DAFTAR LAMPIRAN
TINJAUAN PUSTAKA
Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii)
Karakteristik Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii)
Enterobacter sakazakii adalah anggota dari famili Enterobacteriaceae, genus
Enterobacter (Nazarowec-White & Farber 1997a). Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif, sel motil dengan flagela peritrichous, serta memiliki ukuran dengan panjang 3 µm dan lebar 1 µm (Shaker et al. 2007; Adams & Moss 2000; Erickson & Kornacki 2009; Kandhai 2010). Enterobacter sakazakii pertama kali dideskripsikan sebagai Enterobacter cloacae berpigmen kuning. Perbedaan antara
E. sakazakii dan E. cloacae berdasarkan perbedaan dalam reaksi biokimia, kemampuan koloni E. sakazakii untuk memproduksi pigmen kuning, kerentanan antibiotik, dan hibridisasi DNA-DNA (Farmer et al. 1980; Hassan et al. 2007). Hasil pengamatan menggunakan scanning electron microscopic (SEM x4800) terhadap C. sakazakii ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Cronobacter sakazakii(SEM x4800) (Kunkel 2009).
Ada usulan penamaan kembali Enterobacter sakazakii menjadi
Cronobacter spp. pada tahun 2007. Genus baru Cronobacter terdiri atas setidaknya lima genomospecies, termasuk tiga subspesies. Klasifikasi terbaru
Cronobacter gen. nov. telah diidentifikasi berdasarkan pada pendekatan
taksonomi polyphasic, menggunakan full-length sekuen gen 16S rRNA,
ribotyping, fluorescent amplified fragment length polymorphism (f-AFLP) dan hibridisasi DNA-DNA.
Berdasarkan pendekatan dan perbedaan profil fenotipik, spesies
Cronobacter sekarang dibagi dalam 16 biogroup. Berikut pembagian 5 spesies
Cronobacter: (1) Cronobacter sakazakii gen. nov., comb. nov. (Biogroup 1-4, 7, 8, 11 dan 13), (2) Cronobacter malonaticus sp. nov. (Biogroup 5, 9, 14), (3)
Cronobacter dublinensis sp. nov. (Biogroup 6, 10, 12), (4) Cronobacter muytjensii sp. nov. (Biogroup 15), serta (5) Cronobacter turicensis sp. nov.
(Biogroup 16). Dua galur Cronobacter tampaknya menjadi genomospecies
terpisah dan dimasukkan sebagai Cronobacter genomospecies I. Genomospecies ini belum terkait dengan biogroup spesifik. Sejumlah subspesies Cronobacter dublinensis diantaranya Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis subsp. nov.
(Biogroup 12), Cronobacter dublinensis subsp. lausannensis subsp.nov.
(Biogroup 10), dan Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi subsp. nov. (Biogroup 6) (Iversen et al. 2008, Kandhai 2010). Tabel 1 memberikan daftar nama baru Cronobacter spp.
Tabel 1 Penamaan kembali beberapa galur Cronobacter spp.
Taksonomi galur lama dan kode koleksi kultur Taksonomi galur baru
Enterobacter sakazakii NCTC 8155 Cronobacter sakazakii
Enterobacter sakazakii NCTC 9238 Cronobacter sakazakii
Enterobacter sakazakii NCTC 11467 = ATCC
29544 = DSM 4485 Cronobacter sakazakii
Enterobacter sakazakii NCTC 9844 Cronobacter dublinensis
Enterobacter sakazakii NCTC 9846 Cronobacter dublinensis
Enterobacter sakazakii NCTC 9529 Cronobacter genomospecies 1
Enterobacter sakazakii DSM 18705 Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis
Enterobacter sakazakii ATCC 51329 Cronobacter muytjensii
Enterobacter sakazakii DSM 18703 Cronobacter turicensis
Enterobacter sakazakii DSM 18702T Cronobacter malonaticus
Enterobacter sakazakii DSM 18706T Cronobacter dublinensis subsp. lausannensis
Enterobacter sakazakii DSM 18707T Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi
Enterobacter sakazakii MC10 Cronobacter spp.
Enterobacter sakazakii MM9 Cronobacter spp.
Iversen et al. 2008; Kandhai 2010
Seperti halnya Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens tipe A dan B, serta Cryptosporidium parvum, Cronobacter spp dikategorikan sebagai bahaya parah bagi populasi terbatas oleh International Commission for Microbiological Specification for Foods (ICMSF 2002). Bakteri ini termasuk kedalam patogen
oportunistik yang menyebabkan penyakit parah pada bayi seperti necrotizing enterocolitis (peradangan saluran cerna), septicemia (infeksi berat), dan neonatal
meningitis (menginfeksi selaput otak bayi) (Pyo Kim et al. 2007; Al-Holy 2008).
Sumber KontaminasiCronobacter spp. (Enterobacter sakazakii)
Cronobacter spp. dilaporkan telah diisolasi dari lingkungan yang berbeda seperti tanah, pabrik susu bubuk, pabrik coklat, rumah tangga, serta dapat diperoleh dari hewan seperti tikus dan serangga (Shaker et al. 2007). Cronobacter
spp. juga telah diisolasi dari berbagai pangan termasuk susu, keju, daging, sayuran, biji sorgum, padi, rempah-rempah, roti fermentasi, minuman fermentasi, tahu, dan teh asam (Shaker et al. 2007; Freidemann 2007).
Beberapa peneliti telah berhasil mengisolasi Cronobacter spp. yang berasal dari makanan lokal diantaranya susu formula, makanan bayi, tepung jagung, bubuk coklat, tepung maizena, dan tepung hunkwee (Dewanti-Hariyadi 2011; Gitapratiwi 2011; Estuningsih 2006; Meutia 2008). Cronobacter spp isolat lokal tersebut telah terdata dibasis data Gen Bank diantaranya 6a (AY624069), 10a (AY 624071), 39a (AY624070), 39d (AY624073), DES c13 (JF800181), DES b10 (JF800179), YR c3a (JF800182), YR t2a (JF800182) (Dewanti-Hariyadi 2011; Gitapratiwi 2011; Estuningsih 2006).
Skladal et al. (1993) menyatakan bahwa Cronobacter spp. merupakan salah satu bakteri kontaminan pada karton susu ultra high temperature (UHT), secara tak langsung bahwa mikroorganisme ini dapat bertahan pada suhu UHT atau kontaminasi setelah proses. Nazarowec-White dan Farber (1997a) melaporkan bahwa 0-12% sampel susu formula bubuk yang ditemukan pada toko pengecer di Kanada (5 perusahan berbeda) telah terkontaminasi Cronobacter spp.. Nazarowec-White dan Farber (1997b) telah mengevaluasi nilai D dari
Cronobacter spp. menggunakan metode batch, proses termal tidak berlangsung pada suhu konstan tetapi terjadi perubahan suhu selama proses pemanasan sehingga menyimpulkan bahwa Cronobacter spp. merupakan salah satu dari anggota Enterobacteriacea bersifat termotoleran yang ditemukan pada produk susu. Oleh karena itu susu formula bayi telah terlibat sebagai jalur transmisi
penyebab wabah dan kasus sporadis dari infeksi Cronobacter spp. (Nazarowec- White & Farber 1997a).
Jika praktek higienis yang rendah digunakan dalam pembuatan dan penanganan susu formula bayi maka jumlah sel bakteri dapat meningkat dengan cepat, hal ini dikarenakan mikroorganisme ini memiliki waktu penggandaan relatif singkat ( 40 menit) pada suhu ruang (Richards et al. 2005). Nazarowec-
White dan Farber (1997b) melaporkan waktu generasi rata-rata 40 menit pada 23 °C dan 5 jam pada 10 °C sedangkan menurut Iversen et al.(2004) Cronobacter
spp. memiliki waktu generasi selama 21 menit pada 37 °C dan 100 menit pada 21 °C. Hal ini menjadi sangat kritis karena Cronobacter spp. memiliki dosis infeksi relatif rendah 1000 CFU/mL pada susu formula bayi yang di rekonstitusi (Iversen & Forsythe 2003).
Pengolahan dan Penyajian Susu Formula
Susu formula bayi digunakan ketika ibu tidak dapat menyusui atau memilih untuk tidak menyusui bayi mereka. Susu pada manusia dan sapi relatif berbeda dari kandungan dan komposisi kimia makronutrien. Oleh karena itu, susu sapi harus dimodifikasi pada tahap produksi agar menyerupai air susu ibu dengan cara (1) mereduksi kadar protein dan mineral (2) meningkatkan jumlah whey protein (3) meningkatkan kadar karbohidrat, dan (4) meningkatkan rasio kalsium/kalium (Ca/P). Selain itu ditambahkan vitamin dan memodifikasi lemak (Nazarowec- white & Farber 1997b).
Produksi susu formula bubuk menggunakan proses yang berbeda antara lain prosedur kering, prosedur basah, atau kombinasi keduanya. Pada prosedur kering, susu skim dipasteurisasi lalu dievaporasi. Semua bahan ingridien yaitu lemak,
whey, vitamin, emulsifier dan stabilisator lalu ditambahkan dan dicampur. Campuran kemudian dipasteurisasi pada 110 C selama 60 detik setelah itu dilakukan spray dryer (pengeringan semprot) (Nazarowec-white & Farber 1997b).
Prosedur basah berupa pencampuran dilakukan dalam keadaan basah sebelum pengeringan sehingga susu skim cair, susu skim sebelum pencampuran, serta komponen lemak diperlakukan pada 80-82 C selama 20 detik kemudian campuran dipanaskan pada 107-110 C selama 60 detik dan campuran cair
dipekatkan dengan falling film evaporator. Konsentrat diperlakuan dengan panas kembali pada suhu 80 C dan terakhir dilakukan pengeringan semprot (Nazarowec-white & Farber 1997b). Proses kombinasi dengan cara menghomogenisasi bahan baku lalu dipasteurisasi dan dikeringkan. Setelah itu mencampurkannya dengan ingridien lain berbentuk bubuk kemudian dikemas.
Metode pencampuran kering menimbulkan masalah dari segi kualitas karena komponen kering akan menghasilkan perbedaan ukuran partikel dan densitas sedangkan dilihat dari sudut keamanan, pencampuran ingridien kering dari berbagai sumber menghasilkan banyak kemungkinan kontaminasi, termasuk kontaminasi oleh Cronobacter spp. Bakteri ini terbukti memiliki kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang kering untuk jangka waktu yang lama (~2 tahun) (Richards 2005). Sifat ini memberikan suatu keunggulan kompetitif bagi Cronobacter spp. untuk bertahan dalam lingkungan kering seperti susu formula bubuk karena kemampuan untuk mengakumulasi zat terlarut kompatibel seperti trehalosa, yang berperan dalam melindungi Cronobacter spp. terhadap cekaman osmotik dengan menstabilkan membran fosfolipid dan protein (Breeuwer et al. 2003).
Rekonstitusi susu formula sangat diperlukan karena susu formula merupakan produk non-steril yang harus disiapkan, ditangani, dan disimpan dengan benar. Rekonstitusi dengan air panas berperan untuk menginaktivasi bakteri, termasuk Cronobacter spp.. Biasanya, jumlah Cronobacter spp. yang terdeteksi sangat rendah dalam susu formula bayi bubuk tetapi Cronobacter spp. memiliki kemampuan untuk berkembang biak yang cepat setelah rekonstitusi jika disimpan dalam jangka waktu yang lama pada suhu kamar (Nazarowec-White & Farber 1997b).
Penelitian yang dilakukan oleh Nazarowec-White dan Farber (1997a) menunjukkan bahwa suhu pemanasan 60 C dapat mereduksi jumlah Cronobacter
spp. sebanyak 1.3 log CFU/mL dan pada suhu yang lebih tinggi (80-100 C) dapat mereduksi sebesar 4 log CFU/mL. Sementara itu penelitian Meutia et al. (2009) terhadap ketahanan Cronobacter spp. dalam susu formula yang direkontitusi dengan air bersuhu 4 C dan 40 C tidak banyak mengurangi jumlah Cronobacter
2.74-6.27 log CFU/mL. Akan tetapi rekonstitusi dengan air bersuhu 100 C menginaktivasi Cronobacter spp. hingga jumlah yang tidak terdeteksi. Air pada suhu tinggi dapat menyebabkan beberapa kerugian yang berhubungan dengan kandungan gizi pada susu formula untuk bayi, terutama hilangnya vitamin C (FAO/WHO 2004). WHO/FAO (2007) merekomendasikan penggunaan air pada 70 C untuk merekonstitusi susu formula bayi untuk menginaktivasi kemungkinan kontaminasi Cronobacter spp. dalam susu formula dengan masih memperhatikan nilai gizi.
Pertumbuhan Cronobacter spp.
Cronobacter spp. dapat tumbuh pada media agar selektif untuk organisme enterik seperti MacConkey, Eosin Methylene Blue, Deoxycholate Agar, serta pada media chromogenic selektif yaitu agar Druggan-Forsythe-Iversen (DFI). Selain itu Cronobacter spp. dapat tumbuh pada media nonselektif seperti Tryptic Soy Agar (TSA). Beberapa kaldu selektif dilaporkan menghambat pertumbuhan bagi beberapa galur Cronobacter spp., sebanyak 3 dari 70 galur yang diperoleh dari berbagai sumber tidak dapat tumbuh dalam kaldu lauril sulfat atau kaldu brilliant green bile yang diinkubasi pada suhu antara 7 dan 57 C selama 48 jam, meskipun viabilitasnya telah dikonfirmasi dalam Tryptic Soy Agar (Iversen et al.
2004). Penelitian lain menujukkan bahwa dari 99 galur Cronobacter spp. yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30 dan 45 C kemudian diamati pada panjang gelombang 620 nm menunjukkan optical density (OD) lebih besar dari 0.1 yang dikarakterisasi sebagai pertumbuhan maksimum.
Medium kaldu selektif akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
Cronobacter spp. dengan cara mengganggu proses metabolisme karbohidrat, terutama bila diinkubasi pada suhu tinggi. Cronobacter spp. yang diinokulasikan pada kaldu lauryl sulfate tryptose dan kaldu brilliant green bile setelah diinkubasi pada suhu 37 C menunjukkan fermentasi laktosa masing-masing sebesar 80 % dan 70%. Bila suhu inkubasi dinaikkan menjadi 44 C, Cronobacter spp. akan memfermentasikan laktosa pada kaldu lauryl sulfate tryptose dan kaldu brilliant green bile masing-masing sebesar 23 % dan 11% (Iversen et al. 2004). Guillaume-Gentil et al. (2005) melaporkan bahwa 15 galur menunjukkan
pertumbuhan dalam kaldu lauryl sulfate tryptose (LST) pada suhu 47 C selama 24 jam.
Pertumbuhan optimum dari Cronobacter spp. dipengaruhi oleh suhu.
Cronobacter spp. mampu tumbuh pada rentang suhu antara 8 hingga 47 C (Kandhai et al. 2006). Suhu pertumbuhan optimum antara 37 sampai 43 C bergantung pada media pertumbuhan (Iversen et al. 2004). Selain media pertumbuhan, galur berpengaruh terhadap pertumbuhan Cronobacter spp.. Hal ini dikarenakan dari 70 galur yang diinokulasikan dalam media TSB selama 24 jam pada suhu 47 C tidak satu pun menunjukkan pertumbuhan tetapi setelah waktu inkubasi diperpanjang selama 48 jam menunjukkan pertumbuhan sebesar 37%.
Penelitian terbaru melaporkan kemampuan Cronobacter spp. dapat bertahan hidup pada lingkungan dengan aktivitas air (aw) sangat rendah, tetapi aktivitas air minimum untuk pertumbuhan Cronobacter spp. belum diketahui. Breeuwer et al. (2003) melaporkan bahwa empat galur Cronobacter spp. dapat tumbuh pada kaldu Brain Heart Infusion (BHI) dengan aw 0.96, pengaturan aw tersebut dilakukan dengan penambahan natrium klorida (NaCl) 1.2 M. Guillaume-Gentil
et al. (2005) melaporkan bahwa 99 galur yang diuji mampu tumbuh dalam kaldu
lauryl sulfate tryptose yang mengandung NaCl 0.5 M. Informasi mengenai pertumbuhan pada aw rendah sangat penting bagi keberlangsungan hidup
Cronobacter spp..
Pertumbuhan dalam lingkungan pH rendah memungkinkan Cronobacter
spp. untuk bertahan pada produk asam atau bertahan hidup dengan kondisi asam lambung. Empat galur dilaporkan dapat tumbuh antara pH 4.5 dan 10.0 pada kaldu BHI (Breeuwer et al. 2003). Dancer et al. (2009) melaporkan bahwa pH minimum untuk pertumbuhan pada 37 C selama 24 jam adalah 3.9 atau 4.1 untuk banyak galur yang telah diuji.
Kinetika Inaktivasi Mikroba dan Ketahanan panas Cronobacter spp.
Pemanasan pada sistem pengolahan makanan berperan untuk mereduksi jumlah bakteri dalam suatu produk. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan pangan dan meningkatkan umur simpan dari produk. Agar tujuan ini tercapai diperlukan kombinasi waktu dan suhu, biasanya berdasarkan pada uji
coba, peraturan, atau pengalaman. Penilaian kecukupan panas dapat diperkirakan berdasarkan reduksi log bakteri melalui konsep nilai D dan Z. Akan tetapi ketahanan panas dari setiap galur Cronobacter spp. berbeda-beda (Edelson- Mammel & Buchanan 2004).
Waktu reduksi desimal menunjukkan waktu yang diperlukan untuk membunuh sejumlah mikroba pada suhu spesifik dalam jangka waktu tertentu. Prosedur untuk menentukan waktu reduksi desimal adalah menempatkan sejumlah sel atau spora yang diketahui jumlahnya pada tabung kapiler yang disegel.
Selanjutnya dipanaskan hingga waktu yang telah ditentukan (misalnya, setiap 1 menit) kemudian tabung diangkat, didinginkan, dan kemudian dilakukan
penentuan jumlah sel yang hidup. Setelah perlakuan akan didapatkan jumlah sel hidup pada setiap waktu pemanasan dengan demikian pada kurva dapat diplot jumlah sel yang hidup terhadap waktu. Hasil plot ini akan diperoleh waktu reduksi desimal.
Waktu reduksi desimal (nilai D) untuk organisme target, dihitung dengan menggunakan kinetika inaktivasi orde satu untuk model kurva ketahanan sel vegetatif atau spora (Tucker et al. 2001). Nilai D merupakan waktu pemanasan (menit) untuk mereduksi mikroorganisme berupa sel vegetatif atau spora sebanyak 1 unit log (pengurangan populasi 90%) pada suhu, medium, dan galur mikroba tertentu (Ramesh 2003; Tang et al 2000). Sebagai contoh, nilai D dari
C. botulinum pada 240 °F dengan media beras spanyol pada pH 4.6 adalah 0.21 menit. Semakin tinggi nilai D menunjukkan bahwa semakin tahan mikroba dengan inaktivasi panas bila dibandingkan dengan mikroba lain pada kondisi pemanasan yang sama (Fung 2009).
Laju inaktivasi mikroba selama waktu pemanasan pada suhu konstan, dengan N0 adalah jumlah awal dari populasi mikroba dan N(t) jumlah mikroba setelah waktu pemanasan t. Menurut model kinetika orde pertama, dalam kondisi isotermal (T=konstan), laju inaktivasi dN (t)/dt adalah:
dengan k adalah laju eksponensial yang bergantung pada suhu. Mengintegrasikan Persamaan 1.1 dihasilkan:
atau
Persamaan (1.3) menunjukkan plot kurva semilogaritma dari N terhadap t. Persamaan tersebut dapat diubah menjadi persamaan (1.4)
atau
Nilai kemiringan 2.303/k, sering dinyatakan sebagai nilai D sehingga:
Plot logaritma dari jumlah mikroba terhadap waktu pada suhu tertentu dapat dilihat pada Gambar 2 yang digunakan untuk menentukan nilai D. Gambar 2 merupakan bentuk kurva semilogaritma, yang memiliki kemiringan (slope) -1/D, persamaan kurva yang diberikan
Gambar 2 Logaritma jumlah mikroba terhadap waktu, yang digunakan untuk menentukan nilai D (Holdsworth et al. 2004).
Nilai Z yaitu perubahan suhu yang diperlukan untuk mengubah nilai D sebesar 90% atau 1 siklus (Toledo 2007). Nilai Z dihitung dengan menggunakan hubungan orde satu untuk model hubungan antara nilai Ddan suhu pemanasan, yang diperoleh dari plot log D terhadap suhu (Gambar 3). Persamaan untuk plot D/Z diberikan dalam persamaan:
dengan DT adalah nilai D pada suhu tertentu (menit), Dref adalah nilai D pada suhu standar (refrensi), T adalah pemanasan pada suhu tertentu ( C), dan Tref adalah suhu standar yang digunakan untuk nilai D0. Nilai Z memberikan informasi mengenai ketahanan relatif dari mikroorganisme pada suhu pemanasan yang berbeda. (van Asselt & Zwietering 2005).
Gambar 3 Penentuan nilai Z dari hubungan log D terhadap suhu (Holdsworth et al. 2004).
.
Cronobacter spp. merupakan salah satu anggota dari Enterobacteriaceae yang paling tahan panas. Studi dalam tryptic soy broth (TSB), susu formula, dan bufer fosfat disimpulkan bahwa tidak semua galur Cronobacter spp. memiliki ketahanan panas yang sama (Breeuwer et al. 2003; Iversen et al. 2004). Nilai D dan nilai Z untuk berbagai isolat Cronobacter spp. pada berbagai media telah disajikan pada Tabel 2. Penelitian oleh Nazarowec-White dan Farber (1997b) yang dilakukan terhadap beberapa isolat Cronobacter spp. menunjukkan bahwa
satu galur khusus yang tahan panas bertanggung jawab terhadap tingginya nilai D yaitu 5 isolat klinis dengan nilai D54 C yaitu 36.72±6.07 C (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai D dan nilai Z untuk berbagai galur Cronobacter spp (Dancer & Kang 2009). Menstruumb Galur nilai D (menit) Pustaka 54 C 56 C 58 C 60 C nilai z ( C) Triptic soy broth NCTC 11467 14.9±0.65 2.7±0.08 1.3±0.28 0.9±0.17 5.6±0.13 Iversen et al. 2004 823 10.2±3.56 1.2±0.01 1.7±0.38 0.2±0.06 5.5±0.50 Iversen et al. 2004
Susu formula NCTC 11467 16,4±0.67 5.1±0.27 2.6±0.48 1.1±0.11 5.8±0.40 Iversen et al. 2004
823 11.7±5.80 3.9±0.06 3.8±1.95 1.8±0.82 5.7±0.12 Iversen et al. 2004
1387-2 n.t. n.t. 0.5 n.t. n.t. Breeuwer et al. 2003
5 clinical isolates 36.72±6.07 10.91±1.52 5.45±0.46 3.06±0.12 6.02 Nazarowec-White & Farber 1997
5 food isolates 18.57±1.14 9.75±0.47 3.44±0.35 2.15±0.07 5.60 Nazarowec-White & Farber 1997
10 pooled isolates 23.70±2.52 10.30±0.72 4.20±0.57 2.50±0.21 5.82 Nazarowec-White & Farber 1997
ATCC 51329 n.t. n.t. 0.51±0.00 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
NQ2-Environ n.t. n.t. 0.53±0.03 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
NQ3-Environ n.t. n.t. 0.57±0.07 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
LCDC 674 n.t. n.t. 0.62±0.08 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
CDC A3(I) n.t. n.t. 0.63±0.04 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
NQ1-Environ n.t. n.t. 0.80±0.02 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
EWFAKRCHNNV 1493 n.t. n.t. 5.13±0.11 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
ATCC 29544 n.t. n.t. 6.12±0.39 n.t. n.t. Edelson-Mammel &
Buchanan 2004 SK 90 n.t. n.t. 7.76±0.26 n.t. n.t. Edelson-Mammel & Buchanan 2004 LCDC 648 n.t. n.t. 9.02±0.35 n.t. n.t. Edelson-Mammel & Buchanan 2004 401C n.t. n.t. 9.53±0.39 n.t. n.t. Edelson-Mammel & Buchanan 2004 607 n.t. 21.05±2.65 9.87±0.83 4.41±0.38 5.6 Edelson-Mammel & Buchanan 2004 Bufer fosfat 1387-2 7.10 2.40 0.48 n.t. 3.1 Edelson-Mammel &
Buchanan 2004
16 6.40 1,1 0.40 n.t. 2.6 Breeuwer et al. 2003
1360 n.t. n.t. 0.34 n.t. Breeuwer et al. 2003
145 n.t. n.t. 0.27 n.t. Breeuwer et al. 2003
n.t.=tidak diuji
Penelitian Ardelino (2011) terhadap isolat lokal Cronobacter spp. asal susu formula dan makanan bayi di Indonesia menunjukkan nilai D untuk isolat-isolat
YR t2a, YR c3a, dan E9 pada suhu 54 C, berturut-turut adalah 7.75±0.08, 9.13±1.23, dan 7.50±0,28 menit. Isolat YR t2a dan YR c3a asal formula bayi memiliki nilai D54 C yang lebih besar dibandingkan dengan isolat E9 asal makanan bayi (Ardelino 2011).
Nilai D pada suhu 58 C untuk isolat lokal Cronobacter spp. berkisar antara 1.34-1.39 menit. Nilai D58 C terbesar ditemukan pada isolat asal makanan bayi E9 yaitu sebesar 1.39 menit sementara nilai D58 C terkecil ditemukan pada isolat YR t2a sebesar 1.34±0.03 menit. Nilai D58 C untuk isolat YR c3a adalah 1.38±0.03 menit. Nilai D58 C untuk isolat asal susu formula atau makanan bayi tidak jauh berbeda (Ardelino 2011).
Nilai Z untuk isolat ATCC 51329 bernilai 5.65±0.23 C, isolat YR t2a benilai 6.08±0.08 C, isolat YR c3a bernilai 5.80±0.43 C, dan isolat E9 bernilai 5.54±0.02 C. Isolat ATCC 51329 memiliki nilai D60 C sebesar 0.82 menit dengan nilai Z sebesar 5.65±0.23 C. Untuk menurunkan nilai D hingga 0.082 menit diperlukan kenaikan suhu sebesar 5.65 C. Hal ini berarti nilai D sebesar 0.082 menit dapat tercapai pada suhu 65,65 C (Ardelino 2011).
Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas
Sejumlah faktor mempengaruhi ketahanan panas dari mikroba yaitu, aktivitas air (aw), pH, dan komposisi pangan (Holdsworth et al. 2004). Selain itu perbedaan galur mikroba, kondisi fisiologi dari mikroba, suhu inkubasi,
menstruum pemanas, metode yang digunakan, dan metodologi dalam menyembuhkanmikroba (Kim & Park 2007).
Aktivitas air (aw) yang tinggi pada produk pangan biasanya tidak mempengaruhi ketahanan panas mikroba akan tetapi produk bubuk kering atau produk yang berlemak menyebabkan ketahanan panas mikroba menjadi lebih tinggi. Hal yang sama pada pemanasan langsung dengan uap, uap panas kering kurang efektif untuk inaktivasi mikroba (Holdsworth et al. 2004).
Inaktivasi mikroba dipengaruhi oleh pH. Secara umum untuk produk asam (pH<4.5) misalnya pada berbagai buah-buahan dan jus, mikroba patogen tidak menyebabkan masalah sehingga hanya perlakuan panas ringan, seperti
pasteurisasi yang diperlukan untuk menstabilkan produk. Untuk pH>4,5 misalnya, pada sayuran, ikan, dan produk daging, proses harus terrencana untuk menonaktifkan spora Clostridium botulinum (Holdsworth 2004).
Berbagai menstruum yang digunakan dalam pengujian ketahanan panas
Cronobacter spp. diantaranya susu formula, susu skim, makanan bayi, larutan garam, tryptic soy broth (TSB), dan bufer fosfat. Menstruum susu formula, susu skim, atau makanan bayi memiliki efek proteksi mikroba terhadap panas karena adanya kandungan lemak, protein, karbohidrat, konsentrasi gula, dan jumlah padatan sehingga meningkatkan ketahanan panas.
Fase pertumbuhan mikroba berpengaruh terhadap ketahanan panas mikroba pada proses pemanasan. Fase pertumbuhan mikroba diantaranya fase eksponensial, pada fase ini sel mikroba paling sensitif terhadap kondisi lingkungan seperti kekeringan, panas, dingin, dan bahan kimia. Fase stasioner menyebabkan sel lebih tahan terhadap kondisi lingkungan (Breeuwer et al. 2003). Selain itu jumlah isolat yang diinokulasikan berpengaruh terhadap ketahanan panas. Beberapa peneliti menggunakan jumlah inokulum Cronobacter spp. yang berbeda. Kim dan Park (2007) menggunakan jumlah inokulum 106 CFU/mL, Breeuwer et al. (2003) menggunakan jumlah inokulum 107 CFU/mL, Ardelino (2011) dengan jumlah isolat 108 CFU/mL sedangkan Nazarowec-White dan Farber (1997b) dengan jumlah isolat 109 CFU/mL.
Metode yang digunakan untuk pengujian ketahanan panas berbeda-beda diantaranya menggunakan metode tabung kaca disegel (Tabung TDT), tabung kapiler, kaleng TDT, dan submerged coil. Metode tabung TDT dengan cara suspensi mikroba diinjeksikan kedalam tabung kaca Pyrex (diameter luar 7-9 mm) kemudian dipanaskan dalam water bath, oil bath atau sistem biological indicator- evaluation resistometer (BIER) (Pflug & Gound 2000).
Metode tabung kapiler mirip dengan metode tabung kaca disegel akan tetapi diameter tabung kapiler lebih kecil oleh sebab itu pemanasan dan pendinginan akan berlangsung lebih cepat. Tabung kapiler memiliki diameter luar berukuran 1.7-1.9 mm dan diameter dalam berukuran 1.0-1.3 mm. Volume sampel yang diinjeksikan sekitar 0.05 mL (Pflug & Gound 2000).
Metode kaleng TDT mempunyai diameter berukuran 2.5 inci (63.3 mm) dan tinggi 0.375 inci (9.52 mm). Metode ini digunakan untuk produk padat atau produk suspensi cairan (Pflug & Gound 2000; Kusnandar et al. 2006). Metode
submerged coil, dengan cara suspensi mikroba diinjeksikan secara cepat sebelum pemanasan, kumparan logam dengan diameter kecil kemudian dicelupkan hingga mencapai prakesetimbangan saat dipanaskan dalam water bath sehingga waktu pemanasan terjadi secara cepat. Jarum suntik otomatis akan menggantikan sampel pada interval yang telah ditentukan. Keuntungan dari metode ini adalah proses sampling yang sangat cepat (Pflug & Gound 2000).
Metode yang digunakan oleh setiap peneliti untuk menguji ketahanan panas
Cronobacter spp. berbeda-beda diantaranya, Kim dan Park (2007) menggunakan metode tabung sentrifus kaca yang berisi 19 mL susu formula. Nazarowec-White dan Farber (1997b) menggunakan metode tabung sentrifus dari stainless steel
(ujung berbentuk datar) berisi 49.5 mL susu formula yang digunakan untuk mengevaluasi ketahanan panas isolat gabungan Cronobacter spp. yang direkontitusi pada susu formula. Edelson-Mammel dan Bunchanan (2004) menentukan ketahanan panas menggunakan submerged coil apparatus untuk mengevaluasi efek dari rehidrasi susu formula bubuk dengan suhu yang berbeda. Breeuwer et al. (2003) menggunakan tabung kapiler yang berisi 10 µL suspensi sel untuk menguji ketahanan panas Cronobacter spp. Selain itu Ardelino (2011) menggunakan metode Erlenmeyer Pyrex 50 ml (diameter 51 mm dan tinggi 78 mm) berisi 9 mL susu formula yang digunakan untuk uji ketahanan panas isolat lokal Cronobacter spp..
Mikroba yang telah mengalami pemanasan akan mengalami kerusakan subletal sehingga beberapa peneliti menambahkan suplemen kedalam media pertumbuhan. Nazarowec-White dan Farber (1997b) menambahkan 1% sodium piruvat kedalam media tryptone soya agar (TSA). Breeuwer et al. (2003) menambahkan 0.1% piruvat kedalam media tryptose phosphate agar (TPA). Selain itu Arroyo et al. (2009) menambahkan 0.6% yeast extract kedalam media