• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

a. Pengertian Kebisingan

Kebisingan menurut Suma’mur P.K, 2009 adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang. Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan seseorang. Secara obyektif bising terdiri dari getaran suara yang kompleks yang sifat getarannya tidak periodik.

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 51/MEN/1999 kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan menurut Hartono, 2007 adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh karena itu dapat menimbulkan gangguan psikologis maupun kurangnya rasa nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur dan emosi sehingga dapat menyebabkan kelelahan kerja akibat terpapar bising.

b. Jenis-jenis Kebisingan

1) Menurut Suma’mur (2009) :

(1) Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi yang luas. Misal : mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

(2) Kebisingan continue dengan spektrum frekuensi sempit. Misal : gergaji sirkuler, katup gas.

(3) Kebisingan terputus-putus (intermitten). Misal : lalu lintas, suara kapal terbang. (4) Kebisingan impulsive.

Misal : tembakan bedil, meriam, ledakan. (5) Kebisingan impulsive berulang.

Misal : mesin tempa, pandai besi. 2) Menurut Soemanegara (2005) :

(1) Bising-bising impulsive

(2) Bising-bising tetap

3) Menurut Sihar Tigor Benjamin Tambunan (2005:7), kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu:

(1) Kebisingan tetap (steady noise), yang terbagi menjadi dua yaitu:

(a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam.

(b) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni). (2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi

tiga yaitu:

(a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

(b) Intermittent noise, kebisingan yang terputus putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas. (c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas

tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api.

c. Efek Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh pemaparan kebisingan menurut Sandes dan Mc Cormick, Pulat, dan WHS, yang dikutip Tarwaka (2004:41) secara umum dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lama waktu pemaparan. Pengaruh pemaparan kebisingan antara lain adalah :

1) Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat permanent atau ketulian maupun bersifat sementara, pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui. Secara fisiologis kebisingan dengan

intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan, gangguan dalam bekerja, peningkatan kelelahan, dan resiko masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan (Tarwaka, 2004:42).

2) Pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB) adalah dapat menyebabkan stress pada karyawan yang secara spesifik dapat mengakibatkan: stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan reaksi psikomotor, kehilangan konsentrasi, gangguan kominikasi antar lawan bicara dan penurunan perfomansi kerja yang kesemuannya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka, 2004:42).

Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan seperti di bawah ini (Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37):

1) Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan

(Departemen Kesehatan RI, 2003:MI-2:37). Contoh gangguan fisiologis antara lain adalah: naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:247). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K., 1996:190).

2) Gangguan Psikologis

Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (A.M. Sugeng, dkk, 2003:33), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002:250) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak

terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur P.K., 1996:67).

d. Nilai Ambang Batas (NAB)

Menurut Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja, yang dimaksud NAB adalah standart faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

Tabel 1. Batas – Batas Nilai Ambang Batas Kebisingan Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan

dB(A) 8 85 4 88 2 91 1 Jam 94 30 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 Menit 112 28,12 115

14,06 118 7,03 121 3,75 124 1,78 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 Detik 139

Sumber : Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja.

e. Pengendalian Kebisingan Di Tempat Kerja

Sebelum dilakukan langkah pengendalian kebisingan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak ysng ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui porspektif manajemen resiko kebisingan (Tarwaka, 2004:42). Manajemen resiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logika dan sistematik untuk mengendalikan resiko yang timbul. Langkah manajemen resiko kebisingan tersebut adalah :

1) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada di tempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cedera akibat kerja.

2) Menilai resiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cedera akibat kerja.

3) Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi resiko kebisingan (Tarwaka, 2004:42).

Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu jangka pendek dan jangka panjang dari hirarki pengendalian. Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, tehnik pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara tehnik, pengendalian secara administrative dan terakhir adalah pengguanaan alat pelindung diri (Tarwaka, 2004:43).

Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah dilakukan secara berurutan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Eliminasi sumber kebisingan dengan penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan, pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus memanyarakatkan intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru dan pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin (Tarwaka, 2004:43).

2) Pengendalian kebisingan secara tehnik dengan : (1) Pengendalian kebisingan pada sumber suara.

Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Tehnik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat

dilakukan dengan bahan anti getaran. Namun demikian tehnik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit diterapkan (Tarwaka, 2004:43).

(2) Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan. Apabila tehnik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka tehnik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat anatara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafond an lantai dengan bahan penyerap suara. Manurut Sanders dan Mccomick cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 desibel (Tarwaka, 2004:43).

3) Pengendalian kebisingan secara administratif.

Apabila tehnik pengendalian secara tehnik belum dapat memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan tehnik pengendalian secara administrative. Tehnik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih aman yang didasarkan pada intensitas kebisingan (Tarwaka, 2004:43).

Tehnik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh tehnik pengendalian diatas belum memungkinkan untuk dilaksanakan dikarenakan belum adanya sumber daya manusia yang menangani maupun belum adanya sarana dan prasarana. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung diri berupa tutup telingan ataupun sumbat telinga. Menurut Pulat yang dikutip Tarwaka (2004:43), pemakaian sumbat telingan dapat mengurangi kebisingan sebesar 30 dB. Sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikitnya 40-50db. Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja yang terpapar kebisingan ini telah banyak ditemukan pada perusahaan, karena secara sekilas biayanya relative lebih rendah. Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian alat tersebut seperti ketidakdisiplinan pekerja karena mereka menganggap mengurangi kenyamanan kerja dan mengganggu pembicaraannya (Tarwaka, 2004:44).

2. Kelelahan

a. Pengertian Kelelahan

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Sritomo Wignjosoebroto, 2003:283).

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma’mur, 1996: 67).

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004: 107).

Kelelahan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan kerja dan penurunan kesiagaan keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim ihibisi batang otak. Merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Merupakan kriteria lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan fisik dan psikis tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja. (Rizeddin 2000).

b. Jenis Kelelahan

Kelelahan kerja berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur, 1996: 190). Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1) Berdasarkan proses dalam otot

Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (AM Sugeng Budiono, 2003: 86).

(1) Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau external signs (AM Sugeng Budiono, 2003: 87).

(2) Kelelahan Umum (General Fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan

terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa “ngantuk” (AM Sugeng Budiono, 2003: 87). Kelelahan umum biasanya ditandai berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan dirumah, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi (Tarwaka, 2004: 107).

2) Berdasar penyebab kelelahan

Dibedakan atas kelelahan fisiologis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konflik- konflik mental), monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk tumpuk (Kalimo, yang dikutip oleh Hanida Rahmawati (1998: 12).

c. Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan 1) Menurut Grandjean (2008: 167).

Faktor penyebab kelelahan kerja antara lain adalah : (1) Sifat pekerjaan yang monoton (kurang bervariasi) (2) Intensitas lamanya pembeban fisik dan mental.

(3) Lingkungan kerja misalnya kebisingan, pencahayaan & cuaca kerja.

(4) Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

(5) Status kesehatan dan status gizi. 2) Menurut Siswanto 2001: 43)

Faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:

(1) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan.

(2) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.

(3) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

(4) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

(5) Monoton (pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan) 3) Menurut Suma’mur (1996: 69).

Terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu: (1) Keadaan monoton

(2) Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

(3) Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan.

(4) Keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik.

(5) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

4) Menurut Waters dan Bhattacharya, dikutip oleh Tarwaka (2004: 109) berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat meyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. 5) Menurut Setyawati yang dikutip oleh Hanida Rahmawati (2008:

14) faktor individu seperti umur juga dapat berpengaruh terhadap waktu reaksi dan perasaan lelah tenaga kerja. Pada umur yang lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot, tetapi keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibanding tenaga kerja yang berumur muda yang dapat berakibat positif dalam melakukan pekerjaan.

d. Gejala Kelelahan Kerja

Menurut Gilmer dan Cameron yang dikutip Tarwaka (2004:109) gejala kelelahan antara lain adalah :

1) Menurun kesiagaan dan perhatian. 2) Penurunan dan hambatan persepsi.

3) Cara berpikir atau perbuatan anti social. 4) Tidak cocok dengan lingkungan.

5) Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.

Menurut A.M. Sugeng Budiono, dkk (2003:88) gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptons) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, ngantuk dan pusing, tidak / berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani.

Menurut Suma’mur P.K. (1996:190-191) gejala-gejala atau perasaan perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu : 1) Pelemahan Kegiatan ditandai dengan gejala: perasaan berat di

kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri tidak stabil dan ingin berbaring. 2) Pelemahan Motivasi ditandai dengan gejala lelah berbicara,

menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, susah berfikir, cenderung untuk lupa, tidak tekun dalam pekerjaannya, kepercayaan berdiri berkurang,dan sulit mengontrol sikap.

3) Pelemahan Fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening.

e. Cara Mengatasi Kelelahan

Menurut Tarwaka (2004 : 110) kelalahan dapat diatasi dengan cara : 1) Menyesuaikan kapasitas kerja fisik, kapasitas kerja mental dengan

pekerjaan yang kita lakukan.

2) Mendesain stasiun pekerjaan yang ergonomi dan mendesain lingkungan kerja yang nyaman.

3) Melakukan sikap kerja yang alamiah.

4) Memberikan variasi terhadap pekerjaan yang dilakukan. 5) Mengorganisasi kerja yang baik.

6) Mencukupi kebutuhan kalori yang seimbang.

7) Melakukan istirahat setelah bekerja selama 2 jam dengan sedikit kudapan.

3. Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan

Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur P.K., 1996:190).

Terjadinya kelelahan akibat kebisingan tidak begitu saja, tetapi ada faktor–faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kelelahan antara lain adalah :

a. Faktor dari individu, yang terdiri dari : 1) Usia

Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 2006:244). WHO menyatakan batas usia lansia adalah 60 tahun ke atas (Margatan, Arcole, 1996:11). Sedangkan di Indonesia umur 55 tahun sudah dianggap sebagai batas lanjut usia (Margatan, Arcole, 2006:81). Dengan menanjaknya umur, maka kemampuan jasmani dan rohani pun akan menurun secara perlahan–lahan tapi pasti. Aktivitas hidup juga berkurang, yang mengakibatkan semakin bertambahnya ketidakmampuan tubuh dalam berbagai hal (Margatan, Arcole, 2006:24).

2) Status gizi

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. Status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya. Pada keadaan gizi buruk, dengan beban kerja berat akan mengganggu kerja dan menurunkan efisiensi dan ketahanan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit sehingga mempercepat timbulnya kelelahan. Status gizi seseorang dapat diketahui melalui nilai IMT (Indeks Massa Tubuh). IMT merupakan alat yang sederhana untuk

memantau status gizi seseorang khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:154).

3) Kondisi Kesehatan

Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan, penyakit tersebut antara lain :

(1) Penyakit Jantung

Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat (Arthur Guyton, 2007:319). Selain itu jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit (Iman Soeharto, 2004:41). Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004:48).

(2) Penyakit Gangguan Ginjal

Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua-duanya mengurangi peredaran darah kepada ginjal dengan akibat gangguan

penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur P.K., 1996:318). Pengeluaran keringat yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat (Suma’mur P.K., 1996:91) sehingga kelelahan akan mudah terjadi.

(3) Penyakit Asma

Asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi sukar sekali melakukan ekspirasi (Arthur Guyton, 2007:675). Keadaan ini menyebabkan dispnea atau kekurangan udara. Aktivitas otot pernapasan yang kurang seringkali membuat seseorang merasa dalam keadaan berat (Arthur Guyton, 2007:678) sehingga diperlukan banyak tenaga untuk bernapas. Hal ini yang akan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan

(4) Tekanan Darah Rendah

Dengan berkurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Eko Nurmianto, 2003:16).

(5) Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan

perlahan-lahan. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat di dalam pembuluh darah, sehingga aliran darah menjadi terhalang (Iman Soeharto, 2004:97-99). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan (Gempur Santoso, 2004:47).

4) Keadaan Psikologis

Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran, harapan-harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini dapat berupa sifat, motivasi, hadiah-hadiah, jaminan keselamatan dan kesehatannya, upah dan lain-lain (Suma’mur P.K., 1996:207). Faktor psikologi memainkan peran besar, karena penyakit dan kelelahan itu dapat timbul dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja (A.M. Sugeng Budiono, dkk, 2003:151).

b. Faktor Dari Luar 1) Beban Kerja

Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok untuk beban fisik, atau mental, atau sosial. Namun sebagai

persamaan yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat tertentu. Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan, pengalaman, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya (Suma’mur P.K., 1996:48). Semakin meningkatnya beban kerja, maka konsumsi oksigen akan meningkat secara proporsional sampai didapat kondisi maksimumnya. Beban kerja yang lebih tinggi yang tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2003:133).

2) Lingkungan fisik yang mempengaruhi terjadinya kelelahan akibat kebisingan antara lain adalah :

(1) Cuaca Kerja

Pada suhu yang terlalu rendah akan dapat menimbulkan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi sistem tubuh, sehingga suhu yang terlalu tinggi (diatas 320C) akan menyebabkan menurunnya kelincahan dan menggangu kecermatan, sehingga kondisi semacam ini akan meningkat tingkat kelelahan seseorang (Suma’mur P.K., 1996:78).

(2) Getaran

Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat

menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur P.K., 1996:78).

Dokumen terkait