• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Pembangunan pertanian diera 1960-an dengan menerapkan revolusi hijau berupa program intensifikasi pertanian (penggunaan bibit unggul, pupuk kimiawi, irigasi yang baik, serta keberhasilan swasembada pangan awal 1980-an) tak diikuti dengan program-program yang menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pertanian. Dalam masa pembangunan pertanian meningkatkan hasil-hasil pertanian (terutama bahan pangan pokok) untuk mencukupi kebutuhan pangan yang bergizi bagi semua penduduk Indonesia dan selebihnya untuk kepentingan ekspor dalam rangka perolehan devisa guna pembiayaan kelanjutan pembangunan berbagai bidang, keberhasilan pembangunan pertanian tersebut tidak terlepas dari ada atau tersedianya tanah yang berpengairan baik, pengolahan tanah dan air yang seimbang, di samping faktor-faktor lainnya yang merupakan faktor sekunder (pupuk, bibit unggul, obat-obatan pemberantas hama, dan lain-lain). Tanah, air dan tenaga para petani merupakan factor primer, sebab walaupun tersedianya faktor-faktor sekunder yang melimpah tetapi tanpa ada atau

tersedianya faktor-faktor yang primer, pertanian tidak dapat terlaksana (Mangunwidjaja dan Sailah, 2005).

Kebutuhan air untuk lahan-lahan pertanian terutama tanaman padi terus meningkat seiring dengan semakin bertambah luasnya areal persawahan yang dikembangkan baik oleh pemerintah maupun atas inisiatif petani sendiri. Tidak lain lagi, bahwasannya tujuan pengembangan areal persawahan ini untuk meningkatkan produksi padi demi tercapainya swasembada pangan dan pada

akhirnya dapat menjaga stabilitas dan ketahanan pangan. Namun dilain pihak suplai air dari jaringan irigasi masih belum merata tercukupi untuk mengairi sawah-sawah yang telah dikembangkan. Disamping faktor teknis hal ini juga disebabkan penyalahgunaan air irigasi (pencurian air untuk keperluan non sawah). Sedangkan dari sisi pertanian faktor yang paling menjadi perhatian adalah pengelolaan air ditingkat petani yang masih belum efisien. Untuk menjawab permasalahan ini, maka suatu metoda budidaya yang berpihak pada efisiensi penggunaan air perlu dikenalkan kepada petani (Anonimus

ͣ

, 2011).

Konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian antara lain, sabagai kawasan industri secara nyata berpengaruh terhadap penurunan luas panen, dan produksi nasional. Persoalan lingkungan yang menonjol adalah adanya dampak negatif dari pesatnya pertumbuhan industri. Pada sisi lain, sumber daya alam dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan nilai tambahnya oleh proses industri, namun pada sisi lain adanya industri telah menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran adalah suatu keadaan terjadinya penurunan kualitas lingkungan akibat masuknya materi atau energi pada tingkat tertentu. Akibatnya lingkungan tersebut tidak lagi memenuhi syarat yang diperlukan sesuai dengan tata gunanya (Mukarim, 1981).

Menurut Mahida (1986), perkembangan air limbah melalui saluran irigasi dimaksudkan untuk memanfaatkan limbah bagi tanaman yang bertujuan untuk mencegah pencemaran air dan pelestarain sumberdaya air. Salah satu industri yang dapat mencemari lingkungan adalah pabrik. Pada saat populasi penduduk masih sedikit, sumberdaya air masih dapat menampung limbah keluaran pabrik sehingga limbah dapat melakukan penjernihan sendiri (self purification). Dengan

semakin bertambahnya jumlah penduduk, limbah sebagai sisa proses produksi pabrik perlu ditanggulangi. Tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah buangan proses produksi tergantung pada toksisitas, konsentrasi cairan pembawa, lamanya kontak dengan lingkungan dengan volume air penerima. Tingkat pencemaran dapat ditentukan oleh respon lingkungan untuk menetralisir pengaruh yang ditimbulkannya.

Kualitas air limbah untuk keperluan aplikasi lahan ditinjau dari ketersediaan unsur-unsur hara dan bahan organik yang dikandung yang bermanfaat bagi tumbuhan tanaman. Pertimbangan pemanfaatan limbah cair ini selain dari ketersediaan unsur hara dan bahan organik juga topografi tanah (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

Beberapa peraturan yang menjadi bahan pertimbangan untuk pemanfaatan limbah cair haruslah disesuaikan seperti UU No.24 tahun 1992 tentang penataan tata ruang. Kepres No.32 PU No.63/PRT/1993 tentang garis sempada sungai, daerah memanfaatkan sungai, dan penguasaan sungai. Untuk mencegah tercemar secara langsung air tanah tersebut akibat rembesan air limbah daerah yang tidak dibenarkan yaitu lahan berpasir, daerah gambut, daerah pantai dan danau menjadi daerah aplikasi, yang disarankan kedalam air tanah pada areal aplikasi minimal 1 meter pada pasang tinggi (Nainggolan dan Susilawati, 2011).

Hasil teknik dibidang bangunan irigasi khususnya, telah puluhan tahun bahkan ada yang ratusan tahun usuianya. Terutama dalam masa pembangunan Indonesia yang tinggi sejak tahun 1970-an hingga kini, pemerintah melaksanakan pembangunan disegala bidang, termasuk bidang pengairan dan pengembangan

sumberdaya air untuk berbagai keperluan. Dengan demikian ribuan bangunan air dan jaringan irigasi dan prasarananya telah dibangun (Mawardi, 2007).

Kebutuhan air di lahan dapat dipenuhi dengan irigasi. Pada dasarnya air irigasi yang ditambahkan adalah untuk menutupi kekurangan air tanah yang telah ada pada saat yang diperlukan dalam jumlah yang cukup. Sehingga ketika air telah cukup dilahan atau air pada kondisi kapasitas lapang yang mampu untuk menunjang kehidupan tanaman maka tidak perlu dilakuakn penambahan air. Potensi air irigasi selain untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman, irigasi juga dapat untuk mempermudah pengolahan tanah, mengatur suhu tanah dan iklim mikro, membersihkan tanah dari kotoran, kadar unsur-unsur racun dan garam serta asam yang berlebihan serta untuk menekan pertumbuhan gulma, hama dan penyakit tanaman. Akan tetapi Adanya system irigasi yang kurang efektif pada akhir-akhir ini serta adanya tindakan budidaya tanaman yang kurang baik maka mendorong suatu tindakan untuk melakukan usaha konservasi tanah dan air. Sehingga dengan adanya teknologi konservasi tanah dan air maka penurunan hasil tanamn akibat dari buruknya irigasi dapat dikurangi (Anonimus

, 2009).

Menurut Hansen,dkk (1992) irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yag dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman-tanaman. Meskipun demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk irigasi adalah penggunaan air pada tanah. Untuk itu, ada 8 (delapan) kegunaan irigasi, yaitu ;

1. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk tanam-tanaman.

2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanam-tanaman.

4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan.

5. Untuk mencuci atau mengurangi gaam dalam tanah. 6. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah.

7. Untuk melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah.

8. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan.

Usaha pengelolaan air untuk menunjang produksi pangan tidaklah semata-mata suatu kegiatan teknis belaka, air yang diperlukan diatur oleh manusia supaya pemberiannya kepada lahan tepat jumlah dan tepat waktunya. Berhasil tidaknya usaha itu tentu tergantung pada teknologi yang dipergunakan. Dengan teknologi manapun, untuk mengelola jaringan irigasi dengan baik perlu dilaksanakan serangkaian kegiatan yang menyangkut seluruh aspek pemeliharaan saluran atau memperbaiki bendungan sampai pada menyelesaikan konflik mengenai pembagian air, semuanya itu menuntut adanya suatu organisasi petani pemakai air (P3A) yang kuat (Ambler,1992).

Kegiatan - kegiatan keirigasian selalu membutuhkan kerjasama antar petani pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan dan saluran. Pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak sawah dalam hamparan yang sama membutuhkan kerjasama yang terorganisasi secara baik diantara petani jaringan irigasi yang bersangkutan (Siskel dan Hutapea, 1995).

Sebagai salah satu dasar pemahaman perilaku kelompok itu maka mempelajari kaitan antara sikap individu dalam kelompok, sikap individu-individu sebagai anggota kelompok secara keseluruhan, adalah penting. Pengetahuan mengenai sikap, mengenai proses terbentuknya sikap individu dan sikap kelompok, mengenai proses perubahan sikap dan sebagainya akan sangat bermanfaat dalam penanganan masalah-masalah social. Penanganan itu antara lain dalam bentuk pemberian stimulus-stimulus tertentu untuk memperoleh efek perilaku yang diinginkan. Tanpa memahami sikap individu, seseorang tidak akan dapat memasukkan idenya kepada orang lain dan tidak akan dapat mempengaruhi orang lain (Azwar, 1995).

Afektif atau afek adalah suatu penilaian positif atau negatif terhadap suatu obyek. Berkaitan dengan adopsi teknologi, seorang individu petani akan selalu menilai suatu inovasi teknologi terhadap kemampuannya, ksesuaian terhadap kondisi lingkungan, tujuan yang ingin dicapai serta norma-norma dalam masyarakat. Terdapat keterkaitan antara perilaku, karekateristik individu dan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut Kurt Lewin merumuskan model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi dari karakteristik individu dan lingkungan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein dalam Azwar (2002) yang mencoba melihat perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri dengan berdasarkan pada asumsi-asumsi;

(a) bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal;

(c) bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.

Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau perilaku seseorang terhadap obyek sikap. Perilaku petani terhadap adopsi teknologi jika teknologi tersebut memberikan manfaat sesuai tujuan yang ingin dicapainya. Kenyataan bahwa sikap petani terhadap suatu inovasi teknologi dipengaruhi oleh faktor internal individu (karakteristik kepribadian individu) dan faktor internal (faktor-faktor di luar diri individu). Akan tetapi yang lebih dominan mempengaruhi sikap dan keputusan petani terhadap suatu inovasi adalah faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal meliputi norma-norma, kebiasaan, komunikasi sosial, interaksi sosial, dan belajar sosial individu petani dalam sistem sosial. Proses belajar sosial yang sering dilakukan petani dalam menjaring informasi inovasi teknologi baru bersifat pembelajaran observasional (Anonimus

, 2011).

Landasan Teori

Menurut Anonimus

(2011) air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain:

1. Rumah tangga

Contoh air limbah rumah tangga antara lain: air bekas cucian,air bekas memasak, air bekas mandi, dan sebagainya.

2. Perkotaan

Contohnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan, dan dari tempat-tempat ibadah.

3. Industri

Contoh air limbah industri antara lain: air limbah dari pabrik baja, pabrik tinta, pabrik cat, dan pabrik karet.

Tanaman padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada lingkungan tanah tergenang, sehingga air merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa hasil penelitian menunujukkan bahwa limbah mengandung bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pupuk. Penelitian Santoso (1992) melaporkan penyiraman air limbah gumpalan lateks pada berbagai tingkat pengeceran berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman padi. Hal senada diteliti Mahida (1986) yang melaporkan bahwa pembuangan limbah pada saluran irigasi tidak merugikan bagi tanaman. Limbah pabrik dalam bentuk cair dapat mempunyai manfaat ganda, yaitu disamping mengatasi masalah pencemaran air, juga meningkatkan daya guna air sehingga menghemat cadangan air bersih dan sebagai penyubur tanah (Parwati, 2008).

Pemakaian limbah cair pabrik selain berfungsi sebagai air irigasi, diharapkan juga berfungsi sebagai sumber bahan organik sehingga dapat menyumbang kebutuhan sumber bahan organik sehingga dapat menyumbang kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu bahan organik merupakan sumber energi bagi sebagian organisme tanah. Bahan organik termasuk bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Fandell (1994) menyatakan limbah cair dan sari kering limbah dapat meningkatkan kesuburan tanah bagi tumbuhan tanaman. Pemberian limbah cair dapat meningkatkan proses dekomposisi bahan organik sebagai unsur hara dan memperbaiki sifat fisik tanah terutama agregasi tanah (Parwati, 2008).

Salah satu faktor dari pada usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika penyediaan air irigasi dilakukan dengan tepat dan benar maka dapat menunjang peningkatan produksi padi sehingga kebutuhan pangan nasional dapat terpenuhi. Pengembangan irigasi untuk menunjang peningkatan produksi pangan dan kenaikan penghasilan petani juga telah menjadi program pemerintah. Untuk itu jaringan irigasi, baik saluran pembawa maupun saluran pembuangan dan bangunan irigasinya harus dapat beroperasi dengan baik (Mawardi, 2007).

Salah satu temuan dari kegiatan penelitian proyek-proyek irigasi sederhana yang disebut “Action Research Program (ARP)”. ARP adalah bahwa petani kurang berpartisipasi dalam operasi dan pemeliharaan jaringan pemerintah. Kurangnya rasa tanggung jawab petani yang mengakibatkan redahnya partisipasi petani disebabkan karena sarana fisik jaringan irigasi tersebut sering kurang sesuai dengan keinginan petani. Rekomendasi ARP menyatakan, bahwa dalam proses pembangunan irigasi, petani perlu berpartisipasi sejak tahap perencanaan, pelaksanaan konstruksi sampai kepada operasi dan pemeliharaannya, sehingga rasa memiliki dikalangan petani akan tumbuh terhadap jaringan yang telah dibangun tersebut (Ambler, 1992).

Melalui kebijakan pengolahan irigasi yang selama ini hanya ditangani pemerintah pada awalnya dapat memberikan dampak yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan tercapainya swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 1984. Namun keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan mengingat dukungan prasarana irigasi banyak yang menurun kuantitas, kualitas maupun fungsinya, apalagi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997.

Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan bahwa selama ini anggapan pengembangan irigasi menjadi tanggung jawab pemerintah, sehingga sebagian petani berpendapat bahwa mereka tidak turut bertanggung jawab (Direktorat Pengolahan Air, 2008).

Peraturan pemerintah nomor 77 tahun 2001 pasal 4 tentang irigasi, menjelaskan bahwa pengolahan irigasi doselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan perkumpulan petani pemakai air sebagai pengambilan keputusan dan pelaku utama dalam pengolahan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya (Isnaini, 2006).

Partisipasi anggota merupakan unsur-unsur utama dalam memacu kegiatan dan untuk mempertahankan ikatan pemersatu perkumpulan petani pemakai air yang merupakan organisasi berwatak sosial yang dibentuk oleh anggota untuk menggapai manfaat tertentu melalui partisipasi. Oleh karena itu perkumpulan petani pemakai air harus memliki kegiatan tertentu untuk menjabar bentuk-bentuk partisipasi dan memacu manfaat bersama. Diharapkan manfaat tersebut dapat mendistribusikan secara adil dan merata sesuai dengan kontribusi dalam aneka kegiatan yang dilakukan (Lubis, 1999).

Pemerintah mengalami kesulitan dalam penyediaan dana operasi dan pemeliharaan dalam jumlah yang mencukupi, agar kondisi jaringan tetap baik sehingga dapat memberikan kinerja yang tinggi, perlu disediakan biaya operasi dan pemeliharaan dalam jumlah yang mencukupi. Atas dasar itu pemerintah mengambil kebijaksanaan menerapkan IPAIR (Iuran Pelayanan Irigasi) (Siskel dan Hutapea, 1995).

Dana dari iuran ini akan dipergunakan untuk pemeliharaan irigasi. Jika suatu daerah pungutan iurannya tinggi, maka makin tinggi pula dana yang tersedia untuk pemeliharaan dan sebaliknya. Jadi diharapkan petani mempunyai kesadaran untuk membayar iuran, dimana dana untuk pemeliharaan irigasi tergantung pada iuran anggota (Kuswanto, 1993).

Keterlibatan petani dalam pembiayaan pembangunan dapat memperkuat rasa memiliki terhadap jaringan irigasi yang dibangun. Jaringan irigasi adalah prasarana yang sangat vital yang harus dipelihara sehingga dapat meningkatkan produktivitas beberapa jenis tanaman yang diusahai. Tersedianya air yang cukup akan mempertinggi tingkat produktivitas lahan usahatani karena air adalah syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman (Gustina, 2001).

Kerangka Pemikiran

Kelompok tani merupakan organisasi yang dibentuk dari petani, oleh petani, dan untuk petani, yang mana salah satu tujuan dari organisasi ini adalah untuk membantu petani memperoleh pengairan dalam mengolah usahataninya yaitu padi sawah.

Dengan diorganisirnya petani dalam wadah pemanfaatan air limbah sebagai air irigasi sawah, maka kemampuan petani dalam mengelola sistem irigasi meningkat pula. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, pemerintah menerapkan metode pendekatan partisipatif dengan melibatkan petani sedapat mungkin dalam setiap kegiatan pembangunan. Partisipasi Petani adalah keterlibatan petani dalam membayar Iuran Pelayanan Irigasi / IPAIR, sumbangan pemikiran/ide,sumbangan material,dan sumbangan dana/uang, petani dalam mengikuti pertemuan rapat anggota, dorongan petani terlibat dalam kegiatan penggunaan air limbah sebagai air irigasi padi sawah, gotong-royong, pemeliharaan saluran, petani dalam kepengurusan P3A.

Partisipasi dalam pembayaran IPAIR dapat dilihat dari besarnya IPAIR. Partisipasi dalam gotong-royong meliputi, pemeliharaan rutin dan pemeliharaan mendadak dan partisipasi dalam pemeliharaan saluran meliputi, pembersihan saluran irigasi dan perbaikan saluran irigasi.

Partisipasi petani ini dalam pelaksanaanya tentu memiliki masalah-masalah dalam pemeliharaan dan pengelolaan irigasi. Masalah-masalah-masalah tersebut antara lain menyangkut pemeliharaan jaringan irigasi yang kadang-kadang kurang disadari manfaatnya oleh petani, jika jaringan irigasi rusak akan mempengaruhi jalannya air kepetak-petak sawah petani. Selain itu pengurus juga mengalami

kesulitan dalam mengumpulkan iuran yang sudah ditetapkan dari masing-masing anggota. Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan berbagai upaya-upaya yang dilakukan oleh pengurus maupun kerjasama dengan pemerintah.

Untuk lebih mengarahkan penelitian dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Keterangan ;

: Ada Hubungan : Berpartisipasi : Terdapat

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Partisipasi Petani Dalam Penggunaan Air Limbah Sebagai Air Irigasi Sawah

Kelompok Tani

Petani

Penggunaan Air Limbah Sebagai Air Irigasi Sawah

Partisipasi Dalam Kegiatan Operasi Dan

Pemeliharaan Jaringan Irigasi Gotong-royong; - Pemeliharaan Rutin - Pemeliharaan Mendadak Pembayaran IPAIR; - Besar IPAIR Masalah Upaya Pemeliharaan Saluran; - Pecegahan Saluran - Perbaikan Saluran Sumbangan - Pemikiran /Ide - Material - Dana/Uang Petani dalam kepengurusan P3A Petani terlibat dalam kegiatan penggunaan air limbah sebagai air irigasi padi sawah Petani dalam mengikuti pertemuan rapat anggota

Hipotesis Penelitian

1. Tingkat partisipasi petani terhadap penggunaan air limbah sebagai air irigasi sawah di daerah penelitian adalah tinggi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian merupakan suatu proses modernisasi usahatani melalui perubahan teknologi yang digunakan, yaitu suatu proses perubahan usahatani (yang dengan penerapan teknologi baru) bergerak atau berubah dari usahatani yang subsistem (mandiri) menuju usahatani yang bersifat komersial. Selaras dengan proses perubahan sifat usahatani tersebut, di dalam pembangunan pertanian berlangsung perubahan-perubahan moral ekonomi petani, yaitu dari moral ekonomi subsisten yang mengutamakan selamat berubah kearah moral ekonomi yang rasional (Mardikanto, 2009).

Pertanian sebagai suatu subsistem dalam kehidupan manusia bertujuan untuk menghasilkan bahan nabati dan hewani termasuk biota akuatik (perairan) dengan penggunaan sumberdaya alam dan peraiaran secara efektif dan efisien dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dan kelestarian daya dukung lingkungan (Mangunwidjaja dan Sailah, 2005).

Secara teoritis, realitas modern akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat petani. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di bidang pertanian mampu menjadi titian masyarakat petani menyeberangi gap ketidakberdayaan mereka. Dalam diskusi membicarakan konsep sebagai konsep yaitu , konsep yang didiskusikan dalam sebuah forum internum – perkembangan iptek boleh menganggap dirinya bebas nilai. Tetapi konsep yang dipikirkan tadi harus mendapat test case-nya dalam penerapannya di lapangan. Di sinilah nanti kita akan melihat bahwa kemajuan iptek, dalam prakteknya, diselubungi dengan

banyak kepentingan dari berbagai pihak. Dan yang pasti “suara” petani itu sendiri menggema sangat lirih dalam konstelasi ini. Iptek kini menjadi titian yang tidak pernah dapat terinjak lagi oleh petani (Wiryono, 1997).

Pembahasan mengenai “hubungan air, tanah, dan tanaman” biasanya dimulai dengan proposisi bahwa ketersediaan air merupakan faktor mutlak bagi tanaman. Pembahasan berlanjut dengan pernyataan bahwa air merupakan satu unsur terbesar dalam tubuh tanaman. Dinyatakan pula bahwa air yang dibutuhkan tanaman adalah air yang terdapat didalam tanah yang ditahan oleh butir-butir tanah, dan tanaman akan sangat peka terhadap kekurangan air pada masa mudanya (Wiryono, 1997).

Semua tumbuh-tumbuhan memerlukan air untuk pertumbuhannya, karena tanpa air proses pengolahan atau pengambilan unsur hara oleh akar tanaman dari dalam tanah tidak akan dapat berlangsung sehingga tanaman tidak bisa tumbuh. Dari sisi lain apabila jumlah air di daerah pertumbuhan akar (root zone area) terlalu banyak, maka jumlah oksigen pada tanah akan berkurang sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman (kecuali padi), bahkan bisa mematikan tanaman (Ginting, 1999).

Mengingat begitu pentingnya air bagi tanaman, maka disusunlah suatu pengetahuan yang sistematis dalam bentuk manajemen perairan. Irigasi yang bertujuan untuk mengaktifkan dan mengefisienkan pemakaian air, atau sebaliknya bila terjadi kelebihan air perlu dibuat drainase, memerlukan sebuah perhitungan yang rumit disertai dengan pengukuran-pengukurann yang akurat pula. Demikian pula, irigasi membutuhkan suatu studi kelayakan yang cukup eksak (Wiryono, 1997).

Salah satu faktor dari pada usaha peningkatan produksi pangan khususnya padi adalah tersedianya air irigasi di sawah-sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika penyedian air irigasi dilakukan dengan tepat dan benar maka dapat menunjang peningkatan produksi padi sehingga kebutuhan pangan nasional dapat terpenuhi. Irigasi mempunyai peranan penting yaitu menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan untuk mengatur kelembaban tanah, membantu menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan sedimen yang dibawa oleh air, dapat menekan pertumbuhan gulma, dapat menekan perkembangan hama penyakit tertentu dan memudahkan pengolahan tanah. Pengembangan irigasi untuk menunjang penigkatan produksi pangan dan kenaikan penghasilan petani juga telah menjadi program pemerintah. Untuk itu jaringan irigasi, baik saluran pembawa maupun saluran pembuang dan bangunan irigasinya harus dapat beroperasi dengan baik (Mawardi, 2007).

Sejarah irigasi yang panjang di Indonesia telah memberi kesempatan bagi petani untuk membutuhkan kelembagaan-kelembagaan pengelola air irigasi secara tradisional. Apabila secara fisik sebuah jaringan irigasi merupakan perangkat kerasnya, yang mutlak diperlukan untuk mengelola air irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah dikembangkan oleh petani itu merupakan semacam sumberdaya nasional yang sangat berharga, yang patut dipelajari dan dipahami agar potensi air irigasi dan kemakmuran penghuni pedesaan dapat terus ditingkatkan (Ambler, 1992).

Sistem irigasi di Indonesia di kembangkan unruk mengairi persawahan, walaupun tidak semua persawahan yang ada sekarang ini dilayani oleh sitem irigasi. Persawahan itu sendiri dikembangkan secara bertahap sejalan dengan

kemampuan masyarakat yang berasal dari lingkungan produksi (Pasandaran, 1991).

Tetapi agar petani dapat berperan secara efektif dalam pengelolaan jaringan irigasi, mereka harus terhimpun dalam organisasi sehingga kebutuhan

Dokumen terkait