Daun Sirih (Piper betleL.)
Daun sirih (Piper betle L.) termasuk ke dalam genus piper, famili piperaceae, dan ordo piperales. Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih berwarna coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar . Daunnya yang tunggal berbentuk jantung,berujung runcing,tumbuh,berselang-seling,bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas (Gambar 1). Panjangnya sekitar 5
-3
terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen. Pemisahan minyak atsiri dilakukan dengan cara isolasi. Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak (Sostaric 2000).
Menurut Hermawan (2007) daun sirih mengandung 4.2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang
merupakan isomer Euganol
allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan terpinen. Senyawa fenol, kavikol, eugenol, dan sineol, dilihat dari strukturnya senyawa-senyawa tersebut tidak atau kurang larut dalam pelarut polar, sehingga pada fraksinasi digunakan pelarut non polar dan semi polar. Senyawa fenol ini memiliki potensi sebagi antioksidan. Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan diketahui bahwa minyak atsiri dapat meredam radikal bebas (pada difenilpikril hidrazil) sebesar 81,91% (Parwata et all 2009). Selain itu, menurut Mursito (2000) ekstrak heksana:etanol daun sirih ternyata masih mengandung β-karoten sebanyak 0.219 mg/100 g tepung daun bebas lemak, atau 0.219 mg/4 ml ekstrak. Minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam minyak/lipofil (Prawitaet al.2009).
Minyak Kelapa
Menurut Ketaren (2006) berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling besar bila dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat kejenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan Iod yang berkisar antara 7.5-10.5.
Bentuk minyak kelapa yang beredar di pasar ada tiga jenis yaituRBD-Coconut Oil (minyak kelapa RBD),Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) dan Virgin Coconut Oil(minyak kelapa murni). Minyak kelapa RBD merupakan minyak yang diproses dengan penambahan bahan kimia dalam pemurnian minyak (refined), pemutihan minyak (bleaching) dan penghilangan bau yang tidak sedap (deodorized). Traditional Coconut Oil (minyak kelapa tradisional) adalah minyak
kelapa yang diolah secara tradisional yang mulai dari penghancuran buah kelapa segar hingga pemanasan yang menghasilakan minyak dan ampas atau blondo (Budiarso 2004).
Stiaji (2005) juga menyebutkan bahwa ada beberapa metode pemrosesan minyak kelapa berbeda, diantaranya dengan pemanasan, fermentasi dan pengeringan di bawah sinar matahari yang kita sebut kopra. Metode pemrosesan minyak kelapa akan mempengaruhi kualitas, penampilan, rasa dan aroma dari produk jadi. Komposisi yang paling banyak terkandung pada minyak kelapa adalah asam lemak. Komposisi asam lemak minyak kelapa secara kasar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak kelapa kasar
Asam Lemak Rumus Molekul
Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh
Asam kaproat C5H11COOH 0.0-0.9 Asam kaprilat C7H17COOH 5.5-9.5 Asam kaprat C9H23COOH 4.5-9.5 Asam laurat C11H23COOH 44.0-52.0 Asam miristat C13H27COOH 13.0-19.0 Asam palmitat C15H31COOH 7.5-10.5 Asam stearat C17H35COOH 1.0-3.0 Asam
arahidrat
C19H39COOH 0.0-0.4 Asam Lamak Tidak Jenuh
Asam palmitoleat
C15H29COOH 0.0-1.3 Asam oleat C17H23COOH 5.0-8.0 Asam
linoleat
C17H31COOH 1.5-2.5 Sumber : Sulistyo (2006).
Tabel 1 menunjukkan bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa kurang lebih 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84 persen trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak jenuh, dan 4 persen trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Ketaren 2006).
Secara fisik, minyak kelapa mempunyai karakteristik bau yang spesifik, warna putih jernih kekuningan dan bentuk cair pada suhu 25oC. Adanya sterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O) serta tokoferol dalam
4
minyak juga memberikan keuntungan. Sterol tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Adapun tokoferol mempunyai tiga isomer yaitu -tokoferol, -tokoferol, dan -tokoferol, bersifat tidak tersabunkan. Namun berbeda dengan kelapa sawit, pada minyak kelapa hanya mengandung sedikit senyawa karotenoida yang dapat berfungsi secara antioksidan (Ketaren 2006). Minyak kelapa layak dipakai dan tidak mudah tengik apabila memenuhi standar mutu yang telah ditentukan untuk menjaga kualitasnya. Standar mutu berdasarkan sifat fisik dan kimia yang digunakan sebagai acuan adalah SNI 01-3394-1998 (Tabel 2).
Tabel 2 Mutu fisiko-kimia minyak kelapa berdasarkan SNI 01- 3394- 1998
Karakteristik SNI
01-3394- 1998 Kadar air maksimum (%) 0.3 Kadar cemaran logam
(mg/kg)
0.1 Bilangan iod (g iod/100 g contoh) 8.0-10.0 Bilangan penyabunan (mg oksigen/100 g) 255-265 Bilangan peroksida maksimum (meq/kg minyak) ≤ 3.0
Asam lemak bebas maksimum (% asam laurat)
≤5.0
Warna dan bau Normal
Minyak pelican Negatif Logam-logam berbahaya
dan arsen
Negatif
Tingginya kadar asam lemak tidak jenuh pada minyak menyebabkan minyak dapat dengan mudah dioksidasi oleh molekul oksigen membentuk hidroperoksida. Proses oksidasi ini dapat menyebabkan hilangnya nilai gizi dan terbentuknya rasa, warna dan bau yang tidak diinginkan, bahkan dapat menyebabkan terbentuknya zat racun. Panas, cahaya, logam dan spesies oksigen reaktif dapat memfasilitasi pembentukan radikal dari lemak (Raharjo 2006).
Sumber oksigen dalam reaksi oksidasi adalah oksigen di atmosfer. Keadaan dasar oksigen di atmosfer berbentuk triplet (3O2). Namun oksigen triplet dapat tereksitasi membentuk oksigen singlet (O2), dan dalam keadaan gas, oksigen singlet ini cukup stabil. dalam keadaan tereksitasi. Oksigen singlet bisa mempercepat reaksi oksidasi (Min 2002).
Oksigen singlet bisa terbentuk oleh reaksi fotokimia terhadap oksigen triplet dengan adanya fotosensitizer. Di alam banyak terdapat senyawa yang berfungsi sebagai fotosensitizer seperti klorofil, porpirin, riboflavin, dan mioglobin yang bisa menyerap energi dari cahaya dan memindahkannya kepada oksigen triplet untuk membentuk oksigen singlet (Liedias 2000).
Oksidasi lemak oleh spesies oksigen reaktif melibatkan tiga langkah, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Terminasi terjadi dengan bereaksinya radikal peroksil dengan antioksidan penangkap radikal. Selain itu setiap radikal alkil atau radikal pada rantai karbon asam lemak (R*) dapat bereaksi dengan peroksida lemak (ROO*) menghasilkan produk senyawa seperti dimer ROOR yang relatif stabil (Raharjo 2006). Inisiasi : RH R*+ H Propagasi : R*+ O2 ROO*
ROO*+ RH ROOH + R*
Terminasi : R*+ R* R-R R*+ROO* ROOR Adanya ikatan rangkap pada asam lemak memperlemah ikatan C-H pada atom karbon yang dekat dengan ikatan rangkap tersebut sehingga atom H pada ikatan tersebut dapat dengan mudah diambil oleh spesies oksigen reaktif menghasilkan radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh (Gambar 2). (Raharjo 2006).
Seperti yang telah diketahui bahwa bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan jamur. Enzim peroksida yang dihasilkan oleh jamur dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Senyawa peroksida menjadi sumber adanya ketengikan itu, maka tingkat oksidasi terhadap asam lemak dapat diamati melalui perubahan bilangan peroksida (peroxide value/PV) (Tambun 2006).
8
Metode
Ekstraksi Minyak Atsiri dari Daun Sirih
Daun sirih yang digunakan adalah daun segar dengan umur panen 6 bulan dan merupakan daun ketiga dari tunas muda. Daun sirih yang sudah dipotong-potong sebanyak 10 kg, dimasukkan ke dalam alat destilasi yang telah diisi dengan air. Alat destilasi uap kemudian dirangkai dengan merangkaikan pendingin (kondensor), kemudian dipanaskan dan dijaga agar tidak menggunakan temperatur yang tinggi. Air dialirkan ke kondensor dan dijaga agar air terus mengalir. Temperatur kondensor dijaga tetap dingin sehingga minyak yang menguap semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan air. Selanjutnya destilat ditambahkan natrium klorida (NaCl) agar minyak yang teremulsi terpisah.
Fase air ditampung dengan labu Erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi dengan NaCl. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua minyak terpisahkan. Setelah diperoleh minyak atsiri, selanjutnya diidentifikasi kandungan kimianya dengan menggunakan GC MS.
Uji Bilangan Peroksida (Metode Iodometri)
Pertama-tama dilakukan preparasi sampel. Minyak kelapa dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas hot plate dengan magnetic stired untuk menguapkan sisa air yang masih terkandung pada minyak kelapa, kecepatan 1000 rpm pada suhu 90oC sesuai dengan percobaan Komarhayati (2006). Selanjutnya ditambahkan 2 gram minyak atsiri dalam 88 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 2%, ditambahkan 3 gram minyak atsiri dalam 87 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 3%, ditambahkan 5 gram minyak atsiri dalam 85 gram minyak kelapa untuk konsentrasi 5%, serta kontrol tanpa penambahan minyak atsiri.
Uji bilangan peroksida dilakukan dengan cara sebanyak 5 g sampel minyak (liquid) ditimbang lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% CHCl3. Setelah minyak larut, ditambahkan sebanyak 50 ml
KI 10% sambil dikocok selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 30 ml akuades. Kelebihan Iod akan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N, demikian juga pada kontrol. Pengukuran dilakukan pada hari ke-0, hari ke-5, hari ke-10, hari ke-15, hari ke-20 , hari ke-25 dan hari ke-30. Masing-masing pengujian dilakukan secara triplo.
Standarisasi larutan Na2S2O3 (Metode Iodometri)
Sebanyak 278 mg KIO3 ditimbang dan dimasukkan ke dalam beaker glass, selanjutnya dilarutkan dengan akuades secukupnya, pindahkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian diencerkan dengan akuades hingga batas. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 0.5 gram KI dan 2 ml HCl 4 N.
Larutan sampel segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N yang sudah dipersiapkan hingga warna berubah menjadi kuning pucat. Selanjutnya diencerkan dengan 50 ml akuades kemudian tambahkan 2 ml indikator amilum dan dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Standarisasi larutan dilakukan tiga kali
Analisis Minyak Atsiri Daun Sirih dengan
Gas Chromatography- Mass Spectroscopy
(GC-MS)
Analisis GC-MS dilakukan meng-gunakan GCMS-QP2010S Shimadzu dengan kondisi analisis sebagai berikut : Sampel dimasukkan, kemudian masuk ke kolom Rtx-5MS 30 meter, diameter 0,25 mm, suhu terprogram dari 80oC sampai 300oC dengan kenaikan suhu 10oC/menit, dan gas pembawa Helium, sedangkan untuk tekanannya sebesar 22 kPa. Jumlah senyawa yang terdapat dalam ekstrak ditunjukkan oleh jumlah puncak (peak) pada kromatogram, sedangkan nama/jenis senyawa yang ada diinterpretasikan berdasarkan data spektra dari setiap puncak tersebut dengan digunakan metode pendekatan pustaka pada database (Pringgenis 2010).