• Tidak ada hasil yang ditemukan

Luka merupakan kerusakan dari integritas epitelial pada kulit dan mungkin disertai oleh gangguan struktur dan fungsi dari jaringan kulit normal (Enoch & Leaper, 2005). Berdasarkan waktu dan sifatnya untuk sembuh, luka dapat dibagi menjadi dua yaitu luka akut dan luka kronis (Enoch & Leaper, 2005). Luka kronis merupakan luka yang tidak dapat sembuh dalam waktu dan sifat yang sewajarnya (Enoch & Leaper, 2007). Luka dapat sembuh dalam 5-10 hari pada luka akut. Pada luka kronis terjadi perpanjangan pada satu atau lebih pada fase penyembuhan luka (Velnar, 2009). Salah satu penyebab luka menjadi kronis adalah diabetes (Enoch & Leaper, 2007). Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang penting bagi hemostasis jaringan, namun ini dapat juga berupa ganguan dari penyakit dan berbagai patologi (Shaw & Martin, 2009). Proses penyembuhan luka secara umum ada empat fase yang saling tumpang tindih, secara urut fasenya adalah fase koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodelling (Hamed et al., 2014; Guo & DiPietro, 2010).

Koagulasi terjadi pertama kali ketika luka. Ketika terjadi luka platelet beragregasi pada tempat luka agar memfasilitasi pembentukan fibrin yang akan bertranformasi menjadi matriks sementara dengan memasukan fibronectin (Hamed et al., 2014). Fibronectin merupakan glikoprotein adhesive yang berguna dalam memediasi sel untuk merekat, menyebar dan bermigrasi menuju tempat luka, serta meningkatkan sensitivitas sel tertentu seperti sel endotelial untuk menghasilkan growth factor (Enoch & Leaper, 2007).

Pada fase inflamasi terjadi ekstravasasi dari neutrofil dan makrofag ke dalam luka dan fagositosis dari debris pengotor dan mikroorganisme oportunistik. Sel inflamasi menyekresikan proinflamatory sitokin seperti TGF-β1, monocyte chemoattractant protein- 1, colony stimulating factor, interleukin (IL)-1, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan growth factor seperti PDGF, vascular endotelial growth factor (VEGF), dan insulin like growth factor-1 (Hamed et al., 2014). Growth factor, sitokin, dan stimulus fagosit mengatur sekresi dan sintesis dari metalloproteinase (Enoch & Leaper, 2005). Yang termasuk metalloproteinase pada pembentukan luka yaitu gelatinase atau MMP-9, collagenase, dan stromelisins (Enoch & Leaper, 2005).

Dalam fase proliferasi ada proses epitelisasi, fibroplasia, angiogenesis, dan kontraksi (Hamed et al., 2014). Fibroblast merupakan komponen yang berguna dalam pembentukan matriks ekstraseluler (Enoch & Leaper, 2007). Kondisi hipoksia merupakan stimulus poten untuk terjadi angiogenesis, selain itu angiogenesis juga dipacu oleh growth factor yang disekresikan oleh makrofag yang keluar (Hamed et al., 2014). Pembentukan dari jaringan granulasi (granulation tissue) memungkinkan terjadinya epitalisasi dan penutupan luka (Hamed et al., 2014). Kolagen dihasilkan oleh fibroblast serta karena adanya stimulasi dari monosit yang dihasilkan pada proses inflamasi (Enoch & Leaper, 2005).

Pada fase remodelling terdapat proses penghentian inflamasi, proses pembentukan parut, pengembalian morfologi jaringan normal, pengenalan dari matriks kolagen bersama garis tegangan kulit. Sel yang sudah tidak diperlukan lagi dihilangkan secara apoptosis (Hamed et al., 2014).

20

Pada penderita diabetes, proses penyembuhan luka terganggu pada semua fasenya

sehingga menjadi luka kronis. Diabetes menderegulasi keseimbangan koagulasi cairan darah yang mengakibatkan gangguan secara makro dan mikrovaskular serta menyebabkan pendarahan berlebih setelah pembentukan lesi. Terganggunya pembentukan matriks sementara (provisional matrix) menyebabkan terganggunya pembentukan jarigan granulasi (granulation tissue), epitalisasi dari wound bed, angiogenesis, serta penutupan luka. Epitelisasi tidak dapat terbentuk karena kurangnya jumlah fibronectin. Hal ini mengganggu pembentukan matriks sementara dan meningkatkan intensitas dan durasi dari respon inflamasi. Respon inflamasi yang berlebihan ini menyebabkan sekresi protease yang berlebihan pada luka diabetes kronis (Hamed et al., 2014). Protease yang dihasilkan pada luka kronis adalah metalloproteinases tipe 9 (MMP-9) (Enoch & Leaper, 2005). Menurut McLennan et al.(2008), kadar glukosa yang tinggi pada penderita diabetes meningkatkan jumlah MMP-9. Selain itu peningkatan ekspresi MMP-9 juga diinduksi oleh prostaglandin E2 (PGE2) (Yen et al., 2016).

MMP-9 merupakan gelatinase atau kolagenase tipe IV yang mendegradasi kolagen amorf dan fibronectin (Enoch & Leaper, 2005). MMP diatur secara ketat dalam tubuh karena potensi dalam merusak kolagen dan menyebabkan ganguan penyembuhan luka. Dalam hubungannya mendorong inflamasi, hal-hal yang dilakukan oleh MMP-9 adalah memotong IL-8 untuk meningkatkan sifat netrofil chemoattractant, aktivasi dari pro IL-1β menjadi IL-

1 β aktif, pengubahan dari akumulasi IL-1α di luka untuk mempengaruhi sintesis dan degradasinya, degradasi dari inhibitor serine protease, aktivasi dari bentuk laten dari TGF-

β untuk meningkatkan bioaktivitasnya namun menurunkan stabilitasnya, serta meningkatkan

aktivitas sitokin (McLennan et al., 2008).

2.3 Ibuprofen

Gambar 1. Struktur kimia ibuprofen (Katzung et al., 2012).

Ibuprofen merupakan turunan dari asam fenilpropionat (Katzung et al., 2012). Beberapa efek yang dimiliki oleh ibuprofen adalah sebagai anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik (Harvey et al., 2009). Obat ini menghambat siklooksigenasi 1 dan 2 secara reversibel yang kemudian menghambat pembentukan prostaglandin namun tidak menghambat leukotrien (Harvey et al., 2009). Dengan dosis 2400 mg perhari, ibuprofen setara dengan 4 gram aspirin dalam hal efek anti-inflamasi. Krim ibuprofen dapat terserap dalam jaringan penghubung seperti kolagen dan otot serta dapat menjadi perwatan dalam penyakit osteoartritis. 400 mg ibuprofen dapat memberikan rasa lega dan kemanjuran yang baik pada rasa sakit setelah operasi gigi (Katzung et al., 2012).

Berikut merupakan sifat fisika kimia dari ibuprofen: 1. bentuk fisik: kristal solid;

21 2. kelarutan dalam air: tidak larut dalam air dingin;

3. kelarutan: ~2 mg/ml dalam PBS (pH=7,2); ~45 mg/ml dalam EtOH, DMSO, & DMF (Chayman Chemical Company, 2014);

4. pKa = 4,91 (National Center for Biotechnology Information, 2016) 5. Log P= 3,5 (National Center for Biotechnology Information, 2016).

Gambar 2. Skema penghambatan pembentukan prostanoid oleh NSAID (Ricciotti & FitzGerald, 2011).

2.4 Prostaglandin

PG dan tromboksan A2 (TXA2), secara kolektif disebut prostanoids, terbentuk ketika asam arakhidonat (AA), yang merupakan asam lemak tak jenuh mengandung 20-karbon, dilepaskan dari membran plasma oleh phospholipases dan dimetabolisme oleh secara berurutan oleh PGG / H sintase atau cyclooxygenase (COX) dan sintasenya masing-masing. Ada 4 PG bioaktif utama yang dihasilkan in vivo yaitu prostaglandin E2 (PGE2), prostasiklin (PGI2), prostaglandin D2 (PGD2), dan prostaglandin F2α (PGF2α) (Ricciotti et al, 2011). PGE2 dapat meningkatkan ekspresi dari MMP-9 (Yen et al., 2016)

2.5 Gel Anhidrat

Tingkat keseimbangan kelembaban pada luka dapat memfasilitasi pertumbuhan seluler dan proliferasi kolagen (Okan et al., 2007). Sediaan yang menjaga kelembaban

22

lingkungan jaringan luka dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka, mereduksi rasa sakit, dan mereduksi infeksi serta mencegah desikasi (Ovington, 2007; Boateng et al., 2008).

Gel anhidrat merupakan gel yang tidak menggunakan air dalam formula gelnya (Proniuk & Blanchard, 2002). Menurut Proniuk dan Blanchard (2002), gel anhidrat dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan oksigen dan atau air. Salah satu basis dalam gel anhidrat adalah gliserin dengan campuran polimer karbopol. Dalam gel anhidrat ini tidak digunakan air dan kemampuan untuk menyiapkan formulasi gel tanpa netralisasi menghasilkan stabilitas dari zat aktif yang terdapat didalamnya. Formulasi yang digunakan pada dasarnya cukup mudah (Proniuk & Blanchard, 2002). Gel anhidrat dapat digunakan pada zat aktif yang tidak larut air (Aly, 2012).

Menurut Aly (2012), gel anhidrat memiliki kemampuan penyembuhan luka yang paling cepat dibanding dengan sedian gel lainnya. Kecepatan kontraksi luka yang cepat pada gel anhidrat dapat dikarenakan oleh gliserin yang terdapat pada formulanya. Gliserin memiliki berbagai macam sifat yang menguntungkan bagi luka. Gliserin jika digunakan pada kulit, memberikan sinyal pada sel untuk mendewasa (Aly, 2012). Gliserin memiliki kemampuan sebagai humektan dan emolient (Rowe et al., 2009). Humektan adalah bahan alam produk kosmetik yang ditujukan untuk mencegah hilangnya lembab dari sediaan dan meningkatkan kelembaban lapisan kulit terluar pada saat produk digunakan (Lynde, 2001).

Proses gelasi atau pembentukan gel pada gel anhidrat berbeda dengan pembentukan gel dengan air. Pada gel anhidrat proses gelasi menggunakan gliserin tampa ditambahkan neutralizer seperti TEA. Proses gelasi ini membutuhkan donor hidroksil dari gliserin yang ditambahkan ke polimer. Polimer yang dapat digunakan pada gel anhidrat adalah karbopol. Gugus hidroksil akan berinteraksi secara ikatan hidrogen dengan gugus karboksil pada polimer, sehingga mengakibatkan polimer menjadi terbuka (uncoil) dan menghasilkan pengentalan dari gel (Proniuk & Blanchard, 2002).

2.6 Propilen Glikol

Gambar 3. Struktur propilen glikol (Rowe et al., 2009)

Propilen glikol merupakan penetration enhancher yang mampu menjadi peningkat permeabilitas dan pelepasan obat bagi obat yang lebih larut di alkohol dibandingkan di air (Trommer et al., 2006). Selain itu menurut Rowe et al. (2009), propilen glikol juga mampu bekerja sebagai ko-solven maupun solven terhadap obat yang sukar larut air. Namun, propilen glikol merupakan senyawa yang mudah terlarut dalam air (Rowe et al., 2009). Jumlah air dalam tubuh manusia mencapai 65% sampai 75% dari berat total. Darah manusia terdiri dari 38-48 % sel darah dan 52-62 % plasma darah. Plasma darah terdiri dari 91,5% air (Scanlon, 2007). Propilen glikol stabil secara kimia jika dicampurkan dengan gliserin.

23 2.7 Landasan Teori

Ibuprofen merupakan senyawa yang dapat menurunkan jumlah ekspresi dari MMP- 9 dengan cara menghambat pembentukan senyawa PGE2. PGE2 terhambat karena enzim

COX dihambat.

Dalam bentuk sediaan gel anhidrat tidak terdapat air dalam formulanya, sehingga ibuprofen yang memiliki kelarutan rendah dalam air dapat diformulasikan sebagai gel anhidrat. Carbopol dan gliserin merupakan bahan utama yang menjadi pembentuk gel dalam gel anhidrat. Selain itu sediaan penyembuhan luka harus mampu menjaga kelembaban dari lingkungan tempat luka agar dapat mempercepat penyembuhan luka. Kandungan gliserin pada formula mampu menjaga kelembaban dari luka. Propilen glikol dalam formula gel anhidrat memiliki kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas sehingga dapat membantu pelepasan zat aktif untuk mengoptimumkan penyembuhan luka. Selain itu propilen glikol memiliki sifat yang hidrofilik dan mampu melarutkan zat aktif yang bersifat tidak larut air. Sehingga propilen glikol mampu terlarut dalam cairan pada luka dan ibuprofen dapat terdifusi ke luka.

2.8 Hipotesis

Formula gel anhidrat diabetic wound healing ibuprofen dengan kadar propilen glikol optimum yang mampu memberikan stabilitas dan pelepasan obat yang baik sehingga mempercepat penyembuhan luka pada tikus diabetes.

24

BAB 3. METODE PENELITIAN

Dokumen terkait