KEJAR PAKET B SETARA SLTP
(Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor
)
TETI HARYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto.
The objective of this study is to determine internal and external factors related to
the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as
improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out
at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of
sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the
“Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview,
and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor
that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which
means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors
which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning
intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have
positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the
effectiveness of the learning processes.
TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan
Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra
Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E.
LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO.
Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan
pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B
diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan
perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi,
waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar
Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan
Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu
mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan
mendapatkan peluang kerja.
Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor
eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari
perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B,
PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan
bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil
secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis
Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal
dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B.
Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap,
keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap
mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden
tergolong kategori sedang.
Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas
pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis
kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan
nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.
Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan
pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran,
dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak
berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.
KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN
KEJAR PAKET B SETARA SLTP
(Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor
)
TETI HARYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NIM : P 051050041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2
bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur.
Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD
Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1
Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2
Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun
2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program
Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara)
Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah
Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 4
Pembatasan Masalah ... 5
Perumusan Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah 7
Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B ... 9
Proses Belajar ... 15
Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ... 16
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran 18 Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B... 29
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir ... 30
Hipotesis Penelitian ... 31
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 32
Lokasi Penelitian ... 32
Populasi dan Sampel ... 33
Instrumen Penelitian ... 33
Metode Pengumpulan Data ... 35
Analisis Data ... 35
Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40
Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ... 44
Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran 49 Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran ... 60
Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ... 63
KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil Uji Reliabilitas ... 34
2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ... 36
3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ... 37
4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B... 39
5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 41
6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ... 42
7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ... 42
8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi ... 43
9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ... 46
10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ... 49
11 Jumlah responden menurut usia ... 49
12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ... 51
13 Motivasi ... 52
14 Fasilitas ... 53
15 Materi ... 54
16 Kualitas Pengajar ... 55
17 Intensitas Pengajaran ... 56
18 Lokasi pembelajaran ... 56
19 Pengetahuan ... 58
20 Ketrampilan ... 60
21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 72
2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80
3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B……… ... 84
Latar Belakang
Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur
pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan
non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun dan pendidikan sepanjang hayat.
Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak
Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data
pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna
(sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan
pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam
mengambil kebijakan daerah maupun nasional.
Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus
sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok
usia antara lain:
1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun
sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia
16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun
sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia
16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
6.772.376 orang.
2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun
sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia
KEJAR PAKET B SETARA SLTP
(Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor
)
TETI HARYATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto.
The objective of this study is to determine internal and external factors related to
the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as
improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out
at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of
sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the
“Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview,
and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor
that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which
means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors
which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning
intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have
positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the
effectiveness of the learning processes.
TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan
Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra
Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E.
LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO.
Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan
pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B
diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan
perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi,
waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar
Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan
Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu
mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan
mendapatkan peluang kerja.
Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor
eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari
perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif
korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B,
PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan
bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil
secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis
Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal
dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B.
Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap,
keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap
mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden
tergolong kategori sedang.
Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas
pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis
kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan
nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.
Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan
pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran,
dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak
berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.
KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN
KEJAR PAKET B SETARA SLTP
(Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor
)
TETI HARYATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NIM : P 051050041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2
bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur.
Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD
Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1
Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2
Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun
2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program
Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara)
Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah
Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 4
Pembatasan Masalah ... 5
Perumusan Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah 7
Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B ... 9
Proses Belajar ... 15
Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ... 16
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran 18 Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B... 29
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir ... 30
Hipotesis Penelitian ... 31
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 32
Lokasi Penelitian ... 32
Populasi dan Sampel ... 33
Instrumen Penelitian ... 33
Metode Pengumpulan Data ... 35
Analisis Data ... 35
Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40
Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ... 44
Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran 49 Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran ... 60
Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ... 63
KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil Uji Reliabilitas ... 34
2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ... 36
3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ... 37
4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B... 39
5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 41
6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ... 42
7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ... 42
8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi ... 43
9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ... 46
10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ... 49
11 Jumlah responden menurut usia ... 49
12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ... 51
13 Motivasi ... 52
14 Fasilitas ... 53
15 Materi ... 54
16 Kualitas Pengajar ... 55
17 Intensitas Pengajaran ... 56
18 Lokasi pembelajaran ... 56
19 Pengetahuan ... 58
20 Ketrampilan ... 60
21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ... 60
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 72
2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80
3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B……… ... 84
Latar Belakang
Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur
pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan
non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun dan pendidikan sepanjang hayat.
Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak
Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data
pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna
(sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan
pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam
mengambil kebijakan daerah maupun nasional.
Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus
sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok
usia antara lain:
1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun
sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia
16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun
sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia
16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
6.772.376 orang.
2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun
sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia
orang. Sedangkan Putus Lanjut SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun
sebanyak 8.807 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 316.403 orang, usia
16-18 tahun sebanyak 2.320.360 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
5.703.202 orang.
3. Program Kejar Paket C, putus SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan
usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 353.795 orang, dan
usia 19-22 tahun sebanyak 4.624.512 orang. Sedangkan putus lanjut
SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia
16-18 tahun sebanyak 605.905 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak
7.220.647 orang ( Data BPS. 2004).
Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih banyak anak usia
sekolah yang belum terlayani untuk kesempatan meraih pendidikan yang baik.
Pelayanan pendidikan dasar terasa semakin berat karena adanya berbagai kendala
yang muncul seperti konflik sosial di berbagai daerah yang mengakibatkan
pengungsian, atau bencana alam. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi
masyarakat yang semakin sulit sehingga berdampak pada perubahan perilaku dan
pola pikir masyarakat, di mana salah satu akibatnya adalah bertambahnya jumlah
anak putus sekolah. Anak putus sekolah disebabkan antara lain oleh: (1)
Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan
pekerja lainnya, 2) Penduduk terkendala geografi, adalah etnik minoritas, suku
terasing dan terisolir, (3) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan
nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga,
dan tenaga kerja wanita, (4). Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren
yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), (5) Bermasalah
sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza.
Salah satu alternatif program pendidikan yang sudah ditetapkan untuk
menangani permasalahan tersebut adalah Program Kejar Paket B Setara SLTP.
Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Dasar
yang diselenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini
dikembangkan setara dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Undang-undang No. 2 tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991 diterbitkan,
Kejar Paket B dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga
masyarakat yang telah selesai belajar Kejar Paket A tanpa mempertimbangkan
usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan
keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah.
Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan jalur non-formal yang
mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C
setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan
fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.
Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Psl 26 Ayat (6). Setiap
peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C
mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang
lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara
dengan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja.
Implikasi dari hal ini ialah bahwa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar
Paket C yang telah berjalan perlu adanya berbagai penyesuaian. Penyesuaian yang
harus dilakukan khususnya untuk Program Kejar Paket B setara SLTP, antara lain:
Sasaran Paket B diutamakan; (1) lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh
pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus
SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat
bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan
hukum, dan keyakinan), (2) Kurikulum Paket B disusun berdasarkan kurikulum
berbasis kompetensi 2004 yang dengan sendirinya modul-modul Paket B yang
telah ada disempurnakan berdasarkan kurikulum yang dimaksud, (3) sistem
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikembangkan dengan sistem
school-based atau sekolah sebagai pangkalan belajar, (4) pola pendanaan diupayakan
dapat memenuhi kebutuhan minimum yang diperlukan dan tidak ada lagi
diperkuat melalui penyediaan biaya khusus (Modul petunjuk teknis
penyelenggaraan Paket B setara SLTP. Tahun 2004).
Bogor merupakan suatu kota di Propinsi Jawa Barat yang banyak
menyelenggarakan Kelompok Belajar Paket B Setara SLTP dengan banyak
variasi, karena latar belakang peserta didik yang heterogen. Jumlah Paket B Setara
SLTP yang berada di kota Bogor sebanyak 610 buah yang tersebar di enam
wilayah, antara lain: Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat,
Bogor Tengah, dan Tanah Sareal (Kabid Diklusepora Kota Bogor, 2006).
Identifikasi Masalah
Berbagai penyesuaian telah dilakukan untuk menyempurnakan Program
Kejar Paket B agar dapat melembaga di masyarakat sehingga dapat diketahui
secara pasti peranannya dalam mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun. Namun demikian masih terdapat permasalahan
menyangkut kelanjutan Program Kejar Paket B tersebut antara lain:
1. Masih sedikitnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mau
menerima lulusan Kejar Paket B, karena kualitas program ini masih
diragukan untuk disetarakan dengan pendidikan formal.
2. Masih kurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini
sebagai wahana alternatif pendidikan yang efektif.
3. Program Kejar Paket B masih dipandang sebagai pendidikan kelas dua
oleh masyarakat, sehingga banyak peserta didik Program Kejar Paket B
merasa rendah diri, terutama bila peserta didik akan melanjutkan
pendidikannya ke sekolah formal.
4. Adanya anggapan bahwa Program Paket B tidak dapat menjawab
kebutuhan nyata dari peserta atau warga belajar sehingga tidak melahirkan
motivasi atau minat yang kuat dari peserta didik.
Mengingat persepsi pihak Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), warga
belajar, dan masyarakat yang kurang kondusif terhadap pengembangan Program
Kejar Paket B, maka perlu dilakukan pengkajian tentang keefektivan
pembelajaran program ini, apakah program ini sudah efektif menyelesaikan
Pembatasan Masalah
Penelitian ini membatasi pada permasalahan menemukan keefektivan
(pembelajaran Kejar Paket B) dan faktor-faktor yang berhubungan. Mengingat
luasnya dimensi keefektivan pembelajaran sebuah program pendidikan, maka
dalam penelitian ini keefektivan dinilai dari perubahan yang terjadi pada warga
belajar dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran warga belajar terdiri atas: faktor
internal atau individu warga belajar (usia warga belajar, jenis kelamin, status
sosial ekonomi orang tua, motivasi, pandangan warga belajar terhadap paket B),
dan faktor eksternal (kualitas pengajar, intensitas pengajaran, materi belajar,
fasilitas belajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran dan peluang
mendapatkan kerja serta melanjutkan sekolah).
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan inti Program
Kejar Paket B Setara SLTP, yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan
keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. Pemahaman terhadap faktor-faktor
tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan Program Kejar
Paket B dan menemukan langkah-langkah untuk meningkatkan keefektivannya.
Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Menemukan hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal warga belajar
dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku
warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan melalui Departemen Pendidikan
Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menghasilkan kebijakan Program paket B
yang lebih efektif dan bermutu.
2. Bagi Peneliti dan Penyelenggara, dapat dijadikan salah satu bahan belajar
(lessons learned) untuk langkah pengembangannya.
3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang Program
Kejar paket B Setara SLTP yang gilirannya dapat meningkatkan partisipasi
TINJAUAN PUSTAKA
Program Kejar Paket B sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah
Pada akhir abad ke XX, kita dihadapkan pada suatu aliran baru sekitar
pendidikan non-formal. Munculnya aliran baru ini, secara khusus
mempermasalahkan pendidikan dalam hubungannya dengan kehidupan
masyarakat pedesaan di dunia ketiga atau di negara-negara sedang
berkembang dengan counter attack terhadap kelemahan-kelemahan pendidikan
formal yang dianggap gagal dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
penduduk pedesaan. Tersedianya lembaga-lembaga pendidikan formal atau
persekolahan telah dikritik oleh banyak ahli, karena di samping menghabiskan
dana dalam jumlah besar, kehadirannya dianggap hanya untuk
mempertahankan supremasinya bagi segolongan kecil masyarakat (Sudomo,
1987).
Penganut aliran baru ini, adalah mereka yang menjadi pembela
masyarakat lemah yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan tidak
berdaya serta telah dikuasai oleh mereka yang kuat. Di antara aturan baru
tersebut, muncul nama-nama seperti; (1) Coombs dan Manzoor (1974) yang
menghubungkan pendidikan non-formal dengan penanggulangan kemiskinan
di daerah pedesaan, dan mereka juga mengatakan bila bentuk pendidikan
formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah negara
berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan untuk mengatasi
kelangkaan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan perbaikan
kesehatan serta gizi; (2) Freire (1972), menganggap sekolah sebagai tempat
pendidikan bagi kaum yang tertindas.
Selain nama-nama tersebut di atas, beberapa pakar dari Indonesia
menganut paham yang sama, di antaranya; (1) Slamet (1986), menyatakan
bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan upaya
pembangunan masyarakat, akan tetapi perlu didukung oleh pendidikan
non-formal secara terpadu yang menjangkau sasaran masyarakat yang luas.
Pendidikan non-formal mempunyai peranan penting, khususnya dalam
bertindak bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, guna
meningkatkan kesejahteraan khususnya di daerah pedesaan; dan (2) Sudjana
(1981) bahkan telah merinci manfaat pendidikan non-formal, yang merupakan
altematif dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di pedesaan, baik
yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan formal, maupun usaha untuk
mencari bentuk atau aliran yang cocok bagi masyarakat kita.
Sihombing (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pendidikan non-formal, di antaranya; (1) adanya kebutuhan
masyarakat akan pendidikan non-formal; (2) kesediaan mendengar suara
masyarakat; (3) kelenturan program pembelajaran yang selalu siap disesuaikan
dengan kebutuhan calon warga belajar; (4) keanekaragaman program
pembelajaran membuka peluang luas bagi setiap warga belajar untuk memilih
program yang sesuai; (5) program pembelajaran yang tidak dirancang untuk
mengejar ijaza h tetapi untuk kebermaknaan bagi masyarakat; (6) kurikulum
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan warga belajar bukan ilusi para
perencana program; (7) program kegiatan belajar dikelola oleh masyarakat; dan
(8) arah yang jelas dari setiap program yaitu membuat warga belajar menjadi
bisa bukan menjadi tahu atau disebut belajar untuk hidup, bukan belajar
untuk belajar.
Pendidikan non-formal dapat berupa Program Pemberantasan Buta
Aksara, Program Paket A Setara SD, Program Paket B Setara SLTP, Program
Paket C Setara SLTA, Program Kejar Usaha, Program Magang, Program
PADU, Program Kursus, PKBM, Program Kepemudaan, Program
Kewirausahaan Pemuda, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan
(SP-3), Program Kegiatan Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP).
Sasaran dan tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
masyarakat seperti: kaum petani, pengrajin, nelayan, buruh, pengusaha kecil,
pedagang dan sebagainya.
Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program
Pendidikan Non-formal. Program Kejar paket B Setara SLTP
diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Maju mundurnya Program
warga belajar, dan dukungan masyarakat sekitarnya terhadap eksistensi dan
kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Program Kejar Paket B.
Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai fasilisator dan motivator saja.
Pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan model pembangunan
yang selama ini cenderung bersifat top down yang umumnya tidak didasarkan
pada identifikasi potensi dan permasalahan yang aktual dan realis.
Selain Program Kejar Paket B, bentuk pendidikan non-formal yang
dikembangkan Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas, menurut Ella
(2007), meliputi: kelompok belajar Paket A, dan Paket C, yang juga menitik
beratkan pada pendidikan dasar yang diintegrasikan dengan mata pencaharian; (1)
kelompok usaha, menitik beratkan pada ketrampilan belajar dan berusaha; (2)
kursus ketrampilan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membuka dan
memasuki lapangan kerja; (3) program magang yang menekankan pada kegiatan
bekerja, berusaha sambil belajar; dan (4) program belajar mandiri, menitik beratkan
pada peningkatan kemampuan masyarakat terhadap penguasaan mata pencaharian
tertentu.
Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B Setara SLTP
Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu program pendidikan
dasar yang di selenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini
dikembangkan setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang
keberadaannya di pertegas pada pasal 18, peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991
tentang Pendidikan Luar Sekolah. Adapun dasar penyelenggaraannya sesuai
dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0576/U/1990
tanggal 1 September 1990, DIP dan Petunjuk Operasional Proyek Pendidikan
Luar Sekolah tahun anggaran 1994/1995, GBHN tahun 1993, dan Undang-undang
No. 2 tahun 1989 pasal 6 dan 14. Kejar Paket B Setara SLTP dirancang untuk
memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai
belajar paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat
pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan
sebagai bekal untuk mencari nafkah, serta berdasarkan atas kebijaksanaan
dimulai pada tahun pertama pelita VI pembangunan jangka panjang. Tahap kedua
(PJP II) Paket B ditetapkan sebagai salah satu pendukung Program Wajib Belajar
yang setara dengan SLTP.
Perencanaan Program
Perencanaan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk
memperhitungkan kelayakan sasaran yang harus dilayani, serta
dukungan-dukungan lain yang diperlukan guna mencapai tujuan program. Perencanaan perlu
dilakukan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam
perencanaan program kejar Paket B Setara SLTP mencakup kegiatan
pengumpulan dan analisis data dasar (data calon warga belajar, cara memperoleh
data, seleksi, alat yang digunakan, pelaksana) calon warga belajar, tutor,
pengelola, lokasi, dan tata cara pengusulan program.
Pelaksanaan Program Kejar Paket B Setara SLTP
Dalam penyelenggaraan Program Kejar Paket B Setara SLTP semua unsur
dalam sistem Paket B harus berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Unsur
itu terdiri dari warga belajar, tutor, penyelenggara, pengelola program, dan
pembina program di semua tingkatan. Adapun uraian daripada masing-masing
unsur yang ada pada Program Kejar Paket B Setara SLTP antara lain:
(1) Warga Belajar ditetapkan tiap kelompok belajar sekitar 20 orang warga
belajar, mereka terdiri dari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan dan
siswa putus sekolah SLTP dalam batas usia 16-44 tahun, warga belajar yang
telah menyelesaikan paket A. Tugas dari pada Warga belajar Paket B adalah
mengikuti acara kegiatan belajar yang telah ditetapkan secara teratur dan
terus menerus, belajar sendiri dimana berada dan diluar acara belajar,
memelihara hubungan baik dengan sesama Warga Belajar, tutor, pengelola,
penyelenggara dan pembina. Fungsi Warga belajar dalam Program Kejar
Paket B sebagai peserta didik yang dengan penuh kesadaran selalu berusaha
mengikuti program belajar untuk kepentingan diri sendiri sampai memiliki
pendidikan yang setara SLTP. Tanggungjawab yang harus dimiliki warga
waktunya untuk mengikuti program belajar secara bersama dalam kelompok
dan belajar sendiri, kapan dan dimana saja berada serta memelihara fasilitas
yang diberikan. Hak warga yang diperoleh warga belajar adalah mengikuti
kegiatan belajar dalam kelompok belajar, mengikuti tes hasil belajar
berdasarkan ketentuan yang berlaku, memperoleh bahan-bahan belajar,
memilih pendidikan keterampilan dan agama sesuai dengan pilihannya,
memperoleh pelayanan baik dari tutor, penyelenggara, pengelola dan
pembina. Kemudian sanksi yang diberikan kepada warga belajar adalah
apabila warga belajar tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan,
dikeluarkan dari kelompok belajar.
(2) Setiap kelompok belajar yang terdiri 20 orang warga belajar dibantu oleh
enam orang tutor. Tutor utama terdiri dari tutor bidang study: Matematika
IPA, Bahasa Indonesia, IPS Pancasila dan kewarganegaraan, sedangkan
bidang study lainnya dirangkap oleh keenam tutor, pengelola, dan pembina.
Tugas tutor adalah mengajar, membimbing dan melatih warga belajar sesuai
dengan bidang study yang diajarkan, menyusun program belajar yang akan
diajarkan, membuat bahan belajar pelengkap yang berisi muatan lokal,
menilai kemampuan warga belajar. Fungsi daripada tutor adalah sebagai
tenaga pendidik dalam program Kejar Paket B yang memiliki
tanggungjawab mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap
warga belajar sehingga mampu menguasai pelajaran yang diajarkan.
Adapun hak tutor adalah;
a. Mengikuti latihan tutor Paket B yang diselenggarakan oleh pemerintah,
b. Memperoleh imbalan Rp. 125.000/bulan dan lainnya yang sah,
c. Perlakuan baik dan perlindungan hukum,
d. Saran untuk perbaikan program Peket B,
e. Memperoleh tanda penghargaan. Apabila tutor melakukan kesalahan
maka sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan sebagai tutor dalam kejar
Paket B.
(3) Penyelenggara Program Kejar Paket B adalah organisasi/lembaga yang
bertanggungjawab terhadap kelangsungan kelompok belajar Paket B.
a. Mendorong warga belajar agar aktif belajar baik dalam kelompok belajar
maupun belajar sendiri di luar kelompok belajar,
b. Menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti tempat belajar, alat
belajar, serta bahan-bahan belajar pelengkap yang diperlukan warga
belajar,
c. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan belajar kepada pembina paket B
tiap satu bulan sekali,
d. Membina hubungan baik dengan tutor, pengelola, pembina,
e. Menilai keaktifan belajar warga belajar dan tutor dalam membantu
proses belajar,
f. Memantau pelaksanaan proses belajar.
Fungsi penyelenggara yaitu mengatur acara kegiatan belajar dan membantu
pelaksanaannya, serta sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan
kegiatan belajar Paket B. Sedangkan tanggungjawabnya tutor menjamin
keberhasilan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi dilakukan apabila
penyelenggara dinilai oleh pengelola tidak dapat melaksanakan tugasnya
maka tugas diambil alih oleh pengelola dan penyelenggara harus
mempertanggungjawabkan semua aset dana dan fasilitas yang diberikan.
(4) Pengelola program adalah kepala, wakil kepala atau guru sekolah yang dapat
memilih dan mengarahkan tutor dan fasilitator yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan program. Pengelola membawahi 3 penyelenggara program
Peket B, semua tutor dan fasilitator.
Tugas pengelola program meliputi:
a. Menyusun peta sasaran program,
b. Menyusun daftar peserta belajar,
c. Memberikan bimbingan teknis mengusahakan kebutuhan fasilitas yang
diperlukan seperti tenaga fasilitator,
d. Memilih dan mengatur tenaga-tenaga tutor,
e. Menyusun laporan tentang kemajuan penyelenggara.
Pengelola program berfungsi sebagai organisator dan penyelenggara
Program Kejar Paket B . Hak yang dimiliki oleh pengelola program antara
mengusulkan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi yang diterapkan
apabila pengelola tidak dapat memenuhi tugasnya diganti melalui tatacara
yang telah ditetapkan.
(5) Penilik Pendidikan Luar Sekolah berperan sebagai pembina dan pengawas
pelaksanaan Kejar Paket B. Tugas Penilik Dikmas yaitu memantau,
mensupervisi, menilai dan melaporkan kepada Kancam Dikbud dan Kepala
Seksi Dikmas tentang kemajuan Kejar Paket B.
Kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:
a. Membuat daftar peserta program untuk setiap angkatan disetiap lokasi,
b. Memantau, mensupervsi, mengawasi, menilai dan mengendalikan
pelaksanaan program,
c. Mengadakan kontak kerja sama dengan pengelola pada kasi Dikmas,
d. Mengkoordinir penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar warga
belajar.
Hak yang dimiliki antara lain:
a. memperoleh biaya berdasarkan ketentuan yang berlaku,
b. mengusulkan pada Kasi Dikmas untuk mengganti pengelola,
penyelenggara dan tutor jika dinilai tidak dapat melaksanakan tugasnya,
c. mengikut latihan yang berkaitan dengan program Paket B,
d. menetapkan calon-calon tutor yang diikut sertakan dalam latihan,
e. menelah dan menyetujui usulan dari pengelola dan penyelenggara dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan Paket B.
(6) Kepala Desa/Lurah dan Camat berperan sebagai pembina tingkat desa dan
berkewajiban membantu suksesnya penyelenggaraan kejar paket B. Camat
berperan sebagai pembina tingkat kecamatan dan memberikan pelayanan
terhadap kemudahan dalam memenuhi kebutuhan administratif yang
diperlukan oleh pengelola, penyelenggara, dan tutor.
Tindak Lanjut (SPEM)
Dalam Pendidikan Luar Sekolah (non-formal), SPEM (supervisi,
pelaporan, evaluasi, dan monitoring) berfungsi sebagai upaya untuk melacak dan
berperan untuk mencari dan menemukan masalah atau hambatan-hambatan yang
dialami dalam setiap pelaksanaan program yang selanjutnya sedini mungkin dapat
dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. SPEM terdiri dari:
(1) Supervisi yang berarti suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan
bantuan teknis kepada para petugas maupun bukan petugas yang secara
langsung berperan dalam pelaksanaan program Kejar paket B. Setiap
supervisi harus jelas masalahnya, tepat materi yang diberikan, cara
penyampaiannya serta tindak lanjutnya.
Setiap petugas yang bertugas memberikan bantuan teknis harus benar-benar
petugas yang menguasai masalah serta dapat menyiapkan seperangkat alat
yang akan digunakan dalam memberikan bantuan teknis.
(2) Pelaporan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi,
selanjutnya disusun secara sistematis dan dilaporkan pada petugas yang
berhak diberikan laporan.
(3) Evaluasi adalah suatu kegiatan pengukuran, penilaian terhadap kemampuan
warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah
dipelajari. Tujuan daripada evaluasi ini untuk memperoleh gambaran tentang
tingkat kemajuan belajar warga belajar serta efesiensi penyelenggara
program belajar.
Evaluasi program Kejar Paket B ini dilakukan dengan cara evaluasi hasil
belajar warga belajar yang bertujuan untuk menguji kemampuan belajar
warga belajar terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari yang
dilakukan dua kali dalam satu semester ( enam bulan), sedangkan evaluasi
yang kedua adalah evaluasi penyelenggaraan program. Evaluasi ini lebih
menekankan pada study kasus tentang sistem penyelenggaraan Kejar Paket
B yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan
belajar mengajar Paket B berdasarkan atas petunjuk yang ditetapkan,
selanjutnya diperoleh rekomendasi perbaikan sebagai masukan untuk
mengambil keputusan.
(4) Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengikuti
perkembangan jalannya program belajar mengajar Paket B secara teratur dan
tentang hambatan-hambata yang terjadi, sehingga secepatnya dapat
dicarikan pemecahannya.
Proses Belajar
Houle dalam Soedijanto (1994) menyatakan bahwa proses belajar
adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku, baik
pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Menurut Van den Ban dan Hawkins
dalam Zulvera (2000), proses belajar adalah pekerjaan menyimpulkan atau
meperbaiki kemampuan untuk membentuk suatu pola perilaku yang diperoleh
melalui pengalaman dan praktek.
Soedijanto (1994) mengemukakan bahwa proses belajar adalah usaha
aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak, untuk merubah
perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya baik pengetahuan,
keterampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya dapat benar atau salah.
Belajar adalah proses mental yang aktif yang terjadi pada seseorang
individu, untuk menghasilkan perubahan perilaku orang yang bersangkutan.
Lebih lanjut Asngari dalam Zulvera (2002) mengungkapkan bahwa ada tiga
hal penting dalam proses belajar, yaitu: (1) Ada keaktifan dari individu yang
belajar, (2) Terjadi proses internal atau proses mental, dan (3) Terjadi
perubahan perilaku sebagai hasil aktifnya proses belajar tersebut. Perubahan
pada orang belajar tersebut dapat terjadi pada kawasan kognitif, kawasan
psikomotorik, dan kawasan afektif.
Bertitik tolak dari pemahaman tentang proses belajar adalah usaha
aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku
(pengetahuan, sikap, dan keterampilan).
Mardikanto (1993) menyatakan bahwa di dalam kegiatan, setiap individu
yang belajar haruslah melakukan aktivitas, baik yang berupa aktifitas fisik
(anggota badan, indera, otak), maupun aktifitas mental (perasaan, kesiapan).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat di
tumbuhkan atau dilaksanakan oleh individu yang belajar, sampai dengan
Program Belajar Kejar Paket B Setara SLTP merupakan pendidikan
non-formal, di mana proses belajar yang diterapkan tidak sama dengan
pendidikan formal. Sasaran yang dituju adalah masyarakat/warga belajar
yang belum tuntas mengecap pendidikan sembilan tahun. Dengan demikian
maka penyelenggaraan program Kejar paket B tersebut harus diterapkan
sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kejar Paket B setara
SLTP.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar menurut
Soedijanto (1994), adalah:
1) Tujuan belajar adalah proses belajar akan menjadi efektif kalau
mencapai tujuan belajar yang benar. Berkaitan dengan hal tersebut,
maka tujuan belajar pada diri warga belajar perlu diperjelas, dibuat
spesifik dan didasari oleh warga belajar.
2) Tingkat aspirasi, tingginya tingkat aspirasi akan mendorong
tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk
mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan suatu proses belajar
dalam mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang
lebih tinggi.
3) Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan proses belajar, akan
mengakibatkan warga belajar merasa puas dan menjadi sumber
motivasinya untuk belajar.
4) Pemahaman dari materi yang dipelajari, proses belajar sebagai
aktifitas berfikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari
materi yang dipelajari.
5) Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang
tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencapaian
tujuan-tujuan belajar menurut Klausmeier dan Goodwin dalam Soedijanto (1994),
adalah:
1) Ciri-ciri warga belajar, meliputi: (a) kematangan mental dan
psikomotorik, (c) ciri-ciri afektif, (d) sikap mental, (e) kesehatan, (f)
umur, dan (g) jenis kelamin.
2) Ciri pengajar, meliputi: (a) bakat, (b) penguasaan materi, (c)
penguasaan metode, (d) penampilan fisik, (e) sikap mental, (f) umur,
(g) kesehatan, dan (h) jenis kelamin.
3) Mata ajaran, meliputi: (a) banyaknya mata ajaran, (b) besarnya mata
ajaran, (c) kualitas mata ajaran, (d) urutan mata ajaran, (e) kegunaan
mata ajaran, (f) pengorganisasian mata ajaran.
4) Fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar, meliputi:
(a) alat bantu pengajaran, (b) alat peraga, (c) ruangan dan
perlengkapannya, dan (d) sarana mobilitas.
5) Perilaku pengajar dan warga belajar, meliputi: (a) proses belajar,
(b)metode mengajar, (c) interaksi pengajar dan warga belajar.
6) Faktor lingkungan yang mempengaruhi warga belajar, meliputi: (a)
keluarga, (b) masyarakat lingkungan, dan (c) pengaruh kebudayaan
secara luas.
7) Sifat kelompok warga belajar, meliputi: (a) besarnya kelompok, (b)
homogenitas kelompok, (c) kekompakan kelompok, (d) struktur
kelompok, (e) kepemimpinan kelompok, (f) perilaku kelompok, dan
(g) sikap kelompok.
Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dapat dianalogikan bahwa
ciri-ciri warga belajar adalah karakteristik dari warga belajar sebagai sasaran
penyuluhan, ciri-ciri pengajar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
tutor atau penyuluh pendidikan sebagai fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran pada pendidikan non-formal, mata ajaran adalah sifat materi
yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan sifat kelompok warga
belajar adalah karakteristik dari kelompok belajar yang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pendidikan jarang yang dilakukan secara individu, tetapi pada
umumnya diselenggarakan dalam kelompok, agar terjadi interaksi antara
kegiatan kelompok belajar paket B, dilakukan dalam bentuk
kelompok-kelompok yang terdiri atas beberapa warga belajar.
Ciri-ciri pengajar merupakan faktor-faktor yang diharapkan dimiliki oleh
penyuluh atau fasilitator dalam kegiatan penyuluhan. menurut Rogers dan
Shoemaker (1971) sifat-sifat inovasi yang dianalogikan dengan sifat-sifat
materi adalah: (1) keuntungan relatif yaitu tingkatan dimana suatu ide atau
materi baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada
sebelumnya, (b) kompatibilitas yaitu sejauhmana suatu materi dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan
penerima atau sasaran, (c) kompleksitas yaitu tingkat di mana suatu materi
dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan, (d) triabilitas yaitu
tingkat di mana suatu materi dapat dicoba dengan skala kecil, dan (e)
observabilitas yaitu tingkat dimana hasi-hasil suatu materi yang diberikan
dapat di amati oleh orang lain.
Faktor-faktor yang Berhubungan Keefektivan Pembelajaran
Faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran dapat
dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dari sudut warga
belajar. Penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
Faktor Internal.
Samson dalam Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu
merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan
semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk
oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan
salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu
prilaku dalam masyarakat.
Usia warga belajar akan dipengaruhi pertumbuhan individu dalam
aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan ditunjukan pada
kematangan aspek kejiwaan (kedewasaan). Powel (1983), menyatakan bahwa
Jenis kelamin pelajar juga berpengaruh terhadap efisiensi belajar.
Terdapat materi-materi pelajaran yang dapat diterima oleh pelajar wanita
maupun pria. Tatapi kadang-kadang ada materi khusus untuk wanita. Hal
semacam ini akan mempengaruhi kekuatan fisik yang berkaitan dengan
materi yang dipelajari. Seorang pendidik harus mampu mengontrol jenis
kelamin pelajar, misalnya sesuai dengan materi yang diajarkan.
Pendidikan merupakan suatu faktor internal individu yang
memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan, "tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh pada partisipasi pada tingkat perencanaan”, oleh karena itu
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik
pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Slamet (2003) mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan pada perilaku
manusia. Faisal (1981), mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan
perlu dipertimbangkan, terutama dalam rangka penentuan titik berat dan
teknik-teknik serta jalur penyampaian materi.
Menurut Bloom dalam Mulyasa (2002) kognitif merupakan prilaku yang
berkenaan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang, sedangkan
afektif merupakan prilaku yang berkenaan dengan perasaan dan emosi seseorang
terhadap suatu objek, suatu keadaan atau terhadap orang lain, dan psikomotor
merupakan prilaku yang berkenaan dengan keterampilan seseorang mengerjakan
sesuatu. Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum memutuskan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai
manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya.
Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai
dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Dalam
pengertian sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk
memperoleh pengetahuan. Pengertian yang lebih luas pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang dapat
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai
dengan kebutuhan (Syah, 2002). Salam mengemukakan bahwa pendidikan pada
dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya, pendidikan
dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Motivasi, motivasi berasal dari dua kata ‘motif’ dan ‘asi’ (actio). Motif
berarti dorongan dan asi berarti usaha sehingga motivasi bermakna usaha yang
dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan melakukan tindakan
(Soedijanto, 1994).
Pengertian motivasi yang disampaikan oleh para ahli. Menurut Rusyan
dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak
tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu
keinginan/kebutuhan.
Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang
terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan
mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan
rohani.
Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti
keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik
yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar,
guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka
siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan
dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti.
Timbulnya motivasi yang dapat menyebabkan seseorang menggerakkan
perilaku karena adanya motivasi dari dalam dirinya. Motivasi ini lebih
dipengaruhi oleh upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu juga
karena adanya dorongan dan tuntutan serta pengaruh dari lingkungan luar untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
Motivasi mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting dalam
kelangsungan dan keberhasilan belajar yang dilaksanakan oleh setiap individu.
Hal ini berarti semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki individu, maka akan
Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain meliputi:
cita-cita, kemampuan warga belajar, kondisi warga belajar, dan suasana
lingkungan belajar. Adanya cita-cita, maka seseorang akan mempunyai arah dan
tujuan yang mampu mengkonsolidasikan seluruh pikiran dan perasaan serta
tindakannya mengarah kepada terwujudnya suatu keinginan. Kemampuan warga
belajar merupakan kemampuan intelektual akademik yang dimiliki oleh warga
belajar yang digunakan untuk mengolah dan memproses informasi yang diperoleh
menjadi pengetahuan. Kondisi warga belajar yang meliputi kondisi fisik, psikis,
dan indera yang akan mempengaruhi diri dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar yang dilaksanakan.
Teori ketidakcocokan kognitif menjelaskan ketegangan yang muncul pada
saat manusia sadar adanya ketidakcocokan antara dua atau beberapa pengertian
seperti persepsi-persepsi, sikap atau keyakinan. Teori motivasi keberhasilan ini
menyelaraskan tentang pencapaian tujuan yang mengandung tiga faktor yaitu
motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan dan nilai keberhasilan. Motivasi
keberhasilan adalah dorongan untuk memenuhi keinginan yang mempengaruhi
perilaku individu untuk melakukan aktivitas dengan cara lebih baik untuk
mencapai tujuan.
Aspek-aspek yang terkandung dalam motivasi keberhasilan sebagai
berikut : (1) cenderung bertanggung jawab, (2) senang membahas kasus yang
menantang, (3) menginginkan prestasi belajar yang lebih baik, (4) suka
memecahkan masalah, (5) senang menerima umpan balik atas hasil karyannya, (6)
senang berkompetisi untuk mencapai hasil belajar terbaik (7) senang membahas
kasus-kasus sulit, dan (8) melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik
dibandingkan dengan teman.
Status sosial ekonomi, Status sosial ekonomi merupakan suatu
kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi
tertentu di dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula
dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa
status. Suatu status, merupakan suatu fungsi yang memiliki peran dan posisi
tertentu di dalam suatu kelompok. Semakin ke puncak suatu status makin umum
dalam sistem sosial yang dipersepsi oleh anggota masyarakat. Hal ini diadaptasi
dari pengembangan penelitian sosial, Computerized Status Index (CSI).
Status cenderung merujuk pada kondisi ekonomi dan sosial seseorang
dalam kaitannya dengan jabatan (kekuasaan), dan peranan yang dimiliki orang
bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia menjadi anggota atau partisipan.
Dengan demikian, pengertian tentang status cenderung memperlihatkan tingkat
kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan status orang lain berdasarkan
suatu ukuran tertentu. Ukuran atau tolak ukur yang dipakai didasarkan pada salah
satu atau kombinasi yang mencakup tingkat pendapatan, pendidikan, prestise atau
kekuasaan. Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau
sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks.
Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang
dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan
tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga.
Faktor Eksternal.
Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting dalam
rangka megetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Menurut
Samson dalam Rakhmat ( 2001) ; faktor eksternal individu adalah ciri-ciri yang
dapat menekan seseorang, berasal dari luar dirinya.
Fasilitas pendidikan adalah sarana dan prasarana untuk terlaksananya
kegiatan pembelajaran dan kegiatan penunjangnya. Fasilitas tidak bisa
diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.
Sebab, tanpa adanya fasilitas berupa sarana dan prasarana, maka pelaksanaan
pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.
Secara garis besar, fasilitas pendidikan pada umumnya dan fasilitas
pembelajaran pada khususnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut; (1) lahan, yaitu
sebidang tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan sekolah; (2) ruang,
yaitu tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan
penunjang, dan kegiatan administrasi; (3) perabot, yaitu seperangkat bangku,
meja, lemari, dan sejenisnya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan
sesuatu yang digunakan untuk membuat atau melaksanakan hal-hal tertentu
bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan
administrasi; (5) bahan praktik, yaitu semua jenis bahan alami clan buatan yang
digunakan untuk praktik; (6) bahan ajar, yaitu sumber bacaan yang berisi
tentang ilmu pengetahuan untuk menunjang kegiatan pembelajaran pada program
normatif, adaptif, dan produktif, yang mencakup buku dan modul, yang terdiri atas
buku pegangan, buku pelengkap, buku sumber (referensi), dan buku bacaan; (7)
sarana olahraga, baik di luar maupun di dalam ruangan.
Sekolah harus mampu mengelola sarana dan prasarana. Hal itu diperlukan
dalam upaya menunjang terwujudnya tujuan yang sudah ditetapkan, yaitu; (1)
perencanaan dan analisis kebutuhan, yaitu merinci rancangan pembelian,
rehabilitasi, distribusi, sewa, atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang
sesuai dengan kebutuhan; (2) penganggaran, yaitu menentukan perincian
dana yang diperlukan serta menetapkan program prioritas sesuai dengan
kondisi biaya yang tersedia; (3) pengadaan, yaitu upaya sekolah dalam memenuhi
kebutuhan sarana dan prasarana sebagaimana yang telah dirumuskan pada tahap
perencanaan dan penganggaran; (4) penyimpanan dan penyaluran, yaitu upaya
mengatur persediaan sarana dan prasarana di ruang penyimpanan, serta bagaimana
menyalurkannya ke tempat pemakaian; (5) pemeliharaan, yaitu upaya untuk
mengusahakan agar kondisi sarana dan prasarana yang tersedia tetap dalam kondisi
baik, dengan cara merawat, menyempurnakan, atau merehabitasinya; (6)
penghapusan, yaitu menghapus daftar inventaris barang-barang yang sudah tidak
dapat dimanfaatkan lagi, sesuai dengan peraturan yang ada.
Fasilitas sekolah berupa sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk
mewujudkan sekolah yang berprestasi. Karena itu, fasilitas sekolah tersebut
selayaknya dilengkapi dan diperbaharui, sehingga membangkitkan gairah belajar
bagi siswa dan gairah kerja bagi guru. Fasilitas sekolah satu sama lain saling
mendukung ke arah pencapaian prestasi belajar yang maksimal.
Materi Pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai
tujuan instruksional, bersama dengan prosedur didaktis dan media pengajaran,
mata pelajaran membawa siswa ke tujuan instruksional, yang mempunyai aspek
bahan, seperti suatu naskah, persoalan, gambar, isi audiocassette, isi
videocassette, preparat, topik perundingan dengan para siswa, jawaban dari siswa
dan lain sebagain. Materi pelajaran adalah bahan yang digunakan untuk belajar dan
yang membantu untuk mencapai tujuan instruksional, di mana siswa harus
melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku tertentu. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa:
1. Materi/bahan pelajaran bersifat lebih luas daripada aspek isi dalam tujuan
instruksional khusus, karena materi pelajaran mengilustrasikan,
menggariskan situasi dan kondisi, menyajikan contoh-contoh dan lain
sebagainya. Selain itu, materi pelajaran dapat menolong membangkitkan
motivasi belajar siswa dan mengaktifkan siswa, lebih-lebih bila para siswa
mengerjakan suatu tugas yang menyangkut materi pelajaran itu.
2. Materi/bahan pelajaran bukan hanya mencakup data, kejadian (peristiwa)
dan relasi antara data, melainkan juga pengolahan oleh siswa. Sumbangan
pikiran dan jawaban reletif dari siswa, bahkan sumbangan pertanyaannya,
mencakup materi pelajaran. Semua itu, bersama-sama merupakan bahan
yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional.
3. Materi/bahan pelajaran berbeda-beda menurut aspek perilaku yang dituntut
dari siswa. Misalnya, tujuan "mengerti' bahwa orang harus berpikir
kritis, dapat dicapai melalui materi seperti uraian tertulis mengenai
berpikir kritis, uraian lisan oleh guru mengenai hal itu dengan disertai
beberapa contoh, rangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada siswa.
"Menilai secara kritis" adalah jenis perilaku yang lain, yang dapat
dicapai dengan menggunakan bahan seperti laporan dalam surat kabar
tentang suatu peristiwa, yang dibaca oleh siswa lebih dahulu dan kemudian
dirundingkan.
4. Materi/bahan pelajaran yang sama dapat digunakan untuk mencapai tujuan
instruksional yang berbeda. Misalnya, suatu film tentang pencemaran
lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui terjadinya polusi udara,
air dan suara; memahami kaitan antara kemajuan di bidang teknologi
modern ini; bersikap menjamin kebersihan lingkungan hidup.
5. Tujuan instruksional yang sama dapat dicapai melalui materi pelajaran
yang berbeda, yang mungkin pula dipeIajari dalam mata pelajaran-mata
pelajaran yang berbeda. Misalnya, mengerti bahwa orang harus bekerja
menurut metode yang tepat (tujuan instruksional), dapat dicapai melalui
materi pelajaran dalam rangka bidang studi matematika, fisika dan
ekonomi, di mana guru yang bersangkutan mengilustrasikan bahwa
metode kerja yang salah akan menghasilkan jawaban atau pemecahan
yang salah.
Uraian di atas, kiranya sudah jelas bahwa guru harus mengadakan pilihan
terhadap materi pelajaran yang tersedia atau dapat disediakan. Untuk
mengadakan pilihan yang tepat, dibutuhkan sejumlah kriteria, berdasarkan
kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai.
Adapun kriteria itu adalah; (1) materi/bahan pelajaran harus relevan
terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai. (2) materi pelajaran harus
memungkinkan memperoleh jenis perilaku yang akan dituntut dari siswa, yaitu
jenis perilaku di ranah kognitif, afek, atau psikomotorik, (3) materi pelajaran
harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek
isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan
kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (Keadaan awal siswa
yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara
lain karena relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sejauh hal itu mungkin
(keadaan awal siswa yang aktual), (6) materi pelajaran harus membantu untuk
melibatkan did secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan
melakukan berbagai kegiatan, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur
didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran
yang tersedia.
Kualitas Pengajar. Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan
yang elastis, yang harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan
zaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilakukan untuk
itu, upaya profesionalisasi harus terus diperhatikan oleh guru dalam rangka
menuju profesi yang sebenarnya.
Sutisna (1985), mendefinisikan istilah profesi dengan menunjuk kepada suatu
kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, hanya dalam bentuk abstrak, namun
menyediakan suatu status model pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah
mencapai