berat yang merupakan respon tanaman terhadap perubahan kondisi lingkungan (Ulmasov et al. 1995; Droog et al. 1993; Marrs 1996).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan laboratorium BIORIN, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah kedelai kultivar Lumut yang peka terhadap cekaman Al (Anwar et al. 2000). Cekaman dilakukan pada kultur cair

dengan menggunakan media kultur menurut Sopandie et al. (1996) yang

dimodifikasi Anwar (1999). RNA diisolasi menggunakan kit Trizol(Invitrogen). Primer didesain dari kedelai, yaitu SGAI (nomor aksesi L27418) dengan

primer forward (F) terletak pada 111 nukleotida sebelum kodon awal

(5’GCTTCACACTTCACACTTAACACT3’) dan primer reverse (R) terletak

pada 114 nukleotida sesudah kodon akhir

(5’ATATTGTTGTATACCTGACCTC3’). Ekspresi gen GST dideteksi dengan

menggunakan dua primer yaitu GST8 (nomor aksesi AF243363) dan GST12

(nomor aksesi AF243367). Primer F GST8 terletak pada 11 nukleotida sebelum kodon awal (5’ATAGTGCTGCAATGGCTTCA3’) dan primer R terletak pada 16 nukleotida sebelum kodon akhir (5’AGATGTGGTGTGTGACTTAG3’). Primer

F gen GST12 terletak pada 2 nukleotida sebelum kodon awal

(5’CCATAGCAATGGCAGAGCAAG3’) dan primer R terletak pada 34 nukleotida sebelum kodon akhir (5’TATATATCATTCTGTGGCAG3’). Sebagai kontrol untuk mengetahui kemurnian cDNA dari kontaminasi DNA genom digunakan primer β-aktin yang didesain dari kedelai (nomor aksesi V00450) dengan primer F tepat pada kodon awal dari ekson 1 (5’ATGGCAGATGCCGAGGATAT3’) dan primer R tepat pada daerah ekson 2 (5’CAGTTGTGCGACCACTTGCA3’).

Alat utama yang digunakan untuk kultur cair adalah tray, bak, selang, aerator, tong, gelas ukur. Alat untuk isolasi RNA dan PCR adalah sentrifugasi, pipet mikro, Digi doc-it, kamera, alat elektroforesis, mesin PCR (MJ Research).

Metode Penelitian

Analisis ekspresi gen dan GST dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Penentuan konsentrasi Al untuk perlakuan cekaman, (2) Isolasi RNA total, (3) Sintesis cDNA total, dan (4) Analisis ekspresi gen , GST8 dan GST12, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan yang dilakukan dalam analisis ekspresi gen dan GST

(1) Penentuan Konsentrasi Al untuk perlakuan cekaman

Penentuan konsentrasi Al untuk perlakuan cekaman Al dilakukan dengan kultur kecambah di lartan hara. Langkah awal dari perlakuan cekaman Al adalah menyeleksi biji kedelai kultivar Lumut yang memiliki ukuran yang sama. Benih yang terpilih dikecambahkan selama dua hari. Benih dikecambahkan dalam kertas merang, disimpan dalam ruang gelap dengan kelembaban yang tinggi. Setelah berkecambah, kecambah dipindahkan ke dalam larutan hara dengan dosis 1/5 dari yang digunakan Sopandie et al. (1996) dengan pH 6 selama 2 hari. Kecambah ditanam di atas tray ukuran 20 cm x 30 cm yang telah dilubangi agar akar dapat masuk. Tray tersebut diletakan di dalam bak plastik ukuran 25 cm x 35 cm x 15 cm yang telah berisi larutan hara pH 6 sebagai media tanamnya. Untuk menjaga ketersediaan oksigen media cair diberi aerasi 4 lubang tiap bak. Posisi tray diatur sedemikian rupa sehingga akar menyentuh media cair. Komposisi media tanam adalah 0.375 mM Ca(NO3)2.4H2O, 0.2 M CuSO4.5H2O, 0.25 mM NH4NO3, 1 M ZnSO4.7H2O, 0.1 mM MgSO4.7H2O, 5 M H3BO3, 0.1 mM KH2PO4, 1 M (NH4)6.Mo7O24.4H2O, 5 M MnSO4.H2O, 5 M Fe-EDTA.

Penentuan konsentrasi Al untuk perlakuan cekaman

Isolasi RNA Total

Sintesis cDNA Total

100 Yto) (Yti Xto) (Xti Yto) (Yti RPA = − − − × 100 PPAy PPAx PPAy RPA = − ×

Tahapan pada hari berikutnya adalah pemberian perlakuan pH dan cekaman. Perlakuan cekaman yang diberikan adalah pH 4, pH 4+1.2 mM Al dan pH 4+1.6 mM Al. Perlakuan akan Al diberikan dalam bentuk AlCl3. Media pH 6 digunakan sebagai kontrol. Perlakuan dilakukan selama 3 x 24 jam, dengan media diganti setiap 24 jam. Pengamatan panjang akar utama dilakukan pada jam ke-0, jam ke-8, jam ke-24, jam ke-48 dan jam ke-72. Pengamatan dilakukan terhadap 10 sampel tanaman yang diambil secara acak, dengan mengukur panjang akar dari pangkal batang sampai dengan ujung akar. Percobaan dilakukan dengan dua ulangan. Pada saat pengamatan, ujung akar utama sekitar 0.3 cm diambil, dibungkus dengan aluminium foil lalu difiksasi di dalam nitrogen cair dan disimpan di freezer suhu - 40 ˚C.

Pemilihan konsentrasi Al dan lama cekaman yang optimum untuk menghambat pertumbuhan akar ditentukan berdasarkan persentase perpanjangan akar (delta) pada setiap jam perlakuan. Konsentrasi Al dan pH serta lama cekaman yang menghambat pertumbuhan akar digunakan untuk analisis ekspresi gen dan gen GST. Reduksi atau stimulasi perpanjangan akar dihitung berdasarkan nilai perbandingan pertambahan panjang akar dari perlakuan terhadap pertambahan panjang akar dari kontrol dan merupakan nilai rataan dari dua ulangan yang masing-masing terdiri dari 10 tanaman. Kontrol untuk percobaan perlakuan cekaman Al dan pH adalah tanaman yang ditumbuhkan pada pH 4 sehingga reduksi perpanjangan akar dihitung dengan rumus:

atau

Dimana;

RPA :Reduksi panjang akar

Yti :Panjang akar dari tanaman kontrol pH 4 pada waktu ti Yto :Panjang akar dari tanaman kontrol pH 4 pada waktu to

Xti :Panjang akar dari tanaman yang diperlakukan pada pH 6, pH 4+1.2 mM Al, pH 4+1.6 mM Al pada waktu ti

Xto :Panjang akar dari tanaman yang diperlakukan pada pH 6, pH 4+1.2 mM Al, pH 4+1.6 mM Al pada waktu to

PPAy :Pertambahan perpanjangan akar tanaman kontrol pH 4 PPAx :Pertambahan perpanjangan akar tanaman perlakuan x

Nilai RPA positif menunjukkan bahwa perlakuan menyebabkan reduksi pertambahan panjang akar bila dibandingkan dengan kontrol, yaitu tanaman yang ditumbuhkan pada pH 4. Nilai RPA negatif menunjukkan bahwa perlakuan menyebabkan stimulasi pertambahan panjang akar dibandingkan dengan kontrol.

(2) Isolasi RNA dengan Metode Trizol

Sebanyak 50-100 mg ujung akar kedelai yang telah tersimpan dalam aluminum foil di dalam freezer, diberi nitrogen cair langsung digerus dengan menggunakan mortar sampai halus berbentuk bubuk. Bubuk dicampur dengan 800

l Trizol (Invitrogen). Suspensi sel dipindahkan ke dalam ependorf, dan diinkubasikan pada suhu ruang selama kurang lebih 5 menit. Ke dalam ependorf tersebut, kloroform (200 l) dimasukkan dan suspensi sel divortex sampai tercampur. Campuran diinkubasikan pada suhu ruang selama 3 menit. Selanjutnya ependorf tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm (Jouan BR4i) dengan suhu 6 ˚C selama 15 menit. Cairan bagian atas diambil sebanyak minimal 60% dari volume Trizol. Supernatan tersebut dipindahkan ke dalam ependorf baru, dan ditambah dengan isopropil alkohol lalu diinkubasikan dalam suhu ruang selama 10 menit. Setelah itu ependorf tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm selama 10 menit dengan suhu 6 ˚C. Supernatan dari hasil sentrifugasi dibuang, dan endapannya diambil, kemudian ditambah dengan etanol 75%. Ependorf kembali disentrifugasi dengan kecepatan 5700 rpm selama 5 menit dengan suhu 6

˚C. Etanol 75% dibuang, endapan dikeringkan dengan menggunakan vakum.

Setelah kering endapan disuspensikan dalam 30 l H2O-DEPC 0.1%.

Kuantitas RNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 ( 260), dan 280 ( 280). Keutuhan RNA total dianalisis secara kualitatif menggunakan metode elektroforesis, dengan memigrasikan RNA pada gel agarosa di dalam bufer MOPS 1% (4,2 g/l 3-

Morpholinopropanesulfonic acid (C7H15NO4), 0,41 g/l Na-asetat, 0.37 g/l Na2EDTA.H2O).

(3) Analisis ekspresi gen Gα dan gen GST

Analisis ekspresi gen dilakukan dengan menggunakan RT-PCR (Reverse

Transcript PCR). Karena mRNA mudah terdegradasi, maka mRNA diubah

menjadi cDNA. Keberhasilan sintesis cDNA dan kemurniannya dianalisis dengan primer spesifik β-aktin.

Sintesis cDNA Total

Sintesis cDNA total melalui transkripsi balik (RT) dilakukan dengan metode Suharsono et al. (2002). Sebanyak 500 ng RNA total dicampur dengan 4

l buffer (5x), 2 l 2 mM dNTP mix, 2 l 0.1 M dTT, 2 l primer oligo(dT), 0.2 l 0.1 U enzim reverse transcriptase (RT), dan H2O-DEPC hingga volume akhir reaksi 20 l. Kondisi RT adalah 10 menit suhu 30 ˚C, 50 menit suhu 42 ˚C, 5 menit suhu 95 ˚C.

Evaluasi keberhasilan sintesis cDNA total dilakukan melalui PCR dengan menggunakan primer β-aktin. PCR β-aktin dilakukan dengan mencampur 2 l cDNA total, 2 l buffer (10x), 1 l 2 mM dNTPmix, 0.8 l 25 mM MgCl, 0.1 l 0.1 U enzim taq polimerase, 2 l 10 pmol primer forward (F), 2 l 10 pmol primer reverse (R), digenapkan dengan ddH2O hingga 20 l. Kondisi PCR adalah pra-PCR 95 ˚C 5 menit, denaturasi 94 ˚C 30 detik, annealing 56 ˚C 30 detik, ekstensi 72 ˚C 2 menit, siklus diulangi 30 kali, dan pasca-PCR 72 ˚C 5 menit. Apabila cDNA yang disintesis adalah murni yang tidak terkontaminasi DNA genom, maka PCR menghasilkan amplifikasi berukuran 450 pb. Apabila terkontaminsi DNA genom, maka produk hasil PCR berukuran 540 pb karena cetakan DNA genom yang diamplifikasi meliputi daerah ekson 1, intron dan ekson 2. Selain untuk melihat keberhasilan sintesis cDNA dan kemurnian cDNA dari kontaminan DNA genom, PCR β-aktin juga digunakan untuk menyetarakan konsentrasi cDNA pada berbagai perlakuan. Untuk mengetahui ukuran PCR β- aktin, dilakukan elektroforesis pada gel agarosa di dalam bufer elektroda TAE 1x (0.04 M Tris-acetate, 0.001 M EDTA).

IApt IXpt

EBXpt =

Analisis ekspresi gen Gα dan gen GST

Analisis ekspresi gen dan gen GST (GST8 dan GST12) dilakukan dengan cara mengamplifikasi gen spesifik tersebut dengan menggunakan cDNA sebagai cetakannya. Langkah dalam mencampur bahan untuk PCR gen dan gen GST sama dengan langkah PCR aktin kecuali primer yang disesuaikan dengan gen yang dianalisis. Kondisi PCR gen adalah pra-PCR 95 ˚C 5 menit, denaturasi 94 ˚C 30 detik, penempelan primer 56 ˚C 30 detik, ekstensi 72 ˚C 2 menit, siklus diulang sebanyak 30 kali, dan pasca-PCR 72 ˚C 5 menit. Kondisi PCR gen GST (GST8 dan GST12) sama dengan gen , hanya suhu penempelan primernya dilakukan pada suhu 52 ˚C 30 detik. Analisis ekspresi dilakukan dengan membandingkan intensitas cahaya pita hasil PCR gen dan GST terhadap kontrol β-aktin dengan menggunakan perangkat lunak Digi Doc-it.

Agar dapat diperbandingkan ekspresi antar gen sasaran pada waktu yang sama pada berbagai perlakuan, maka ekspresi gen sasaran harus dibakukan. Pembakuan ekspresi gen sasaran dilakukan dengan membandingkan ekspresi gen sasaran dengan gen aktin pada waktu dan perlakuan yang sama. Ekspresi gen yang dibakukan merupakan nilai rataan dari dua ulangan. Oleh sebab itu ekspresi gen sasaran Gα, gen GST 8 atau gen GST12 dibakukan dengan menggunakan rumus :

Dimana;

EBXpt: Ekspresi baku gen x pada perlakuan p waktu t

IXpt : Intensitas hasil PCR gen x pada perlakuan p waktu t IApt : Intensitas hasil PCR β-aktin pada perlakuan p waktu t X : , GST8 atau GST12

A : Aktin

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Konsentrasi Cekaman Aluminium

Akar kedelai kultivar Lumut yang ditumbuhkan pada pH 6 memperlihatkan pertambahan panjang akar yang lebih besar yaitu sekitar 83%- 95% dibandingkan pada kontrol pH 4 (Tabel 2). Rendahnya pertambahan panjang akar pada pH 4 dibandingkan pH 6 menunjukkan bahwa pertumbuhan akar dihambat oleh pH 4. Menurut Ismail dan Effendi (1993) pH yang paling baik untuk pertumbuhan kedelai adalah pH 6.8, namun pada pH 5.5-6.0 sudah dianggap cukup baik.

Tabel 2. Reduksi perpanjangan akar pH 6, pH 4+1.2 mM Al, pH 4+1.6 mM Al dibandingkan dengan pH 4.

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan pH 4

pH 4 pH 6 pH 4+1.2 mM Al pH 4+1.6 mM Al Lama cekaman PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) 0.24 100 0.44 -83.3 0.05 79.1 0.05 79.1 0.64 100 1.25 -95.3 0.19 70.3 0.08 87.5 1.09 100 1.99 -82.5 0.24 77.9 0.16 85.3 8 jam 24 jam 48 jam 72 jam 1.49 100 2.84 -90.6 0.30 79.8 0.20 86.5 Keterangan

PPA : Pertambahan panjang akar (rata-rata 2 ulangan) RPA : Reduksi panjang akar

Perlakuan pH 4+1.2 mM Al dan pH 4+1.6 mM Al, mengakibatkan reduksi perpanjangan akar (RPA) kedelai sekitar 70%-88% (Tabel 2) dibandingkan dengan kontrol pH 4. Hal tersebut dikarenakan cekaman Al pada tanaman mengakibatkan pertumbuhan akar terhambat, akar menjadi pendek dan menebal khususnya pada akar utama (Ryan et al. 1993). Persentase reduksi ini lebih besar dibanding dengan Anwar (1999) yaitu hanya sekitar 60%.

Pada kedelai sensitif, cekaman Al menyebabkan penghambatan panjang akar yang signifikan (Lazof et al. 1994).Menurut Anwar (1999) kedelai kultivar Lumut termasuk kedelai peka karena telah terjadi RPA sebesar 50% pada

dibandingkan dengan cekaman 1.2 mM Al (Tabel 2). Setelah 8 jam perlakuan, cekaman Al baik pada konsentrasi 1.2 mM Almaupun 1.6 mM Almenyebabkan reduksi panjang akar sebesar 79% (Tabel 2). Setelah jam ke-24, ke-48, dan ke-72, perlakuan 1.6 mM Al menyebabkan reduksi panjang akar sekitar 79%-88%, lebih tinggi dari pada perlakuan cekaman 1.2 mM Alyaitu sekitar 70%-80% (Tabel 2). Hasil penelitian Anwar (1999) menunjukkan bahwa kedua konsentrasi cekaman tersebut tidak begitu berbeda, hanya berbeda 1%. Pada kedelai yang toleran yaitu kultivar Slamet, RPA sekitar 76%-78% terjadi pada tanaman yang mendapat cekaman 1.2 mM Al dan sekitar 79%-89% pada tanaman yang mendapat cekaman 1.6 mM Al (Tabel 3).

Tabel 3. Reduksi perpanjangan akar pada kultivar Slamet (Mashuda 2007)

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan pH 4

pH 4 pH 6 pH 4+1.2 mM Al pH 4+1.6 mM Al Lama cekaman PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) 0.7 100 0.4 -75.7 0.1 78.4 0.0 89.2 1.7 100 1.9 -91.9 0.2 76.7 0.2 82.6 2.9 100 1.5 -91.5 0.4 76.5 0.3 79.7 8 jam 24 jam 48 jam 72 jam 3.7 100 2.0 -88.8 0.5 76.5 0.4 79.1 Keterangan

PPA : Pertambahan panjang akar (rata-rata 2 ulangan) RPA : Reduksi panjang akar

Nilai RPA pada perlakuan dan waktu perlakuan yang sama yang dimiliki kultivar Lumut (Tabel 2) tidak jauh berbeda dengan kultivar Slamet (Tabel 3). Ini menunjukkan bahwa respon fisik kultivar peka (Lumut) dan yang toleran (Slamet) terhadap cekaman Al yaitu berupa penghambatan pertumbuhan akar tidak jauh berbeda. Hal ini diduga diakibatkan pemberian cekaman aluminium yang terlalu tinggi

Agar pengaruh cekaman memberikan hasil yang nyata, maka respon

Dokumen terkait