• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

a. Pengertian Umum Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,

pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan

lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaannya (Suma’mur, 1996).

Pengertian lain dari keselamatan kerja adalah merupakan sarana utama

untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian

yang berupa luka/ cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan

kerusakan peralatan/ mesin dan lingkungan secara luas (Tarwaka, 2008).

Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada di

perusahaan. Dengan demikian, keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk

setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di perusahaan serta masyarakat

sekitar perusahaan yang mungkin terkena dampak akibat suatu proses produksi

industri (Suma’mur, 1996).

Sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja baik di darat, di

dalam tanah, di permukaan air maupun di udara (Suma’mur, 1996).

Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,

seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa dan

Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi,

baik barang maupun jasa (Suma’mur, 1996).

Keselamatan kerja adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga

kerja. Dalam hubungan ini, bahaya yang dapat timbul dari mesin, pesawat, alat

kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan, cara

melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental dari pekerjaannya, harus

sejauh mungkin diberantas dan atau dikendalikan (Suma’mur, 1996). b. Tujuan Keselamatan Kerja

1) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan

untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas

nasional.

2) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien

(Suma’mur, 1996).

c. Pengertian Umum Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran

beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja atau masyarakat pekerja

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun

sosial dengan usaha preventif dan kuratif, terhadap

penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan

kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum (Suma’mur, 1996).

Kesehatan kerja sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat

tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka,

2008).

d. Tujuan Kesehatan Kerja

1) Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang

setinggi-tingginya.

2) Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada

meningginya efisiensi dan daya produktifitas faktor manusia dalam produksi

(Suma’mur, 1996).

e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofis adalah suatu pemikiran

dan upaya untuk menjamin keadaan, keutuhan, dan kesempurnaan baik jasmani

ataupun rohani manusia serta karya dan budayanya tertuju pada kesejahteraan

manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya (Suma’mur, 1996).

Sedangkan secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja adalah

suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapannya yang mempelajari tentang cara

penanggulangan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (Suma’mur, 1996). Keselamatan dan kesehatan kerja secara praktis/hukum merupakan suatu

upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat

dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja serta begitu pula orang lain yang

memasuki tempat kerja maupun sumber dari proses produksi dapat secara aman

f. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1) Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu

dalam keadaan selamat dan sehat.

2) Agar sumber-sumber produksi dapat diakui dan digunakan secara aman dan

efisien.

3) Agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun

(Suma’mur, 1996).

g. Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan, bahaya peledakan dan kebakaran.

2) Mencegah dan megurangi timbulnya penyakit akibat kerja.

3) Mencegah dan mengurangi angka kematian, cacat tetap, dan luka ringan.

4) Mengamankan material bangunan, mesin, pesawat, bahan, alat kerja lainnya.

5) Meningkatkan produktivitas.

6) Mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal.

7) Menjamin tempat kerja yang aman.

8) Memperlancar, meningkatkan, mengamankan sumber, dan proses produksi.

2. Bahaya

a. Pengertian Umum Bahaya

Bahaya merupakan suatu kondisi baik yang ada maupun yang berpotensi,

yang dengan sendirinya atau berinteraksi dengan kondisi lainnya, dapat

menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan atau diharapkan seperti kematian,

Pengertian lain dari bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan

kerugian. Menurut Rudi Suardi (2005), bahaya adalah suatu yang berpotensi

menjadi penyebab kerusakan ini mencakup substansi, prosedur kerja dan atau

aspek lainnya dari lingkungan kerja. Kemungkinan suatu bahan yang dalam

kondisi tertentu bisa menyebabkan kerugian pada makhluk hidup (Pamapersada

Nusantara, 1999).

Hazard adalah sumber atau situasi yang mempunyai daya potensial untuk

mengakibatkan cidera atau gangguan kesehatan, kerusakan alat, kerusakan

lingkungan tempat kerja atau kombinasi dari hal-hal tersebut (Cross Jane, 1998).

b. Potensi Bahaya

Menurut Depnaker RI (1996), potensi bahaya adalah suatu keadaan yang

memungkinkan atau dapat menimbulkan kecelakaan atau kerugian berupa cidera,

penyakit, kerusakan atau kemampuan untuk melaksanakan fungsi yang telah

ditetapkan.

Pengertian lain dari potensi bahaya (hazard) adalah sesuatu yang

berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit, kecelakaan

atau bahkan dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian (Tarwaka, 2008).

Setiap proses produksi, peralatan/mesin, dan tempat kerja yang

digunakan untuk menghasilkan suatu produk selalu mengandung potensi bahaya

tertentu yang jika tidak mendpatkan perhatian khusus dapat menimbulkan

kecelakaan kerja. Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat

berasal dari luar proses. Potensi bahaya dapat mengakibatkan kerusakan dan

kerugian kepada :

1) Manusia baik yang bersufat langsung maupun tidak langsung terhadap

pekerjaan.

2) Properti termasuk peralatan kerja dan mesin-mesin.

3) Lingkungan baik lingkungan di dalam perusahaan maupun lingkungan di luar

perusahaan.

4) Kualitas produk barang dan jasa.

5) Nama baik perusahaan (Company’s Pubilc Image).

Menurut Tarwaka (2008) hazard atau potensi bahaya dapat

dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori umum atau dapat juga disebut

sebagai energi potensi bahaya sebagai berikut:

1) Potensi bahaya dari bahan-bahan berbahaya (Hazardous Substances)

2) Potensi bahaya udara bertekanan (Pressure Hazard)

3) Potensi bahaya udara panas (Thermal Hazard)

4) Potensi bahaya kelistrikan (Electrical Hazard)

5) Potensi bahaya mekanik (Mechanical Hazard)

6) Potensi bahaya gravitasi dan aselerasi (Gravitational and Accelerational

Hazard).

7) Potensi bahaya radiasi (Radiation Hazard)

8) Potensi bahaya mikrobiologi (Microbiological Hazard)

9) Potensi bahaya kebisingan dan vibrasi (Vibration and Noise Hazard)

11) Potensi bahaya lingkungan kerja (Environmental Hazard)

12) Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas produk dan jasa, proses

produksi, properti, image public, dll.

c. Sumber Bahaya

Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kerugian, baik

kerugian langsung maupun kerugian tidak langsung. Kerugian ini bisa dikurangi

jika kecelakaan dan penyakit akibat kerja dicegah dengan cara dideteksi sumber

sumber bahaya yang mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja

tersebut. Menurut Syukri Sahab (1997), sumber bahaya ini bisa berasal dari :

1) Manusia

Termasuk pekerja dan manajemen. Kesalahan utama sebagian besar

kecelakaan, kerugian, dan kerusakan terletak pada karyawan yang kurang

bergairah, kurang terampil, kurang tepat, terganggu emosinya yang pada umunya

menyebabkan kecelakaan dan kerugian (Bennet N.B Silalahi dan Rumondang B.

Silalahi, 1995). Selain itu apa yang diterima atau gagal diterima melalui

pendidikan, motivasi, serta penggunaan peralatan kerja berkaitan langsung dengan

sikap pimpinan (Freeport, 1995).

2) Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya

jika tidak digunakan sesuai dengan fungsinya, tidak adanya latihan penggunaan

alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada

dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri

Sahab, 1997).

3) Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat bahan

antara lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan

kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan

kelainan pada janin, bersifat racun dan radio aktif.

4) Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang

digunakan. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya, dalam

prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan kimia berbahaya yang

memperbesar resiko bahayanya. Dari proses ini kadang–kadang timbul asap,

debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa

bahan. Hal ini dapat mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

Tingkat bahaya dari proses ini tergantung pada teknologi yang digunakan (Syukri

Sahab, 1997).

5) Cara Kerja

Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan

orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain: cara kerja yang

mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta tumpahan

bahan berbahaya. Cara mengangkat dan mengangkut yang salah mengakibatkan

cedera, memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai

6) Bangunan, Peralatan dan Instalasi

Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian.

Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan

tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja. Pencahayaan

dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas

dan tersedia jalan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persaratan

keselamatan kerja baik dalam disain maupun konstruksinya. Dalam industri juga

digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak

dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti

kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka – luka atau cidera.

7) Lingkungan Kerja

Bahaya dari lingkungan kerja dapat di golongkan atas berbagai jenis

bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit

akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja. Bahaya tersebut

adalah:

a) Faktor lingkungan fisik

Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu

dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan dan radiasi.

b) Lingkungan kimia

Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan–bahan yang

digunakan maupun bahan yang di hasilkan selama proses produksi. Bahan ini

berhamburan ke lingkungan karena cara kerja yang salah, kerusakan atau

c) Faktor lingkungan biologik

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga

maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.

d) Faktor faal kerja atau ergonomi

Gangguan yang besifat faal karena beban kerja yang terlalu berat,

peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja.

e) Faktor psikologik

Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat

kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti

hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi.

Menurut Bennett N. B. Silalahi dan Rumandaong B. Silalahi (1995),

keadaan lingkungan yang dapat merupakan keadaan berbahaya antara lain:

a) Suhu dan kelembaban udara

b) Kebersihan udara

c) Penerapan dan kuat cahaya

d) Kekuatan bunyi

e) Cara dan proses kerja

f) Udara, gas-gas bertekanan

g) Keadaan lingkungan setempat

h) Keadaan mesin-mesin, perlengkapan dan peralatan kerja serta bahan-bahan.

3. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat

kerja (Tarwaka, 2008).

Sedangkan menurut Pamapersada Nusantara (1999) identifikasi bahaya

adalah proses pencarian terhadap bahaya yang ada pada semua jenis kegiatan,

situasi, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera ataupun sakit.

Tindakan awal dari suatu sistem manajemen pengendalian resiko yang

merupakan suatu cara untuk mencari dan mengenali terhadap semua jenis

kegiatan, alat, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit

yang bertujuan dalam upaya mengurangi dampak negatif resiko yang dapat

mengakibatkan kerugian aset perusahaan, baik berupa manusia sebagai tenaga

kerja, material, mesin, hasil produksi, maupun financial (Slamet Ichsan, 2004).

Proses identifikasi hazard atau potensi bahaya antara lain yaitu :

a. Membuat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan, proses kerja,

sistem kerja, kondisi kerja, dll) yang ada di tempat kerja.

b. Memeriksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya

c. Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja yang

berhubungan dengan objek-objek tersebut.

d. Mereview kecelakaan, catatan P3K dan informasi lainnya

e. Mencatat seluruh hazard yang telah diidentifikasi (Tarwaka, 2008)

4. Penilaian Resiko

a. Pengertian Umum

Menurut Tarwaka (2008), resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya

Sedangkan tingkat resiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan

(probability) dan keparahan (consequence/ severity) dari suatu kejadian yang

dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera sakit yang mungkin timbul

dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja. Menurut Widodo Siswowardodjo

(2007), tingkat resiko adalah perhitungan antara konsekuensi atau dampak yang

mungkin timbul dan probabilitas.

Menurut Permenaker PER 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lampiran I mengenai Pedoman Penerapan

sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bahwa penilaian resiko

adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko

kecelakaaan atau penyakit akibat kerja.

Penilaian resiko adalah pelaksanaan metode-metode untuk menganalisa

tingkat resiko, mempertimbangkan resiko tersebut dalam tingkat bahaya (danger)

dan mengevaluasi apakah sumber bahaya itu dapat dikendalikan secara memadai

serta mengambil langkah-langkah yang tepat (Widodo Siswowardodjo, 2007).

b. Manfaat Penilaian Resiko

Besarnya nilai resiko yang diperoleh digunakan sebagai dasar dalam

melakukan tindakan perbaikan untuk mencegah kecelakaan kerja yang sama

terulang dan untuk mengetahui bahaya yang harus mendapat perhatian lebih

dahulu. Hasil analisis potensi bahaya dapat dimanfaatkan antara lain sebagai

berikut:

1) Evaluasi sejauh mana diperlukan perubahan mesin atau peralatan yang jadi

2) Perbaikan metode kerja.

3) Mengembangkan peralatan perlindungan dan pengamanan

4) Mempersiakan intruksi kerja

5) Mempersiapkan peraturan keselamatan kerja atau panduan untuk objek yang

diteliti (Syukri Sahab, 1997).

c. Proses Penilaian Resiko

Di dalam melakukan penilaian resiko harus dilakukan secara sistematis

dan terencana dengan mengikuti tahapan-tahapan proses penilaian resiko. Proses

penilaian resiko ini dilakukan untuk menilai tingkat resiko kecelakaan atau cidera

dan sakit dan merupakan proses kelanjutan dari proses identifikasi hazard. Proses

penilaian resiko tersebut antara lain yaitu:

1) Tingkat Kekerapan (probability)

Tingkat kekerapan atau keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit

akibat kerja, harus mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama

seorang tenaga kerja terpapar potensi bahaya. Dengan demikian dapat dibuat

keputusan tentang tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi untuk

setiap potensi bahaya yang diidentifikasi. Integritas dan efektivitas tindakan

pengendalian resiko perlu disertakan pada saat mempertimbangkan kekerapan

atau kemungkinan. Kategori tingkat kekerapan atau kemungkinan tergantung dari

kebutuhan perusahaan mulai dari tingkat kemungkinan kecil sekali sampai tingkat

kemungkinan yang sangat besar.

Setelah diketahui tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi,

selanjutnya harus dibuat keputusan tentang seberapa parah kecelakaan atau sakit

yang mungkin terjadi. Penentuan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga

memerlukan suatu pertimbangan tentang berapa banyak orang yang ikut terkena

dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar

potensi bahaya. Kategori tingkat keparahan tergantung dari perusahaan mulai dari

tingkat keparahan kecil sekali sampai dengan tingkat keparahan yang sangat

besar.

3) Tingkat Resiko

Setelah dilakukan penaksiran terhadap tingkat kekerapan dan keparahan

terjadinya kecelakaan atau penyakit yang mungkin timbul, selanjutnya dapat

ditentukan tingkat resiko dari masing-masing hazard yang telah diidentifikasi dan

dinilai.

4) Prioritas Resiko

Setelah dilakukan penentuan tingkat resiko, selanjutnya harus dibuat

skala prioritas resiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya

menyusun rencana pengendalian resiko.

5. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki

dan seringkali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik

waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak

diduga, kapan dan dimana yang dapat menimbulkan cidera fisik terhadap orang,

dan atau kerusakan atau kerugian harta benda atau kerusakan atau pencemaran

lingkungan (PT. United Tractors Tbk, 2010).

Kecelakaan terjadi oleh karena adanya kontak dengan suatu sumber

energi atau bahan yang melampaui NAB dari bahan atau struktur. Sumber energi

ini dapat berupa tenaga mekanis, kinetis, kimia, listrik, dan lain sebagainya.

(Sucofindo, 1998).

Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu unsafe act

(tindakan yang tidak aman) dan unsafe condition (kondisi yang tidak aman). Oleh

karena itu sumber daya manusia dalam hal ini memegang peranan penting dalam

penciptaan keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga kerja yang mau

membiasakan dirinya dalam keadaan aman dan melakukan pekerjaan dengan

aman akan sangat membantu dalam memperkecil angka kecelakaan kerja

(Suma’mur, 1996).

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1998 tentang

Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu

kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat

menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dan dapat dikatakan nyaris

celaka (near miss) bila suatu kejadian yang tidak diinginkan yang bila keadaannya

sedikit saja berbeda dapat mengakibatkan luka pada manusia, kerusakan harta

Near miss merupakan kejadian kecelakaan yang tidak menimbulkan

cedera atau kerugian, tetapi jika terulang lagi kemungkinan dapat menimbulkan

cedera atau kerugian (PT. United Tractors Tbk, 2010).

a. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja

Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai

faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi.

Dari beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan

kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau

beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian. Adapun

teori-teori yang mendukung penyebab kecelakaan kerja antara lain yaitu:

1) The Domino Theory

Dalam buku “Accident Prevention” Heinrich (1972) mengemukakan suatu teori sebab akibat terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan

“Teori Domino”. Dari teori tersebut digambarkan bahwa timbulnya suatu kecelakaan atau cidera disebabkan oleh 5 (lima) faktor penyebab yang secara

berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya. Kelima

faktor tersebut antara lain yaitu kebiasaan, kesalahan, tindakan dan kondisi tidak

aman, kecelakaan dan cidera. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah

cukup dengan membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian

Gambar 1. Urutan Teori Domino Sumber : Frank E. Bird, 1990

a) Kurangnya System Pengendalian (Lack of Control)

Dalam urutan domino, kurangnya pengendalian merupakan urutan

pertama menuju suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian. Pengendalian

dalam hal ini ialah salah satu dari empat fungsi manajemen yaitu: Planing

(perencanaan), organizing (pengorganisasian), leading (kepemimpinan), dan

controlling (pengendalian).

Teori Domino yang pertama akan jatuh karena kelemahan pengawas dan

pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja dengan

benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam

melaksanakan pekerjaannya. Kurang pengendalian dapat disebabkan karena

faktor: Lack Of Control Basic Causes Immediete Causes Accident Loss Inadequate Program Inadequate Program Standart Inadequate to Standart Personal Factor Job Factor Unsafe Act Unsafe Condition Contact With Energy or Substance People Property Process

(1) Program yang tidak memadai (Inadequate Program)

Hal ini disebabkan terlalu sedikitnya program yang diterapkan ditempat

kerja atau karena terlalu banyak kegiatan-kegiatan program. Kegiatan program

yang penting bervariasi dengan lingkup, sifat, dan jenis perusahaan.

(2) Standar program yang tidak layak (Inadequate Standard Program)

Guna mematuhi pelaksanaan kegiatan manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang baik, perusahaan harus membuat suatu program keselamatan

dan kesehatan kerja, menetapkan standard yang digunakan dan melakukan

pemantauan pelaksanaan program tersebut.

(3) Standard yang tidak layak (Inadequate to Standar)

Faktor yang menyebabkan kurangnya standard yang diterapkan tidak

cukup spesifik dan tidak cukup jelas serta kurang tingginya standard yang

diterapkan.

b) Penyebab Dasar (Basic Causes)

Penyebab nyata yang melatar belakangi penyebab langsung dan

mendasari terjadinya kecelakaan, terdiri dari:

(1) Faktor Personal (Personal Factor) yang meliputi:

(a) Kurangnya pengetahuan

(b) Kurangnya keterampilan

(c) Kurangnya kemampuan fisik dan mental

(d) Kurangnya motivasi

(2) Faktor Pekerjaan (Job Factor) yang meliputi:

(a) Kepemimpinan da kepengawasan yang tidak memadai

(b) Engineering kurang memadai

(c) Maintenance kurang memadai

(d) Alat dan peralatan kurang memadai

(e) Pembelian barang kurang memadai

(f) Standard kerja kurang memadai

(g) Aus dan retak akibat pemakaian

(h) Penyalahgunaan wewenang

c) Penyebab Langsung (Immediate Causes)

Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman yang secara langsung

menyebabkan kecelakaan yang biasanya dapat dilihat dan dirasakan. Penyebab

langsung berupa:

(1) Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act)

Unsafe act yaitu pelanggaran terhadap tata cara kerja yang aman

sehingga dapat menimbulkan peluang akan terjadinya kecelakaan, misalnya :

(a) Mengoperasikan peralatan tanpa wewenang.

(b) Mengoperasikan mesin/peralatan/kendaraan dengan kecepatan tidak layak.

(c) Berada dalam pengaruh obat-obatan terlarang dan alkohol.

(d) Gagal mengikuti prosedur kerja.

(e) Melepas alat pengaman.

(f) Alat pengaman tidak berfungsi.

(h) Menggunakan peralatan yang sudah rusak.

(i) Posisi kerja yang salah.

(j) Pengangkutan yang tidak layak.

(k) Bersenda-gurau di waktu kerja.

(l) Kegagalan untuk memperingatkan.

(2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)

Kondisi fisik yang membahayakan dan langsung membuka terhadap

kecelakaan. Keadaan tidak aman antara lain:

(a) Peralatan dan material yang rusak

(b) Pelindung atau pembatas yang tidak layak

(c) Alat pelindung diri yang kurang sesuai

(d) Sistem peringatan tanda bahaya yang kurang berfungsi

(e) Kebersihan dan tata ruang tempat kerja tidak layak

Dokumen terkait