• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.)

Tanaman nilam dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah antara lain, yaitu dilem (Sumatera dan Jawa), rei (Sumba), pisak (Alor), dan ungapa (Timor). Nama dagang dikenal dengan pathcouli sedangkan pada kalangan ilmiawan nilam lebih dikenal dengan Pogostemon sp. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jendral Perkebunan terdapat berbagai spesies nilam yang dikenal adalah Pogostemon cablin Benth., Pogostemon hortensis Backer., Pogostemon heyneanus Benth. P. cablin Benth. sering disebut dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya membulat seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut, dan jarang berbunga. P. hortensis Backer. yang dikenal dengan nama nilam sabun memiliki ciri-ciri lembaran daun lebih tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau.

P. heyneanus Benth. yang sering disebut nilam hutan atau nilam jawa memiliki ciri-ciri yaitu ujung daun agak runcing, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua, dan berbunga lebihcepat. Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5–5,0%), sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung0,5–1,5% (Ditjenbun 2007). P. cablin Benth. berasal dari Filipina yang kemudian dibudidayakan di Malaysia, Madagaskar, Paraguay, Brasil, dan Indonesia. Perbedaan lain dari ketiga nilam tersebut adalah nilam Aceh (P. cablin Benth.) dan nilam sabun (P. hortensis Backer.) tidak berbunga, sedangkan nilam Jawa (P. heyneanus Benth.) berbunga (Yusron & Wiratno 2001).

Tanaman nilam dapat tumbuh pada dataran rendah hingga tinggi sampai 2.000 m dpl baik di lahan datar, miring, maupun berbukit-bukit.

Ketinggian tempat 0-400 m dpl merupakan daerah yang paling optimal bagi budidaya nilam untuk mendapatkan produksi, kadar minyak, dan mutu yang tinggi (Barani 2008). Tanaman nilam tersebar secara luas di Indonesia seperti yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Daerah Penyebaran Tanaman Nilam di Indonesia (Ditjenbun 2007)

No. Propinsi Kabupaten

1 Nangroe Aceh Darusalam

Aceh Utara, Gayo Lues, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah, Aceh Singkil, Pidie, dan Aceh Besar 2 Sumatera Utara Nias, Toba Samosir, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara,

Dairi, dan Tapanuli Tengah

3 Sumatera Barat Pasaman, Pesisir Selatan, Mentawai, Sawahlunto/Sijunjung, Tanah Datar, Solok, Pasaman Barat, dan Pariaman

4 Riau Indragiri Hilir, Bengkalis, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, dan Kepulauan Riau

5 Sumatera Selatan Muara Enim, OKU Selatan

6 Bengkulu Rejang lebong, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Utara 7 Lampung Lampung Barat, Tanggamus, dan Lampung Selatan 8 Jawa Barat Majalengka, Garut, Kuningan, Tasikmalaya, Sukabumi,

dan Sumedang

9 Jawa Tengah Purbalingga, Brebes, Banyumas, Banjarnegara, Pemalang, Pekalongan, Batang, dan Cilacap

10 Jawa Timur Bondowoso, Situbondo, Jember, dan Tulungagung 11 Kalimantan

Tengah

Lamandau, Kotawaringin Barat, Kota-waringin Timur, Katingan, Seruyan, Gunung Mas, dan Sukamara

Minyak nilam diperoleh dari bagian daun dan minyak nilam asal Indonesia sudah diekspor ke berbagai negara seperti Hongkong, Jepang, India, Prancis, Belanda, Inggris, Jerman, Kanada, Mesir, Swiss, Saudi Arabia, dan Amerika Serikat (AS). Sebagai pembeli utama adalah AS. Komponen dalam minyak nilam adalah patchouli alcohol, patchouli camphor, eugenol, benzaldehyde,

cinnamic aldehyde, dan cadinene. Namun yang utama adalah patchouli alcohol (30%). Kegunaan minyak nilam yang utama adalah untuk keperluan industri wewangian dan kosmetik. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai fiksatif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain. Selain digunakan dalam bentuk

5

minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan pelembab kulit, menghilangkan bau badan, dan gatal-gatal pada kulit (Ditjenbun 2007).

Potyvirus

Potyvirus sangat luas kisaran inangnya serta menyebabkan kerugian dalam jumlah besar pada tanaman ekonomis penting. Potyvirus termasuk anggota famili Potyviridae. Kelompok Potyvirus (dinamai dari anggota prototipikalnya, Potato Virus Y (PVY)) merupakan yang terbesar dari 34 kelompok virus tanaman dan famili yang diakui saat ini (Ward & Shukla 1991 dalam Winterhalter 2005). Berdasarkan Matthews (1982) tercatat 48 anggota yang pasti dan 67 anggota lainnya. Partikel Potyvirus berupa batang lentur dengan diameter sekitar 11 nm dan panjang 680-900 nm (Francki et al. 1985). Nukleokapsid berisi sekitar 2000 subunit protein. Simetri nukleokapsid heliks berukuran 3,4 nm. Genom

Potyvirus adalah ssRNA linear positif berukuran mulai dari 9000-12000 bp. Ekspresi genom Potyvirus berupa genom monopartit terjadi melalui translasi poliprotein dari genom virus yang menampilkan potongan-potongan fragmen tersintesis (Gambar 1).

Gambar 1 Organisasi genom Potyvirus 5’UTR: 5’-untranslated region; P1: protein 1: HC-pro: helper component proteinase; P3: protein 3; 6K1: peptida 1; CI: cylindrical inclusion protein; 6K2: peptida 2; VPg: viral genome-linked protein; NIa: nuclear inclusion a (proteinase); NIb: nuclear inclusion b (viral replicase); CP: coat protein; 3’UTR: 3’-untranslated region (Winterhalter 2005)

Potyvirus ditularkan oleh kutu daun secara non persisten. Infeksi Potyvirus

menimbulkan gejala antara lain mosaik, bintik, daun berkerut atau seperti goresan (Hollings & Brunt 1981). Potyvirus yang menyerang tanaman nilam memiliki gejala mosaik. Gejala mosaik dicirikan oleh adanya bagian daun yang menunjukkan warna berbeda secara tidak teratur seperti warna hijau tua diselingi

dengan hijau muda (Akin 2006). Gejala dari infeksi Potyvirus merupakan pengembangan pola terang dan gelap dari warna hijau yang memberikan efek mosaik pada daun yang terinfeksi. Sifat dari pola yang tergambar akibat serangan

Potyvirus berbeda-beda tergantung dari tanaman inang dan jenis virus yang terlibat. Gejala mosaik yang ditimbulkan merupakan gejala yang muncul secara sistemik (Matthews 1970).

Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono 2006). Teknik RT-PCR merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi virus yang memiliki genom RNA seperti sebagian besar virus tumbuhan sehingga diperlukan modifikasi teknik PCR karena molekul sasarannya adalah RNA. RT-PCR merupakan teknik PCR yang dapat menggandakan RNA menjadi DNA. Teknik RT-PCR terdiri atas dua reaksi yaitu reaksi transkripsi balik (reverse transcription) yang menggunakan genom RNA virus sebagai cetakan dan menghasilkan cDNA primer (untai tunggal) serta reaksi penggandaan PCR. Primer yang digunakan sesuai dengan virus yang akan dideteksi (Akin 2006). PCR merupakan teknik yang relatif sederhana dan merupakan teknik penggandaan (amplifikasi) dengan menggunakan DNA primer yang memiliki runutan nukleotida khas untuk molekul asam nukleat yang akan dideteksi. Primer merupakan molekul oligonukleotida yang disintesis

in vitro dan runutan nukleotidanya disesuaikan dengan genom virus yang akan dideteksi. PCR hanya akan menggandakan asam nukleat yang sesuai dengan primer.

RT-PCR menggunakan sepasang primer yang berkomplemen dengan sikuen yang jelas dari masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan bantuan enzim DNA polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai ganda pada setiap siklusnya dan seterusnya mengikuti amplifikasi logaritmik. RT-PCR meliputi tiga tahap utama. Tahap pertama adalah reverse transcription (RT) atau transkripsi balik, RNA ditranskrip balik menjadi cDNA menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer. Tahap ini sangat penting

7

dalam kaitannya dengan proses PCR untuk amplifikasi DNA dengan bantuan DNA polymerase sebab DNA polymerase hanya dapat bekerja pada template

yang berupa DNA. Tahapan RT dapat dilakukan dalam tabung yang sama dengan PCR (one-step PCR) atau pada tabung yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar 40 °C sampai 50 °C, tergantung pada karakteristik

reverse transcriptase yang digunakan. Tahap berikutnya adalah denaturasi

dsDNA pada 95 °C, pada tahap ini dua untai DNA akan terpisah dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan kemudian yang selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru. Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu annealing yang bervariasi tergantung primer yang digunakan. Temperatur annealing dipilih untuk PCR tergantung langsung pada panjang dan komposisi dari primer tersebut. Hal ini merupakan hasil dari perbedaan ikatan hidrokarbon antara A-T (2 ikatan) dan G-C (3 ikatan). Temperatur annealing

biasanya berkisar 5 derajat di bawah Tm (melting temperature) terendah dari pasangan primer yang digunakan. Tahap akhir adalah amplifikasi PCR yang merupakan proses dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan primer yang memerlukan Taq DNA polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu 72 °C, yang merupakan suhu optimal untuk aktivitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur, perubahan suhu, dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler. Analisa produk PCR tergantung pada kebutuhan PCR (Addy 2009). Indikasi adanya virus dengan teknik ini diamati dengan elektroforesis menggunakan gel Agarosa (Akin 2006).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Deteksi virus dilaksanakan di Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari Februari sampai Juni 2011.

Persiapan Tanaman Nilam sebagai Tanaman Uji

Bibit tanaman nilam diperoleh dengan cara stek pucuk tanaman nilam nomor 21 hasil kultur jaringan laboratorium di Balittro. Pucuk yang telah distek kemudian direndam di dalam air bertujuan untuk menyegarkan tanaman nilam yang telah distek tersebut. Stek pucuk tersebut ditanam dalam polybag berisi media tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang (2:1) kemudian disungkup dengan plastik untuk menjaga kelembaban. Dua minggu sungkup dibuka, tanaman dipelihara dalam rumah kasa kedap serangga sampai umur satu bulan siap diinokulasi virus.

Tanaman Indikator untuk Kisaran Inang

Terdapat sepuluh macam benih sebagai kisaran inang yaitu benih

Chenopodium amaranticolor, Chenopodium quinoa, Gomphrena globosa, kacang panjang (Vigna sinensis), Nicotiana benthamiana, cabai (Capsicum annum),

Datura metel, kedelai (Glycine max), mentimun (Cucumis sativus), dan tomat (Lycopersicon esculentum). Masing-masing tanaman indikator dengan 10 ulangan untuk perlakuan yang sama disertai kontrol untuk masing masing tanaman indikator. Pesemaian dilakukan dengan menanam benih-benih tanaman yang telah ditentukan sebelumnya sebagai tanaman indikator. Penyiraman juga

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air. Setelah dua minggu masa pesemaian tanaman-tanaman tersebut kemudian

9

dipindahkan ke polybag yang berisi media tanah yang telah tercampur dengan pupuk kandang (2:1).

Inokulasi Potyvirus

Sumber virus adalah tanaman nilam N2A1 hasil kultur jaringan yang terinfeksi Potyvirus koleksi rumah kaca Balittro, Bogor. Daun nilam tersebut ditimbang dan ditambahkan phosphate buffer sebanyak lima kali bobot daun kemudian digerus dengan mortar di dalam wadah yang berisi es. Kemudian tambahkan mercaptoethanol sebanyak 1% dari phosphate buffer dan digerus hingga lumat. Sap yang diperoleh dioleskan dengan cotton bud pada permukaan daun uji yang telah ditaburi carborundum dan kemudian dicuci dengan air agar bersih. Inokulasi dilakukan pada tanaman nilam nomor 21 sebagai tanaman uji dan tanaman-tanaman indikator sebagai kisaran inang. Pengamatan dilakukan setiap hari selama satu bulan.

Antigen CoatedPlate-Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ACP-ELISA)

Penyiapan daun yang akan dideteksi menggunakan uji serologi ELISA dilakukan dengan menimbang daun masing-masing 0,1 gram ke dalam plastik. Daun yang telah diberi buffer (coating buffer pH 9,6 + 0,05 M DIECA) sebanyak lima kali dari bobot daun digerus hingga halus. Ekstrak tanaman dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran pada plate ELISA yang telah disediakan dan diinkubasi selama satu malam (overnight). Setelah inkubasi, dilakukan pencucian

plate menggunakan 100 µl buffer Phosphate Buffer Saline-Tween (PBST) pH 7,4 untuk masing-masing sumuran dan dilakukan sebanyak tiga kali pencucian. Sebanyak 100 µl campuran 2% skim milk dan buffer PBST yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran kemudian diinkubasi selama dua jam pada suhu 37 °C. Setelah inkubasi isi sumuran dibuang dan dikeringkan, kemudian sebanyak 100 µl MAb Antibody I (1:1000 dalam conjugate buffer) dimasukkan ke dalam sumuran plate dan diinkubasi selama dua jam pada suhu 37 °C. Setelah pencucian, sebanyak 100 µl RaM-AP conjugate (second antibody) yang telah diencerkan ke dalam conjugate buffer dimasukkan ke dalam sumuran plate kemudian diinkubasi selama dua jam

pada suhu 37 °C. Setelah dilakukan pencucian menggunakan buffer PBST,

dimasukkan 10 ml substrate buffer pH 9,8 yang telah ditambahkan 10 mg p-nitrophenyl phosphate (PNP [Sigma 104-105]) ke dalam sumuran plate.

Setiap 30 menit dilakukan pembacaan nilai absorbansi menggunakan ELISA

reader pada absorbance 405 nm.

Ekstraksi RNA Total

Sebanyak 0,1 gram daun bergejala digerus menggunakan mortar dan pistil dengan nitrogen cair dan ditambahkan 450 μl buffer ekstraksi yang mengandung 1% mercaptoethanol. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan diinkubasi pada suhu 56 °C selama 10 menit. Sampel yang telah diinkubasi kemudian dimasukkan menggunakan pipet mikro ke dalam QIA shredder spin colomn yang berwarna ungu dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke dalam tabung mikro baru dan ditambahkan ethanol 96% sebanyak 0,5 volume (±225 μl). Setelah tercampur, sebanyak ±650 μl suspensi dimasukan ke dalam QIA shredder spin colomn pink dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Sebanyak 700 μl buffer RW1 kemudian ditambahkan ke dalam QIA shredder spin colomn pink tersebut kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik untuk mencuci kolom. Setelah itu, colomn

dipindahkan ke tabung koleksi baru, kemudian ditambahkan 500 μl buffer RPE dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Tanpa menggunakan tabung koleksi baru, sebanyak 500 μl buffer RPE ditambahkan pada colomn dan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm.

QIA shredder spin colomn pink kemudian dipindahkan ke dalam tabung koleksi baru dan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk memastikan bahwa colomn telah kering. Setelah itu, QIA shredder spin colomn pink dipindahkan ke dalam tabung 1,5 ml kemudian ditambahkan RNeasy free water sebanyak 450 μl dan diamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 10 menit kemudian disentrifugasi kembali selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk mendapatkan hasil ekstraksi berupa RNA total.

11

Sintesis Complementary(c)DNA

Reaksi reverse transcription (RT) atau transkripsi balik merupakan proses yang digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Proses RT-PCR dilakukan menggunakan kit komersial Access RT-PCR System (Promega, USA). Total RNA diekstraksi dari 100 mg jaringan daun tanaman nilam menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA). Sampel RNA yang telah dimurnikan diresuspensikan dengan 450 µl Rnase free water, kemudian disimpan pada suhu -80 °C sampai akan digunakan dalam RT-PCR. Adapun komposisi yang digunakan dalam reaksi RT terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi reaktan reverse transcription (RT) (Promega, USA) untuk satu kali reaksi sintesis complementary DNA terhadap RNA genom

Potyvirus isolat nilam Bogor

Komponen Volume (µl) H2O 2,20 Buffer RT 5x 2,00 DTT 50 mM 0,35 dNTP 10 mM 2,00 MMuLV Rev 0,35 RNAse Inhibitor 0,35 Oligo d(T) 10 mM 0,75 RNA template 2,00 Total volume (µl) 10,00

Reaksi RT sebanyak 10 μl untuk setiap reaksi dijalankan dengan program

RT yaitu 25 °C selama 5 menit, 42 °C selama 60 menit, dan 70 °C selama 15 menit. Hasil dari RT berupa cDNA yang selanjutnya digunakan dalam

proses PCR. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal Cycler

Amplifikasi DNA

Reaksi PCR untuk memperbanyak pita DNA menggunakan cDNA hasil dari proses RT yang telah dilakukan. Adapun komposisi bahan yang digunakan dalam PCR terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi reaktan polymerase chain reaction (PCR) (Promega, USA) untuk satu kali reaksi amplifikasi gen coat protein (CP) Potyvirus isolat nilam Bogor

Komponen Volume (µl)

H2O 19

Gotag Green Master Mix 2x 25

Primer CPUP-F 2

Primer CP9502-R 2

cDNA 2

Total Volume (µl) 50

Reaksi PCR dilakukan pada volume 50 µl menggunakan Go Tag Green Master Mix 2x (Promega, Madison, USA). Amplifikasi genom Potyvirus

dilakukan menggunakan sepasang primer CPUP-F (5’-TGAGGATCCTGGTGYA THGARAAYGG-3’, Y = C/T, H = A/T/C, R = A/G), spesifik untuk coat protein

pada Potyvirus dan CP9502-R (5’-GCGGATCCTTTTTTTTTTTTTTTTT-3’) spesifik untuk ujung 3’ genom Potyvirus. Program PCR yang dijalankan untuk

Potyvirus pada tanaman nilam yaitu denaturasi pada suhu 94 °C selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan 45 siklus pada suhu 94 °C selama 1 menit, 54 °C selama 2 menit, dan 72 °C selama 1 menit, serta diikuti perpanjangan pada 72 °C selama 10 menit dan siklus berakhir pada suhu 4 °C menggunakan mesin PCR

Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA).

Elektroforesis

Elektroforesis digunakan untuk visualisasi hasil RT-PCR dilakukan dengan elektroforesis gel Agarosa 1%. Sebanyak 0,3 gram Agarosa ditimbang kemudian dicampur dengan 30 ml buffer TBE dan dipanaskan dalam microwave

13

selama 2 menit hingga tercampur rata dan didapatkan larutan tersebut jernih. Setelah larutan Agarosa tersebut hangat, kemudian ditambahkan ethidium bromide

sebanyak 0,5 kali volume larutan yaitu 1,5 μl. Larutan tersebut kemudian dituang ke dalam pencetak gel. Setelah itu, sisir ditempatkan di dekat tepian gel dan gel didiamkan hingga mengeras selama satu jam. Setelah gel siap, maka sebanyak 5 μl marker DNA dan 5 μl DNA Potyvirus hasil PCR dimasukkan masing-masing ke dalam sumur gel dan dilakukan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan selama 25 menit dengan voltase sebesar 100 V. DNA yang telah dielektroforesis kemudian divisualisasi di bawah UV transiluminator. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut diambil gambarnya menggunakan kamera digital yang telah tersedia.

Analisa Sikuen NukleotidaPotyvirus

Sampel yang telah terdeteksi positif terinfeksi Potyvirus pada tanaman nilam uji kemudian dilakukan analisa sikuen nukleotida Potyvirus tersebut. Sikuen nukleotida tersebut kemudian di blast pada web National Center for Biotechnology Information (www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk memperoleh kesamaan nukleotida yang didapatkan dari hasil sikuen sebelumnya kemudian untuk mendapatkan fasta berupa database nukleotida dari virus yang diindikasikan sama dengan virus yang dianalisa. Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) seringkali menggunakan program yang telah diimplementasi pada cara umum untuk perlakuan dengan tipe-tipe berbeda pada data sikuen. BLAST merupakan alat yang tersedia untuk mencari database untuk menemukan sikuen yang sama pada sebuah penggunaan sequence query supplied.

Analisa sikuen dilakukan setelah mendapatkan database nukleotida dari virus tersebut kemudian dianalisa menggunakan BioEdit Sequence Alignment Editor untuk mendapatkan database nukleotida dari Potyvirus yang dianalisa berdasarkan coat protein Potyvirus tersebut. Sequence alignment merupakan landasan bioinformatika berupa variabel yang telah dikonversi dan digunakan sebagai dasar database metode filogeni (Higgs & Attwood 2005).

Metode filogeni secara molekuler menggunakan sikuen molekuler untuk membangun sebuah pohon evolusi. Informasi secara tipikal yang dikembangkan

dari sebuah teori evolusionary dipaparkan dalam bentuk diagram pohon sehingga dapat terinterpretasi dengan baik berupa diagram bercabang-cabang yang dapat dikonstruksi berdasarkan kesamaan atau perbedaan sifat fisik atau genetik seperti sikuen DNA, sikuen asam amino (protein), maupun lainnya. Metode filogeni dapat menggunakan program Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA 5.05) dengan memasukkan hasil dari multialignment untuk memperkirakan tingkat evolusi molekuler dan pengujian hipotesis evolusioner (Higgs & Attwood 2005).

Dokumen terkait