• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Pencarian hakikat remaja sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dimana Plato dan Aristoteles membuat pernyataan tentang hakikat remaja. Dalam buku The Republik, Plato menjelaskan adanya 3 faset1 dari perkembangan manusia, yaitu keinginan, semangat, dan nalar. Menurut Plato, nalar sebagai faset tertinggi belum berkembang pada masa anak, dan baru muncul pada saat masa remaja. Karena nalar belum berkembang pada anak, pendidikan anak seharusnya dipusatkan pada musik dan olahraga. Untuk pengembangan pikiran rasional pada masa remaja memerlukan perubahan kurikulum pendidikan, olahraga dan musik harus diganti dengan ilmu eksakta2.

Menurut Aristoteles, bahwa hal terpenting dalam masa remaja ialah pembentukan kemampuan untuk memilih. Kemampuan untuk menentukan secara mandiri ini merupakan tanda dari kematangan. Menurut Aristoteles pada kira-kira umur 21 tahun, kebanyakan individu telah mempunyai kontrol yang baik. Aristoteles merupakan orang pertama yang melukiskan periode masa tertentu dari perkembangan manusia. Ada tiga tahap, yaitu (1) masa balita-7 tahun pertama dari kehidupan; (2) masa anak-usia 7 tahun sampai pubertas; (3) dewasa muda-pubertas sampai usia 21 tahun.3.

Pandangan masyarakat tentang remaja berubah selama zaman pertengahan. Pada zaman pertengahan itu, anak dan remaja tidak dibedakan statusnya dari orang dewasa ( Muuss, 1989 ), karena anak dianggap sebagai miniatur orang dewasa. Pada abad 18, Jean-Jacques Rosseau, seorang filsuf dari Prancis menegaskan bahwa

anak tidaklah sama persis seperti orang dewasa. Rosseau menjelaskan 4 tahap perkembangan4:

a. Masa Balita ( infancy ) ( 4-5 tahun pertama ). Anak serupa dengan binatang, dengan kebutuhan fisik yang kuat dan sifat hedonistic ( didominasi oleh kesenangan dan rasa sakit.

b. Masa Primitif ( savage ) ( 5-12 tahun ). Pada masa ini, perkembangan sensoris sangat penting. Pengalaman sensoris seperti bermain, olahraga, dan permainan lainnya harus menjadi focus pendidikan. Seperti Aristoteles, nalar belum berkembang pada masa ini.

c. Tahap tiga ( 12-15 tahun ). Nalar dan kesadaran diri berkembang pada tahap ini, bersamaan dengan melimpahnya energy fisik. Rasa ingin tahu harus dikembangkan dalam pendidikan anak umur12-15 tahun dengan menyediakan berbagai kegiatan eksploratif.

d. Tahap empat ( 15-20 tahun ). Individu mulai menjadi matang secara emosional selama masa ini; sifat mementingkan diri diganti dengan minat pada orang lain. Nilai dan mral juga tampil pada masa perkembangan ini.

Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad 20, G. Stanley Hall ( 1844-1924 ) menerbitkan buku tentang remaja. G. Stanley Hall juga dikenal sebagai bapak studi ilmiah tentang remaja. Menurut Stanley Hall factor perkembangan dikendalikan oleh faktor fisiologis dan lingkungan kecil, jadi dalam kaitannya dengan remaja, Stanley Hall percaya bahwa hereditas berinteraksi dengan pengaruh lingkungan untuk menentukan perkembangan individu. Stanley Hall juga menyebutkan adanya empat tahap perkembangan: masa balita (infancy), masa anak (childhood), masa pemuda (youth), dan remaja (adolescense). Menurut Stanley Hall remaja adalah masa antara 12-23 tahun dan penuh dengan topan dan tekanan. Topan dan Tekanan adalah konsep Stanley Hall tentang remaja sebagai masa goncangan yang ditandai dengan konflik dan perubahan suasana hati5. Remaja pada saat ini

berbeda dibandingkan dengan remaja satu atau dua dekade yang lalu. Remaja saat ini lebih baik dan menghadapi tuntutan, harapan, bahaya, dan godaan lebih banyak dan kompleks. Di Indonesia, definisi remaja menurut Soetjiningsih (2004) merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat terjadi kematangan seksual yaitu antara usia 11 tahun sampai dengan 20 tahun. Undang-undang no. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

Remaja bukanlah kelompok individu yang homogen. Remaja melalui perjalanan panjang menuju kedewasaan dengan melewati perbedaaan etnik, budaya, gender, sosio-ekonomi, usia, dan gaya hidup. Pada konteks social-budayaterdapat peningkatan minat dari perkembangan remaja. Konteks (contects)6 adalah situasi dimana perkembangan terjadi, sesuatu yang dipengaruhi oleh faktor sejarah, ekonomi, sosial, dan budaya. Tiap perkembangan remaja yang terjadi dengan latar belakang konteks budaya, ( cooper, 1995, Mcloyd dan Ceballo, 1995 ). Konteks atau lingkungan ini meliputi Rumah, Sekolah, Kelompok Teman Sebaya, Institusi Keagamaan, Kota, Negara, Tetangga, Masyarakat, dan lainnya dengan warisan sejarah, ekonomi, social dan budaya.

2.1.2 Kelompok Usia Remaja

Masa remaja yang diambil ialah menurut Granville Stanley Hall. Stanley Hall merupakan bapak studi ilmiah tentang remaja. Masa remaja yang menurut Hall yaitu rentang waktu 12 tahun sampai dengan 23 tahun. Dimana dalam rentang 12-23 tahun, remaja umumnya berada pada tingkat sekolah yang berbeda-beda.

a. Usia remaja 12-15 tahun (remaja tingkat awal), umumnya merupakan remaja yang duduk di sekolah menengah pertama (SMP).

b. Usia remaja 15-18 tahun (remaja tingkat madya), umumnya merupakan remaja yang duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA), ataupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

c. Usia remaja 18-23 tahun (remaja tingkat akhir), umumnya merupakan remaja yang sedang melakukan pendidikan D3 dan S1 di Perguruan Tinggi.

2.1.3 Perkembangan Psikologi Remaja

Setiap tahap perkembangan manusia selalu dibarengi dengan berbagai tuntutan baik fisik maupun psikis, termasuk di dalamnya perkembangan pada remaja. Makna perkembangan yaitu perubahan-perubahan yang dialami individu, atau organism menuju tingkat kedewaasan atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan7. Perkembangan secara umum mempunyai ciri-ciri yang ada pada aspek fisik dan aspek psikis, yaitu diantaranya terjadinya perubahan dalam kemampuan berfikir, kemampuan mengingat, prosporsi badan, perubahan imajinasi menjadi realitas, dan juga tanda-tanda pada organ tubuh, seperti tulang, gigi, dan lainnya.

Ada 3 tahap perkembangan dalam perkembangan remaja dalam proses menuju kedewasaan :

Remaja awal

Remaja pada tahap ini mengalami kebingungan terhadap perubahan dalam fisiknya. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, dan cepat tertarik pada lawan jenis. Kepekaan yang berlebih, serta kurangnya terhadap pengendalian ego. Remaja dalam tahap ini juga mulai berfikir yang khayal (abstrak).

Remaja madya

Remaja tahap ini sangat membutuhkan teman. Pribadi remaja cenderung senang banyak teman yang mengakuinya, dan ada kecenderungan narsistis pada remaja tahap ini, yaitu menyukai dirinya sendiri. Remaja ini juga berada dalam kondisi kebingungan untuk mencari identitas diri dan memilih mana yang peka atau tidak peduli, bersama atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialistis, dan sebagainya. Remaja akhir

Tahap ini merupakan tahap menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:

- Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek - Memiliki kemampuan berfikir khayal (abstrak)

- Ego untuk mencari kesempatan bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman yang baru

- Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

- Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri degan orang lain.

- Tumbuh ‘dinding’ yang memisahkan dirinyasendiri dan masyaraka umum (Sarwono, 2010).

Dalam setiap perkembangan remaja dari tingkat anak-anak menjadi remaja tahap awal, kemudian menjadi remaja tahap madya, dan terakhir menjadi remaja tahap akhir sebelum menjadi tingkat dewasa, terdapat faktor yang mempengaruhinya yaitu diantaranya ialah faktor lingkungan, dimana di dalam faktor lingkungan tersebut juga terbagi ke dalam 3 jenis lingkungan diantaranya ialah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan teman sebaya.

2.1.3.1 Lingkungan

Lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya, dan masyarakat merupakan ruang lingkup yang memberikan pengaruh besar dalam perkembangan seseorang dalam membentuk identitasnya.

1) Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkup sosial terkecil yang ada di dalam masyarakat. Remaja akan belajar dalam kehidupan sosial pertama kali dalam lingkungan keluarga. Ada 2 bentuk dalam lingkungan keluarga, yaitu yang pertama ialah keluarga inti (nuclear family), yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak dari pasangan suami istri tersebut ataupun juga termasuk anak-anak tiri dari keluarga tersebut jika ada. Bentuk yang kedua dari lingkungan keluarga ialah keluarga yang lebih luas, yaitu orang-orang yang tinggal bersama mereka selain suami istri dan anak-anaknya, seperti orang tua dari suami atau istri, saudara dari suami atau istri, dan juga pembantu rumah tangga yang tinggal.

Salah satu manfaat dalam peran orang tua dalam memberikan perawatan kasih sayang serta mengajarkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupan, membantu mempersiapkan perkembangan psikologi remaja menjadi remaja yang sehat di dalam masyarakat. Keluarga yang memiliki hubungan yang tidak harmonis akan mengembangkan masalah-masalah mental bagi remaja. Dalam psikososiologis fungsi keluarga ialah pemberi rasa aman setiap anggota keluarga, sumber pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis, sumber kasih saying dan penerimaan, model perilaku yang tepat bagi anak/ remaja untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku sosial yang tepat, pembentuk anak/ remaja yang menghadapi masalahnya

dalam rangka menyesuaikan diri terhadap kehidupan, pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal, dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, dan pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, sumber persahabatan/ teman bermain untuk anak hingga cukup tepat untuk mendapatkan teman di luar rumah.

Dalam sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga diklarifikasikan dalam fungsi-fungsi, yaitu fungsi biologis ( sandang, pangan, dan papan ), fungsi ekonomis, fungsi pendidikan, fungsi sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi rekreatif, dan fungsi agama. Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan maka akan mengalami disfungsi. Remaja yang mengalami disfungsi memiliki resiko yang besar berkepribadian anti sosial. Dalam penelitian Adam & Gullota 1983, remaja yang disfungsi cenderung menunjukkan perilaku yang nakal, mengalami depresi, melakukan hubunga seksual secara aktif, dan kecenderungan terhadap obat-obatan terlarang.

Kelas sosial dan status ekonomi juga mempengaruhi perkembangan remaja pada lingkungan keluarga yang nantinya akan berujung pada masyarakat. Pikunas (1976) menjelaskannya sebagai berikut:

o Kelas bawah: orang tua pada kelas bawah cenderung lebih keras dan sering menggunakan hukuman fisik dalam menghukum anaknya sehingga remaja pada kelas ini lebih agresif, independen, dan lebih awal dalam pengalaman seksual.

o Kelas menengah: orang tua cenderung lebih memberikan pengawasan dan perhatian. Para orang tua merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya, dan menerapkan control yang lebih halus. Remaja pada kelas menengah ini cenderung mempunyai ambisi untuk meraih status yang lebih tinggi, dan mengejar status melalui pendidikan dan latihan.

o Kelas atas: remaja pada kelas atas cenderung memiliki sikap percaya diri, dan senang mengembangkan apresiasi estetikanya.

2) Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat pendidikan formal, yang membantu siswanya untuk mengembangkan potensi dan mengajarkan ilmu-ilmu yang untuk diamalkan di masyarakat. Hurlock (1986) berpendapat peranan sekolah sebagai pengembangan kepribadian remaja sangat penting. Sekolah sebagai substitusi keluarga, dan guru sebagai substisusi orang tua. Menurut Hurlock ada beberapa alasan sekolah mempunyai peran penting dalam perkembangan anak atau remaja, yaitu para siswa harus hadir di sekolah, sekolah memberikan perkembangan konsep diri dari anak atau remaja, remaja yang bersekolah banyak menghabiskan waktu di sekolah dibandingkan dengan tempat lain, sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan sekolah memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk menilai diri dan kemampuannya secara realistik. Kualitas hubungan interpersonal antara guru dan murid di dalam kelas juga menjadi faktor penting di dalam pengembangan diri dari murid-murid. Menurut M. Ray Loree (1970) kualitas ini dapat berupa hubungan yang bersifat

hangat atau dingin, tegang atau tenang, antagonestik atau kohesif, bersahabat atau bermusuhan.

Lingkungan sekolah di setiap tingkatan sekolah mempunyai suasana yang berbeda, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Kondisi dari taman kanak-kanak adalah suatu lingkungan yang diawasi dimana batasnya adalah ruangan kelas. Siswa taman kanak-kanak berinteraksi dengan satu atau dua guru yang umumnya ialah guru perempuan yang menjadi figur berkuasa dalam hidup anak-anak. Ruangan kelas juga tetap menjadi konteks utama dari siswa sekolah dasar, meskipun ruangan kelas menjadi lebih berarti sebagai suatu unit sosial dalam kehidupan siswa dibandingkan dengan individu yang masih berada di taman kanak-kanak. Guru dan teman sebaya memiliki pengaruh penting dalam diri setiap siswa sekolah dasar. Peran kelompok sebaya menonjol sejalan dengan meningkatnya minat individu terhadap persahabatan. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar dimana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi. Pada sekolah lanjutan pertama, lingkungan sekolah meningkat dalam hal ruang lingkup dan tingkat kompleksitasnya. Sekarang ini tidak hanya terbatas pada ruangan kelas namun menjadi sekolah secara keseluruhan. Perilaku sosial di titik beratkan pada teman sebaya, aktifitas ekstrakulikuler, dan klub-klub.

Teman Sebaya

Teman sebaya merupakan aspek penting dalam kehidupan remaja. Teman sebaya (peers)8 adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama

dari kelompok teman sebaya ialah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga. Bagi mereka hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Pada masa remaja di kenal istilah konformitas9 (conformity) yaitu muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif (Camarena, 1991; Foster Clark & Bliyth, 1991; Pearl, Bryan & Herzog, 1990; Wall, 1993). Sebagai contoh remaja akibat dari konformitas negatif ialah mencuri dan tawuran. Selain itu juga ada konformitas yang positif pada remaja misalkan menghabiskan waktu bersama perkumpulan untuk kegiatan sosial yang positif. Selain itu juga ada Nonkomitas (nonconformity) muncul ketika apa yang diharapkan oleh orang-orang sekitarnya, tetapi mereka tidak menggunakan harapan tersebut untuk mengarahkan tingkah laku mereka. Dan juga dengan Anti-konformitas (anti-conformity) muncul ketika individu berhasil menolak terhadap harapan kelompok dan kemudian dengan sengaja menjauh dari tindakan atau kepercayaan yang dianut oleh kelompok. Dua versi antikonformitas masa kini antara lain “skinheads” dan “punks”.

2.1.4 Kegiatan dan Minat Remaja

Dalam perkembangannya, remaja memiliki 2 tugas perkembangan dimana 2 tugas tersebut yaitu kegiatan dan minat, dimana kegiatan merupakan sebuah tuntutan yang berasal dari luar individu ( di dalam masyarakat) dan minat ialah sebuah kesukaan yang berasal dari dalam ( dari diri sendiri). Pengertian terhadap tugas perkembangan diambil berdasar pendapat dari Robert Havighurst yang

menjelaskan tentang tugas perkembangan yaitu : “a developmental tasks as one that arises at a certain period in our lives, the successful achievement of which leads to happiness and success with later tasks; while leads to unhappiness, social disapproval, and difficulty with later tasks “ (tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu di dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam mencapai tugas berikutnya; sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya)”10.

Ada banyak pendapat yang mengartikan tugas-tugas perkembangan bagi remaja itu seperti apa dan secara garis besar maksud yang ditangkap ialah sama, dan disini diambil pendapat dari Hurlock (1981), karena umumnya banyak yang mengambil pendapat yang berasal dari Hurlock. Menurut Hurlock, tugas perkambangan ini muncul bersumber dari beberapa faktor, yaitu:

- Kematangan fisik.

- Tuntutan masyarakat secara cultural, seperti belajar membaca, menulis, berhitung, berorganisasi dan lainnya.

- Tuntutan dan dorongan dari cita-cita individu sendiri. - Tuntutan norma agama.

Secara umum remaja disini merupakan remaja yang berada pada kelompok umur yang menempuh pendidikan formal di sekolah baik SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, namun juga tidak semua kelompok remaja menempuh pendidikan formal di sekolah di karenakan oleh faktor-faktor tertentu. Oleh sebab itu kegiatan remaja di kelompokan menjadi 2, yaitu kegiatan remaja di sekolah dan di luar sekolah.

a. Kegiatan remaja di sekolah

Bagi remaja yang mengikuti pendidikan formal di sekolah, kegiatan mereka secara umum mempunyai pola yang jelas yaitu kegiatan belajar setiap hari

kecuali sabtu dan minggu, mulai pukul 7 pagi hingga pukul 12 siang. Selepas dari kegiatan belajar, di sekolah juga terdapat kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan ekstrakulikuler di SMP dan SMA relatif sama, yaitu PRAMUKA, PASKIBRA, PMR, ekstrakulikuler olahraga (basket, futsal, sepakbola, bulu tangkis, catur, tenis meja, volli, karate, dan lainnya), kelompok ilmiah remaja (KIR), seni (musik, tari, dan lainnya), rohis, PASKIBRA, majalah dinding, dan lainnya. Bagi remaja yang berada di pendidikan tingkat Perguruan Tinggi pada semester awal hingga semester 5, jadwal mereka umumnya lebih fleksibel, dan terdapat UKM (unit kegiatan mahasiswa) yang berada langsung dibawah Universitas seperti MAPALA, sepak bola, bola basket, futsal, bela diri, marching band, koperasi mahasiswa, paduan suara, dan lainnya, serta klub-klub kegiatan yang berada di bawah fakultas seperti fotografi, film, radio, kelompok penelitian, pers mahasiswa, basket, sepakbola dan lainnya.

b. Kegiatan remaja di luar sekolah

Remaja yang memiliki kegiatan di luar sekolah dapat dibagi ke dalam 3 kelompok pelaku, yaitu diantaranya :

Aktifitas remaja yang putus sekolah

Ialah remaja yang sudah tidak melanjutkan atau tidak menempuh pendidikan formal akibat beberapa faktor biasanya merupakan faktor ekonomi. Umumnya remaja yang putus sekolah tidak memiliki kegiatan lagi atau menganggur, namun ada juga yang bekerja. Pekerjaan yang dilakukan oleh remaja yang putus sekolah bisanya pekerjaan yang tidak begitu membutuhkan pendidikan tinggi atau sektor informal (bekerja di tempat umum). Aksi negatif yang dilakukan remaja yang putus sekolah juga cukup banyak, khususnya di wilayah Surakarta, seperti menjambret dan mencuri. Berdasar Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, sebenarnya remaja yang diijinkan untuk bekerja ialah remaja yang minimal berumur 18 tahun, namun sekarang masih banyak ditemui remaja putus sekolah di bawah 18 tahun sudah bekerja. Ada

keringanan peraturaturan tentang remaja yang boleh bekerja untuk umur 13-15, yaitu maksimal 3 jam dengan tujuan sebagai pengembangan minat dan bakat.

Aktifitas remaja yang tidak hadir di sekolah

Remaja yang sebenarnya menempuh pendidikan formal, namun akibat beberapa faktor mereka tidak masuk sekolah pada saat jam aktif sekolah. Aktifitas remaja yang membolos ini antara lain berkumpul bersama kelompoknya di tempat yang mereka anggap nyaman hal ini masuk ke dalam ketertarikan tempat oleh para remaja. Biasanya tempat-tempat remaja yang bolos sekolah diantaranya warung internet, game center, warung atau toko, mal, dan jalan. Menurut Kearney (2001) ada 3 aktor penyebab remaja mebolos, diantaranya faktor personal, keluarga, dan sekolah. Faktor personal menurunnya motivasi atau minat belajar dari siswa yang diakibatkan oleh kondisi dan pergaulan. Kondisi dimana siswa sudah tertuinggal jauh oleh teman-temannya dari materi yang diajarkan di sekolah, dan pergaulan siswa terhadap lingkungan yang tidak tepat. Faktor keluarga akibat kurang perhatian dan partisipasi orang tua. Sedangkan faktor sekolah yaitu minimnya interaksi antara pihak sekolah dengan orang tua murid, guru-guru yang kurang suportif, kurannya kepedulian sekolah terhadap siswanya. Di Surakarta

Aktifitas remaja di luar sekolah

Remaja yang beraktifitas saat jam sekolah sudah selesai, yaitu dari siang hari sampai dengan malam hari ataupun di hari libur. Aktifitas remaja yang sudah pulang sekolah bermacam-macam diantaranya mengikuti bimbingan belajar, kursus bahasa ingris, kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, kegiatan olahraga di luar sekolah, kumpul bersama kelompok temannya, kumpul bersama komunitasnya, dan lainnya.

Dari berbagai kegiatan remaja yang merupakan dorngan dari luar, maka secara tidak langsung akan memunculkan minat (dorongan dari dalam) bagi

remajadalam membentuk identitasnya. Minat dari remaja tersebut bermacam-macam, ada beberapa minat remaja yang sifatnya universal, yaitu berlaku untuk semua yang ada di dunia11. Minat-minat tersebut ialah:

Minat Rekreasi

Remaja cenderung menghentikan aktifitas rekreasi yang menuntut banyak tenaga dan kemudian bertindak sebagai pengamat yang pasif. Akibat dari banyak tuntutan tugas dan kegiatan di dalam kegiatan sekolah, maka remaja biasanya focus pada satu jenis rekreasi. Aktifitas yang ada di dalam minat rekreasi antara lain yaitu permaianan/ olahraga yang umumnya dilakukan oleh penyuka olahraga tersebut ataupun orang yang hanya sekedar mencari hiburan; aktifitas bersantai yang bisa diartikan sebagai tidak melakukan pekerjaan seperti melamun ataupun kegiatan yang tidak berat seperti minum kopi atau teh, berkumpul, menonton tivi, membaca, dan lainnya; kegiatan bepergian seperti pergi ke kebun binatang atau ke tempat-tempat yang dianggap menghibur seperti mal; melakukan aktifitas yang menjadi hobi dari setiap individu seperti membaca, menonton, mendengarkan radio/ music dari perangkat lainnya, olahraga dan lainnya.

Minat sosial

Dalam minat ini bergantung pada kesempatan yang didapat oleh remaja itu sendiri. Kesempatan-kesempatan tersebut yang dapat memunculkan aktifitas yang diperoleh dari remaja itu, apakah nantinya berkembang ke arah yang positif ataupun ke arah negatif. Aktifitas yang ada di dalam minat social antara lain yaitu kegiatan berpesta yang umumnya dilakukan bersama kelompok teman sebayanya; kegiatan minum-minuman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang yang umumnya dilakukan remaja yang memiliki masalah dan nantinya dapat berkembang kea rah yang negatif dari remaja itu sendiri; kegiatan

Dokumen terkait