• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN KEJAR PAKET B SETARA SLTP (Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN KEJAR PAKET B SETARA SLTP (Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Studi Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Citra Pakuan Bogor. Under direction of Richard W.E. Lumintang, and Djoko Susanto.

The objective of this study is to determine internal and external factors related to

the effectiveness of participants’ learning of “Paket B”. The effectiveness is viewed as

improvement in participants’ knowledge, skill, and attitudes. The study was carried out

at a community learning center, which runs “Paket B”, as a case study. The number of

sample was 31 persons random by taken from 40 persons of population who finished the

“Paket B” Program. The research methods used were questionnaire survey, interview,

and observation. The study shows that the socio-economic status is the internal factor

that relates significantly to the learning effectiveness. The relation is negative, which

means the higher the status, the lower the effectiveness. In addition, the external factors

which relate to the effectiveness include: learning materials, teachers quality, learning

intensity, parents’ support, and employability. All of these external variables have

positive relations, which mean the higher the level of the factors, the higher the

effectiveness of the learning processes.

(3)

TETI HARYATI. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan

Pembelajaran Program Kejar Paket B Setara SLTP ( Studi Kasus PKBM Citra

Pakuan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor). Dibimbing oleh RICHARD W.E.

LUMINTANG, dan DJOKO SUSANTO.

Salah satu tugas Pemerintah dalam bidang pendidikan adalah memberikan

pelayanan pendidikan yang baik dan merata kepada masyarakat. Program Kejar Paket B

diselenggarakan untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, dengan

perioritas usia 16 sampai 44 tahun bagi masyarakat yang terkendala ( ekonomi, potensi,

waktu, geografi, dan hukum). Kegiatan pendidikan yang diadakan di Program Kejar

Paket B setara SLTP adalah 60 persen pelajaran dan 40 persen kecakapan hidup. Tujuan

Program Kejar Paket B setara SLTP adalah menyiapkan warga belajar untuk mampu

mendapatkan peluang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan

mendapatkan peluang kerja.

Tujuan penelitian adalah menemukan hubungan antara faktor internal dan faktor

eksternal warga belajar dengan efektivitas pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari

perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif

korelasional. Penentuan lokasi dilakukan dengan cara sengaja, yaitu di Kejar Paket B,

PKBM Citra Pakuan, kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan

bulan Maret sampai dengan April 2007. Populasi sebanyak 40 orang dan sampel diambil

secara acak sederhana sebanyak 31 orang lulusan. Uji analisis menggunakan analisis

Korelasi Rank Spearman, untuk melihat hubungan antara faktor internal dan eksternal

dengan efektifitas pembelajaran Kejar Paket B.

Tingkat keefektivan pembelajaran dapat diukur berdasarkan pengetahuan, sikap,

keterampilan. Pengetahuan mayoritas responden tergolong kategori tinggi, Sikap

mayoritas responden tergolong kategori tinggi, dan Ketrampilan mayoritas responden

tergolong kategori sedang.

Faktor internal yang berhubungan nyata negatif dengan tingkat efektifitas

pembelajaran adalah status sosial ekonomi keluarga. Faktor lainnya seperti usia, jenis

kelamin, motivasi, dan pandangan warga belajar terhadap Paket B tidak berhubungan

nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.

Faktor eksternal yang berhubungan nyata positif dengan tingkat keefektivan

pembelajaran Paket B adalah materi pelajaran, kualitas pengajar, intensitas pengajaran,

dorongan orangtua, dan peluang kerja. Faktor fasilitas, jarak, dan peluang sekolah tidak

berhubungan nyata dengan tingkat keefektivan pembelajaran.

(4)

KEEFEKTIVAN PEMBELAJARAN

KEJAR PAKET B SETARA SLTP

(Kasus Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor

)

TETI HARYATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

NIM : P 051050041

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. Richard W. E Lumintang, MSEA Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM.APU

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(6)

Penulis lahir di Bogor, Jawa Barat, tanggal 20 Maret 1974, putri ke 2 dari 2 bersaudara keluarga Suaryanti dan alm. Bakri Mansyur.

Riwayat pendidikan, penulis menyelesaikan Sekolah Dasar tahun 1987 SD Dramaga 05 Bogor, Sekolah Menengah Pertama tahun 1990 di SMP Pembangunan 1 Bogor, Sekolah Menengah Ekonomi Tingkat Atas tahun 1993 di SMEA YZA 2 Bogor, dan menyelesaikan Program Sarjana tahun 1999 di IKIP Jakarta, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan. Pada tahun 2005 penulis berkesempatan melanjutkan ke Program Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis pernah bekerja di PT Carokodono Adhi Wedha (Intan Pariwara) Bogor, selama satu tahun pada tahun 1994. Bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah Kejuruan Program Kesekretarisan selama satu tahun pada tahun 2000, dan sebagai staf tidak tetap di LPSDM- IPB sampai tahun 2005.

(7)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Identifikasi Masalah ... 4 Pembatasan Masalah ... 5 Perumusan Masalah ... 5 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA Program Kejar Paket B merupakan bagian Pendidikan Luar Sekolah 7

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B ... 9

Proses Belajar ... 15

Faktor-faktor yang Mempengaruhi dengan Proses Belajar ... 16

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Pembelajaran 18 Hakekat Keefektivan Kelompok Belajar Paket B... 29

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir ... 30

Hipotesis Penelitian ... 31

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian ... 32

Lokasi Penelitian ... 32

Populasi dan Sampel ... 33

Instrumen Penelitian ... 33

Metode Pengumpulan Data ... 35

Analisis Data ... 35

Definisi Operasional, Peubah, dan Pengukurannya ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

Gambaran Umum PKBM Citra Pakuan ... 44

Deskripsi Faktor Internal, Eksternal, dan Keefektivan Pembelajaran 49 Hubungan Faktor Internal dengan keefektivan Pembelajaran ... 60

Hubungan Faktor Eksternal dengan Keefektivan Pembelajaran ... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(8)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Uji Reliabilitas ... 34

2 Pengukuran Peubah Faktor Internal Warga Belajar ... 36

3 Pengukuran Peubah Faktor Eksternal Warga Belajar ... 37

4 Pengukuran Peubah Tingkat Keefektifan pembelajaran Kejar Paket B... 39

5 Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ... 41

6 Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007 ... 42

7 Angka Partisipasi Masyarakat terhadap Pendidikan Tahun 2007 ... 42

8 Keadaan Penduduk menurut aktivitas ekonomi ... 43

9 Sarana dan Prasarana PKBM Citra Pakuan ... 46

10 Prestasi kegiatan perlombaan PKBM Citra Pakuan ... 49

11 Jumlah responden menurut usia ... 49

12 Pandangan warga belajar terhadap Paket B ... 51

13 Motivasi ... 52 14 Fasilitas ... 53 15 Materi ... 54 16 Kualitas Pengajar ... 55 17 Intensitas Pengajaran ... 56 18 Lokasi pembelajaran ... 56 19 Pengetahuan ... 58 20 Ketrampilan ... 60

21 Hubungan silang faktor internal dengan keefektivan pembelajaran ... 60

(9)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 72

2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

3 Foto Kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B……… ... 84

(10)

Latar Belakang

Tugas pemerintah dalam bidang pendidikan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengenal tiga jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal. Pendidikan non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan sepanjang hayat.

Upaya memberikan pelayanan pendidikan dasar bagi semua anak Indonesia, terutama untuk menyukseskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, secara berkesinambungan membutuhkan data pendidikan yang akurat (sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya), tepat guna (sesuai dengan kebutuhan peningkatan fungsi pemerintahan dalam pembangunan pendidikan), dan tepat waktu (tersedia pada saat dibutuhkan) sebagai acuan dalam mengambil kebijakan daerah maupun nasional.

Berdasarkan data di BPS dan Informasi Pendidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Tahun 2004, data jumlah siswa putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah atau putus lanjut, berdasarkan kelompok usia antara lain:

1. Program Kejar Paket A, putus SD atau MI kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 198.244 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 583.487 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 1.006.247 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.456.226 orang. Sedangkan tidak sekolah lagi SD/MI, usia 7 -12 tahun sebanyak 351.885 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 1.681.616 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 2.778.856 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 6.772.376 orang.

2. Program Kejar Paket B, putus SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 5.355 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 154.088 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 871.875 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 2.400.205

(11)

orang. Sedangkan Putus Lanjut SMP/MTs kelompok usia 7 -12 tahun sebanyak 8.807 orang, usia 13-15 tahun sebanyak 316.403 orang, usia 16-18 tahun sebanyak 2.320.360 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 5.703.202 orang.

3. Program Kejar Paket C, putus SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 353.795 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 4.624.512 orang. Sedangkan putus lanjut SMA/MA kelompok usia 7 -12 tahun dan usia 13-15 tahun tidak ada, usia 16-18 tahun sebanyak 605.905 orang, dan usia 19-22 tahun sebanyak 7.220.647 orang ( Data BPS. 2004).

Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa masih banyak anak usia sekolah yang belum terlayani untuk kesempatan meraih pendidikan yang baik. Pelayanan pendidikan dasar terasa semakin berat karena adanya berbagai kendala yang muncul seperti konflik sosial di berbagai daerah yang mengakibatkan pengungsian, atau bencana alam. Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit sehingga berdampak pada perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, di mana salah satu akibatnya adalah bertambahnya jumlah anak putus sekolah. Anak putus sekolah disebabkan antara lain oleh: (1) Penduduk yang terkendala waktu untuk sekolah, seperti pengrajin, buruh, dan pekerja lainnya, 2) Penduduk terkendala geografi, adalah etnik minoritas, suku terasing dan terisolir, (3) Kendala ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan nelayan, petani, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga, dan tenaga kerja wanita, (4). Faktor keyakinan seperti warga pondok pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah), (5) Bermasalah sosial/hukum seperti anak jalanan, anak Lapas, dan korban Napza.

Salah satu alternatif program pendidikan yang sudah ditetapkan untuk menangani permasalahan tersebut adalah Program Kejar Paket B Setara SLTP. Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Dasar yang diselenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini dikembangkan setara dengan Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

(12)

Undang-undang No. 2 tahun 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991 diterbitkan, Kejar Paket B dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar Kejar Paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah.

Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan jalur non-formal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.

Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU No 20/2003 Sisdiknas Psl 26 Ayat (6). Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang setara dengan pendidikan formal dalam memasuki lapangan kerja.

Implikasi dari hal ini ialah bahwa Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C yang telah berjalan perlu adanya berbagai penyesuaian. Penyesuaian yang harus dilakukan khususnya untuk Program Kejar Paket B setara SLTP, antara lain: Sasaran Paket B diutamakan; (1) lulus Paket A/ SD/MI, belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dengan prioritas kelompok usia 15-44 tahun, putus SMP/MTs, tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri, tidak dapat bersekolah karena berbagai faktor (potensi, waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan), (2) Kurikulum Paket B disusun berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi 2004 yang dengan sendirinya modul-modul Paket B yang telah ada disempurnakan berdasarkan kurikulum yang dimaksud, (3) sistem penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dikembangkan dengan sistem

school-based atau sekolah sebagai pangkalan belajar, (4) pola pendanaan diupayakan

dapat memenuhi kebutuhan minimum yang diperlukan dan tidak ada lagi penyediaan dana belajar secara khusus, (5) evaluasi proses dan hasil belajar

(13)

diperkuat melalui penyediaan biaya khusus (Modul petunjuk teknis penyelenggaraan Paket B setara SLTP. Tahun 2004).

Bogor merupakan suatu kota di Propinsi Jawa Barat yang banyak menyelenggarakan Kelompok Belajar Paket B Setara SLTP dengan banyak variasi, karena latar belakang peserta didik yang heterogen. Jumlah Paket B Setara SLTP yang berada di kota Bogor sebanyak 610 buah yang tersebar di enam wilayah, antara lain: Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Tanah Sareal (Kabid Diklusepora Kota Bogor, 2006).

Identifikasi Masalah

Berbagai penyesuaian telah dilakukan untuk menyempurnakan Program Kejar Paket B agar dapat melembaga di masyarakat sehingga dapat diketahui secara pasti peranannya dalam mendukung Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Namun demikian masih terdapat permasalahan menyangkut kelanjutan Program Kejar Paket B tersebut antara lain:

1. Masih sedikitnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang mau menerima lulusan Kejar Paket B, karena kualitas program ini masih diragukan untuk disetarakan dengan pendidikan formal.

2. Masih kurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini sebagai wahana alternatif pendidikan yang efektif.

3. Program Kejar Paket B masih dipandang sebagai pendidikan kelas dua oleh masyarakat, sehingga banyak peserta didik Program Kejar Paket B merasa rendah diri, terutama bila peserta didik akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah formal.

4. Adanya anggapan bahwa Program Paket B tidak dapat menjawab kebutuhan nyata dari peserta atau warga belajar sehingga tidak melahirkan motivasi atau minat yang kuat dari peserta didik.

Mengingat persepsi pihak Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), warga belajar, dan masyarakat yang kurang kondusif terhadap pengembangan Program Kejar Paket B, maka perlu dilakukan pengkajian tentang keefektivan pembelajaran program ini, apakah program ini sudah efektif menyelesaikan permasalahan yang ada.

(14)

Pembatasan Masalah

Penelitian ini membatasi pada permasalahan menemukan keefektivan (pembelajaran Kejar Paket B) dan faktor-faktor yang berhubungan. Mengingat luasnya dimensi keefektivan pembelajaran sebuah program pendidikan, maka dalam penelitian ini keefektivan dinilai dari perubahan yang terjadi pada warga belajar dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran warga belajar terdiri atas: faktor internal atau individu warga belajar (usia warga belajar, jenis kelamin, status sosial ekonomi orang tua, motivasi, pandangan warga belajar terhadap paket B), dan faktor eksternal (kualitas pengajar, intensitas pengajaran, materi belajar, fasilitas belajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran dan peluang mendapatkan kerja serta melanjutkan sekolah).

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan inti Program Kejar Paket B Setara SLTP, yaitu faktor-faktor apa yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B. Pemahaman terhadap faktor-faktor tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan Program Kejar Paket B dan menemukan langkah-langkah untuk meningkatkan keefektivannya.

Tujuan

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Menemukan hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B dikaji dari perubahan perilaku warga belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan melalui Departemen Pendidikan

(15)

Pendidikan Kabupaten Bogor untuk menghasilkan kebijakan Program paket B yang lebih efektif dan bermutu.

2. Bagi Peneliti dan Penyelenggara, dapat dijadikan salah satu bahan belajar (lessons learned) untuk langkah pengembangannya.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi yang obyektif tentang Program Kejar paket B Setara SLTP yang gilirannya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Program Kejar Paket B sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah Pada akhir abad ke XX, kita dihadapkan pada suatu aliran baru sekitar pendidikan non-formal. Munculnya aliran baru ini, secara khusus mempermasalahkan pendidikan dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat pedesaan di dunia ketiga atau di negara-negara sedang berkembang dengan counter attack terhadap kelemahan-kelemahan pendidikan formal yang dianggap gagal dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi penduduk pedesaan. Tersedianya lembaga-lembaga pendidikan formal atau persekolahan telah dikritik oleh banyak ahli, karena di samping menghabiskan dana dalam jumlah besar, kehadirannya dianggap hanya untuk mempertahankan supremasinya bagi segolongan kecil masyarakat (Sudomo, 1987).

Penganut aliran baru ini, adalah mereka yang menjadi pembela masyarakat lemah yang mayoritas penduduknya tinggal di pedesaan dan tidak berdaya serta telah dikuasai oleh mereka yang kuat. Di antara aturan baru tersebut, muncul nama-nama seperti; (1) Coombs dan Manzoor (1974) yang menghubungkan pendidikan non-formal dengan penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan, dan mereka juga mengatakan bila bentuk pendidikan formal tidak mampu dilakukan oleh penduduk miskin, maka pemerintah negara berkembanglah yang harus membuat kebijakan pendidikan untuk mengatasi kelangkaan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan perbaikan kesehatan serta gizi; (2) Freire (1972), menganggap sekolah sebagai tempat pendidikan bagi kaum yang tertindas.

Selain nama-nama tersebut di atas, beberapa pakar dari Indonesia menganut paham yang sama, di antaranya; (1) Slamet (1986), menyatakan bahwa pendidikan formal bukan satu-satunya jalan untuk meningkatkan upaya pembangunan masyarakat, akan tetapi perlu didukung oleh pendidikan non-formal secara terpadu yang menjangkau sasaran masyarakat yang luas. Pendidikan non-formal mempunyai peranan penting, khususnya dalam meningkatkan kemampuan mental, kemampuan intelektual dan kemampuan

(17)

bertindak bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, guna meningkatkan kesejahteraan khususnya di daerah pedesaan; dan (2) Sudjana (1981) bahkan telah merinci manfaat pendidikan non-formal, yang merupakan altematif dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan di pedesaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan pendidikan formal, maupun usaha untuk mencari bentuk atau aliran yang cocok bagi masyarakat kita.

Sihombing (2000) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan non-formal, di antaranya; (1) adanya kebutuhan masyarakat akan pendidikan non-formal; (2) kesediaan mendengar suara masyarakat; (3) kelenturan program pembelajaran yang selalu siap disesuaikan dengan kebutuhan calon warga belajar; (4) keanekaragaman program pembelajaran membuka peluang luas bagi setiap warga belajar untuk memilih program yang sesuai; (5) program pembelajaran yang tidak dirancang untuk mengejar ijaza h tetapi untuk kebermaknaan bagi masyarakat; (6) kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan warga belajar bukan ilusi para perencana program; (7) program kegiatan belajar dikelola oleh masyarakat; dan (8) arah yang jelas dari setiap program yaitu membuat warga belajar menjadi bisa bukan menjadi tahu atau disebut belajar untuk hidup, bukan belajar untuk belajar.

Pendidikan non-formal dapat berupa Program Pemberantasan Buta Aksara, Program Paket A Setara SD, Program Paket B Setara SLTP, Program Paket C Setara SLTA, Program Kejar Usaha, Program Magang, Program PADU, Program Kursus, PKBM, Program Kepemudaan, Program Kewirausahaan Pemuda, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP-3), Program Kegiatan Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP). Sasaran dan tujuannya untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan masyarakat seperti: kaum petani, pengrajin, nelayan, buruh, pengusaha kecil, pedagang dan sebagainya.

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu Program Pendidikan Non-formal. Program Kejar paket B Setara SLTP diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Maju mundurnya Program Kejar Paket B Setara SLTP tergantung kesungguhan pengelola, partisipasi

(18)

warga belajar, dan dukungan masyarakat sekitarnya terhadap eksistensi dan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara Program Kejar Paket B. Sedangkan pemerintah lebih berfungsi sebagai fasilisator dan motivator saja. Pendekatan ini dilakukan untuk menghindari kesalahan model pembangunan yang selama ini cenderung bersifat top down yang umumnya tidak didasarkan pada identifikasi potensi dan permasalahan yang aktual dan realis.

Selain Program Kejar Paket B, bentuk pendidikan non-formal yang dikembangkan Direktorat Pendidikan Masyarakat Depdiknas, menurut Ella (2007), meliputi: kelompok belajar Paket A, dan Paket C, yang juga menitik beratkan pada pendidikan dasar yang diintegrasikan dengan mata pencaharian; (1) kelompok usaha, menitik beratkan pada ketrampilan belajar dan berusaha; (2) kursus ketrampilan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk membuka dan memasuki lapangan kerja; (3) program magang yang menekankan pada kegiatan bekerja, berusaha sambil belajar; dan (4) program belajar mandiri, menitik beratkan pada peningkatan kemampuan masyarakat terhadap penguasaan mata pencaharian tertentu.

Proses Penyelenggaraan Kejar Paket B Setara SLTP

Program Kejar Paket B Setara SLTP adalah salah satu program pendidikan dasar yang di selenggarakan melalui jalur Pendidikan Luar Sekolah. Program ini dikembangkan setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang keberadaannya di pertegas pada pasal 18, peraturan pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah. Adapun dasar penyelenggaraannya sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0576/U/1990 tanggal 1 September 1990, DIP dan Petunjuk Operasional Proyek Pendidikan Luar Sekolah tahun anggaran 1994/1995, GBHN tahun 1993, dan Undang-undang No. 2 tahun 1989 pasal 6 dan 14. Kejar Paket B Setara SLTP dirancang untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga masyarakat yang telah selesai belajar paket A tanpa mempertimbangkan usia warga belajar, dengan titik berat pendidikan ditekankan pada penguasaan keterampilan yang dapat diandalkan sebagai bekal untuk mencari nafkah, serta berdasarkan atas kebijaksanaan pemerintah tentang Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang

(19)

dimulai pada tahun pertama pelita VI pembangunan jangka panjang. Tahap kedua (PJP II) Paket B ditetapkan sebagai salah satu pendukung Program Wajib Belajar yang setara dengan SLTP.

Perencanaan Program

Perencanaan merupakan kegiatan awal yang dilakukan untuk memperhitungkan kelayakan sasaran yang harus dilayani, serta dukungan-dukungan lain yang diperlukan guna mencapai tujuan program. Perencanaan perlu dilakukan karena terbatasnya dana yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan program kejar Paket B Setara SLTP mencakup kegiatan pengumpulan dan analisis data dasar (data calon warga belajar, cara memperoleh data, seleksi, alat yang digunakan, pelaksana) calon warga belajar, tutor, pengelola, lokasi, dan tata cara pengusulan program.

Pelaksanaan Program Kejar Paket B Setara SLTP

Dalam penyelenggaraan Program Kejar Paket B Setara SLTP semua unsur dalam sistem Paket B harus berjalan sesuai dengan peran masing-masing. Unsur itu terdiri dari warga belajar, tutor, penyelenggara, pengelola program, dan pembina program di semua tingkatan. Adapun uraian daripada masing-masing unsur yang ada pada Program Kejar Paket B Setara SLTP antara lain:

(1) Warga Belajar ditetapkan tiap kelompok belajar sekitar 20 orang warga belajar, mereka terdiri dari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan dan siswa putus sekolah SLTP dalam batas usia 16-44 tahun, warga belajar yang telah menyelesaikan paket A. Tugas dari pada Warga belajar Paket B adalah mengikuti acara kegiatan belajar yang telah ditetapkan secara teratur dan terus menerus, belajar sendiri dimana berada dan diluar acara belajar, memelihara hubungan baik dengan sesama Warga Belajar, tutor, pengelola, penyelenggara dan pembina. Fungsi Warga belajar dalam Program Kejar Paket B sebagai peserta didik yang dengan penuh kesadaran selalu berusaha mengikuti program belajar untuk kepentingan diri sendiri sampai memiliki pendidikan yang setara SLTP. Tanggungjawab yang harus dimiliki warga belajar adalah mengatur diri sendiri agar selalu dapat menyisihkan sebagian

(20)

waktunya untuk mengikuti program belajar secara bersama dalam kelompok dan belajar sendiri, kapan dan dimana saja berada serta memelihara fasilitas yang diberikan. Hak warga yang diperoleh warga belajar adalah mengikuti kegiatan belajar dalam kelompok belajar, mengikuti tes hasil belajar berdasarkan ketentuan yang berlaku, memperoleh bahan-bahan belajar, memilih pendidikan keterampilan dan agama sesuai dengan pilihannya, memperoleh pelayanan baik dari tutor, penyelenggara, pengelola dan pembina. Kemudian sanksi yang diberikan kepada warga belajar adalah apabila warga belajar tidak mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, dikeluarkan dari kelompok belajar.

(2) Setiap kelompok belajar yang terdiri 20 orang warga belajar dibantu oleh enam orang tutor. Tutor utama terdiri dari tutor bidang study: Matematika IPA, Bahasa Indonesia, IPS Pancasila dan kewarganegaraan, sedangkan bidang study lainnya dirangkap oleh keenam tutor, pengelola, dan pembina. Tugas tutor adalah mengajar, membimbing dan melatih warga belajar sesuai dengan bidang study yang diajarkan, menyusun program belajar yang akan diajarkan, membuat bahan belajar pelengkap yang berisi muatan lokal, menilai kemampuan warga belajar. Fungsi daripada tutor adalah sebagai tenaga pendidik dalam program Kejar Paket B yang memiliki tanggungjawab mengajarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap warga belajar sehingga mampu menguasai pelajaran yang diajarkan.

Adapun hak tutor adalah;

a. Mengikuti latihan tutor Paket B yang diselenggarakan oleh pemerintah, b. Memperoleh imbalan Rp. 125.000/bulan dan lainnya yang sah,

c. Perlakuan baik dan perlindungan hukum, d. Saran untuk perbaikan program Peket B,

e. Memperoleh tanda penghargaan. Apabila tutor melakukan kesalahan maka sanksi yang diberikan adalah dikeluarkan sebagai tutor dalam kejar Paket B.

(3) Penyelenggara Program Kejar Paket B adalah organisasi/lembaga yang

bertanggungjawab terhadap kelangsungan kelompok belajar Paket B. Tugas penyelenggara adalah;

(21)

a. Mendorong warga belajar agar aktif belajar baik dalam kelompok belajar maupun belajar sendiri di luar kelompok belajar,

b. Menyediakan fasilitas yang diperlukan seperti tempat belajar, alat belajar, serta bahan-bahan belajar pelengkap yang diperlukan warga belajar,

c. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan belajar kepada pembina paket B tiap satu bulan sekali,

d. Membina hubungan baik dengan tutor, pengelola, pembina,

e. Menilai keaktifan belajar warga belajar dan tutor dalam membantu proses belajar,

f. Memantau pelaksanaan proses belajar.

Fungsi penyelenggara yaitu mengatur acara kegiatan belajar dan membantu pelaksanaannya, serta sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan kegiatan belajar Paket B. Sedangkan tanggungjawabnya tutor menjamin keberhasilan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi dilakukan apabila penyelenggara dinilai oleh pengelola tidak dapat melaksanakan tugasnya maka tugas diambil alih oleh pengelola dan penyelenggara harus mempertanggungjawabkan semua aset dana dan fasilitas yang diberikan. (4) Pengelola program adalah kepala, wakil kepala atau guru sekolah yang dapat

memilih dan mengarahkan tutor dan fasilitator yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan program. Pengelola membawahi 3 penyelenggara program Peket B, semua tutor dan fasilitator.

Tugas pengelola program meliputi: a. Menyusun peta sasaran program, b. Menyusun daftar peserta belajar,

c. Memberikan bimbingan teknis mengusahakan kebutuhan fasilitas yang diperlukan seperti tenaga fasilitator,

d. Memilih dan mengatur tenaga-tenaga tutor,

e. Menyusun laporan tentang kemajuan penyelenggara.

Pengelola program berfungsi sebagai organisator dan penyelenggara Program Kejar Paket B . Hak yang dimiliki oleh pengelola program antara lain memilih dan menilai tugas tutor, penyelenggara dan fasilitator,

(22)

mengusulkan pelaksanaan program Kejar Paket B. Sanksi yang diterapkan apabila pengelola tidak dapat memenuhi tugasnya diganti melalui tatacara yang telah ditetapkan.

(5) Penilik Pendidikan Luar Sekolah berperan sebagai pembina dan pengawas pelaksanaan Kejar Paket B. Tugas Penilik Dikmas yaitu memantau, mensupervisi, menilai dan melaporkan kepada Kancam Dikbud dan Kepala Seksi Dikmas tentang kemajuan Kejar Paket B.

Kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:

a. Membuat daftar peserta program untuk setiap angkatan disetiap lokasi, b. Memantau, mensupervsi, mengawasi, menilai dan mengendalikan

pelaksanaan program,

c. Mengadakan kontak kerja sama dengan pengelola pada kasi Dikmas, d. Mengkoordinir penyusunan dan penyelenggaraan tes hasil belajar warga

belajar.

Hak yang dimiliki antara lain:

a. memperoleh biaya berdasarkan ketentuan yang berlaku,

b. mengusulkan pada Kasi Dikmas untuk mengganti pengelola, penyelenggara dan tutor jika dinilai tidak dapat melaksanakan tugasnya, c. mengikut latihan yang berkaitan dengan program Paket B,

d. menetapkan calon-calon tutor yang diikut sertakan dalam latihan,

e. menelah dan menyetujui usulan dari pengelola dan penyelenggara dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Paket B.

(6) Kepala Desa/Lurah dan Camat berperan sebagai pembina tingkat desa dan berkewajiban membantu suksesnya penyelenggaraan kejar paket B. Camat berperan sebagai pembina tingkat kecamatan dan memberikan pelayanan terhadap kemudahan dalam memenuhi kebutuhan administratif yang diperlukan oleh pengelola, penyelenggara, dan tutor.

Tindak Lanjut (SPEM)

Dalam Pendidikan Luar Sekolah (non-formal), SPEM (supervisi, pelaporan, evaluasi, dan monitoring) berfungsi sebagai upaya untuk melacak dan membekali tentang proses pelaksanaan Program. Dengan kata lain SPEM

(23)

berperan untuk mencari dan menemukan masalah atau hambatan-hambatan yang dialami dalam setiap pelaksanaan program yang selanjutnya sedini mungkin dapat dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. SPEM terdiri dari:

(1) Supervisi yang berarti suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan bantuan teknis kepada para petugas maupun bukan petugas yang secara langsung berperan dalam pelaksanaan program Kejar paket B. Setiap supervisi harus jelas masalahnya, tepat materi yang diberikan, cara penyampaiannya serta tindak lanjutnya.

Setiap petugas yang bertugas memberikan bantuan teknis harus benar-benar petugas yang menguasai masalah serta dapat menyiapkan seperangkat alat yang akan digunakan dalam memberikan bantuan teknis.

(2) Pelaporan adalah suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi, selanjutnya disusun secara sistematis dan dilaporkan pada petugas yang berhak diberikan laporan.

(3) Evaluasi adalah suatu kegiatan pengukuran, penilaian terhadap kemampuan warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah dipelajari. Tujuan daripada evaluasi ini untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemajuan belajar warga belajar serta efesiensi penyelenggara program belajar.

Evaluasi program Kejar Paket B ini dilakukan dengan cara evaluasi hasil belajar warga belajar yang bertujuan untuk menguji kemampuan belajar warga belajar terhadap materi-materi pelajaran yang telah dipelajari yang dilakukan dua kali dalam satu semester ( enam bulan), sedangkan evaluasi yang kedua adalah evaluasi penyelenggaraan program. Evaluasi ini lebih menekankan pada study kasus tentang sistem penyelenggaraan Kejar Paket B yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan belajar mengajar Paket B berdasarkan atas petunjuk yang ditetapkan, selanjutnya diperoleh rekomendasi perbaikan sebagai masukan untuk mengambil keputusan.

(4) Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengikuti perkembangan jalannya program belajar mengajar Paket B secara teratur dan terus menerus. Monitoring bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin

(24)

tentang hambatan-hambata yang terjadi, sehingga secepatnya dapat dicarikan pemecahannya.

Proses Belajar

Houle dalam Soedijanto (1994) menyatakan bahwa proses belajar

adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku, baik pengetahuan, keterampilan dan perasaan. Menurut Van den Ban dan Hawkins

dalam Zulvera (2000), proses belajar adalah pekerjaan menyimpulkan atau

meperbaiki kemampuan untuk membentuk suatu pola perilaku yang diperoleh melalui pengalaman dan praktek.

Soedijanto (1994) mengemukakan bahwa proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar atau tidak, untuk merubah perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya baik pengetahuan, keterampilan, maupun perasaan, dimana hasilnya dapat benar atau salah.

Belajar adalah proses mental yang aktif yang terjadi pada seseorang individu, untuk menghasilkan perubahan perilaku orang yang bersangkutan. Lebih lanjut Asngari dalam Zulvera (2002) mengungkapkan bahwa ada tiga hal penting dalam proses belajar, yaitu: (1) Ada keaktifan dari individu yang belajar, (2) Terjadi proses internal atau proses mental, dan (3) Terjadi perubahan perilaku sebagai hasil aktifnya proses belajar tersebut. Perubahan pada orang belajar tersebut dapat terjadi pada kawasan kognitif, kawasan psikomotorik, dan kawasan afektif.

Bertitik tolak dari pemahaman tentang proses belajar adalah usaha aktif yang dilakukan oleh setiap individu untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa di dalam kegiatan, setiap individu yang belajar haruslah melakukan aktivitas, baik yang berupa aktifitas fisik (anggota badan, indera, otak), maupun aktifitas mental (perasaan, kesiapan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semakin banyak aktivitas yang dapat di tumbuhkan atau dilaksanakan oleh individu yang belajar, sampai dengan batas tertentu, akan memberikan hasil belajar yang semakin baik.

(25)

Program Belajar Kejar Paket B Setara SLTP merupakan pendidikan non-formal, di mana proses belajar yang diterapkan tidak sama dengan pendidikan formal. Sasaran yang dituju adalah masyarakat/warga belajar yang belum tuntas mengecap pendidikan sembilan tahun. Dengan demikian maka penyelenggaraan program Kejar paket B tersebut harus diterapkan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kejar Paket B setara SLTP.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar menurut Soedijanto (1994), adalah:

1) Tujuan belajar adalah proses belajar akan menjadi efektif kalau mencapai tujuan belajar yang benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tujuan belajar pada diri warga belajar perlu diperjelas, dibuat spesifik dan didasari oleh warga belajar.

2) Tingkat aspirasi, tingginya tingkat aspirasi akan mendorong tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan suatu proses belajar dalam mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang lebih tinggi.

3) Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan proses belajar, akan mengakibatkan warga belajar merasa puas dan menjadi sumber motivasinya untuk belajar.

4) Pemahaman dari materi yang dipelajari, proses belajar sebagai aktifitas berfikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari.

5) Umur dan kapasitas belajar dari warga belajar merupakan faktor yang tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan suatu proses belajar.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pencapaian tujuan-tujuan belajar menurut Klausmeier dan Goodwin dalam Soedijanto (1994), adalah:

1) Ciri-ciri warga belajar, meliputi: (a) kematangan mental dan kemampuan intelektualitas, (b) kematangan fisik dan kemampuan

(26)

psikomotorik, (c) ciri-ciri afektif, (d) sikap mental, (e) kesehatan, (f) umur, dan (g) jenis kelamin.

2) Ciri pengajar, meliputi: (a) bakat, (b) penguasaan materi, (c) penguasaan metode, (d) penampilan fisik, (e) sikap mental, (f) umur, (g) kesehatan, dan (h) jenis kelamin.

3) Mata ajaran, meliputi: (a) banyaknya mata ajaran, (b) besarnya mata ajaran, (c) kualitas mata ajaran, (d) urutan mata ajaran, (e) kegunaan mata ajaran, (f) pengorganisasian mata ajaran.

4) Fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar, meliputi: (a) alat bantu pengajaran, (b) alat peraga, (c) ruangan dan perlengkapannya, dan (d) sarana mobilitas.

5) Perilaku pengajar dan warga belajar, meliputi: (a) proses belajar, (b)metode mengajar, (c) interaksi pengajar dan warga belajar.

6) Faktor lingkungan yang mempengaruhi warga belajar, meliputi: (a) keluarga, (b) masyarakat lingkungan, dan (c) pengaruh kebudayaan secara luas.

7) Sifat kelompok warga belajar, meliputi: (a) besarnya kelompok, (b) homogenitas kelompok, (c) kekompakan kelompok, (d) struktur kelompok, (e) kepemimpinan kelompok, (f) perilaku kelompok, dan (g) sikap kelompok.

Dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal dapat dianalogikan bahwa ciri-ciri warga belajar adalah karakteristik dari warga belajar sebagai sasaran penyuluhan, ciri-ciri pengajar adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh tutor atau penyuluh pendidikan sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran pada pendidikan non-formal, mata ajaran adalah sifat materi yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan sifat kelompok warga belajar adalah karakteristik dari kelompok belajar yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pendidikan jarang yang dilakukan secara individu, tetapi pada umumnya diselenggarakan dalam kelompok, agar terjadi interaksi antara warga belajar dengan pengajar (Soedijanto, 1994). Begitu juga dalam

(27)

kegiatan kelompok belajar paket B, dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas beberapa warga belajar.

Ciri-ciri pengajar merupakan faktor-faktor yang diharapkan dimiliki oleh penyuluh atau fasilitator dalam kegiatan penyuluhan. menurut Rogers dan Shoemaker (1971) sifat-sifat inovasi yang dianalogikan dengan sifat-sifat materi adalah: (1) keuntungan relatif yaitu tingkatan dimana suatu ide atau materi baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya, (b) kompatibilitas yaitu sejauhmana suatu materi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerima atau sasaran, (c) kompleksitas yaitu tingkat di mana suatu materi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan, (d) triabilitas yaitu tingkat di mana suatu materi dapat dicoba dengan skala kecil, dan (e) observabilitas yaitu tingkat dimana hasi-hasil suatu materi yang diberikan dapat di amati oleh orang lain.

Faktor-faktor yang Berhubungan Keefektivan Pembelajaran

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan pembelajaran dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dari sudut warga belajar. Penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

Faktor Internal.

Samson dalam Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu prilaku dalam masyarakat.

Usia warga belajar akan dipengaruhi pertumbuhan individu dalam aspek biologis maupun psikis. Pertumbuhan psikis akan ditunjukan pada kematangan aspek kejiwaan (kedewasaan). Powel (1983), menyatakan bahwa bertambahnya usia seseorang akan bertambah pengalamannya.

(28)

Jenis kelamin pelajar juga berpengaruh terhadap efisiensi belajar. Terdapat materi-materi pelajaran yang dapat diterima oleh pelajar wanita maupun pria. Tatapi kadang-kadang ada materi khusus untuk wanita. Hal semacam ini akan mempengaruhi kekuatan fisik yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Seorang pendidik harus mampu mengontrol jenis kelamin pelajar, misalnya sesuai dengan materi yang diajarkan.

Pendidikan merupakan suatu faktor internal individu yang memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan, "tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada partisipasi pada tingkat perencanaan”, oleh karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Slamet (2003) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan pada perilaku manusia. Faisal (1981), mengemukakan bahwa latar belakang pendidikan perlu dipertimbangkan, terutama dalam rangka penentuan titik berat dan teknik-teknik serta jalur penyampaian materi.

Menurut Bloom dalam Mulyasa (2002) kognitif merupakan prilaku yang berkenaan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang, sedangkan afektif merupakan prilaku yang berkenaan dengan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu objek, suatu keadaan atau terhadap orang lain, dan psikomotor merupakan prilaku yang berkenaan dengan keterampilan seseorang mengerjakan sesuatu. Masyarakat sebagai manusia yang rasional sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh masa belajar dan menilai manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi dirinya.

Russell (1993:39) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Dalam pengertian sempit, pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian yang lebih luas pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang dapat memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2002). Salam mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan keperibadian

(29)

dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Berdasarkan penyelenggaraannya, pendidikan dibedakan menjadi dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Motivasi, motivasi berasal dari dua kata ‘motif’ dan ‘asi’ (actio). Motif berarti dorongan dan asi berarti usaha sehingga motivasi bermakna usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan melakukan tindakan (Soedijanto, 1994).

Pengertian motivasi yang disampaikan oleh para ahli. Menurut Rusyan dkk (1989; 99) yang memberikan pengertian: “Motivasi merupakan penggerak tingkah laku ke arah suatu tujuan dengan didasari oleh adanya suatu keinginan/kebutuhan.

Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Berkaitan dengan kegiatan belajar, maka motivasi belajar berarti keseluruhan daya penggerak di dalam diri para siswa/warga belajar/peserta didik yang dapat menimbulkan, menjamin, dan memberikan arah pada kegiatan belajar, guna mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Motivasi belajar, maka siswa/warga belajar/peserta didik dapat mempunyai intensitas dan kesinambungan dalam proses pembelajaran/pendidikan yang diikuti.

Timbulnya motivasi yang dapat menyebabkan seseorang menggerakkan perilaku karena adanya motivasi dari dalam dirinya. Motivasi ini lebih dipengaruhi oleh upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu juga karena adanya dorongan dan tuntutan serta pengaruh dari lingkungan luar untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi.

Motivasi mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting dalam kelangsungan dan keberhasilan belajar yang dilaksanakan oleh setiap individu. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki individu, maka akan semakin tinggi/besar pula prestasi dan hasil belajar yang akan dicapai.

(30)

Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain meliputi: cita-cita, kemampuan warga belajar, kondisi warga belajar, dan suasana lingkungan belajar. Adanya cita-cita, maka seseorang akan mempunyai arah dan tujuan yang mampu mengkonsolidasikan seluruh pikiran dan perasaan serta tindakannya mengarah kepada terwujudnya suatu keinginan. Kemampuan warga belajar merupakan kemampuan intelektual akademik yang dimiliki oleh warga belajar yang digunakan untuk mengolah dan memproses informasi yang diperoleh menjadi pengetahuan. Kondisi warga belajar yang meliputi kondisi fisik, psikis, dan indera yang akan mempengaruhi diri dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan.

Teori ketidakcocokan kognitif menjelaskan ketegangan yang muncul pada saat manusia sadar adanya ketidakcocokan antara dua atau beberapa pengertian seperti persepsi-persepsi, sikap atau keyakinan. Teori motivasi keberhasilan ini menyelaraskan tentang pencapaian tujuan yang mengandung tiga faktor yaitu motif keberhasilan, kemungkinan keberhasilan dan nilai keberhasilan. Motivasi keberhasilan adalah dorongan untuk memenuhi keinginan yang mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan aktivitas dengan cara lebih baik untuk mencapai tujuan.

Aspek-aspek yang terkandung dalam motivasi keberhasilan sebagai berikut : (1) cenderung bertanggung jawab, (2) senang membahas kasus yang menantang, (3) menginginkan prestasi belajar yang lebih baik, (4) suka memecahkan masalah, (5) senang menerima umpan balik atas hasil karyannya, (6) senang berkompetisi untuk mencapai hasil belajar terbaik (7) senang membahas kasus-kasus sulit, dan (8) melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik dibandingkan dengan teman.

Status sosial ekonomi, Status sosial ekonomi merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu di dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian posisi ini disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status. Suatu status, merupakan suatu fungsi yang memiliki peran dan posisi tertentu di dalam suatu kelompok. Semakin ke puncak suatu status makin umum pula kemampuan yang dimiliki seseorang. Status menunjukan tingkat seseorang

(31)

dalam sistem sosial yang dipersepsi oleh anggota masyarakat. Hal ini diadaptasi dari pengembangan penelitian sosial, Computerized Status Index (CSI).

Status cenderung merujuk pada kondisi ekonomi dan sosial seseorang dalam kaitannya dengan jabatan (kekuasaan), dan peranan yang dimiliki orang bersangkutan di dalam masyarakat di mana ia menjadi anggota atau partisipan. Dengan demikian, pengertian tentang status cenderung memperlihatkan tingkat kedudukan seseorang dalam hubungannya dengan status orang lain berdasarkan suatu ukuran tertentu. Ukuran atau tolak ukur yang dipakai didasarkan pada salah satu atau kombinasi yang mencakup tingkat pendapatan, pendidikan, prestise atau kekuasaan. Menurut Spencer dalam Sugihen (1996) status seseorang atau sekelompok orang dapat ditentukan (untuk kebutuhan analisis) oleh suatu indeks. Indeks seperti ini dapat diperoleh dari jumlah rata-rata skor, misalnya, yang dicapai seseorang dalam masing-masing bidang, seperti pendidikan, pendapatan tahunan keluarga, dan pekerjaan dari kepala rumah tangga.

Faktor Eksternal.

Faktor eksternal individu merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka megetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Menurut Samson dalam Rakhmat ( 2001) ; faktor eksternal individu adalah ciri-ciri yang dapat menekan seseorang, berasal dari luar dirinya.

Fasilitas pendidikan adalah sarana dan prasarana untuk terlaksananya kegiatan pembelajaran dan kegiatan penunjangnya. Fasilitas tidak bisa diabaikan dalam proses pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. Sebab, tanpa adanya fasilitas berupa sarana dan prasarana, maka pelaksanaan pendidikan tidak akan berjalan dengan baik.

Secara garis besar, fasilitas pendidikan pada umumnya dan fasilitas pembelajaran pada khususnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut; (1) lahan, yaitu sebidang tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan sekolah; (2) ruang, yaitu tempat yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (3) perabot, yaitu seperangkat bangku, meja, lemari, dan sejenisnya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (4) alat, yaitu

(32)

sesuatu yang digunakan untuk membuat atau melaksanakan hal-hal tertentu bagi terselenggaranya kegiatan pembelajaran, kegiatan penunjang, dan kegiatan administrasi; (5) bahan praktik, yaitu semua jenis bahan alami clan buatan yang digunakan untuk praktik; (6) bahan ajar, yaitu sumber bacaan yang berisi tentang ilmu pengetahuan untuk menunjang kegiatan pembelajaran pada program normatif, adaptif, dan produktif, yang mencakup buku dan modul, yang terdiri atas buku pegangan, buku pelengkap, buku sumber (referensi), dan buku bacaan; (7) sarana olahraga, baik di luar maupun di dalam ruangan.

Sekolah harus mampu mengelola sarana dan prasarana. Hal itu diperlukan dalam upaya menunjang terwujudnya tujuan yang sudah ditetapkan, yaitu; (1) perencanaan dan analisis kebutuhan, yaitu merinci rancangan pembelian, rehabilitasi, distribusi, sewa, atau pembuatan peralatan dan perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan; (2) penganggaran, yaitu menentukan perincian dana yang diperlukan serta menetapkan program prioritas sesuai dengan kondisi biaya yang tersedia; (3) pengadaan, yaitu upaya sekolah dalam memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sebagaimana yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan dan penganggaran; (4) penyimpanan dan penyaluran, yaitu upaya mengatur persediaan sarana dan prasarana di ruang penyimpanan, serta bagaimana menyalurkannya ke tempat pemakaian; (5) pemeliharaan, yaitu upaya untuk mengusahakan agar kondisi sarana dan prasarana yang tersedia tetap dalam kondisi baik, dengan cara merawat, menyempurnakan, atau merehabitasinya; (6) penghapusan, yaitu menghapus daftar inventaris barang-barang yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, sesuai dengan peraturan yang ada.

Fasilitas sekolah berupa sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi. Karena itu, fasilitas sekolah tersebut selayaknya dilengkapi dan diperbaharui, sehingga membangkitkan gairah belajar bagi siswa dan gairah kerja bagi guru. Fasilitas sekolah satu sama lain saling mendukung ke arah pencapaian prestasi belajar yang maksimal.

Materi Pelajaran adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional, bersama dengan prosedur didaktis dan media pengajaran, mata pelajaran membawa siswa ke tujuan instruksional, yang mempunyai aspek jenis perilaku dan aspek isi. Materi pelajaran dapat berupa macam-macam

(33)

bahan, seperti suatu naskah, persoalan, gambar, isi audiocassette, isi

videocassette, preparat, topik perundingan dengan para siswa, jawaban dari siswa

dan lain sebagain. Materi pelajaran adalah bahan yang digunakan untuk belajar dan

yang membantu untuk mencapai tujuan instruksional, di mana siswa harus melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:

1. Materi/bahan pelajaran bersifat lebih luas daripada aspek isi dalam tujuan instruksional khusus, karena materi pelajaran mengilustrasikan, menggariskan situasi dan kondisi, menyajikan contoh-contoh dan lain sebagainya. Selain itu, materi pelajaran dapat menolong membangkitkan motivasi belajar siswa dan mengaktifkan siswa, lebih-lebih bila para siswa mengerjakan suatu tugas yang menyangkut materi pelajaran itu. 2. Materi/bahan pelajaran bukan hanya mencakup data, kejadian (peristiwa)

dan relasi antara data, melainkan juga pengolahan oleh siswa. Sumbangan pikiran dan jawaban reletif dari siswa, bahkan sumbangan pertanyaannya, mencakup materi pelajaran. Semua itu, bersama-sama merupakan bahan yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional.

3. Materi/bahan pelajaran berbeda-beda menurut aspek perilaku yang dituntut dari siswa. Misalnya, tujuan "mengerti' bahwa orang harus berpikir kritis, dapat dicapai melalui materi seperti uraian tertulis mengenai berpikir kritis, uraian lisan oleh guru mengenai hal itu dengan disertai beberapa contoh, rangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada siswa.

"Menilai secara kritis" adalah jenis perilaku yang lain, yang dapat

dicapai dengan menggunakan bahan seperti laporan dalam surat kabar tentang suatu peristiwa, yang dibaca oleh siswa lebih dahulu dan kemudian dirundingkan.

4. Materi/bahan pelajaran yang sama dapat digunakan untuk mencapai tujuan instruksional yang berbeda. Misalnya, suatu film tentang pencemaran lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui terjadinya polusi udara, air dan suara; memahami kaitan antara kemajuan di bidang teknologi dan pencemaran lingkungan; menilai baik-buruknya kemajuan di zaman

(34)

modern ini; bersikap menjamin kebersihan lingkungan hidup.

5. Tujuan instruksional yang sama dapat dicapai melalui materi pelajaran yang berbeda, yang mungkin pula dipeIajari dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang berbeda. Misalnya, mengerti bahwa orang harus bekerja menurut metode yang tepat (tujuan instruksional), dapat dicapai melalui materi pelajaran dalam rangka bidang studi matematika, fisika dan ekonomi, di mana guru yang bersangkutan mengilustrasikan bahwa metode kerja yang salah akan menghasilkan jawaban atau pemecahan yang salah.

Uraian di atas, kiranya sudah jelas bahwa guru harus mengadakan pilihan terhadap materi pelajaran yang tersedia atau dapat disediakan. Untuk mengadakan pilihan yang tepat, dibutuhkan sejumlah kriteria, berdasarkan kriteria itu dapat dipilih materi pelajaran yang sesuai.

Adapun kriteria itu adalah; (1) materi/bahan pelajaran harus relevan terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai. (2) materi pelajaran harus memungkinkan memperoleh jenis perilaku yang akan dituntut dari siswa, yaitu jenis perilaku di ranah kognitif, afek, atau psikomotorik, (3) materi pelajaran harus memungkinkan untuk menguasai tujuan instruksional menurut aspek isi, (4) materi pelajaran harus sesuai dalam taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu (Keadaan awal siswa yang aktual), (5) materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara lain karena relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sejauh hal itu mungkin (keadaan awal siswa yang aktual), (6) materi pelajaran harus membantu untuk melibatkan did secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan, (7) materi pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti, (8) materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia.

Kualitas Pengajar. Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan yang elastis, yang harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilakukan untuk mengimbangi derasnya perkembangan dan perubahan zaman. Oleh karena

(35)

itu, upaya profesionalisasi harus terus diperhatikan oleh guru dalam rangka menuju profesi yang sebenarnya.

Sutisna (1985), mendefinisikan istilah profesi dengan menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, hanya dalam bentuk abstrak, namun menyediakan suatu status model pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisme dengan penuh, sedangkan istilah profesionalisme lebih mengarah kepada suatu bentuk pekerjaan yang menjadi bidang keahlian seseorang.

Sementara Roslender (1992), mengemukakan lima indikator atau karakteristik suatu profesi, yaitu; (1) Mempunyai basis sistematik teori, maksudnya seseorang profesional harus memeiliki persyaratan latihan untuk meningkatkan kecakapan profesionalitas dengan suatu legalitas keputusan yang berkualitas; (2) Terwujud dan dapat menjadi jaminan untuk praktik dan bekerja di lapangan dan dapat dilihat serta ditunjukkan kepada masyarakat sebagai suatu jaminan pengaturan serta dapat digambarkan sebagai profesi; (3) Adanya suatu sangsi komunitas dan institusi atas pelanggaran profesi yang dilakukan; (4) Adanya kode etik tertentu; (5) Adanya pemikiran berbagai dimensi dari pengalaman hidup seseorang dalam setiap pekerjaannya.

Suatu profesi itu memiliki karakteristik tersendiri, di antaranya menggunakan seluruh waktu untuk menjalankan pekerjaannya. Artinya, tidak menggunakan waktu untuk mengerjakan pekerjaan sambilan demi untuk mencari uang tambahan. Pekerjaan sebagai profesi merupakan panggilan hidup, tidak asal bekerja demi untuk mendapatkan upah atau gaji, namun merupakan suatu pekerjaan yang profesional.

Guru secara profesional merupakan profesi atau jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, karena jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, yang dalam posisinya berada di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih juga dilakukan oleh orang-orang di luar kependidikan. Jenis profesi keguruan terkadang memiliki masalah, yakni tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada siswa, kemanusiaan, dan masyarakat. Suatu profesi harus berdasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari. Karenanya, sebuah profesi harus terikat oleh kompetensi yang dimiliki, menyadari akan prestasi, dan merupakan suatu

(36)

pengabdian. Suatu profesi juga harus memiliki otonomi (kebebasan untuk menentukan sendiri) sehingga bisa bebas bekerja dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, dan guru tersebut sanggup mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan yang dilakukannya.

Melihat kenyataan seperti ini, guru terkadang belum mampu mewujudkan kerja profesional di sekolah. Hal ini disebabkan oleh iklim pendidikan di sekolah yang belum kondusif, rnisalnya guru yang digaji oleh pemerintah dengan gaji yang tetap sesuai golongannya menyebabkan ia mengajar dengan seadanya, tanpa melihat profesionalitas kerja. Sementara di sisi lain, mungkin seorang guru lebih disibukkan oleh kondisi kerja yang banyak dan beragam,sehingga menyita waktunya untuk mengajar secara maksimal, atau mungkin kurangnya pengawasan, baik dari kepala sekolah, pengawas/penilik sekolah, sehingga tuntutan mengajar tidak menjadi perhatian utama. Jika kondisi seperti ini banyak dialami disekolah, maka jelas bahwa sekolah sebenarnya sudah gagal menampilkan guru sebagai profesional untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi.

Seorang guru harus memiliki sikap -analistis dan mampu memperhatikan materi pelajaran serta kemampuan intelektual para siswa. Seorang guru harus mengembangkan pola perilaku yang demokratis, yaitu menghormati kepribadian orang per orang, memperhatikan kebebasan hak orang lain, bekerja sama dengan orang lain, menggunakan kecakapan-kecakapan yang dimiliki untuk memajukan kesejahteraan umum dan kemajuan sosial, lebih menghargai penggunaan kecerdasan secara efektif dalam memecahkan masalah daripada penggunaan kekerasan dan emosi, menyelidiki, menemukan, dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri clan berusaha memperbaikinya, memikul tanggung jawab terhadap tercapainya cita-cita clan tujuan-tujuan bersama serta lebih mendahulukan kewajiban daripada hak, bersikap toleran, menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi yang selalu baik dan berkembang ke arah perbaikan serta kemajuan.

Guru sebagai pengajar atau pendidik merupakan salah satu yang menjadi penentu keberhasilan setiap usaha pendidikan. Setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia, yang dihasilkan

(37)

dari usaha pendidikan, selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran guru dalam dunia pendidikan tersebut.

Peluang Kerja dan Melanjutkan Sekolah, Pekerjaan merupakan sumber kesejahteraan hidup manusia. Menurut Suroto (1992) pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa untuk di jual kepada orang lain di luar rumah tangganya, atau pasar, guna memperoleh pendapatan bagi keluarganya, pekerjaannya yang sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Kesempatan kerja (employment) adalah keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan atau keadaan penggunaan tenaga kerja orang. Pengertian ini mempunyai dua unsur yaitu lapangan atau kesempatan kerja, dan orang yang diperkerjakan atau yang melakukan pekerjaan tersebut.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah pengangguran dalam jangka panjang adalah dengan membekali keterampilan yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal (baik sekolah umum maupun kejuaruan) dan pendidikan luar sekolah atau pendidikan non-formal melalui berbagai bentuk latihan kerja atau salah satu yang sudah terpaket dalam kurikulum.

Pendidikan yang relevan dengan kesempatan kerja adalah pendidikan yang mampu menyiapkan seluruh lulusannya untuk siap kerja (Rogers dan Shoemaker, 1971). Jhontson (1971) mengartikan relevansi pendidikan sebagai keberhasilan program pendidikan untuk menyiapkan lulusannya memasuki dunia kerja, artinya lulusan yang dihasilkan harus mempu mengerjakan sesuatu pekerjaan guna memperoleh nafkah bagi kehidupannya.

Faktor utama yang menentukan tingkat relevansi setiap program pendidikan, terutama program Kejar Paket B adalah ketersediaan lapangan kerja yang membuka kesempatan bagi para lulusannya serta kesempatan melanjutkan sekolah kejenjang berikutnya. Secara konseptual, kesempatan kerja merupakan kesempatan yang ditawarkan kepada pencari kerja untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja pada lapangan kerja tertentu, yang ketersediaannya sangat tergantung pada ketersediaan lapangan kerja yang bersangkutan.

(38)

Hakekat Keefektivan Pembelajaran Program Kejar Paket B

Konsep Keefektivan sering dihubungkan dengan keberhasilan kegiatan dalam mencapai tujuannya. Menurut Ensiklopedia Umum (Shadily, 1977), keefektivan menunjukan taraf pencapaian tujuan. Soedijanto (1981) mengemukakan, keefektivan berasal dari kata effectus merajuk pada derajat pencapaian tujuan, usaha yang dilakukan dalam mencapai tujuan dan tingkat kepuasan terhadap tujuan yang sudah dicapai.

Indikator keefektivan kegiatan belajar Kejar Paket B adalah dengan tercapainya tujuan dari proses pembelajaran Kejar Paket B, yaitu meningkatnya pengetahuan warga belajar untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (kognitif), meningkatkan kemauan untuk berpartisipasi (afektif), dan meningkatkan keterampilan untuk meraih kesempatan kerja (psikomotorik).

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Program Kejar Paket B memiliki sasaran untuk memberikan pendidikan bagi siswa lulus SD dan sederajat yang tidak melanjutkan ke SLTP, serta siswa putus sekolah SLTP yang karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti pendidikan dalam jalur Pendidikan Sekolah. Keberadaan Kejar Paket B mendapat respon dari masyarakat yang berbeda-beda di setiap wilayah.

Keberhasilan Program Kejar Paket B dapat dilihat dari tercapainya tujuan pendidikan dan kebutuhan warga belajarnya. Ada dua aspek utama yang dapat dilihat yaitu kemampuan lulusan program ini untuk dapat melanjutkan sekolah atau kemampuannya untuk dapat bekerja.

Kegiatan pembelajaran di Program Kejar Paket B diharapkan terjadi perubahan pada domain kognitif, afektif, dan psikomotoris, karena setelah selesai mengikuti program belajar kejar Paket B, warga belajar diharapkan dapat memperoleh kesempatan bekerja dan kesempatan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Jadi tingkat keefektivan pembelajaran Paket B dapat dilihat dari peningkatan; (1) pengetahuan; (2) sikap; (3) keterampilan untuk meraih kesempatan kerja dan kesempatan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Konsep keefektivan seringkali dihubungkan dengan keberhasilan kelompok dalam keberhasilan tujuannya. Menurut Soedijanto (1978) keefektivan kegiatan dapat bersumber dari; (1) derajat pencapaian tujuan; (2) banyaknya usaha atau kegiatan yang efisien yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan mempertahankan kehidupannya. Terjadinya perubahan perilaku positif pada warga belajar akan berpengaruh langsung terhadap tingkat keefektivan kelompok belajar Kejar Paket B. Kegiatan belajar kejar paket B merupakan kegiatan pendidikan non formal yang bertujuan menghasilkan lulusan siap kerja baik bekerja mandiri (wiraswasta) ataupun bekerja dengan pihak yang lain, dan siap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik pendidikan non-formal maupun pendidikan formal.

Keberhasilan ini tentu saja dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dapat dikategorikan sebagai faktor internal dan faktor eksternal warga belajar. Faktor

(40)

internal warga belajar meliputi Usia, Jenis kelamin, Status sosial ekonomi keluarga, Motivasi, dan Pandangan warga belajar terhadap paket B. Faktor eksternal warga belajar mencakup fasilitas belajar, materi pembelajaran, intensitas pengajaran, kualitas pengajar, dorongan orang tua, lokasi pembelajaran, peluang melanjutkan sekolah dan peluang kerja.

Kerangka penelitian ini dapat dilihat dari bagan yang menggambarkan hubungan antara peubah-peubah yang akan dikaji. (Gambar 1).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dan deskripsi teoritis di atas maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. H1 : Terdapat hubungan nyata antara faktor internal warga belajar dengan

keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.

b. H2: Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal warga belajar dengan keefektivan pembelajaran Kejar Paket B.

Peubah (X)

Peubah (Y)

Gambar 1. Hubungan antar Peubah sebagai kerangka penelitian Faktor Internal Warga Belajar

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Status Sosial Ekonomi Orang tua 4. Motivasi

5. Pandangan warga belajar terhadap Paket B

Faktor Eksternal Warga Belajar 1. Fasilitas belajar

2. Materi pelajaran 3. Kualitas pengajar 4. Intensitas pengajaran 5. Lokasi Pembelajaran 6. Dorongan orang tua 7. Peluang kerja

8. Peluang melanjutkan Sekolah

Perubahan Kesejahteraan 1. Kesempatan melanjutkan

Sekolah

2.Kesempatan mendapatkan pekerjaan

Tingkat Keefektivan Pembelajaran Paket B

1. Pengetahuan 2. Sikap

(41)

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektivan dan hubungannya dengan beberapa peubah terpilih dari faktor internal dan eksternal warga belajar. Penelitian survei yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari populasi, di mana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi, dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Penelitian dikaji peubah-peubah bebas (X), yaitu faktor-faktor internal warga belajar yaitu (usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi keluarga, motivasi, pandangan warga belajar terhadap Paket B ) dan faktor-faktor eksternal yaitu (materi pembelajaran, fasilitas, lokasi belajar, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orang tua, peluang kerja dan peluang melanjutkan sekolah). Sedangkan peubah terikat (Y) adalah keefektivan pembelajaran Paket B sebagai dampak dari hasil pembelajaran di Kejar Paket B yang dilihat dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melanjutkan pendidikan atau mendapatkan pekerjaan.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelompok Belajar Kejar Paket B di PKBM Citra Pakuan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada bulan Maret sampai dengan Mei 2007. Pemilihan judul dan lokasi penelitian didasarkan pada (1) masih tingginya jumlah anak putus sekolah atau anak yang belum menuntaskan wajib belajar sembilan tahun di Kecamatan Bogor tengah, (2) masih banyaknya penyelenggaraan kejar paket B yang tidak didasari pada kebutuhan masayarakat khususnya warga belajar.

Populasi dan Responden Sampel

Populasi penelitian adalah lulusan kejar paket B dalam dua tahun terakhir (lulusan tahun 2005, 2006) di PKBM Citra Pakuan yang berlokasi di wilayah

Gambar

Gambar 1. Hubungan antar Peubah sebagai kerangka penelitian Faktor Internal Warga Belajar
Foto kegiatan Pembelajaran Kejar Paket B

Referensi

Dokumen terkait

Agus Salim merupakan simpang4 takbersinyal,maka dari itu perlu adanya evaluasi kinerja pada simpang tersebut salah satunya dengan mendesain sinyal tersebut menjadi simpang

Hal tersebut membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran Make A Macth dapat meningkatkan hasil belajar (ranah kognitif, afektif, psikomotorik) siswa kelas V SD

Kesesuaian habitat badak jawa di SM Cikepuh dalam hal ini dipengaruhi atas empat faktor variabel berdasarkan hasil persamaan regresi yaitu slope pada kriteria

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang Perubahan atas Keputusan Direktur

Simamora (2003), menyatakan bahwa kineija merupakan suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung dapat tercermin dari keluaran non

tujuan managemen keuangan adalah untuk mencapai suatu misi untuk memajukan keuangan perusahaan yang bisa di peroleh dari laba atau profitabilitas dalam setiap periode yang

ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi

• Presiden Indonesia tahun 2014 adalah Perempuan?. • Tahun depan saya