• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Kejar Paket B sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah

Pada akhir abad ke XX, kita dihadapkan pada suatu aliran baru sekitar pendidikan non-formal. Munculnya aliran baru ini, secara khusus mempermasalahkan pendidikan dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat pedesaan di dunia ketiga atau di negara-negara sedang berkembang dengan counter attack terhadap kelemahan-kelemahan pendidikan formal yang dianggap gagal dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi penduduk pedesaan. Tersedianya lembaga-lembaga pendidikan formal atau persekolahan telah dikritik oleh banyak ahli, karena di samping menghabiskan dana dalam jumlah besar, kehadirannya dianggap hanya untuk mempertahankan supremasinya bagi segolongan kecil masyarakat (Sudomo, 1987).

Penganut aliran baru ini, adalah mereka yang menjadi pembela masyarakat lemah yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan tidak berdaya serta telah dikuasai oleh mereka yang kuat. Di antara aturan baru tersebut, muncul nama-nama seperti; (1) Coombs dan Manzoor (1974) yang menghubungkan pendidikan non-formal dengan penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan, dan mereka juga mengatakan bila bentuk pendidikan formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah negara berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan untuk mengatasi kelangkaan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan perbaikan kesehatan serta gizi; (2) Freire (1972), menganggap sekolah sebagai tempat pendidikan bagi kaum yang tertindas.

Selain nama-nama tersebut di atas, beberapa pakar dari Indonesia menganut paham yang sama, di antaranya; (1) Slamet (1986), menyatakan bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan upaya pembangunan masyarakat, akan tetapi perlu didukung oleh pendidikan non-formal secara terpadu yang menjangkau sasaran masyarakat yang luas. Pendidikan non-formal mempunyai peranan penting, khususnya dalam meningkatkan kemampuan mental, kemampuan intelektual dan kemampuan

bertindak bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, guna meningkatkan kesejahteraan khususnya di daerah pedesaan; dan (2) Sudjana (1981) bahkan telah merinci manfaat pendidikan non-formal, yang merupakan altematif dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di pedesaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan formal, maupun usaha untuk mencari bentuk atau aliran yang cocok bagi masyarakat kita.

Sihombing (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan non-formal, di antaranya; (1) adanya kebutuhan masyarakat akan pendidikan non-formal; (2) kesediaan mendengar suara masyarakat; (3) kelenturan program pembelajaran yang selalu siap disesuaikan dengan kebutuhan calon warga belajar; (4) keanekaragaman program pembelajaran membuka peluang luas bagi setiap warga belajar untuk memilih program yang sesuai; (5) program pembelajaran yang tidak dirancang untuk mengejar ijaza h tetapi untuk kebermaknaan bagi masyarakat; (6) kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan warga belajar bukan ilusi para perencana program; (7) program kegiatan belajar dikelola oleh masyarakat; dan (8) arah yang jelas dari setiap program yaitu membuat warga belajar menjadi bisa bukan menjadi tahu atau disebut belajar untuk hidup, bukan belajar untuk belajar.

Pendidikan non-formal dapat berupa Program Pemberantasan Buta Aksara, Program Paket A Setara SD, Program Paket B Setara SLTP, Program Paket C Setara SLTA, Program Kejar Usaha, Program Magang, Program PADU, Program Kursus, PKBM, Program Kepemudaan, Program Kewirausahaan Pemuda, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP-3), Program Kegiatan Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Sasaran dan tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan masyarakat seperti: kaum petani, pengrajin, nelayan, buruh, pengusaha kecil, pedagang dan sebagainya.

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Non-formal. Program Kejar paket B Setara SLTP diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Maju mundurnya Program Kejar Paket B Setara SLTP tergantung kesungguhan pengelola, partisipasi

warga belajar, dan dukungan masyarakat sekitarnya terhadap eksistensi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Program Kejar Paket B. Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai fasilisator dan motivator saja. Pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan model pembangunan yang selama ini cenderung bersifat top down yang umumnya tidak didasarkan pada identifikasi potensi dan permasalahan yang aktual dan realis.

Selain Program Kejar Paket B, bentuk pendidikan non-formal yang dikembangkan Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas, menurut Ella (2007), meliputi: kelompok belajar Paket A, dan Paket C, yang juga menitik beratkan pada pendidikan dasar yang diintegrasikan dengan mata pencaharian; (1) kelompok usaha, menitik beratkan pada ketrampilan belajar dan berusaha; (2) kursus ketrampilan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membuka dan memasuki lapangan kerja; (3) program magang yang menekankan pada kegiatan bekerja, berusaha sambil belajar; dan (4) program belajar mandiri, menitik beratkan pada peningkatan kemampuan masyarakat terhadap penguasaan mata pencaharian tertentu.

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B Setara SLTP

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu program pendidikan dasar yang di selenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini dikembangkan setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang keberadaannya di pertegas pada pasal 18, peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah. Adapun dasar penyelenggaraannya sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0576/U/1990 tanggal 1 September 1990, DIP dan Petunjuk Operasional Proyek Pendidikan Luar Sekolah tahun anggaran 1994/1995, GBHN tahun 1993, dan Undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 6 dan 14. Kejar Paket B Setara SLTP dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah, serta berdasarkan atas kebijaksanaan pemerintah tentang Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang

dimulai pada tahun pertama pelita VI pembangunan jangka panjang. Tahap kedua (PJP II) Paket B ditetapkan sebagai salah satu pendukung Program Wajib Belajar yang setara dengan SLTP.

Perencanaan Program

Perencanaan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk memperhitungkan kelayakan sasaran yang harus dilayani, serta dukungan-dukungan lain yang diperlukan guna mencapai tujuan program. Perencanaan perlu dilakukan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan program kejar Paket B Setara SLTP mencakup kegiatan pengumpulan dan analisis data dasar (data calon warga belajar, cara memperoleh data, seleksi, alat yang digunakan, pelaksana) calon warga belajar, tutor, pengelola, lokasi, dan tata cara pengusulan program.

Pelaksanaan Program Kejar Paket B Setara SLTP

Dalam penyelenggaraan Program Kejar Paket B Setara SLTP semua unsur dalam sistem Paket B harus berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Unsur itu terdiri dari warga belajar, tutor, penyelenggara, pengelola program, dan pembina program di semua tingkatan. Adapun uraian daripada masing-masing unsur yang ada pada Program Kejar Paket B Setara SLTP antara lain:

(1) Warga Belajar ditetapkan tiap kelompok belajar sekitar 20 orang warga belajar, mereka terdiri dari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan dan siswa putus sekolah SLTP dalam batas usia 16-44 tahun, warga belajar yang telah menyelesaikan paket A. Tugas dari pada Warga belajar Paket B adalah mengikuti acara kegiatan belajar yang telah ditetapkan secara teratur dan terus menerus, belajar sendiri dimana berada dan diluar acara belajar, memelihara hubungan baik dengan sesama Warga Belajar, tutor, pengelola, penyelenggara dan pembina. Fungsi Warga belajar dalam Program Kejar Paket B sebagai peserta didik yang dengan penuh kesadaran selalu berusaha mengikuti program belajar untuk kepentingan diri sendiri sampai memiliki pendidikan yang setara SLTP. Tanggungjawab yang harus dimiliki warga belajar adalah mengatur diri sendiri agar selalu dapat menyisihkan sebagian

waktunya untuk mengikuti program belajar secara bersama dalam kelompok dan belajar sendiri, kapan dan dimana saja berada serta memelihara fasilitas yang diberikan. Hak warga yang diperoleh warga belajar adalah mengikuti kegiatan belajar dalam kelompok belajar, mengikuti tes hasil belajar berdasarkan ketentuan yang berlaku, memperoleh bahan-bahan belajar, memilih pendidikan keterampilan dan agama sesuai dengan pilihannya, memperoleh pelayanan baik dari tutor, penyelenggara, pengelola dan pembina. Kemudian sanksi yang diberikan kepada warga belajar adalah apabila warga belajar tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, dikeluarkan dari kelompok belajar.

(2) Setiap kelompok belajar yang terdiri 20 orang warga belajar dibantu oleh enam orang tutor. Tutor utama terdiri dari tutor bidang study: Matematika IPA, Bahasa Indonesia, IPS Pancasila dan kewarganegaraan, sedangkan bidang study lainnya dirangkap oleh keenam tutor, pengelola, dan pembina. Tugas tutor adalah mengajar, membimbing dan melatih warga belajar sesuai dengan bidang study yang diajarkan, menyusun program belajar yang akan diajarkan, membuat bahan belajar pelengkap yang berisi muatan lokal, menilai kemampuan warga belajar. Fungsi daripada tutor adalah sebagai tenaga pendidik dalam program Kejar Paket B yang memiliki tanggungjawab mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap warga belajar sehingga mampu menguasai pelajaran yang diajarkan.

Adapun hak tutor adalah;

a. Mengikuti latihan tutor Paket B yang diselenggarakan oleh pemerintah, b. Memperoleh imbalan Rp. 125.000/bulan dan lainnya yang sah,

c. Perlakuan baik dan perlindungan hukum, d. Saran untuk perbaikan program Peket B,

e. Memperoleh tanda penghargaan. Apabila tutor melakukan kesalahan maka sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan sebagai tutor dalam kejar Paket B.

(3) Penyelenggara Program Kejar Paket B adalah organisasi/lembaga yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kelompok belajar Paket B.

a. Mendorong warga belajar agar aktif belajar baik dalam kelompok belajar maupun belajar sendiri di luar kelompok belajar,

b. Menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti tempat belajar, alat belajar, serta bahan-bahan belajar pelengkap yang diperlukan warga belajar,

c. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan belajar kepada pembina paket B tiap satu bulan sekali,

d. Membina hubungan baik dengan tutor, pengelola, pembina,

e. Menilai keaktifan belajar warga belajar dan tutor dalam membantu proses belajar,

f. Memantau pelaksanaan proses belajar.

Fungsi penyelenggara yaitu mengatur acara kegiatan belajar dan membantu pelaksanaannya, serta sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan kegiatan belajar Paket B. Sedangkan tanggungjawabnya tutor menjamin keberhasilan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi dilakukan apabila penyelenggara dinilai oleh pengelola tidak dapat melaksanakan tugasnya maka tugas diambil alih oleh pengelola dan penyelenggara harus mempertanggungjawabkan semua aset dana dan fasilitas yang diberikan. (4) Pengelola program adalah kepala, wakil kepala atau guru sekolah yang dapat

memilih dan mengarahkan tutor dan fasilitator yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program. Pengelola membawahi 3 penyelenggara program Peket B, semua tutor dan fasilitator.

Tugas pengelola program meliputi: a. Menyusun peta sasaran program, b. Menyusun daftar peserta belajar,

c. Memberikan bimbingan teknis mengusahakan kebutuhan fasilitas yang diperlukan seperti tenaga fasilitator,

d. Memilih dan mengatur tenaga-tenaga tutor,

e. Menyusun laporan tentang kemajuan penyelenggara.

Pengelola program berfungsi sebagai organisator dan penyelenggara Program Kejar Paket B . Hak yang dimiliki oleh pengelola program antara lain memilih dan menilai tugas tutor, penyelenggara dan fasilitator,

mengusulkan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi yang diterapkan apabila pengelola tidak dapat memenuhi tugasnya diganti melalui tatacara yang telah ditetapkan.

(5) Penilik Pendidikan Luar Sekolah berperan sebagai pembina dan pengawas pelaksanaan Kejar Paket B. Tugas Penilik Dikmas yaitu memantau, mensupervisi, menilai dan melaporkan kepada Kancam Dikbud dan Kepala Seksi Dikmas tentang kemajuan Kejar Paket B.

Kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:

a. Membuat daftar peserta program untuk setiap angkatan disetiap lokasi, b. Memantau, mensupervsi, mengawasi, menilai dan mengendalikan

pelaksanaan program,

c. Mengadakan kontak kerja sama dengan pengelola pada kasi Dikmas, d. Mengkoordinir penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar warga

belajar.

Hak yang dimiliki antara lain:

a. memperoleh biaya berdasarkan ketentuan yang berlaku,

b. mengusulkan pada Kasi Dikmas untuk mengganti pengelola, penyelenggara dan tutor jika dinilai tidak dapat melaksanakan tugasnya, c. mengikut latihan yang berkaitan dengan program Paket B,

d. menetapkan calon-calon tutor yang diikut sertakan dalam latihan,

e. menelah dan menyetujui usulan dari pengelola dan penyelenggara dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Paket B.

(6) Kepala Desa/Lurah dan Camat berperan sebagai pembina tingkat desa dan berkewajiban membantu suksesnya penyelenggaraan kejar paket B. Camat berperan sebagai pembina tingkat kecamatan dan memberikan pelayanan terhadap kemudahan dalam memenuhi kebutuhan administratif yang diperlukan oleh pengelola, penyelenggara, dan tutor.

Tindak Lanjut (SPEM)

Dalam Pendidikan Luar Sekolah (non-formal), SPEM (supervisi, pelaporan, evaluasi, dan monitoring) berfungsi sebagai upaya untuk melacak dan membekali tentang proses pelaksanaan Program. Dengan kata lain SPEM

berperan untuk mencari dan menemukan masalah atau hambatan-hambatan yang dialami dalam setiap pelaksanaan program yang selanjutnya sedini mungkin dapat dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. SPEM terdiri dari:

(1) Supervisi yang berarti suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan bantuan teknis kepada para petugas maupun bukan petugas yang secara langsung berperan dalam pelaksanaan program Kejar paket B. Setiap supervisi harus jelas masalahnya, tepat materi yang diberikan, cara penyampaiannya serta tindak lanjutnya.

Setiap petugas yang bertugas memberikan bantuan teknis harus benar-benar petugas yang menguasai masalah serta dapat menyiapkan seperangkat alat yang akan digunakan dalam memberikan bantuan teknis.

(2) Pelaporan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi, selanjutnya disusun secara sistematis dan dilaporkan pada petugas yang berhak diberikan laporan.

(3) Evaluasi adalah suatu kegiatan pengukuran, penilaian terhadap kemampuan warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah dipelajari. Tujuan daripada evaluasi ini untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemajuan belajar warga belajar serta efesiensi penyelenggara program belajar.

Evaluasi program Kejar Paket B ini dilakukan dengan cara evaluasi hasil belajar warga belajar yang bertujuan untuk menguji kemampuan belajar warga belajar terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari yang dilakukan dua kali dalam satu semester ( enam bulan), sedangkan evaluasi yang kedua adalah evaluasi penyelenggaraan program. Evaluasi ini lebih menekankan pada study kasus tentang sistem penyelenggaraan Kejar Paket B yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan belajar mengajar Paket B berdasarkan atas petunjuk yang ditetapkan, selanjutnya diperoleh rekomendasi perbaikan sebagai masukan untuk mengambil keputusan.

(4) Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengikuti perkembangan jalannya program belajar mengajar Paket B secara teratur dan terus menerus. Monitoring bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin

tentang hambatan-hambata yang terjadi, sehingga secepatnya dapat dicarikan pemecahannya.

Proses Belajar

Houle dalam Soedijanto (1994) menyatakan bahwa proses belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku, baik pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Menurut Van den Ban dan Hawkins

dalam Zulvera (2000), proses belajar adalah pekerjaan menyimpulkan atau meperbaiki kemampuan untuk membentuk suatu pola perilaku yang diperoleh melalui pengalaman dan praktek.

Soedijanto (1994) mengemukakan bahwa proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak, untuk merubah perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya baik pengetahuan, keterampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya dapat benar atau salah.

Belajar adalah proses mental yang aktif yang terjadi pada seseorang individu, untuk menghasilkan perubahan perilaku orang yang bersangkutan. Lebih lanjut Asngari dalam Zulvera (2002) mengungkapkan bahwa ada tiga hal penting dalam proses belajar, yaitu: (1) Ada keaktifan dari individu yang belajar, (2) Terjadi proses internal atau proses mental, dan (3) Terjadi perubahan perilaku sebagai hasil aktifnya proses belajar tersebut. Perubahan pada orang belajar tersebut dapat terjadi pada kawasan kognitif, kawasan psikomotorik, dan kawasan afektif.

Bertitik tolak dari pemahaman tentang proses belajar adalah usaha aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa di dalam kegiatan, setiap individu yang belajar haruslah melakukan aktivitas, baik yang berupa aktifitas fisik (anggota badan, indera, otak), maupun aktifitas mental (perasaan, kesiapan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat di tumbuhkan atau dilaksanakan oleh individu yang belajar, sampai dengan batas tertentu, akan memberikan hasil belajar yang semakin baik.

Program Belajar Kejar Paket B Setara SLTP merupakan pendidikan non-formal, di mana proses belajar yang diterapkan tidak sama dengan pendidikan formal. Sasaran yang dituju adalah masyarakat/warga belajar yang belum tuntas mengecap pendidikan sembilan tahun. Dengan demikian maka penyelenggaraan program Kejar paket B tersebut harus diterapkan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kejar Paket B setara SLTP.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar menurut Soedijanto (1994), adalah:

1) Tujuan belajar adalah proses belajar akan menjadi efektif kalau mencapai tujuan belajar yang benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan belajar pada diri warga belajar perlu diperjelas, dibuat spesifik dan didasari oleh warga belajar.

2) Tingkat aspirasi, tingginya tingkat aspirasi akan mendorong tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan suatu proses belajar dalam mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang lebih tinggi.

3) Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan proses belajar, akan mengakibatkan warga belajar merasa puas dan menjadi sumber motivasinya untuk belajar.

4) Pemahaman dari materi yang dipelajari, proses belajar sebagai aktifitas berfikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari.

5) Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencapaian tujuan-tujuan belajar menurut Klausmeier dan Goodwin dalam Soedijanto (1994), adalah:

1) Ciri-ciri warga belajar, meliputi: (a) kematangan mental dan kemampuan intelektualitas, (b) kematangan fisik dan kemampuan

psikomotorik, (c) ciri-ciri afektif, (d) sikap mental, (e) kesehatan, (f) umur, dan (g) jenis kelamin.

2) Ciri pengajar, meliputi: (a) bakat, (b) penguasaan materi, (c) penguasaan metode, (d) penampilan fisik, (e) sikap mental, (f) umur, (g) kesehatan, dan (h) jenis kelamin.

3) Mata ajaran, meliputi: (a) banyaknya mata ajaran, (b) besarnya mata ajaran, (c) kualitas mata ajaran, (d) urutan mata ajaran, (e) kegunaan mata ajaran, (f) pengorganisasian mata ajaran.

4) Fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar, meliputi: (a) alat bantu pengajaran, (b) alat peraga, (c) ruangan dan perlengkapannya, dan (d) sarana mobilitas.

5) Perilaku pengajar dan warga belajar, meliputi: (a) proses belajar, (b)metode mengajar, (c) interaksi pengajar dan warga belajar.

6) Faktor lingkungan yang mempengaruhi warga belajar, meliputi: (a) keluarga, (b) masyarakat lingkungan, dan (c) pengaruh kebudayaan secara luas.

7) Sifat kelompok warga belajar, meliputi: (a) besarnya kelompok, (b) homogenitas kelompok, (c) kekompakan kelompok, (d) struktur kelompok, (e) kepemimpinan kelompok, (f) perilaku kelompok, dan (g) sikap kelompok.

Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dapat dianalogikan bahwa ciri-ciri warga belajar adalah karakteristik dari warga belajar sebagai sasaran penyuluhan, ciri-ciri pengajar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh tutor atau penyuluh pendidikan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran pada pendidikan non-formal, mata ajaran adalah sifat materi yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan sifat kelompok warga belajar adalah karakteristik dari kelompok belajar yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pendidikan jarang yang dilakukan secara individu, tetapi pada umumnya diselenggarakan dalam kelompok, agar terjadi interaksi antara warga belajar dengan pengajar (Soedijanto, 1994). Begitu juga dalam

kegiatan kelompok belajar paket B, dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas beberapa warga belajar.

Ciri-ciri pengajar merupakan faktor-faktor yang diharapkan dimiliki oleh penyuluh atau fasilitator dalam kegiatan penyuluhan. menurut Rogers dan Shoemaker (1971) sifat-sifat inovasi yang dianalogikan dengan sifat-sifat materi adalah: (1) keuntungan relatif yaitu tingkatan dimana suatu ide atau materi baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya, (b) kompatibilitas yaitu sejauhmana suatu materi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerima atau sasaran, (c) kompleksitas yaitu tingkat di mana suatu materi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan, (d) triabilitas yaitu tingkat di mana suatu materi dapat dicoba dengan skala kecil, dan (e) observabilitas yaitu tingkat dimana hasi-hasil suatu materi yang diberikan dapat di amati oleh orang lain.

Faktor-faktor yang Berhubungan Keefektivan Pembelajaran

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dari sudut warga belajar. Penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

Faktor Internal.

Samson dalam Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat.

Usia warga belajar akan dipengaruhi pertumbuhan individu dalam aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan ditunjukan pada kematangan aspek kejiwaan (kedewasaan). Powel (1983), menyatakan bahwa bertambahnya usia seseorang akan bertambah pengalamannya.

Jenis kelamin pelajar juga berpengaruh terhadap efisiensi belajar. Terdapat materi-materi pelajaran yang dapat diterima oleh pelajar wanita maupun pria. Tatapi kadang-kadang ada materi khusus untuk wanita. Hal semacam ini akan mempengaruhi kekuatan fisik yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Seorang pendidik harus mampu mengontrol jenis kelamin pelajar, misalnya sesuai dengan materi yang diajarkan.

Pendidikan merupakan suatu faktor internal individu yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan, "tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada partisipasi pada tingkat perencanaan”, oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Slamet (2003) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan pada perilaku manusia. Faisal (1981), mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan perlu dipertimbangkan, terutama dalam rangka penentuan titik berat dan teknik-teknik serta jalur penyampaian materi.

Menurut Bloom dalam Mulyasa (2002) kognitif merupakan prilaku yang berkenaan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang, sedangkan afektif merupakan prilaku yang berkenaan dengan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu objek, suatu keadaan atau terhadap orang lain, dan psikomotor merupakan prilaku yang berkenaan dengan keterampilan seseorang mengerjakan

Dokumen terkait