• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ternak Babi

Babi merupakan salah satu komoditi ternak yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain: siklus reproduksinya yang relatif pendek, banyak anak dalam satu kelahiran, tingkat pertumbuhan cepat, efisien dalam penggunaan ransum, dan dapat memanfaatkan sisa makanan yang tidak lagi digunakan oleh manusia (Pond dan Maner 1974). Babi tergolong ternak monogastrik bersifat omnivora yang dapat memanfaatkan limbah rumah tangga dan pertanian untuk merubahnya menjadi daging.

Pertumbuhan Babi

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran tubuh yang dapat diukur yaitu panjang, volume atau massa (Williams 1982). Perubahan ukuran tubuh meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu (Soeparno 1998). Sementara menurut Hammond yang disitasi oleh Goodwin (1980), menyatakan bahwa pertumbuhan adalah kenaikan bobot seekor ternak sampai ukuran dewasa tubuh tercapai. Lloyd et al. (1978), menyatakan bahwa terjadi dua hal dasar pada pertumbuhan hewan, yaitu pertambahan bobot badan yang disebut pertumbuhan dan perubahan bentuk yang disebut dengan perkembangan.

Pertumbuhan ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan laju atau kecepatan yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perbedaan karakteristik individual sel dan organ. Ada tiga proses utama didalam pertumbuhan, yaitu : (1) pertumbuhan dasar selular yang meliputi perbanyakan sel (hyperplasia), perbesaran sel (hypertrophy) dan akresi atau pertambahan material struktur non-selular (non-protoplasmik) misalnya deposisi lemak, glikogen, plasma darah dan kartilago. Mula-mula sel tumbuh secara hyperplasia, kemudian secara hypertrophy sampai mencapai

ukuran karakteristik individual organ; (2) diferensiasi sel-sel induk dalam embrio menjadi ektoderm, mesoderm dan endoderm. Diferensiasi selanjutnya menghasilkan sel-sel khusus antara lain sel-sel syaraf dan epidermal berasal dari ektoderm, sel-sel otot dan jaringan ikat berasal dari mesoderm dan sel-sel penyusun saluran pencernaan atau gastrointestinal beserta kelenjar-kelenjar atau glandula, sekresinya berasal dari endoderm dan (3) kontrol terhadap pertumbuhan dan diferensiasi yang melibatkan banyak proses (Williams 1982).

Lipida

Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform atau eter (Thenawijaya 1982). Jenis lipida yang paling banyak adalah trigliserida, yang merupakan bahan bakar bagi hampir semua organisme.

Lipida didalam darah terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolopid, dan asam lemak bebas. Tiga fraksi lipida yang pertama berkaitan dengan protein khusus yang bernama apoprotein menjadi kompleks lipid-protein atau lipoprotein. Ikatan itulah yang menyebabkan lemak bisa larut, menyatu dan mengalir di peredaran darah. Unsur lipida yang terakhir adalah asam lemak bebas yang berikatan dengan albumin (Thenawijaya 1982).

Metabolisme Lipida dan Pembentukan Lipida Tubuh

Proses pemecahan lipida makanan menjadi asam lemak dan monogliserida, kholin, dan lain sebagainya, hampir semuanya terjadi dalam duodenum dan jejunum. Pada saat ini peranan garam empedu dan lipase pankreas sangat tinggi. Sekresi kedua alat pencernaan tersebut bekerja dalam derajat keasaman (pH) yang lebih tinggi akibat adanya sekresi bikarbonat. Dalam duodenum, garam-garam empedu mengemulsikan lemak, dan dengan gerakan peristaltik terdispersi menjadi butir-butir kecil dengan penambahan luas sekitar 10 000 kali. Kemudian diikuti oleh masuknya lipase. Lipida yang sudah tercerna dan sebagian larut dalam air, membentuk misel-misel yang stabil. Misel tersebut terdiri dari asam lemak rantai panjang, monogliserida, dan asam-asam empedu yang terdifusi ke permukaan sel-sel mukosa, kemudian melepaskan materi untuk diserap. Produk-produk pencernaan yang lebih bersifat polar, seperti asam lemak

6

rantai pendek, fosfat, kholin dan sebagainya, terdifusi melalui medium cair, diserap dalam sel mukosa usus (Hembing 1996).

Setelah masuk mukosa usus, trigliserida, fosfolipida dan ester kolesterol disintesis kembali, dibungkus dengan sedikit protein kemudian disekresikan dalam bentuk kilomikron kedalam ruang ekstra seluler, memasuki lakteal sistem limfe. Secara perlahan kilomikron yang ada dalam saluran limfe memasuki aliran darah melalui duktus thrancicus (Hembing 1996).

Hampir semua lipida yang disimpan dalam jaringan lemak atau daging dalam bentuk trigliserida. Nantinya trigliserida tersebut akan dirombak kembali sebagai sumber energi bila glukosa dari makanan tidak cukup, atau dalam keadaan puasa. Pada babi yang diberi makan berkecukupan, sangat sedikit lemak tubuh digunakan untuk sumber energi. Didalam tubuh jaringan lemak ini berada dalam rongga badan, termasuk sekitar jantung dan ginjal, dibawah kulit, inter muskuler dan intra muskuler. Lemak dibawah kulit pada ternak babi sekitar 50% atau paling banyak dibandingkan dengan ternak lain (Budaarsa 1997).

Peranan lipoprotein sangat penting pada proses metabolisme lipida dalam sel, yaitu sebagai alat angkut lipida. Lipoprotein adalah molekul yang terdiri dari protein dan lipida yang bergabung dengan ikatan non-kovalen yaitu interaksi hidrafobik antara gugus nonpolar dari lipida dengan molekul protein. Lipoprotein plasma darah terbagi menjadi lima fraksi sesuai dengan berat jenisnya yang dibedakan dengan cara ultrasentrifugasi. Kelima fraksi tersebut adalah kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Penjelasan atas kelima fraksi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kilomikron merupakan protein dengan berat molekul terbesar. Kandungannya sebagian besar trigliserida untuk dibawa ke jaringan lemak dan otot rangka. Kilomikron juga mengandung kolesterol untuk dibawa ke hati. Setelah 8-10 jam sejak makan terakhir, kilomikron tidak ditemukan lagi didalam plasma. Adanya kilomikron sewaktu puasa dianggap abnormal. Daur transport lemak dalam tubuh disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Daur transport lemak eksogen dan endogen (Brown dan Goldstein 1984 dalam Budaarsa 1997)

2. Very low density lipoprotein (VLDL) dibentuk dari asam lemak bebas di hati. Very low density lipoprotein mengandung 60% trigliserida endogen dan 10-15% kolesterol.

8

3. Intermediate density lipoprotein (IDL) juga mengandung kolesterol dan trigliserida. Intermediate density lipoprotein merupakan zat antara yang terbentuk sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL. Intermediate density lipoprotein disebut sebagai VLDL sisa.

4. Low density lipoprotein (LDL) merupakan lipoprotein pengangkut kolestrol terbesar untuk disebarkan keseluruh endotel jaringan perifer dan pembuluh nadi. Low density lipoprotein merupakan metabolit VLDL yang juga disebut kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik, yaitu mudah melekat pada dinding sebelah dalam pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang kemudian dapat menyebabkan menyempitan pembuluh darah. Proses tersebut dinamakan aterosklerosis. Kadar LDL didalam darah tergantung dari konsumsi makanan yang tinggi kolesterol dan lemak jenuh, tingginya kadar VLDL, serta kecepatan produksi, dan eliminasi LDL. Jaringan yang banyak mengandung LDL adalah hati dan kelenjar adrenal.

5. High density lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang mengandung Apo A dan mempunyai efek antiaterogenik kuat sehingga disebut juga kolesterol baik. Fungsi utama HDL yaitu mengangkut kolesterol bebas yang terdapat dalam endotel jaringan perifer, termasuk pembuluh darah, ke reseptor HDL di hati untuk dikeluarkan lewat empedu. Dengan demikian, penimbunan kolesterol di perifer berkurang. Kadar HDL diharapkan tinggi dalam darah (Hembing 1996).

Biosintesis Kolesterol

Kolesterol yang mempunyai rumus molekul C27H45OH, merupakan alkohol monohidrat dari derivat sterol yang tidak jenuh. Kolestrol dalam tubuh berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan dan hasil biosintesis. Manusia rata-rata membutuhkan 1.1 g kolesterol/ hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Dari jumlah tersebut, 25 - 40% (200 – 300 mg) secara normal berasal dari makanan dan selebihnya disintesis dalam tubuh. Tempat sintesis kolesterol terutama pada hati, korteks adrenal, usus, kulit, testis dan aorta (Thenawijaya 1982).

Kolesterol dalam makanan akan mempengaruhi biosintesis kolesterol. Penelitian pada tikus menunjukkan jika hanya 0.05% kolesterol dalam makanan

maka 70 – 80% kolesterol hati, usus halus dan kelenjar adrenal disintesis dalam tubuh. Tetapi jika kandungan kolesterol makanan naik menjadi 2%, maka biosintesis turun sampai 10 – 30%. Usaha untuk menurunkan kolesterol plasma pada manusia dengan mengurangi jumlah kolesterol dalam makanan adalah efektif. Namun sebaliknya biosintesis tidak dapat seluruhnya ditekan dengan menaikkan konsumsi kolesterol melalui makanan (Thenawijaya 1982).

Kolesterol dalam makanan diabsorbsi dalam usus, dan bersama-sama dengan lipida lainnya, termasuk kolesterol yang disintesis dalam usus (kolesterol endogenus), digabungkan dalam kilomikron dan VLDL (Vahouny et al. 1997). Dalam limfa kolesterol diserap, 80 – 90% diesterkan dengan asam lemak rantai panjang, namun pengesteran dapat juga terjadi dalam mukosa usus. Bila sisa kilomikron masuk ke hati, banyak ester kolesterolnya dihidrolisis dan kolesterolnya yang diambil oleh hati. Kemudian VLDL yang dibentuk akan mengangkut kolesterol kedalam plasma (Thenawijaya 1982).

Tischendorf et al. (2002) menyatakan bahwa dalam serum darah babi terkandung kolesterol 2.16 mmol/L; LDL 0.99 mmol/L; HDL 1 mmol/L; dan trigliserida 0.37 mmol/L. Pada manusia untuk mengetahui ada atau tidaknya dislipidemia, dipergunakan angka patokan standar kadar lipida darah seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pedoman klinis profil lipida darah

Profil Lipida Diinginkan (mg/dl) Diwaspadai (mg/dl) Berbahaya (mg/dl) Kolesterol Total Kolesterol LDL tanpa PKV Kolesterol LDL dengan PKV Kolesterol HDL Kolesterol tanpa PKV Kolesterol dengan PKV <200 < 130 < 100 > 45 < 200 < 150 200 – 239 130 – 159 - 36 – 44 200 – 399 - > 240 > 160 - < 35 > 400 -

Sumber : Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia (Hembing 1996) Keterangan : LDL = Low Density Lipoprotein

HDL = High DensityLipoprotein

10

Curcumin Sifat Kimia dan Fisika

Curcumin berwarna kuning atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan sedikit rasa pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam glasial dan alkali hidroksida. Curcumin tidak larut dalam air dan dietil eter, dan mempunyai aroma yang tidak bersifat toksik (Kiso 1985).

Curcumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 368, desmetoksi Curcumin rumus molekul C20H18O5 dengan bobot molekul 338, diduga gugusan aktif dari Curcumin terletak pada gugus metoksi. Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam struktur Curcumin kemungkinan menyebabkannya mempunyai aktivitas antibakteri. Asai dan Miyazawa (2000), menggunakan metode kromatographi menentukan komposisi Curcumin seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia Curcumin (Asai dan Miyazawa 2000)

Sifat kimia Curcumin yang menarik adalah terjadi perubahan warna akibat perubahan pH lingkungan. Dalam suasana asam, Curcumin mengalami degradasi bila proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung diperlihatkan oleh perubahan warna yang lebih gelap. Dibandingkan dengan pengeringan tanpa terkena sinar matahari, oleh sifat foto sensitif ini maka kandungan Curcumin akan lebih rendah bila pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran sinar matahari langsung.

Isolasi

Isolasi Curcumin dapat dilakukan dengan berbagai metode dan variasi. Sidik et al. (1985), melakukan penelitian berbagai teknik isolasi basah dan kering, cara kering dilakukan menggunakan pelarut organik, sedangkan cara basah

dengan menggunakan zat aktif permukaan seperti zat hasil penyabunan antara oleum riuni dan natrium hidroksida. Isolasi Curcumin dengan cara basah ini dilakukan dengan mencampur zat aktif dengan rimpang direfluks lalu disaring, pada filtrat ditambahkan asam sitrat hingga pH 6 lalu dibiarkan pada keadaan dingin, setelah terjadi pengendapan sempurna dalam waktu sekitar 24 jam, endapan Curcumin disaring dan dikeringkan.

Pelarut organik yang digunakan pada isolasi cara kering adalah eter minyak tanah, n-heksan, benzen, alkohol, dan aseton. Dua cara kering yang terbaik untuk memperoleh Curcumin yang tinggi adalah: menggunakan teknik soxletasi dengan aseton sebagai pelarut ekstrak aseton diuapkan hingga diperoleh endapan, kemudian endapan dicuci dengan eter minyak tanah lalu dikeringkan, dan dengan cara teknik refluks dengan etanol sebagai pelarut lalu disaring panas-panas, filtrat dipekatkan sehingga terjadi endapan Curcumin yang dikeringkan setelah pencucian dengan eter minyak tanah. Hasil Curcumin yang diperoleh dengan cara ini sekitar 18 – 19.9% (Sidik et al. 1985).

Aspek Farmakokinetik

Mutu dan pengendalian suatu bahan aktif tergantung pada kinetik bahan tersebut dalam tubuh yang dipengaruhi oleh absorpsi, distribusi, metabolisme dan sekresi bahan tersebut.

Ravindranath dan Chandrasekhara (1980), melakukan percobaan pada tikus putih selama dua minggu dengan pemberian 400 mg Curcumin per ekor per hari, setelah satu jam pemberian diperoleh sekitar 90% Curcumin terakumulasi di dalam lambung dan usus halus, dan setelah 24 jam kadarnya tinggal 1%, absorpsi dalam usus halus 3 - 7 jam setelah pemberian melalui oral. Setelah lima hari sekitar 40% Curcumin diekskresikan melalui tinja, dan sisanya 60% diabsorpsi oleh tubuh, pemeriksaan distribusinya dalam pembuluh darah portal hati dan ginjal. Penelitiannya juga menunjukkan, bahwa Curcumin tidak dieksresikan melalui urin.

Aktivitas Kolagoga

Di Indonesia terutama oleh penduduk pulau Jawa, ekstrak atau seduhan rimpang temulawak telah digunakan sebagai obat untuk mengatasi gangguan

12

fungsi empedu seperti kolestiasis dan koleretis, atau untuk mengatasi gangguan pencernaan seperti kembung perut.

Steineger dan Hansel (1972), menemukan bahwa rimpang temulawak mempunyai aktivitas kolagoga, yaitu meningkatkan produksi dan sekresi empedu yang bekerja kolekinetik dan koleretik. Kalk dan Nielsen (1932), menyatakan Curcumin selain mempunyai aktivitas koleretik dan kolekinetik, ekstrak temulawak juga mempunyai pengaruh pada usus duabelas jari.

Ramprasad dan Sirsi (1956), melakukan penelitian dengan menggunakan anjing sebagai hewan percobaan, pemberian 5 mg natrium Curcuminat per kg bobot badan secara intravena ternyata meningkatkan sekresi empedu sebesar 13-36% yang persisten selama 30 menit. Peningkatan dosis dengan kelipatan dua menyebabkan peningkatan sekresi empedu sebesar 30 - 60% selama 40 - 80 menit. Puncak sekresi empedu dicapai 10 menit setelah penyuntikan, kemudian menurun secara bertahap. Pemberian hingga dosis 25 mg/kg bobot badan tidak menunjukkan gejala toksis atau efek samping pada tekanan darah maupun sistem pernafasan.

Ekskresi Kolesterol

Kolesterol adalah sterol yang terdiri dari struktur cincin dasar dengan nukleus siklopentanoperhidrofenantrent. Kolesterol berperan sebagai precursor dari pembentukan hormon steroid, estrogen dan testosteron juga sebagai precursor dari perubahan asam empedu yang disintesa dalam hati yang berfungsi untuk menyerap trigliserida dan vitamin yang larut dalam lemak (Muchtadi et al. 1993).

Empedu diproduksi oleh sel hati kemudian masuk kedalam duodenum untuk membantu proses penyerapan. Empedu selain mengandung air, juga mengandung garam empedu, pigmen empedu, kolesterol dan lipida (Hadi 1983), dengan meningkatkan sekresi empedu, maka ekskresi melalui feses juga meningkat, menyebabkan ekskresi kolesterol juga meningkat sehingga diperoleh ternak yang sehat untuk konsumsi manusia dengan rendah kolesterol. Rao et al. (1970), menemukan bahwa tikus betina putih bobot 45 - 50 g umur 45 hari, diberikan 0.1 – 0.5% Curcumin dalam ransum selama tujuh minggu,

menunjukkan peningkatan ekskresi asam empedu dan kolesterol melalui feses, pada akhir penelitian kadar kolesterol darah dan sel hati menunjukkan penurunan.

Bowman (1983), mengadakan penelitian pada delapan penderita kelainan hati dengan pemberian 9.6 mg Curcumin, setiap 10 menit sekresi empedu diamati, ternyata terjadi peningkatan sekresi empedu yang terlihat nyata pada penurunan bilirubin, kolesterin dan lipase pada penderita. Secara umum peningkatan sekresi cairan empedu akan menyebabkan partikel padat dalam empedu berkurang, berdasarkan ini Curcumin mempunyai prospek baik untuk digunakan pada gangguan metabolisme lemak yang berhubungan dengan metabolisme kolesterol.

Djamhuri (1981), melakukan penelitian untuk membandingkan obat penurun kolesterol Atromid dengan Curcumin dari temulawak terhadap enam ekor anjing dewasa bobot 10 - 12 kg, diperoleh hasil bahwa dosis Atromid 75 dan 400 mg/kg bobot badan selama tiga hari menemukan penurunan kadar kolesterol darah yang tidak berbeda nyata pada kedua dosis tersebut.

Dokumen terkait