• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP (Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP (Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)"

Copied!
202
0
0

Teks penuh

(1)

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto.

The objective of this study is to determine internal and external factors related to

the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as

improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out

at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of

sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the

“Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview,

and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor

that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which

means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors

which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning

intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have

positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the

effectiveness of the learning processes.

(3)

TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan

Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra

Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E.

LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan

pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B

diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan

perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi,

waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar

Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan

Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu

mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan

mendapatkan peluang kerja.

Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor

eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari

perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif

korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B,

PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan

bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil

secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis

Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal

dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B.

Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap,

keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap

mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden

tergolong kategori sedang.

Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas

pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis

kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan

nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.

Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan

pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran,

dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak

berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.

(4)

KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

NIM : P 051050041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(6)

Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2

bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur.

Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD

Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1

Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2

Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan

Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun

2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program

Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara)

Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah

Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai

(7)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Pembatasan Masalah ... 5

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah 7

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B ... 9

Proses Belajar ... 15

Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ... 16

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran 18 Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B... 29

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir ... 30

Hipotesis Penelitian ... 31

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 32

Lokasi Penelitian ... 32

Populasi dan Sampel ... 33

Instrumen Penelitian ... 33

Metode Pengumpulan Data ... 35

Analisis Data ... 35

Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ... 44

Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran 49 Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran ... 60

Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(8)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Uji Reliabilitas ... 34

2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ... 36

3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ... 37

4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B... 39

5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 41

6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ... 42

7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ... 42

8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi ... 43

9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ... 46

10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ... 49

11 Jumlah responden menurut usia ... 49

12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ... 51

13 Motivasi ... 52

14 Fasilitas ... 53

15 Materi ... 54

16 Kualitas Pengajar ... 55

17 Intensitas Pengajaran ... 56

18 Lokasi pembelajaran ... 56

19 Pengetahuan ... 58

20 Ketrampilan ... 60

21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ... 60

(9)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 72

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B……… ... 84

(10)

Latar Belakang

Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur

pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan

non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap

pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9

tahun dan pendidikan sepanjang hayat.

Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak

Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini

Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data

pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna

(sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan

pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam

mengambil kebijakan daerah maupun nasional.

Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus

sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok

usia antara lain:

1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun

sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia

16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun

sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia

16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

6.772.376 orang.

2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun

sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia

(11)

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto.

The objective of this study is to determine internal and external factors related to

the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as

improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out

at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of

sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the

“Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview,

and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor

that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which

means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors

which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning

intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have

positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the

effectiveness of the learning processes.

(13)

TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan

Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra

Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E.

LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan

pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B

diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan

perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi,

waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar

Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan

Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu

mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan

mendapatkan peluang kerja.

Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor

eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari

perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif

korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B,

PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan

bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil

secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis

Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal

dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B.

Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap,

keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap

mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden

tergolong kategori sedang.

Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas

pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis

kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan

nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.

Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan

pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran,

dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak

berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.

(14)

KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

NIM : P 051050041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(16)

Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2

bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur.

Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD

Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1

Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2

Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan

Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun

2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program

Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara)

Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah

Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai

(17)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Pembatasan Masalah ... 5

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah 7

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B ... 9

Proses Belajar ... 15

Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ... 16

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran 18 Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B... 29

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir ... 30

Hipotesis Penelitian ... 31

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 32

Lokasi Penelitian ... 32

Populasi dan Sampel ... 33

Instrumen Penelitian ... 33

Metode Pengumpulan Data ... 35

Analisis Data ... 35

Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ... 44

Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran 49 Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran ... 60

Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(18)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Uji Reliabilitas ... 34

2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ... 36

3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ... 37

4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B... 39

5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 41

6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ... 42

7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ... 42

8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi ... 43

9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ... 46

10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ... 49

11 Jumlah responden menurut usia ... 49

12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ... 51

13 Motivasi ... 52

14 Fasilitas ... 53

15 Materi ... 54

16 Kualitas Pengajar ... 55

17 Intensitas Pengajaran ... 56

18 Lokasi pembelajaran ... 56

19 Pengetahuan ... 58

20 Ketrampilan ... 60

21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ... 60

(19)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 72

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B……… ... 84

(20)

Latar Belakang

Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur

pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan

non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap

pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9

tahun dan pendidikan sepanjang hayat.

Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak

Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini

Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data

pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna

(sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan

pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam

mengambil kebijakan daerah maupun nasional.

Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus

sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok

usia antara lain:

1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun

sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia

16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun

sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia

16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

6.772.376 orang.

2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun

sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia

(21)

orang. Sedangkan Putus Lanjut SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun

sebanyak 8.807 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 316.403 orang, usia

16-18 tahun sebanyak 2.320.360 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

5.703.202 orang.

3. Program Kejar Paket C, putus SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan

usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 353.795 orang, dan

usia 19-22 tahun sebanyak 4.624.512 orang. Sedangkan putus lanjut

SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia

16-18 tahun sebanyak 605.905 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak

7.220.647 orang ( Data BPS. 2004).

Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih banyak anak usia

sekolah yang belum terlayani untuk kesempatan meraih pendidikan yang baik.

Pelayanan pendidikan dasar terasa semakin berat karena adanya berbagai kendala

yang muncul seperti konflik sosial di berbagai daerah yang mengakibatkan

pengungsian, atau bencana alam. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi

masyarakat yang semakin sulit sehingga berdampak pada perubahan perilaku dan

pola pikir masyarakat, di mana salah satu akibatnya adalah bertambahnya jumlah

anak putus sekolah. Anak putus sekolah disebabkan antara lain oleh: (1)

Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan

pekerja lainnya, 2) Penduduk terkendala geografi, adalah etnik minoritas, suku

terasing dan terisolir, (3) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan

nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga,

dan tenaga kerja wanita, (4). Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren

yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), (5) Bermasalah

sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza.

Salah satu alternatif program pendidikan yang sudah ditetapkan untuk

menangani permasalahan tersebut adalah Program Kejar Paket B Setara SLTP.

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Dasar

yang diselenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini

dikembangkan setara dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat

(22)

Undang-undang No. 2 tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991 diterbitkan,

Kejar Paket B dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga

masyarakat yang telah selesai belajar Kejar Paket A tanpa mempertimbangkan

usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan

keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah.

Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan jalur non-formal yang

mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C

setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan

fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.

Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program

pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga

yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada

standar nasional pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Psl 26 Ayat (6). Setiap

peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C

mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI,

SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang

lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara

dengan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja.

Implikasi dari hal ini ialah bahwa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar

Paket C yang telah berjalan perlu adanya berbagai penyesuaian. Penyesuaian yang

harus dilakukan khususnya untuk Program Kejar Paket B setara SLTP, antara lain:

Sasaran Paket B diutamakan; (1) lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh

pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus

SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat

bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan

hukum, dan keyakinan), (2) Kurikulum Paket B disusun berdasarkan kurikulum

berbasis kompetensi 2004 yang dengan sendirinya modul-modul Paket B yang

telah ada disempurnakan berdasarkan kurikulum yang dimaksud, (3) sistem

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikembangkan dengan sistem

school-based atau sekolah sebagai pangkalan belajar, (4) pola pendanaan diupayakan

dapat memenuhi kebutuhan minimum yang diperlukan dan tidak ada lagi

(23)

diperkuat melalui penyediaan biaya khusus (Modul petunjuk teknis

penyelenggaraan Paket B setara SLTP. Tahun 2004).

Bogor merupakan suatu kota di Propinsi Jawa Barat yang banyak

menyelenggarakan Kelompok Belajar Paket B Setara SLTP dengan banyak

variasi, karena latar belakang peserta didik yang heterogen. Jumlah Paket B Setara

SLTP yang berada di kota Bogor sebanyak 610 buah yang tersebar di enam

wilayah, antara lain: Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat,

Bogor Tengah, dan Tanah Sareal (Kabid Diklusepora Kota Bogor, 2006).

Identifikasi Masalah

Berbagai penyesuaian telah dilakukan untuk menyempurnakan Program

Kejar Paket B agar dapat melembaga di masyarakat sehingga dapat diketahui

secara pasti peranannya dalam mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan

Dasar Sembilan Tahun. Namun demikian masih terdapat permasalahan

menyangkut kelanjutan Program Kejar Paket B tersebut antara lain:

1. Masih sedikitnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mau

menerima lulusan Kejar Paket B, karena kualitas program ini masih

diragukan untuk disetarakan dengan pendidikan formal.

2. Masih kurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini

sebagai wahana alternatif pendidikan yang efektif.

3. Program Kejar Paket B masih dipandang sebagai pendidikan kelas dua

oleh masyarakat, sehingga banyak peserta didik Program Kejar Paket B

merasa rendah diri, terutama bila peserta didik akan melanjutkan

pendidikannya ke sekolah formal.

4. Adanya anggapan bahwa Program Paket B tidak dapat menjawab

kebutuhan nyata dari peserta atau warga belajar sehingga tidak melahirkan

motivasi atau minat yang kuat dari peserta didik.

Mengingat persepsi pihak Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), warga

belajar, dan masyarakat yang kurang kondusif terhadap pengembangan Program

Kejar Paket B, maka perlu dilakukan pengkajian tentang keefektivan

pembelajaran program ini, apakah program ini sudah efektif menyelesaikan

(24)

Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi pada permasalahan menemukan keefektivan

(pembelajaran Kejar Paket B) dan faktor-faktor yang berhubungan. Mengingat

luasnya dimensi keefektivan pembelajaran sebuah program pendidikan, maka

dalam penelitian ini keefektivan dinilai dari perubahan yang terjadi pada warga

belajar dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran warga belajar terdiri atas: faktor

internal atau individu warga belajar (usia warga belajar, jenis kelamin, status

sosial ekonomi orang tua, motivasi, pandangan warga belajar terhadap paket B),

dan faktor eksternal (kualitas pengajar, intensitas pengajaran, materi belajar,

fasilitas belajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran dan peluang

mendapatkan kerja serta melanjutkan sekolah).

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan inti Program

Kejar Paket B Setara SLTP, yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan

keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. Pemahaman terhadap faktor-faktor

tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan Program Kejar

Paket B dan menemukan langkah-langkah untuk meningkatkan keefektivannya.

Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Menemukan hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal warga belajar

dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku

warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan melalui Departemen Pendidikan

(25)

Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menghasilkan kebijakan Program paket B

yang lebih efektif dan bermutu.

2. Bagi Peneliti dan Penyelenggara, dapat dijadikan salah satu bahan belajar

(lessons learned) untuk langkah pengembangannya.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang Program

Kejar paket B Setara SLTP yang gilirannya dapat meningkatkan partisipasi

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Program Kejar Paket B sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah

Pada akhir abad ke XX, kita dihadapkan pada suatu aliran baru sekitar

pendidikan non-formal. Munculnya aliran baru ini, secara khusus

mempermasalahkan pendidikan dalam hubungannya dengan kehidupan

masyarakat pedesaan di dunia ketiga atau di negara-negara sedang

berkembang dengan counter attack terhadap kelemahan-kelemahan pendidikan

formal yang dianggap gagal dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi

penduduk pedesaan. Tersedianya lembaga-lembaga pendidikan formal atau

persekolahan telah dikritik oleh banyak ahli, karena di samping menghabiskan

dana dalam jumlah besar, kehadirannya dianggap hanya untuk

mempertahankan supremasinya bagi segolongan kecil masyarakat (Sudomo,

1987).

Penganut aliran baru ini, adalah mereka yang menjadi pembela

masyarakat lemah yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan tidak

berdaya serta telah dikuasai oleh mereka yang kuat. Di antara aturan baru

tersebut, muncul nama-nama seperti; (1) Coombs dan Manzoor (1974) yang

menghubungkan pendidikan non-formal dengan penanggulangan kemiskinan

di daerah pedesaan, dan mereka juga mengatakan bila bentuk pendidikan

formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah negara

berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan untuk mengatasi

kelangkaan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan perbaikan

kesehatan serta gizi; (2) Freire (1972), menganggap sekolah sebagai tempat

pendidikan bagi kaum yang tertindas.

Selain nama-nama tersebut di atas, beberapa pakar dari Indonesia

menganut paham yang sama, di antaranya; (1) Slamet (1986), menyatakan

bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan upaya

pembangunan masyarakat, akan tetapi perlu didukung oleh pendidikan

non-formal secara terpadu yang menjangkau sasaran masyarakat yang luas.

Pendidikan non-formal mempunyai peranan penting, khususnya dalam

(27)

bertindak bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, guna

meningkatkan kesejahteraan khususnya di daerah pedesaan; dan (2) Sudjana

(1981) bahkan telah merinci manfaat pendidikan non-formal, yang merupakan

altematif dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di pedesaan, baik

yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan formal, maupun usaha untuk

mencari bentuk atau aliran yang cocok bagi masyarakat kita.

Sihombing (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pendidikan non-formal, di antaranya; (1) adanya kebutuhan

masyarakat akan pendidikan non-formal; (2) kesediaan mendengar suara

masyarakat; (3) kelenturan program pembelajaran yang selalu siap disesuaikan

dengan kebutuhan calon warga belajar; (4) keanekaragaman program

pembelajaran membuka peluang luas bagi setiap warga belajar untuk memilih

program yang sesuai; (5) program pembelajaran yang tidak dirancang untuk

mengejar ijaza h tetapi untuk kebermaknaan bagi masyarakat; (6) kurikulum

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan warga belajar bukan ilusi para

perencana program; (7) program kegiatan belajar dikelola oleh masyarakat; dan

(8) arah yang jelas dari setiap program yaitu membuat warga belajar menjadi

bisa bukan menjadi tahu atau disebut belajar untuk hidup, bukan belajar

untuk belajar.

Pendidikan non-formal dapat berupa Program Pemberantasan Buta

Aksara, Program Paket A Setara SD, Program Paket B Setara SLTP, Program

Paket C Setara SLTA, Program Kejar Usaha, Program Magang, Program

PADU, Program Kursus, PKBM, Program Kepemudaan, Program

Kewirausahaan Pemuda, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan

(SP-3), Program Kegiatan Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP).

Sasaran dan tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan

masyarakat seperti: kaum petani, pengrajin, nelayan, buruh, pengusaha kecil,

pedagang dan sebagainya.

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program

Pendidikan Non-formal. Program Kejar paket B Setara SLTP

diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Maju mundurnya Program

(28)

warga belajar, dan dukungan masyarakat sekitarnya terhadap eksistensi dan

kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Program Kejar Paket B.

Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai fasilisator dan motivator saja.

Pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan model pembangunan

yang selama ini cenderung bersifat top down yang umumnya tidak didasarkan

pada identifikasi potensi dan permasalahan yang aktual dan realis.

Selain Program Kejar Paket B, bentuk pendidikan non-formal yang

dikembangkan Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas, menurut Ella

(2007), meliputi: kelompok belajar Paket A, dan Paket C, yang juga menitik

beratkan pada pendidikan dasar yang diintegrasikan dengan mata pencaharian; (1)

kelompok usaha, menitik beratkan pada ketrampilan belajar dan berusaha; (2)

kursus ketrampilan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membuka dan

memasuki lapangan kerja; (3) program magang yang menekankan pada kegiatan

bekerja, berusaha sambil belajar; dan (4) program belajar mandiri, menitik beratkan

pada peningkatan kemampuan masyarakat terhadap penguasaan mata pencaharian

tertentu.

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B Setara SLTP

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu program pendidikan

dasar yang di selenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini

dikembangkan setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang

keberadaannya di pertegas pada pasal 18, peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991

tentang Pendidikan Luar Sekolah. Adapun dasar penyelenggaraannya sesuai

dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0576/U/1990

tanggal 1 September 1990, DIP dan Petunjuk Operasional Proyek Pendidikan

Luar Sekolah tahun anggaran 1994/1995, GBHN tahun 1993, dan Undang-undang

No. 2 tahun 1989 pasal 6 dan 14. Kejar Paket B Setara SLTP dirancang untuk

memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai

belajar paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat

pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan

sebagai bekal untuk mencari nafkah, serta berdasarkan atas kebijaksanaan

(29)

dimulai pada tahun pertama pelita VI pembangunan jangka panjang. Tahap kedua

(PJP II) Paket B ditetapkan sebagai salah satu pendukung Program Wajib Belajar

yang setara dengan SLTP.

Perencanaan Program

Perencanaan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk

memperhitungkan kelayakan sasaran yang harus dilayani, serta

dukungan-dukungan lain yang diperlukan guna mencapai tujuan program. Perencanaan perlu

dilakukan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam

perencanaan program kejar Paket B Setara SLTP mencakup kegiatan

pengumpulan dan analisis data dasar (data calon warga belajar, cara memperoleh

data, seleksi, alat yang digunakan, pelaksana) calon warga belajar, tutor,

pengelola, lokasi, dan tata cara pengusulan program.

Pelaksanaan Program Kejar Paket B Setara SLTP

Dalam penyelenggaraan Program Kejar Paket B Setara SLTP semua unsur

dalam sistem Paket B harus berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Unsur

itu terdiri dari warga belajar, tutor, penyelenggara, pengelola program, dan

pembina program di semua tingkatan. Adapun uraian daripada masing-masing

unsur yang ada pada Program Kejar Paket B Setara SLTP antara lain:

(1) Warga Belajar ditetapkan tiap kelompok belajar sekitar 20 orang warga

belajar, mereka terdiri dari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan dan

siswa putus sekolah SLTP dalam batas usia 16-44 tahun, warga belajar yang

telah menyelesaikan paket A. Tugas dari pada Warga belajar Paket B adalah

mengikuti acara kegiatan belajar yang telah ditetapkan secara teratur dan

terus menerus, belajar sendiri dimana berada dan diluar acara belajar,

memelihara hubungan baik dengan sesama Warga Belajar, tutor, pengelola,

penyelenggara dan pembina. Fungsi Warga belajar dalam Program Kejar

Paket B sebagai peserta didik yang dengan penuh kesadaran selalu berusaha

mengikuti program belajar untuk kepentingan diri sendiri sampai memiliki

pendidikan yang setara SLTP. Tanggungjawab yang harus dimiliki warga

(30)

waktunya untuk mengikuti program belajar secara bersama dalam kelompok

dan belajar sendiri, kapan dan dimana saja berada serta memelihara fasilitas

yang diberikan. Hak warga yang diperoleh warga belajar adalah mengikuti

kegiatan belajar dalam kelompok belajar, mengikuti tes hasil belajar

berdasarkan ketentuan yang berlaku, memperoleh bahan-bahan belajar,

memilih pendidikan keterampilan dan agama sesuai dengan pilihannya,

memperoleh pelayanan baik dari tutor, penyelenggara, pengelola dan

pembina. Kemudian sanksi yang diberikan kepada warga belajar adalah

apabila warga belajar tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan,

dikeluarkan dari kelompok belajar.

(2) Setiap kelompok belajar yang terdiri 20 orang warga belajar dibantu oleh

enam orang tutor. Tutor utama terdiri dari tutor bidang study: Matematika

IPA, Bahasa Indonesia, IPS Pancasila dan kewarganegaraan, sedangkan

bidang study lainnya dirangkap oleh keenam tutor, pengelola, dan pembina.

Tugas tutor adalah mengajar, membimbing dan melatih warga belajar sesuai

dengan bidang study yang diajarkan, menyusun program belajar yang akan

diajarkan, membuat bahan belajar pelengkap yang berisi muatan lokal,

menilai kemampuan warga belajar. Fungsi daripada tutor adalah sebagai

tenaga pendidik dalam program Kejar Paket B yang memiliki

tanggungjawab mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap

warga belajar sehingga mampu menguasai pelajaran yang diajarkan.

Adapun hak tutor adalah;

a. Mengikuti latihan tutor Paket B yang diselenggarakan oleh pemerintah,

b. Memperoleh imbalan Rp. 125.000/bulan dan lainnya yang sah,

c. Perlakuan baik dan perlindungan hukum,

d. Saran untuk perbaikan program Peket B,

e. Memperoleh tanda penghargaan. Apabila tutor melakukan kesalahan

maka sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan sebagai tutor dalam kejar

Paket B.

(3) Penyelenggara Program Kejar Paket B adalah organisasi/lembaga yang

bertanggungjawab terhadap kelangsungan kelompok belajar Paket B.

(31)

a. Mendorong warga belajar agar aktif belajar baik dalam kelompok belajar

maupun belajar sendiri di luar kelompok belajar,

b. Menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti tempat belajar, alat

belajar, serta bahan-bahan belajar pelengkap yang diperlukan warga

belajar,

c. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan belajar kepada pembina paket B

tiap satu bulan sekali,

d. Membina hubungan baik dengan tutor, pengelola, pembina,

e. Menilai keaktifan belajar warga belajar dan tutor dalam membantu

proses belajar,

f. Memantau pelaksanaan proses belajar.

Fungsi penyelenggara yaitu mengatur acara kegiatan belajar dan membantu

pelaksanaannya, serta sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan

kegiatan belajar Paket B. Sedangkan tanggungjawabnya tutor menjamin

keberhasilan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi dilakukan apabila

penyelenggara dinilai oleh pengelola tidak dapat melaksanakan tugasnya

maka tugas diambil alih oleh pengelola dan penyelenggara harus

mempertanggungjawabkan semua aset dana dan fasilitas yang diberikan.

(4) Pengelola program adalah kepala, wakil kepala atau guru sekolah yang dapat

memilih dan mengarahkan tutor dan fasilitator yang dibutuhkan dalam

penyelenggaraan program. Pengelola membawahi 3 penyelenggara program

Peket B, semua tutor dan fasilitator.

Tugas pengelola program meliputi:

a. Menyusun peta sasaran program,

b. Menyusun daftar peserta belajar,

c. Memberikan bimbingan teknis mengusahakan kebutuhan fasilitas yang

diperlukan seperti tenaga fasilitator,

d. Memilih dan mengatur tenaga-tenaga tutor,

e. Menyusun laporan tentang kemajuan penyelenggara.

Pengelola program berfungsi sebagai organisator dan penyelenggara

Program Kejar Paket B . Hak yang dimiliki oleh pengelola program antara

(32)

mengusulkan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi yang diterapkan

apabila pengelola tidak dapat memenuhi tugasnya diganti melalui tatacara

yang telah ditetapkan.

(5) Penilik Pendidikan Luar Sekolah berperan sebagai pembina dan pengawas

pelaksanaan Kejar Paket B. Tugas Penilik Dikmas yaitu memantau,

mensupervisi, menilai dan melaporkan kepada Kancam Dikbud dan Kepala

Seksi Dikmas tentang kemajuan Kejar Paket B.

Kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:

a. Membuat daftar peserta program untuk setiap angkatan disetiap lokasi,

b. Memantau, mensupervsi, mengawasi, menilai dan mengendalikan

pelaksanaan program,

c. Mengadakan kontak kerja sama dengan pengelola pada kasi Dikmas,

d. Mengkoordinir penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar warga

belajar.

Hak yang dimiliki antara lain:

a. memperoleh biaya berdasarkan ketentuan yang berlaku,

b. mengusulkan pada Kasi Dikmas untuk mengganti pengelola,

penyelenggara dan tutor jika dinilai tidak dapat melaksanakan tugasnya,

c. mengikut latihan yang berkaitan dengan program Paket B,

d. menetapkan calon-calon tutor yang diikut sertakan dalam latihan,

e. menelah dan menyetujui usulan dari pengelola dan penyelenggara dalam

kaitannya dengan penyelenggaraan Paket B.

(6) Kepala Desa/Lurah dan Camat berperan sebagai pembina tingkat desa dan

berkewajiban membantu suksesnya penyelenggaraan kejar paket B. Camat

berperan sebagai pembina tingkat kecamatan dan memberikan pelayanan

terhadap kemudahan dalam memenuhi kebutuhan administratif yang

diperlukan oleh pengelola, penyelenggara, dan tutor.

Tindak Lanjut (SPEM)

Dalam Pendidikan Luar Sekolah (non-formal), SPEM (supervisi,

pelaporan, evaluasi, dan monitoring) berfungsi sebagai upaya untuk melacak dan

(33)

berperan untuk mencari dan menemukan masalah atau hambatan-hambatan yang

dialami dalam setiap pelaksanaan program yang selanjutnya sedini mungkin dapat

dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. SPEM terdiri dari:

(1) Supervisi yang berarti suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan

bantuan teknis kepada para petugas maupun bukan petugas yang secara

langsung berperan dalam pelaksanaan program Kejar paket B. Setiap

supervisi harus jelas masalahnya, tepat materi yang diberikan, cara

penyampaiannya serta tindak lanjutnya.

Setiap petugas yang bertugas memberikan bantuan teknis harus benar-benar

petugas yang menguasai masalah serta dapat menyiapkan seperangkat alat

yang akan digunakan dalam memberikan bantuan teknis.

(2) Pelaporan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi,

selanjutnya disusun secara sistematis dan dilaporkan pada petugas yang

berhak diberikan laporan.

(3) Evaluasi adalah suatu kegiatan pengukuran, penilaian terhadap kemampuan

warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah

dipelajari. Tujuan daripada evaluasi ini untuk memperoleh gambaran tentang

tingkat kemajuan belajar warga belajar serta efesiensi penyelenggara

program belajar.

Evaluasi program Kejar Paket B ini dilakukan dengan cara evaluasi hasil

belajar warga belajar yang bertujuan untuk menguji kemampuan belajar

warga belajar terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari yang

dilakukan dua kali dalam satu semester ( enam bulan), sedangkan evaluasi

yang kedua adalah evaluasi penyelenggaraan program. Evaluasi ini lebih

menekankan pada study kasus tentang sistem penyelenggaraan Kejar Paket

B yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan

belajar mengajar Paket B berdasarkan atas petunjuk yang ditetapkan,

selanjutnya diperoleh rekomendasi perbaikan sebagai masukan untuk

mengambil keputusan.

(4) Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengikuti

perkembangan jalannya program belajar mengajar Paket B secara teratur dan

(34)

tentang hambatan-hambata yang terjadi, sehingga secepatnya dapat

dicarikan pemecahannya.

Proses Belajar

Houle dalam Soedijanto (1994) menyatakan bahwa proses belajar

adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku, baik

pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Menurut Van den Ban dan Hawkins

dalam Zulvera (2000), proses belajar adalah pekerjaan menyimpulkan atau

meperbaiki kemampuan untuk membentuk suatu pola perilaku yang diperoleh

melalui pengalaman dan praktek.

Soedijanto (1994) mengemukakan bahwa proses belajar adalah usaha

aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak, untuk merubah

perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya baik pengetahuan,

keterampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya dapat benar atau salah.

Belajar adalah proses mental yang aktif yang terjadi pada seseorang

individu, untuk menghasilkan perubahan perilaku orang yang bersangkutan.

Lebih lanjut Asngari dalam Zulvera (2002) mengungkapkan bahwa ada tiga

hal penting dalam proses belajar, yaitu: (1) Ada keaktifan dari individu yang

belajar, (2) Terjadi proses internal atau proses mental, dan (3) Terjadi

perubahan perilaku sebagai hasil aktifnya proses belajar tersebut. Perubahan

pada orang belajar tersebut dapat terjadi pada kawasan kognitif, kawasan

psikomotorik, dan kawasan afektif.

Bertitik tolak dari pemahaman tentang proses belajar adalah usaha

aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku

(pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa di dalam kegiatan, setiap individu

yang belajar haruslah melakukan aktivitas, baik yang berupa aktifitas fisik

(anggota badan, indera, otak), maupun aktifitas mental (perasaan, kesiapan).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat di

tumbuhkan atau dilaksanakan oleh individu yang belajar, sampai dengan

(35)

Program Belajar Kejar Paket B Setara SLTP merupakan pendidikan

non-formal, di mana proses belajar yang diterapkan tidak sama dengan

pendidikan formal. Sasaran yang dituju adalah masyarakat/warga belajar

yang belum tuntas mengecap pendidikan sembilan tahun. Dengan demikian

maka penyelenggaraan program Kejar paket B tersebut harus diterapkan

sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kejar Paket B setara

SLTP.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar menurut

Soedijanto (1994), adalah:

1) Tujuan belajar adalah proses belajar akan menjadi efektif kalau

mencapai tujuan belajar yang benar. Berkaitan dengan hal tersebut,

maka tujuan belajar pada diri warga belajar perlu diperjelas, dibuat

spesifik dan didasari oleh warga belajar.

2) Tingkat aspirasi, tingginya tingkat aspirasi akan mendorong

tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk

mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan suatu proses belajar

dalam mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang

lebih tinggi.

3) Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan proses belajar, akan

mengakibatkan warga belajar merasa puas dan menjadi sumber

motivasinya untuk belajar.

4) Pemahaman dari materi yang dipelajari, proses belajar sebagai

aktifitas berfikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari

materi yang dipelajari.

5) Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang

tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencapaian

tujuan-tujuan belajar menurut Klausmeier dan Goodwin dalam Soedijanto (1994),

adalah:

1) Ciri-ciri warga belajar, meliputi: (a) kematangan mental dan

(36)

psikomotorik, (c) ciri-ciri afektif, (d) sikap mental, (e) kesehatan, (f)

umur, dan (g) jenis kelamin.

2) Ciri pengajar, meliputi: (a) bakat, (b) penguasaan materi, (c)

penguasaan metode, (d) penampilan fisik, (e) sikap mental, (f) umur,

(g) kesehatan, dan (h) jenis kelamin.

3) Mata ajaran, meliputi: (a) banyaknya mata ajaran, (b) besarnya mata

ajaran, (c) kualitas mata ajaran, (d) urutan mata ajaran, (e) kegunaan

mata ajaran, (f) pengorganisasian mata ajaran.

4) Fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar, meliputi:

(a) alat bantu pengajaran, (b) alat peraga, (c) ruangan dan

perlengkapannya, dan (d) sarana mobilitas.

5) Perilaku pengajar dan warga belajar, meliputi: (a) proses belajar,

(b)metode mengajar, (c) interaksi pengajar dan warga belajar.

6) Faktor lingkungan yang mempengaruhi warga belajar, meliputi: (a)

keluarga, (b) masyarakat lingkungan, dan (c) pengaruh kebudayaan

secara luas.

7) Sifat kelompok warga belajar, meliputi: (a) besarnya kelompok, (b)

homogenitas kelompok, (c) kekompakan kelompok, (d) struktur

kelompok, (e) kepemimpinan kelompok, (f) perilaku kelompok, dan

(g) sikap kelompok.

Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dapat dianalogikan bahwa

ciri-ciri warga belajar adalah karakteristik dari warga belajar sebagai sasaran

penyuluhan, ciri-ciri pengajar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

tutor atau penyuluh pendidikan sebagai fasilitator dalam kegiatan

pembelajaran pada pendidikan non-formal, mata ajaran adalah sifat materi

yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan sifat kelompok warga

belajar adalah karakteristik dari kelompok belajar yang terlibat dalam

kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pendidikan jarang yang dilakukan secara individu, tetapi pada

umumnya diselenggarakan dalam kelompok, agar terjadi interaksi antara

(37)

kegiatan kelompok belajar paket B, dilakukan dalam bentuk

kelompok-kelompok yang terdiri atas beberapa warga belajar.

Ciri-ciri pengajar merupakan faktor-faktor yang diharapkan dimiliki oleh

penyuluh atau fasilitator dalam kegiatan penyuluhan. menurut Rogers dan

Shoemaker (1971) sifat-sifat inovasi yang dianalogikan dengan sifat-sifat

materi adalah: (1) keuntungan relatif yaitu tingkatan dimana suatu ide atau

materi baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada

sebelumnya, (b) kompatibilitas yaitu sejauhmana suatu materi dianggap

konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan

penerima atau sasaran, (c) kompleksitas yaitu tingkat di mana suatu materi

dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan, (d) triabilitas yaitu

tingkat di mana suatu materi dapat dicoba dengan skala kecil, dan (e)

observabilitas yaitu tingkat dimana hasi-hasil suatu materi yang diberikan

dapat di amati oleh orang lain.

Faktor-faktor yang Berhubungan Keefektivan Pembelajaran

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran dapat

dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dari sudut warga

belajar. Penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

Faktor Internal.

Samson dalam Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu

merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan

semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk

oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan

salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu

prilaku dalam masyarakat.

Usia warga belajar akan dipengaruhi pertumbuhan individu dalam

aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan ditunjukan pada

kematangan aspek kejiwaan (kedewasaan). Powel (1983), menyatakan bahwa

(38)

Jenis kelamin pelajar juga berpengaruh terhadap efisiensi belajar.

Terdapat materi-materi pelajaran yang dapat diterima oleh pelajar wanita

maupun pria. Tatapi kadang-kadang ada materi khusus untuk wanita. Hal

semacam ini akan mempengaruhi kekuatan fisik yang berkaitan dengan

materi yang dipelajari. Seorang pendidik harus mampu mengontrol jenis

kelamin pelajar, misalnya sesuai dengan materi yang diajarkan.

Pendidikan merupakan suatu faktor internal individu yang

memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan, "tingkat pendidikan seseorang

berpengaruh pada partisipasi pada tingkat perencanaan”, oleh karena itu

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik

pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Slamet (2003) mendefinisikan

pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan pada perilaku

manusia. Faisal (1981), mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan

perlu dipertimbangkan, terutama dalam rangka penentuan titik berat dan

teknik-teknik serta jalur penyampaian materi.

Menurut Bloom dalam Mulyasa (2002) kognitif merupakan prilaku yang

berkenaan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang, sedangkan

afektif merupakan prilaku yang berkenaan dengan perasaan dan emosi seseorang

terhadap suatu objek, suatu keadaan atau terhadap orang lain, dan psikomotor

merupakan prilaku yang berkenaan dengan keterampilan seseorang mengerjakan

sesuatu. Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum memutuskan untuk

berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai

manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya.

Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai

dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Dalam

pengertian sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk

memperoleh pengetahuan. Pengertian yang lebih luas pendidikan dapat diartikan

sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang dapat

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai

dengan kebutuhan (Syah, 2002). Salam mengemukakan bahwa pendidikan pada

(39)

dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya, pendidikan

dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Motivasi, motivasi berasal dari dua kata ‘motif’ dan ‘asi’ (actio). Motif

berarti dorongan dan asi berarti usaha sehingga motivasi bermakna usaha yang

dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan melakukan tindakan

(Soedijanto, 1994).

Pengertian motivasi yang disampaikan oleh para ahli. Menurut Rusyan

dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak

tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu

keinginan/kebutuhan.

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang

terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan

mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk

memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan

rohani.

Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti

keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik

yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar,

guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka

siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan

dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti.

Timbulnya motivasi yang dapat menyebabkan seseorang menggerakkan

perilaku karena adanya motivasi dari dalam dirinya. Motivasi ini lebih

dipengaruhi oleh upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu juga

karena adanya dorongan dan tuntutan serta pengaruh dari lingkungan luar untuk

melakukan tindakan yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi.

Motivasi mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting dalam

kelangsungan dan keberhasilan belajar yang dilaksanakan oleh setiap individu.

Hal ini berarti semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki individu, maka akan

(40)

Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain meliputi:

cita-cita, kemampuan warga belajar, kondisi warga belajar, dan suasana

lingkungan belajar. Adanya cita-cita, maka seseorang akan mempunyai arah dan

tujuan yang mampu mengkonsolidasikan seluruh pikiran dan perasaan serta

tindakannya mengarah kepada terwujudnya suatu keinginan. Kemampuan warga

belajar merupakan kemampuan intelektual akademik yang dimiliki oleh warga

belajar yang digunakan untuk mengolah dan memproses informasi yang diperoleh

menjadi pengetahuan. Kondisi warga belajar yang meliputi kondisi fisik, psikis,

dan indera yang akan mempengaruhi diri dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar yang dilaksanakan.

Teori ketidakcocokan kognitif menjelaskan ketegangan yang muncul pada

saat manusia sadar adanya ketidakcocokan antara dua atau beberapa pengertian

seperti persepsi-persepsi, sikap atau keyakinan. Teori motivasi keberhasilan ini

menyelaraskan tentang pencapaian tujuan yang mengandung tiga faktor yaitu

motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan dan nilai keberhasilan. Motivasi

keberhasilan adalah dorongan untuk memenuhi keinginan yang mempengaruhi

perilaku individu untuk melakukan aktivitas dengan cara lebih baik untuk

mencapai tujuan.

Aspek-aspek yang terkandung dalam motivasi keberhasilan sebagai

berikut : (1) cenderung bertanggung jawab, (2) senang membahas kasus yang

menantang, (3) menginginkan prestasi belajar yang lebih baik, (4) suka

memecahkan masalah, (5) senang menerima umpan balik atas hasil karyannya, (6)

senang berkompetisi untuk mencapai hasil belajar terbaik (7) senang membahas

kasus-kasus sulit, dan (8) melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik

dibandingkan dengan teman.

Status sosial ekonomi, Status sosial ekonomi merupakan suatu

kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi

tertentu di dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula

dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa

status. Suatu status, merupakan suatu fungsi yang memiliki peran dan posisi

tertentu di dalam suatu kelompok. Semakin ke puncak suatu status makin umum

(41)

dalam sistem sosial yang dipersepsi oleh anggota masyarakat. Hal ini diadaptasi

dari pengembangan penelitian sosial, Computerized Status Index (CSI).

Status cenderung merujuk pada kondisi ekonomi dan sosial seseorang

dalam kaitannya dengan jabatan (kekuasaan), dan peranan yang dimiliki orang

bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia menjadi anggota atau partisipan.

Dengan demikian, pengertian tentang status cenderung memperlihatkan tingkat

kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan status orang lain berdasarkan

suatu ukuran tertentu. Ukuran atau tolak ukur yang dipakai didasarkan pada salah

satu atau kombinasi yang mencakup tingkat pendapatan, pendidikan, prestise atau

kekuasaan. Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau

sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks.

Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang

dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan

tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga.

Faktor Eksternal.

Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting dalam

rangka megetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Menurut

Samson dalam Rakhmat ( 2001) ; faktor eksternal individu adalah ciri-ciri yang

dapat menekan seseorang, berasal dari luar dirinya.

Fasilitas pendidikan adalah sarana dan prasarana untuk terlaksananya

kegiatan pembelajaran dan kegiatan penunjangnya. Fasilitas tidak bisa

diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran.

Sebab, tanpa adanya fasilitas berupa sarana dan prasarana, maka pelaksanaan

pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.

Secara garis besar, fasilitas pendidikan pada umumnya dan fasilitas

pembelajaran pada khususnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut; (1) lahan, yaitu

sebidang tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan sekolah; (2) ruang,

yaitu tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan

penunjang, dan kegiatan administrasi; (3) perabot, yaitu seperangkat bangku,

meja, lemari, dan sejenisnya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan

(42)

sesuatu yang digunakan untuk membuat atau melaksanakan hal-hal tertentu

bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan

administrasi; (5) bahan praktik, yaitu semua jenis bahan alami clan buatan yang

digunakan untuk praktik; (6) bahan ajar, yaitu sumber bacaan yang berisi

tentang ilmu pengetahuan untuk menunjang kegiatan pembelajaran pada program

normatif, adaptif, dan produktif, yang mencakup buku dan modul, yang terdiri atas

buku pegangan, buku pelengkap, buku sumber (referensi), dan buku bacaan; (7)

sarana olahraga, baik di luar maupun di dalam ruangan.

Sekolah harus mampu mengelola sarana dan prasarana. Hal itu diperlukan

dalam upaya menunjang terwujudnya tujuan yang sudah ditetapkan, yaitu; (1)

perencanaan dan analisis kebutuhan, yaitu merinci rancangan pembelian,

rehabilitasi, distribusi, sewa, atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang

sesuai dengan kebutuhan; (2) penganggaran, yaitu menentukan perincian

dana yang diperlukan serta menetapkan program prioritas sesuai dengan

kondisi biaya yang tersedia; (3) pengadaan, yaitu upaya sekolah dalam memenuhi

kebutuhan sarana dan prasarana sebagaimana yang telah dirumuskan pada tahap

perencanaan dan penganggaran; (4) penyimpanan dan penyaluran, yaitu upaya

mengatur persediaan sarana dan prasarana di ruang penyimpanan, serta bagaimana

menyalurkannya ke tempat pemakaian; (5) pemeliharaan, yaitu upaya untuk

mengusahakan agar kondisi sarana dan prasarana yang tersedia tetap dalam kondisi

baik, dengan cara merawat, menyempurnakan, atau merehabitasinya; (6)

penghapusan, yaitu menghapus daftar inventaris barang-barang yang sudah tidak

dapat dimanfaatkan lagi, sesuai dengan peraturan yang ada.

Fasilitas sekolah berupa sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk

mewujudkan sekolah yang berprestasi. Karena itu, fasilitas sekolah tersebut

selayaknya dilengkapi dan diperbaharui, sehingga membangkitkan gairah belajar

bagi siswa dan gairah kerja bagi guru. Fasilitas sekolah satu sama lain saling

mendukung ke arah pencapaian prestasi belajar yang maksimal.

Materi Pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai

tujuan instruksional, bersama dengan prosedur didaktis dan media pengajaran,

mata pelajaran membawa siswa ke tujuan instruksional, yang mempunyai aspek

(43)

bahan, seperti suatu naskah, persoalan, gambar, isi audiocassette, isi

videocassette, preparat, topik perundingan dengan para siswa, jawaban dari siswa

dan lain sebagain. Materi pelajaran adalah bahan yang digunakan untuk belajar dan

yang membantu untuk mencapai tujuan instruksional, di mana siswa harus

melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku tertentu. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa:

1. Materi/bahan pelajaran bersifat lebih luas daripada aspek isi dalam tujuan

instruksional khusus, karena materi pelajaran mengilustrasikan,

menggariskan situasi dan kondisi, menyajikan contoh-contoh dan lain

sebagainya. Selain itu, materi pelajaran dapat menolong membangkitkan

motivasi belajar siswa dan mengaktifkan siswa, lebih-lebih bila para siswa

mengerjakan suatu tugas yang menyangkut materi pelajaran itu.

2. Materi/bahan pelajaran bukan hanya mencakup data, kejadian (peristiwa)

dan relasi antara data, melainkan juga pengolahan oleh siswa. Sumbangan

pikiran dan jawaban reletif dari siswa, bahkan sumbangan pertanyaannya,

mencakup materi pelajaran. Semua itu, bersama-sama merupakan bahan

yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional.

3. Materi/bahan pelajaran berbeda-beda menurut aspek perilaku yang dituntut

dari siswa. Misalnya, tujuan "mengerti' bahwa orang harus berpikir

kritis, dapat dicapai melalui materi seperti uraian tertulis mengenai

berpikir kritis, uraian lisan oleh guru mengenai hal itu dengan disertai

beberapa contoh, rangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada siswa.

"Menilai secara kritis" adalah jenis perilaku yang lain, yang dapat

dicapai dengan menggunakan bahan seperti laporan dalam surat kabar

tentang suatu peristiwa, yang dibaca oleh siswa lebih dahulu dan kemudian

dirundingkan.

4. Materi/bahan pelajaran yang sama dapat digunakan untuk mencapai tujuan

instruksional yang berbeda. Misalnya, suatu film tentang pencemaran

lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui terjadinya polusi udara,

air dan suara; memahami kaitan antara kemajuan di bidang teknologi

(44)

modern ini; bersikap menjamin kebersihan lingkungan hidup.

5. Tujuan instruksional yang sama dapat dicapai melalui materi pelajaran

yang berbeda, yang mungkin pula dipeIajari dalam mata pelajaran-mata

pelajaran yang berbeda. Misalnya, mengerti bahwa orang harus bekerja

menurut metode yang tepat (tujuan instruksional), dapat dicapai melalui

materi pelajaran dalam rangka bidang studi matematika, fisika dan

ekonomi, di mana guru yang bersangkutan mengilustrasikan bahwa

metode kerja yang salah akan menghasilkan jawaban atau pemecahan

yang salah.

Uraian di atas, kiranya sudah jelas bahwa guru harus mengadakan pilihan

terhadap materi pelajaran yang tersedia atau dapat disediakan. Untuk

mengadakan pilihan yang tepat, dibutuhkan sejumlah kriteria, berdasarkan

kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai.

Adapun kriteria itu adalah; (1) materi/bahan pelajaran harus relevan

terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai. (2) materi pelajaran harus

memungkinkan memperoleh jenis perilaku yang akan dituntut dari siswa, yaitu

jenis perilaku di ranah kognitif, afek, atau psikomotorik, (3) materi pelajaran

harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek

isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan

kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (Keadaan awal siswa

yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara

lain karena relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sejauh hal itu mungkin

(keadaan awal siswa yang aktual), (6) materi pelajaran harus membantu untuk

melibatkan did secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan

melakukan berbagai kegiatan, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur

didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran

yang tersedia.

Kualitas Pengajar. Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan

yang elastis, yang harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan

zaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilakukan untuk

(45)

itu, upaya profesionalisasi harus terus diperhatikan oleh guru dalam rangka

menuju profesi yang sebenarnya.

Sutisna (1985), mendefinisikan istilah profesi dengan menunjuk kepada suatu

kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, hanya dalam bentuk abstrak, namun

menyediakan suatu status model pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah

mencapai

Gambar

Gambar 1. Hubungan antar Peubah sebagai kerangka penelitian
Tabel 1.  Hasil Uji Reliabilitas
Tabel 2. Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar
Tabel 3. Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simamora (2003), menyatakan bahwa kineija merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari keluaran non

Diharapkan kepada saudara supaya membawa Dokumen isian kualifikasi masing masing 1 (satu) asli dan 1 (satu) rekaman, dan diharapkan saudara datang tepat pada waktunya dan

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila di kemudian hari saya terbukti memberikan pernyataan palsu/mengingkari pernyataan ini, maka saya bersedia

• Presiden Indonesia tahun 2014 adalah Perempuan?. • Tahun depan saya

Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti tertarik dan merasa perlu melakukan penelitian dengan judul “ Pembentukan Status Identitas Vokasional Remaja (Studi Kasus

Proses pencampuran akan berjalan lebih efektif pada kondisi aliran turbulen karena arah kecepatan komponen cairan tidak bersifat paralel satu sarna lain. Arah aliran

Agus Salim merupakan simpang4 takbersinyal,maka dari itu perlu adanya evaluasi kinerja pada simpang tersebut salah satunya dengan mendesain sinyal tersebut menjadi simpang

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Perubahan atas Keputusan Direktur