• Tidak ada hasil yang ditemukan

PT. Perkebunan Nusantara III Sarang Giting

Kebun Sarang Giting adalah salah satu kebun PT. Perkebunan Nusantara III terletak di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatra Utara ± 112 km dari Medan berada antara 03°15′00″ LU dan 99°00′00″ BT dengan ketinggian ± 114 Meter diatas permukaan laut, dengan jenis tanahultisol, latosol, dan inceptisol topografi berbukit sampai dengan bergelombang yang beerbatasan di bagian utara adalah kecamatan Sei Rampah, di bagian Selatan adalah Kecamatan Sipispis, di bagian timur berbatasan dengan Tebing Tinggi, serta di bagian barat berbatasan dengan Kecamatan Serbajadi dan Kecamatan Bintang Bayu. (BPMP Sumut, 2012).

PTPN III Sarang Gitimg sampai saat ini memiliki luasan lahan tanaman menghasilkan karet seluas 1.564,03 ha, tanaman belum menghasilkan karet seluas 964,80 ha, tanaman utama karet seluas 394 ha, kebun entrys karet seluas 5 ha, bibitan seluas 15 ha, jumlah tanaman karet seluas 2.954,03 ha, tanaman menghasilkan kelapa sawit seluas 552,44 ha, jumlah tanaman kelapa sawit 552,44 ha, jumlah tanaman karet dan sawit seluas 3.495, 29 ha, lain-lain seluas 523,533 ha dan total luas lahan PTPN III Sarang Giting adalah 4.030,003 ha (PTPN III, 2014).

Tanaman Karet

Menurut Setyamidjaja(1993) Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut :

Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

Tanaman karet (Hevea brasiliensis)termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen. Agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu di perhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang di inginkann tanaman ini (Damanik, dkk., 2010).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15o LS dan 15 oLU. Curah hujan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2.000 mm. Optimal antara 2.500-4.000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Keadaan iklim di indonesia yang cocok untuk tanaman karet ialah daerah-daerah indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat, pertumbuhaannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet (Setyamidjaja, 1993)

Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Di antara partikel-partikel terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan/atau udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah di sebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa di antara partikel- partikel tersebut, atau disebabkan oleh adanya material organik. Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Proses kimiawi mengasilkan perubahan pada susunan mineral batuan asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen dan karbondioksida. Pelapukan kimiawi menghasilkan pembentukan kelompok-kelompok partikel kristal berukuran koloid (<0,002 mm) yang dikenal mineral lempung (clay mineral) (Craig, 1987)

Tanah pada masa kini sebagai media tumbuh tanaman di defenisikan sebagai “Lapisan permukaan bumi yang secara spesifik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara dan nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur- unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan lain-lain) dan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat adiktif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman”, yang ketiganya menghasilkan secara integral mampu menunjang produktifitas tanah untuk menghasilkan biomassa dan

produksi baik tanaman pangan, obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan” (Hanafiah, 2005)

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet mempunyai pH antara 3,0-8,0. pH tanah di bawah 3,0 atau di atas 8,0 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan, aerasi dan drainase baik, remah porus dan dapat menahan air, tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir, tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm, kandungan unsur harap N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro, pH 4,5-6,5 , kemiringan tidak lebih dari 16 %, dan permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1993).

Tanah Ultisol

Ultisol adalah jenis tanah yang umum pada iklim tropis, secara pedogenesis sudah matang (tingkat perkembangan senil). Tanah yang sudah berkembang mempunyai kedalaman (solum tanah) yang baik untuk diolah (> 90 cm). Kelemahan tanah berkembang (tingkat senil) seperti ultisol adalah kemasaman yang tinggi karena basa-basa pendukung kesuburan tanah seperti Ca, K, dan Mg sudah tercuci (leached) selama perkembangan ultisol atau terpakai oleh tanaman yang tumbuh diatasnya. Tanah ini selalu dijumpai dengan pH < 5.5. Komposisi fraksi utama liat yang tinggi sehingga dapat mengurangi daya resap air dan tanah cepat padu (padat) sehingga akar sulit berkembang untuk mendapatkan oksigen dan elemen hara (Bintang, dkk, 2012).

Ultisol bersifat lebih lekat dan lebih berat kalaudiolah, karena mengandung mineral alumino-silikat lebih banyak. Air ditahan lebih kuat pada

tanah ultisol. Kandungan pasir yang tinggi pada tanah tersebut menyebabkan jumlah poriyang berukuran besar lebih banyak dibandingkan jumlah pori yang berukurankecil. Pori yang berukuran kecil berfungsi untuk menahan air, sedangkan poriyang berukuran besar merangsang pergerakan air dan udara. Kondisi inimengakibatkan sebagian besar air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah akancepat mengalir ke bawah, dan tidak sempat ditahan oleh tanah (Sanchez, 1992).

Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1975, 1985) yang masih terus dikembangkan dengan kerjasama Internasional untuk kesempurnaanya, tanah podsolik merah-kuning secara umum masuk ke dalam ordo ultisol. Ciri tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman antara lain pH rendah, kejenuhan Al tinggi, lempung beraktifitas rendah, daya serat terhadap posfat kuat, kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah sampai sedang dan itu pun terdapat dalam lapisan permukaan tipis (horison A tipis) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas dalam lapisan permukaan tipis itu, daya simpan air terbatas, derajat agregasi rendah dan kemantapan agregat lemah (Notohadiprawiro, 1986).

Tekstur Tanah

Bagian padatan tanah terdiri dari bahan anorganik dan bahan organik tanah. Untuk tanah-tanah mineral, yang merupakan bagian terbesar tanah pertanian, sebagian besar padatannya merupakan bahan anorganik dan hanya sebagian kecil (pada umumnya <5%) merupakan bahan organik. Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi

kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian, berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel atau juga disebut separat penyusun tanah, yaitu pasir, debu dan liat. Untuk keperluan pertanian, termasuk di indonesia, yang banyak digunakan adalah penggolongan yang dibuat oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), tekstur tanah meliputi 3 tipe tanah yaitu:

1. Tanah berpasir, yaitu tanah dengan kandungan pasir >70% porositasnya rendah (<40%), sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga disebut juga tanah ringan.

2. Tanah bertekstur “berliat” jika kandungan litany >35%. Porositas relative lebih tinggi (60%), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil. Akibatnya, daya hantar air sangat lambat, dan sirkulasi udara kurang lancar. Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energy yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan terutama bila kering, sehingga juga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat disebut juga tanah berat karena sulit diolah.

3. Tanah berlempung, merupakan dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berbeda-beda diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi aerasi dan tata udara serta air cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi.

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) (berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 200 – 2µm) dan liat (clay) (<2 µm). Partikel berukuran di atas 2mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah, tetapi menurut Lal (1979) harus di perhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah (Hanafiah, 2005).

Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar) (disebut poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) (agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus. Hal ini berbanding terbalik dengan dengan luas permukaan yang terbentuk, luas permukaan mencerminkan luas situs yang dapat bersentuhan dengan air, energi atau bahan lain, sehingga makin dominan fraksi pasir akan makin kecil daya menahan tanah terhadap ketiga material ini dan sebaliknya liat yang dominan. Makin poreus tanah akan makin mudah akar untuk berpenetrasi, serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi, tetapi makin mudah pula air untuk hilang dari tanah dan sebaliknya. Tanah bertekstur debu dan lempung akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik ketimbang tanah bertekstur debu (Hanafiah, 2005).

Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gambar segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1951). Stuktur Tanah

Struktur tanah dapat dibagi dalam struktur makro dan mikro. Yang dimaksud dengan struktur makro/struktur lapisan bagian tanah yaitu penyusunan agregat-agregat tanah satu sengan yang lainnya. Sedangkan struktur mikro ialah penyusunan butir-butir primer tanah ke dalam butir-butir majemuk/agregat- agregat yang satu sama lain dibatasi oleh bidang-bidang belah alami. Meskipun terdapat berbagai kemungkinan butir-butir primer menjadi agregat-agregat akan tetapi dapat dibedakan dasar-dasar penyusunan tertentu. Sesungguhnya pada susunan remah terdapat pori-pori makso non kapiler yang tidak dapat menampung air yang biasanya diisi udara tanah. Sedangkan ruang pori-pori mikro antara agregat-agregat primer bersifat kapiler yang dapat menampung air hujan/irigasi

dan tidak merembes ke bawah, sehingga air inilah yang terkandung dalam pori- pori kapiler yang berguna bagi tanaman (kartasapoetra, dkk, 1995).

Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi drainaseatau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antarpartikel primer. Oleh karena itu, tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenitrasi dan mengabsorpsi (menyerap) hara dan air sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik (Hanafiah, 2005).

Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah adalah semua bahan organik di dalam tanah baik yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah) hanya menyumbang dari 5% dari total bahan organik. Secara praktek analisis bahan organik dilakukan pada bahan tanah kering udara yang lolos dari ayakan 2 mm dan termasuk semua materi hidup maupun mati yang ada di dalam tanah. Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik menentukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah, keseimbangan panas, konsistensi, partikel densiti, bulk densiti, sumber unsur hara, pemantap agregat, karakteristik air dan aktifitas organisme tanah. Ada beberapa metode yang biasa dilakukan dalam analisis bahan organik tanah. Antara lain dengan pembakaran, oksidasi basah (Muklis, 2007).

Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik,

ruang antar partikel nya semakin tinggi. Makin tinggi elevasi dan/atau makin rendah suhu, maka kadar bahan organik makin tinggi disertai dengan nisbah C/N makin besar. Pada umumnya kadar bahan organik akan semakin rendah ke arah bagian profil tanah. Hal ini dikarenakan sumber bahan organik yang terbanyak terutama ialah serasah dan akar tumbuhan berada di atas permukaan tanah. Faktor yang berpengaruh atas dekomposisi/mineralisasi bahan organik adalah suhu; makin rendah suhu, dekomposisi/mineralisasi makin lemah karena kegiatan jasad pengurai didalam tanah akan menurun. Hubungan antara elevasi dan kadar bahan organik bersifat tak langsung. Bahan organik tanah (BOT) meningkatkan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan memperbaiki, aerasi, permeabilitas, dan daya tanah menyimpan air (Notohadiprawiro,1998).

Kriteria unsur hara tanah dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Kriteria unsur hara tanah

Sifat

Tanah Satuan

SangatR

endah Rendah Sedang Tinggi

SangatTi nggi C (Karbon) % <1,00 1,00-2,00 2,01- 3,00 3,01- 5,00 > 5,00 Nitrogen % < 0,1 0,1-0,2 0,21- 0,50 0,51- 0,75 > 0,75 P-avl Bray II Ppm < 8,00 8,00-15,00 16-25 26-35 >35 K-tukar me/100 < 0,10 0,1-0,2 0,30- 0,50 0,60- 1,00 >1,00 ( Notohadiprawiro, 1998).

Karbon adalah komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C- organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Faktor yang selama beberapa tahun ini digunakan adalah faktor Van Bemmelen yaitu 1,724 dan di dasarkan pada asumsi bahwa bahan organik mengandung 58% karbon.Soil Survey Laboratory

menetapkan untuk menggunakan kadar C-organik dalam tanah lebih baik daripada penggunaan kadar bahan organik. Rumus yang digunakan adalah:

Bahan organik (%) = {1,724(0,458 x b)}-0,4 x 100%

BTKO ... (1) b = BTKO – BTP

Dimana: BTKO = Berat Tanah Kering Oven

BTP = Berat Tanah Setelah Pembakaran (dibakar pada muffle furnance pada temperatur 5000C selama 3 jam)

(Mukhlis, 2007).

Secara langsung bahan organik tanah merupakan sumber senyawa- senyawa organik yang dapat diserap tanaman meskipun dalam jumlah sedikit,seperti alanin, glisin dan asam-asam amino lainnya, juga hormon/zat perangsang tumbuh dan vitamin.

Secara fisik, biomass (bahan organik) berperan: 1. Memenuhi warna tanah menjadi coklat-hitam,

2. Merangsang granulasi serta menurunkan plastisitas dan kohesi tanah 3. Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, dan

4. Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil.

Secara kimiawi biomass berperan sebagai:

1. Bagian mudah terurai dari biomass melalui proses mineralisasi akan menyumbangkan sejumlah ion-ion hara tersedia seperti dijelaskan sebelumnya,

2. Senyawa sisa mineralisasi dan senyawa sulit terurai melalui proses humifikasi akan menghasilkan humus tanah yang terutama berperan secara koloidal.

(Winarso, 2005)

Kerapatan Massa Tanah (Bulk density)

Kerapatan massa merupakan berat persatuan volume tanah, biasanya ditetapkan sebagai gr/cm3. Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara massa padatan tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

B

d

=

Mp

Vt

...(2) dimana :

B = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vt = Volume total tanah (cm3) (Hakim dkk, 1986)

Tanah lebih padat mempunyai Bulk density yang lebih besar daripada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan Bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas tanah- tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0-1,6 gr/cm3. Tanah organik memiliki nilai Bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1 gr/cm3-0,9 gr/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan drainase, dll. Sifat fisik tanah ini banyak

bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaaan (Hardjowigeno, 2003).

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)

Kerapatan partikel merupakan perbandingan antara massa tanah kering (padatan) dengan volumenya (volume padatan).

=

� ...(3)

dimana:

P = Kerapatan partikel tanah (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vp = Volume padatan tanah (cm3)

Kerapatan partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Kerapatan partikel untuk tanah-tanah mineral berkisar antara 2,6 g/cm3 sampai 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang kerapatan partikel tanah organik berkisar 1,30 g/cm3 sampai 1,50 g/cm3(Pandutama, dkk., 2003).

Kerapatan pertikel tanah dipengaruhi oleh kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik tanah dan topografi lahan. Kadar air tanah mempengaruhi volume kepadatan tanah yang tersusun atas fraksi pasir, debu dan liat. Bahan organik padatanah akan menyebabkan kondisi tanah akan berlubang, karena bahan organik akan menempat ruang di antara partikel tanah sehingga tanah menjadi porous. Bahan organik mengandung berbagai macam senyawa yang akan diuraikan oleh mikroorganisme dan membantu melekatkan pertikel- partikel tanah membentuk agregat. Sehingga tanah yang memiliki bahan organik

yang tinggi akan menjadi lebih berpori, gembur, memiliki kerapatan partikel yang lebih kecil, dapat menyimpan dan mengalirkan udara dan air (Baver, 1956).

Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gr/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984).

Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus (Hanafiah, 2005).

Kelas porositas tanah dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Kelas porositas tanah

Porositas (%) Kelas 100 Sangat porous 60-80 Porous 50-60 Baik 40-50 Kurangbaik 30-40 Buruk < 30 Sangatburuk (Arsyad, 1989).

Untuk menghitung persentase ruang pori (θ) yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

θ = �1-Bd Pd�×100%... (4) Dimana: θ = porositas (%) Bd = Kerapatan massa (g/cm3) Pd = Kerapatan partikel (g/cm3) (Hansen, dkk., 1992).

Kadar air kapasitas lapang

Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, air gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan air sekitar 1/3 atm atau pF 2,54 (Hanafiah, 2005).

Persentase air yang tersedia berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Apabila air berada diatas kapasitas lapang atau terjadi kelebihan air pada tanah tersebut, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air sehingga tanah akan jenuh air dan tanaman tidak bisa mengambil air yang mengakibatkan tanaman akan stres air, kemudian air akan terdrainase masuk ke dalam lapisan bawah tanah oleh adanya gaya gravitasi. Apabila pada tanah tersebut pergerakan air ke dalam lapisan bawah tanah sudah tidak terjadi lagi maka keadaan seperti ini disebut dengan kapasitas lapang. Jika pemberian air dihentikan sampai tanaman tidak mampu lagi menyerap dan mengambil air dari partikel tanah akan mengakibatkan tanaman akan mati atau layu, keadaan seperti ini disebut sebagai

titik layu permanen. Jumlah air yang tersedia yang akan digunakan oleh tanaman dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik tanah dan kedalaman tanah (Sinaga, 2002).

Istilah kapasitas lapang (fiels capacity) didefenisikan sebagai jumlah air yang ada di dalam tanah saat air mengalir oleh gaya gravitasi habis atau berhenti. Jumlah air ini dapat dinyatakan sebagai persen terhadap berat atau persen terhadap volume. Jumlah air di dalam tanah setelah tanaman mengalami layu yang tidak bisa balik atau permanen dikatakan titik layu permanen (permanent welting percentage). Air di dalam tanah pada kondisi ini masih ada, akan tetapi diikat kuat

oleh tanah sehingga tanaman tidak bisa menggunakannya. Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan jumlah air di dalam tanah antara kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen (Winarso, 2005)

Cara biasa dalam menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen terhadap tanah kering. Cara penetapan kadar air tanah dapat dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik. Metode gravimetrik merupakan metode yang paling umum dipakai. Dengan metode ini sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama waktu tertentu. Air yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terdapat dalam tanah basah. Nilai kadar air kapasitas lapang tanah dapat dituliskan sebagai berikut: Kadar air kapasitas lapang = BTKU – BTKO

BTKO ×100% ... (5) Dimana : BTKU = Berat tanah kering udara

Permeabilitas tanah

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran

Dokumen terkait