• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kultur hidroponik adalah metode penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam praktek sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Tanaman yang ditanam secara hidroponik lebih sehat karena tanaman tersebut menerima nutrisi yang seimbang. Tanaman tersebut lebih sehat karena menghabiskan sedikit energi dalam mencari air dan nutrisi. Sebagai hasilnya, produksi tanaman secara hidroponik umumnya lebih lebar, renyah dan lebih bernutrisi daripada produksi tanaman menggunakan tanah. Oleh karena itu, untuk pengganti fisik tanah biasanya digunakan media steril seperti pasir, batu kerikil, batu apung, cocofiber (sabut kelapa), atau rockwool (atau kombinasi setiap media tersebut) (Roberto, 2000). Dengan menjaga kondisi pertumbuhan tanaman yang ditanam, diharapkan akan mendapat hasil panen yang lebih besar, pertumbuhan yang lebih cepat, dan yang paling penting adalah kualitas produksi yang lebih baik. Apabila kelembaban terlalu tinggi, tanaman akan terkena jamur ataupun membusuk. Dengan hidroponik pada daerah yang tertutup akan mendapati masalah akan kelembaban yang sangat rendah. Oleh karena itu, temperatur dan intensitas cahaya harus diturunkan agar tanaman tidak mengalami dehidrasi. Pada umumnya kelembaban sekitar 60 - 70 % adalah yang paling baik untuk tanaman pangan. Udara atmosfer yang terlalu kering akan

menyebabkan transpirasi air yang berlebihan dan menimbulkan konsentrasi nutrisi yang pekat (Roberto, 2000).

Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan melalui proses fotosintesis, pembukaan stomata dan sintesis klorofil, sedangkan pengaruhnya terhadap pembesaran dan differensiasi sel terlihat pada pertumbuhan tinggi tanaman dan ukuran serta struktur daun dan batang (Kramer dan Kozlowski, 1979).

Air berperan sebagai pembawa unsur-unsur hara dan mineral. Kadar air menggambarkan kandungan air pada bagian atau keseluruhan bagian tanaman. Kadar air diperoleh dari selisih bobot basah dan bobot kering dari tanaman. Tanaman sayur yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik biasanya memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibanding pada pertanaman di lahan. Kandungan air ini pun akan mempengaruhi kerenyahan dan waktu simpan komoditas. Semakin tinggi kadar air pada suatu komoditas maka tanaman akan semakin renyah namun mudah pula terjadi kerusakan pada bagian tanaman (Fariudin dkk, 2012).

Nilai pH dalam sistem hidroponik penting untuk mengendalikan ketersediaan garam mineral. Pada larutan nutrisi secara umum terjadi peningkatan pH pada berbagai konsentrasi larutan. Begitu juga dengan nilai EC yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik. Penurunan nilai EC yang terjadi pada larutan hara dikarenakan akar tanaman mengabsorbsi berbagai ion-ion hara vang terdapat didalam larutan. Konsentrasi larutan hara cenderung semakin menurun dengan bertambahnya umur tanaman karena terjadinya penyerapan unsur hara. Dan peningkatan nilai EC terjadi karena adanya sejumlah ion-ion tertentu di dalam larutan dan proses evapotranspirasi (Setiawan, 2007).

Kekurangan utama dari metode hidroponik adalah biaya awal modal yang tinggi, penyakit seperti Fusarium dan Verticullum yang tersebar dengan cepat melalui jaringan, dan menghadapi masalah nutrisi kompleks. Namun, semua permasalah tersebut dapat diatasi. Biaya modal dansistem operasi yang kompleks dapat diganti dengan metode hidroponik baru yang lebih sederhana, seperti dengan metode Nutrient Film Technique (NFT). Dan masalah penyakit diatas sudah dapat diatasi dengan varietas yang tahan akan penyakit tersebut. Namun secara keseluruhan, dari kekurangan hidroponik tersebut terdapat kelebihannya. Kelebihan utama dari metode hidroponik ini adalah pengaturan nutrisi yang efisien, dapat bercocok tanam meskipun ditanah yang tandus, penggunaan air dan pupuk yang lebih efisien, sterilisasi media yang mudah dan murah, tanaman yang ditanam lebih padat sehingga menaikkan nilai hasil panen per hektarnya (Resh, 2004).

Sawi (Brassica juncea)

Di antara tanaman sayur-sayuran dataran rendah yang layak dibudidayakan adalah sawi (Brassica juncea). Karena sawi sangat mudah dikembangkan dan banyak disukai. Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi bukan tanaman asli Indonesia, namun secara agroklimat, Indonesia cocok untuk pengembangan tanaman sawi. Tanaman ini dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin. Sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah hingga dataran tinggi (Usman dan Maripul, 2010).

Sawi merupakan tanaman yang toleran terhadap sebagian besar kondisi lahan, termasuk pH. Biasanya tumbuh pada ketinggian 1500m dapat bertahan pada musim penghujan yang tinggi namun tetap membutuhkan sinar matahari untuk

pengembangan yang optimal. Tanaman sawi dapat tumbuh baik pada suhu optimum sekitar 15-20oC (Tindall, 1983).

Sistem Nutrient Film Technique (NFT)

Nutrient Film Technique dikembangkan pertama kali oleh Dr. AJ: Cooper di Glasshouse Crop Research Institute, Littlehampton, Inggris pada akhir tahun 1960 dan berkembang pada awal tahun 1970 secara komersial. Sistem ini adalah teknik pemberian larutan nutrisi malelui aliran yang sangat dangkal. Air yang mengandung semua nutrisi terlarut tersebut diberikan secara terus menerus selama 24 jam. Idealnya kedalaman aliran sirkulasi dalam sistem ini harus tipis, seperti kata film yang berarti lapisan tipis atau air lebih sedikit. Hal ini memastikan perakaran selalu mendapatkan air dan nutrisi. Sistem ini memberikan limpahan oksigen kepada akar tanaman. Umumnya metode hidroponik NFT dilakukan di greenhouse. Namun, ada pula yang tidak memakai greenhouse. Secara prinsip sama, metode hidroponik sederhana yang bekerja mengalirkan air, nutrisi dan oksigen secara terus menerus dengan ketebalan arus 3mm (Herwibowo dan Budiana, 2014).

Sistem NFT memiliki aliran yang tetap/konstan dari larutan nutrisi sehingga timer tidak terlalu dianjurkan untuk pompa submersile. Larutan nutrisi dipompa kedalam growing tray (biasanya saluran) dan mengalir melalui akar tanaman, dan kemudian mengalir kembali kedalam bak penampungan.

Kemiringan pipa talang yang semakin curam, dapat menyebabkan tanaman akan sulit berdiri tegak dan nutrisi yang diserap sedikit karena alirannya terlalu cepat. Kemiringan pipa talang yang terlalu kecil dapat menyebabkan aliran nutrisi mudah tersumbat karena alirannya terlalu lambat. Kemiringan pipa talang NFT yang

berpengaruh paling baik terhadap pertumbuhan tanaman (jumlah daun, tinggi tanaman, dan panjang akar) dan produksi tanaman sayuran (berat tanaman) terdapat pada kemiringan 5% (Wibowo dan Asriyanti, 2013).

Rockwool terbuat dari batu yang dicairkan yang mana dipintal hingga panjang. Serat ini ditekan pada batu bata sehingga menjadi bahan yang kendur atau yang sering disebut dengan wol. Rockwool memiliki kualitas air yang baik untuk sebagai kapasitas udara nantinya dan digunakan secara luas sebagai media penyemaian untuk benih dan untuk media perakaran. Beberapa rumah kaca hidroponik yang terluas di dunia menggunakan rockwool untuk seluruh tanaman yang sudah hampir dewasa (Roberto, 2002).

Oksigen merupakan salah satu masalah yang sering muncul dalam system NFT. Kekurangan oksigen jelas berbahaya bagi tanaman karena oksigen di dalam air diperlukan untuk respirasi akar. Jumlah oksigen terlarut dapat ditambah dengan memasang aerator di tangki air. Benturan antara air dan batu kerikil, batu merah atau sabut kelapa akan memperkaya jumlah oksigen di dalam air. Selain itu tanaman yang ditanam dengan system NFT sangat tergantung pada air karena air dalam hal ini berperan sebagai media tumbuh. Oleh karena itu, kualitas air dalam kebun NFT harus baik. Para pekebun NFT umumnya menghindarkan pemakaian air langsung dari sumber terbuka seperti sungai, danau, atau waduk karena dikhawatirkan air itu terkontaminasi (Untung, 2000).

Diantara teknik hidroponik yang diuji, teknik NFT yang cenderung paling hemat menggunakan air secara total. Hal itu terjadi karena teknik NFT, air dialirkan selapis tipis (3-4 mm) secara otomatis, kontinu dan tertutup, sehingga memungkinkan

air terpapar ke akar tanaman dan ke lingkungan, rendah. Dengan demikian, mampu menurunkan penyerapan air oleh akar dan meminimalkan evapotranspirasi pada teknik NFT, cenderung paling rendah (Agustina, 2009).

Nutrisi Hidroponik

Tanaman membutuhkan 13 unsur penting untuk pertumbuhannya. Disamping ke 13 nutrisi ini ada pula pemanfaatan karbon, hidrogen dan oksigen yang berasal dari air dan atmosfer. Ke 13 unsur penting ini dikelompokkan menjadi dua bagian : (1) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar, dikenal dengan unsur makro ; dan (2) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, yang dikenal dengan unsure mikro. Unsur makro yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur mikro yaitu Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (B), Zinc (Zn), Molybdenum (Mo) dan Klor (Cl). Tanaman tidak dapat tumbuh baik tanpa salah satu dari unsur penting tersebut, karenanya disebut penting. Sebagai penanam, ke 13 unsur penting tersebut harus disediakan. Dalam hidroponik dikenal sebagai larutan nutrisi (Resh, 2013).

Pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangatlah penting pada hidroponik kultur air, karena media nutrisi cair merupakan satu-satunya sumber hara bagi tanaman. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam larutan relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsure hara berbeda- beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Moerhasrianto, 2011).

Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada system hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik (electro conductivity = EC) atau aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. Selain EC, pH juga merupakan faktor yang penting untuk dikontrol. Formula nutrisi yang berbeda mempunyai pH yang berbeda, karena garam-garam pupuk mempunyai tingkat kemasaman yang berbeda jika dilarutkan dalam air. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pH larutan yang direkomendasikan untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5. Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih tinggi, dan sedikit ada penurunan untuk ketersediaan P, K , Ca dan Mg pada pH yang lebih rendah. Penurunan ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan nutrisi oleh tanaman (Rosliani dan Sumarni, 2005).

Nilai EC dapat berubah tergantung pada jumlah larutan garam terlarut pada suatu larutan. Ketersediaan ion yang diserap bergantung kebutuhan unsur oleh tanaman yang dibudidayakan. Pada tanaman yang dibudidayakan untuk diambil daunnya, unsur K untuk perkembangan daun menjadi yang utama, sehingga pada larutan nutrisi yang ada dalam tangki, jumlah ion K akan bekurang. Jumlah air yang ada dalam tangki nutrisi juga mengalami pengurangan karena ada air yang terserap oleh tanaman. Jumlah potasium berpengaruh pada jumlah daun yang setiap hari meningkat karena salah satu fungsi potasium adalah perannya pada pertumbuhan daun.

Oksigen terlarut dan daya hantar listrik medium sangat penting bagi sistem perakaran agar dapat menyerap hara dan air dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Oksigen dibutuhkan untuk menghasilkan energi berupa ATP,

sedangkan hara diserap dan digunakan untuk proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh tanaman. Sedangkan suhu lingkungan akar atau medium antara 20 – 25oC merupakan kondisi yang dapat menyediakan oksigen dan daya hantar listrik yang menggambarkan ketersediaan hara secara cukup dan seimbang (Ginting, 2008).

Penghematan penggunaan nutrien pada teknik hidroponik terjadi karena nutrien pada teknik hidroponik diberikan dalam jumlah yang tepat tanpa ada pengaruh dari kandungan unsur hara tanah. Selain itu, nutrien pada teknik hidroponik, diberikan dalam bentuk larutan yang siap digunakan oleh tanaman dan disirkulasi. Dengan demikian, nutrien dapat dengan mudah digunakan kembali oleh tanaman sesuai kebutuhannya (Agustina, 2009).

Walaupun teknik biakan larutan mempermudah penelitian tentang hara mineral, ada juga kekurangannya. Salah satunya adalah kebutuhan akar akan aerasi. Kekurangan lainnya ialah perlu mengganti larutan tiap hari atau tiap dua hari agar didapatkan pertumbuhan maksimum, ini karena susunan larutan terus menerus berubah ketika ion tertentu diserap lebih cepat daripada ion yang lain (Salisbury dan Ross, 1995).

Nutrisi AB Mix

Perlakuan dengan menggunakan pupuk AB mix memberikan hasil produksi dan kualitas tanaman lebih tinggi. Ditinjau dari segi biaya, pupuk AB mix memiliki harga yang relatif lebih mahal karena pemakaian dan pembelian pupuk AB mix harus satu paket (Nugraha, 2014).

Nutrisi dari kedua larutan stok ditambahkan ke dalam tangki dengan diisi air hingga 5 inchi dari penutup tangki. Pada Chem-Gro, formulasi nutrisi hidroponik

tanaman selada yaitu 8-15-36 + unsur hara mikro dan Magnesium sulfat serta Kalsium nitrat digunakan untuk menyiapkan 2 larutan stok. Formulasi nutrisi yang lain dapat juga digunakan, namun larutan stok harus disiapkan juga berdasarkan instruksi pabrik. Penanam juga dapat membuat larutannya sendiri (Kratky, 2010).

Menurut Nugraha (2014) perlakuan dengan menggunakan pupuk AB mix memiliki pertumbuhan vegetatif dan hasil panen terbaik pada tanaman bayam, pakchoy dan selada Kandungan pupuk AB mix diduga memiliki komposisi seimbang yang dibutuhkan oleh tanaman. Komposisi hara seimbang yang dimaksud adalah kandungan unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman telah terkandung di dalam larutan hara AB mix dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari larutan hara AB mix telah memenuhi kebutuhan tanaman.

Nutrisi Racikan

Ada beberapa ratus rumus komposisi mineral pupuk yang berbeda-beda yang bisa dipakai untuk menyiram tanaman hidroponik. Tapi dari banyak rumus itu, bisa dipastikan yang terpenting adalah unsur-unsur garam tanah. Dari sini dapat menyusun rumus campuran sendiri , yang sebanding atau yang mencukupi kebutuhan tanaman tersebut. Hal ini bermanfaat juga, misalnya bila kita mesti menghemat atau menekan biaya, kita harus bisa menemukan bahan yang murah tapi fungsinya tetap seperti yang kita harapkan (Lingga, 1999).

Inti dari nutrisi tumbuhan adalah kadar molaritas dari masing-masing komponen, sesuai dengan molaritas, maka volume larutan sangat memainkan penting, mengingat dalam NFT, volume larutan yang terserap oleh akar tumbuhan senantiasa terjadi setiap saat. Dengan demikian kadar nutrisi dapat ditentukan melalui volume,

dalam desain plant yang dikembangkan volume merupakan parameter kontrol (Suprijadi dkk, 2009).

PENDAHULUAN

Dokumen terkait