• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Organisasi

Organisasi adalah perusahaan, operasi, firma, kelompok usaha, institusi, atau asosiasi, atau bagian, baik kelompok atau tidak, publik atau pribadi yang memiliki fungsi dan administrasi sendiri (OHSAS 18001:2007).

2. Sistem Manajeman K3

Permenaker No. PER.05/Men/1996 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa ”Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif”.

3. Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak, pada kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak dan

commit to user

personel kontraktor, atau orang lain di tempat kerja). (OHSAS 18001:2007).

4. Tempat Kerja

Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud tempat kerja adalah “tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja”. Termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnnya yang merupakan bagian–bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut”.

5. Faktor Bahaya

Bahaya pekerjaan adalah faktor–faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor–faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 2006) Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya. (OHSAS 18001:2007).

Umumnya disemua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Menurut Sahab (1997), sumber bahaya ini bisa berasal dari :

a. Bangunan, Peralatan dan instalasi

Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan

commit to user

kesehatan pekerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan rambu yang jelas dan tersedia jalan penyelamatan diri. Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik dalam disain maupun konstruksinya. Dalam industri juga digunakan berbagai peralatan yang mengandung bahaya, yang bila tidak dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman bisa menimbulkan bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, ledakan, luka–luka atau cidera.

b. Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko sesuai dengan sifat bahan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, menimbulkan alergi, menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radio aktif .

c. Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi yang digunakan. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya, dalam prosesnya digunakan suhu, tekanan yang tinggi dan bahan kimia berbahaya yang memperbesar risiko bahayanya. Dari proses ini kadang–kadang timbul asap, debu, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan.

commit to user

d. Cara kerja

Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan karyawan itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta tumpahan bahan berbahaya.

e. Lingkungan kerja

Bahaya dari lingkungan kerja dapat di golongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja. Bahaya tersebut adalah :

1) Faktor lingkungan fisik

Bahaya yang bersifat fisik seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan , dan radiasi

2) Faktor lingkungan kimia

Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan–bahan yang digunakan maupun bahan yang di hasilkan selama proses produksi. Bahan ini berhamburan ke lingkungan karena cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses.

3) Faktor lingkungan biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.

commit to user

4) Faktor faal kerja atau ergonomi

Gangguan yang besifat faal karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja. 5) Faktor psikologik

Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi.

6. Prinsip Pencegahan Kecelakaan

Dapat dipastikan bahwa semua orang/ tenaga kerja tidak menginginkan kecelakaan atau mengalami kerusakan pada harta benda. Tapi berdasarkan hasil data kecelakaan ternyata banyak tenaga kerja yang dengan sadar melakukan hal-hal yang menyerempet bahaya, meskipun mereka tidak menginginkan terjadinya kecelakaan.

Menurut ILO (Internasional Labour Organitation) dalam Dasar-Dasar K3 (2007), langkah-langkah penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :

a. Peraturan perundang-undangan

Ketentuan dan syarat K3 mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan teknologi, penerapan ketentuan dan syarat K3 sejak tahap rekayasa, penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan K3.

commit to user

b. Standarisasi

Standar K3 maju akan menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan K3. c. Inspeksi

Suatu kegiatan pembuktian sejauh mana kondisi tempat kerja masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.

d. Riset teknis, medis, psikologis dan statistik

Riset/ penelitian untuk menunjang tingkat kemajuan bidang K3 sesuai perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan teknologi.

e. Pendidikan dan latihan

Peningkatan kesadaran, kualitas pengetahuan dan keterampilan K3 bagi tenaga kerja.

f. Persuasi

Cara penyuluhan dan pendekatan di bidang K3, bukan melalui penerapan dan pemaksaan melalui sanksi-sanksi.

g. Asuransi

Insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan dengan pembayaran premi yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3.

h. Penerapan K3 di tempat kerja

Langkah-langkah pengaplikasian di tempat kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 di tempat kerja. Pendekatan yang paling sering dipakai dan yang dianjurkan dalam perundangan dalam

commit to user

pengendalian kecelakaan adalah dengan menggunakan hirarki pengendalian, yaitu sebagai berikut :

1) Eliminasi

Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara keseluruhan (nol). Efektifitas dari eliminasi ini adalah 100%, artinya dapat menghilangkan bahaya sampai pada titik nol.

2) Substitusi

Subtitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang mempunyai nilai resiko yang tinggi dengan yang mempunyai nilai resiko lebih kecil.

3) Isolasi

Isolasi yaitu memisahkan bahaya dari manusia dengan pagar, ruang atau pemisah waktu. Perubahan struktural dilakukan terhadap lingkungan kerja atau proses kerja untuk menghambat atau menutup jalannya transmisi pekerja dan bahan. Untuk itu dipergunakan room control, penjaga mesin, penutup bahaya, penggunaan ventilasi penghisap dan alat untuk penanganan manual.

4) Administrasi

Pengendalian administratif dengan mengurangi atau menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah mengurangi pemaparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran kerja

commit to user

(job rotation), sistem ijin kerja atau hanya dengan menggunakan tanda bahaya. Pengendalian administratif tergantung pada perilaku manusia untuk mencapai keberhasilan.

5) Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap bahaya. Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi keparahan risiko yang timbul. Keberhasilan pengendalian ini tergantung dari alat pelindung diri yang dikenakan itu sendiri, artinya alat yang digunakan haruslah sesuai dan dipilih dengan benar.

7. Insiden

Insiden adalah kejadian yang tidak diinginkan dan mengakibatkan cidera (injury) atau kematian, kerusakan harta benda (property damage), kerusakan dini (premature failure), kerusakan / pencemaran lingkungan, penyakit akibat kerja atau kerugian lain. Termasuk di dalam definisi insiden adalah kejadian hampir celaka (near–miss), keadaan darurat dan kehilangan barang / asset milik perusahaan ( PT. Bukit Makmur Mandiri Utama, 2010). Sedangkan suatu insiden dikatakan sebagai kecelakaan tambang (Kepmentamben No. 555.K/ 1995) jika memenuhi 5 (lima) unsur di bawah ini:

a. Benar–Benar Terjadi

b. Mengakibatkan Cidera Pekerja Tambang atau Orang yang Diberi Izin oleh KTT ( Kepala Teknik Tambang)

commit to user

c. Akibat Kegiatan Usaha Pertambangan d. Terjadi pada Jam Kerja

e. Terjadi di Dalam Wilayah Kegiatan Usaha Pertambangan.

Akibat yang ditimbulkan dari suatu insiden dapat berupa cedera ringan, cedera kehilangan hari, maupun kematian (fatal). Dapat juga berupa kerusakan alat, bangunan, harta benda, ekosistem, lingkungan, dan lain-lain. Kejadian insiden seperti piramida dibawah ini :

Gambar 1.Piramida insiden

Sumber: PT. Bukit Makmur Mandiri Utama, 2009

Kalau kita lihat dari piramida diatas, bahwa satu insiden serius atau kematian, pasti didahului oleh sekitar 10 insiden cedera sedang atau LTI (loss Time Injury). Dan 10 insiden cedera sedang / LTI (loss Time Injury), pasti didahului oleh adanya sekitar 30 insiden cedera ringan / property damage. Dan 30 insiden cedera ringan / property damage, pasti didahului oleh sekitar 600 kejadian hampir celaka (near-miss).

Menurut Kepmentamben No. 555.K/ 1995, kecelakaan tambang dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:

600

30

10

1

Cedera Serius / Kematian Cedera Sedang / LTI Cedera Ringan / Property Damage Near-Miss

commit to user

a. Cidera Ringan

Jika hari hilang akibat insiden : 1 hari–3 minggu. b. Cidera Berat :

1) Hari hilang akibat insiden > 3 minggu. 2) Cacat tetap.

3) Keretakan tulang : tengkorak, punggung, pinggul, lengan, paha / kaki.

4) Pendarahan di dalam / pingsan karena kekurangan oksigen. 5) Luka berat / terbuka yg berpotensi cacat tetap.

6) Lepasnya persendian.

c. Mati / Fatalityadalah meninggal ≤ 24 jam setelah insiden.

Saat terjadi kecelakaan berakibat mati (fatality) maka hal yang harus dilakukan adalah :

a. Wajib segera dilaporkan ke KTT, untuk diteruskan ke Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT).

b. Lokasi insiden tidak boleh diubah, kecuali alasan penyelamatan. 8. Kecelakaan kerja

Adalah semua insiden yang terjadi pada waktu karyawan melakukan pekerjaan, di dalam area kerja atau di luar area kerja, atau pada saat karyawan dalam perjalanan berangkat dan pulang dari / ke rumah–tempat kerja.( PT. Bukit Makmur Mandiri Utama, 2010)

9. Ketidaksesuaiaan

commit to user

a. Standar kerja terkait, praktis, prosedur, peraturan perundangan. b. Persyarakan system manajemen K3.

10.Laporan Investigasi Kecelakaan kerja

Laporan kecelakaan merupakan suatu media komunikasi formal tentang fakta-fakta penting untuk diketahui oleh orang-orang berkepentingan terhadap peristiwa kecelakaan yang terjadi. Laporan merupakan suatu catatan peristiwa kecelakaan yang akan digunakan di dalam program pengendalian kerugian.Laporan juga umpan balik untuk membantu di dalam pemecahan masalah yang terjadi. Dengan demikian, setiap kegiatan investigasi harus dibuat laporan secara tertulis dan disampaikan kepada pimpinan perusahaan. Selanjutnya pengurus atau pimpinan perusahaan melaporkan kejadian kecelakaan kepada Dinas Tenaga Kerja setempat dan Perusahaan Jamsostek dan pihak terkait lainnya. (Tarwaka, 2008)

11.Investigasi Kecelakaan Kerja

Investigasi didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk menemukan/mengungkap penyebab dasar/akar masalah dari suatu masalah (insiden) dengan tujuan untuk menentukan tindakan perbaikan, sehingga masalah (insiden) dengan penyebab yang sama dapat dicegah.

( PT. Bukit Makmur Mandiri Utama, 2009)

Investigasi kecelakaan kerja merupakan bagian dari program keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara keseluruhan. Investigasi insiden merupakan suatu kegiatan tempat kerja secara khusus,yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa kecelakaan atau insiden yang

commit to user

menimbulkan penderitaan kepada manusia serta menimbulkan kerugian dan kerusakan terhadap property/harta benda dan asset perusahaan lainnya. Dengan demikian,investigasi insiden merupakan suatau hal yang sangat penting dan krusial untuk segera dilakukan setelah setiap adanya kejadian kecelakaan. Tujauan uama dari investigasi insiden adalah untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi dan mendapatkan solusi terbaik guna mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kecelakaan yang sering terabaikan. Pelaksanaan investigasi insiden secara efektif antara lain akan mendapatkan :

a. Menjelaskan tentang apa yang terjadi

Invetigasi secara cermat dapat menyelidiki hal-hal melalui bukti konkrit dan mendapatkan pernyataa sebenarnya tentang apa yang sedang terjadi.

b. Menentukan penyebab sebenarnya

Investigasi yang baik dan cermat akan dapat menentukan penyebab yang sebenarnya mendasari terjadinya insiden.

c. Menentukan resiko kecelakaan

Investigasi yang baik akan dapat memutuskan kemungkinan terulangnya kecelakan yang sam atau kerugian yang besar.Hal tersebut merupakan dua faktor penting di dalam menetukan jumlah waktu dan beaya yang dibutuhkan untuk melakukaan tindakan perbaikan.

commit to user

d. Mengembangkan sarana pengendalian

Sarana pengendalian yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan resiko,sebagian berasal dari hasil investigasi yang dilakukan dengan sebenarnya dan nyata-nyata dapat memecah masalah yang terjadi.

e. Mendefinisikan arah kecenderungan

Apabila secara signifikan sejumlah laporan dapat dianalisa ,maka arah kecenderungan emergency akan dapat diidentifikasi dan ditangani sesegera mungkin.

f. Mendemontrasikan perhatian

Kejadian kecelakaan akan memberikan suatau tantangan secara gamblang terhadap orang-orang agar selalu berhati-hati.dengan demikian investigasi harus dilakukan secara cermat dan objektif. (Bird dan Germain, 1986)

Sebagai dasar pedoman pelaksanaan program investigasi insiden di tempat kerja adanya peraturan perundangan bidang K3 secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Undang-undang

Dasar perundang-undangan untuk pelaksanaan investigasi insiden kecelakaan kerja adalah Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Pasal 11 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

commit to user

yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.”

b. Peraturan Menteri

1) Permenaker No. 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan menjelaskan tentang :

a) Pasal 1

(1) Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

(2) Kejadian berbahaya lainnya ialah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran,peledakan dan bahaya pembuangan limbah.

b) Pasal 2

(1) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja pimpinannya.

(2) Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : (a) Kecelakaan Kerja

(b) Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah

(c) Kejadian berbahaya lainnya.

c) Pasal 4 (1) : Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan

commit to user

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, b, c dan d kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 KK2 A lampiran I pada undang-undang ini.

d) Pasal 6 (1) : Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5,Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan pegawai pngawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan. (Tarwaka, 2008).

2) Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja yang didalamnya mengatur tentang :

a) Kewajiban pengurus untuk melaporkan kedirjen perlindungan tenaga kerja setempat jika ditemukan penyakit akibat kerja

b) Pelaporan dilakukan dalam waktu 2x24 jam serta bentuk tata cara pelaporan ditetapkan oleh dirjen perlindungan tenaga kerja

c) Pengurus wajib melakukan tindakan-tindakan preventif agar PAK tidak terulang ditempat kerja

d) Apabila terdapat keragu-raguan terhadap hasil pemeriksaan dokter pengurus dapat meminta bantuan depnaker setempat untuk menegakan diagnosa

commit to user

e) Pengurus wajib menyediakan secara Cuma-Cuma APD untuk mencegah PAK

3) Permenaker No. 5/MEN/1996 lampiran II. 8.3 yang menyatakan bahwa; ”Perusahaan harus mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja”.

4) Kepmentamben No. 555.K/26/M.PE/1995 a) Pasal 41 Ketentuan Melapor

(1) Pekerja tambang yang cidera akibat kecelakaan tambang yang bagaimanapun ringannya harus dilaporkan ke ruang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan atau tempat Perawatan Kesehatan untuk diperiksa atau diobati sebelum meninggalkan pekerjaan.

(2) Laporan kecelakaan dan pengobatannya dimaksud dalam ayat (1), harus dicatat dalam buku yang disediakan khusus untuk itu (3) Apabila terjadi kecelakaan berakibat cidera berat atau mati

Kepala Teknik Tambang harus segera mungkin memberitahukan kepada Pelaksana Kepala Inspeksi Tambang. b) Pasal 42

(1) Kecelakaan Tambang harus diselidiki oleh Kepala Teknik Tambang atau orang yang ditunjuk dalam waktu tidak lebih dari 2 X 24 jam dan hasil penyelidikan tersebut dicatat dalam buku daftar kecelakaan.

commit to user

(2) Kecelakaan Tambang harus dicatat dalam formulir dan dikirim Kepada Kepala Inspeksi Tambang.

c) Pasal 46

(1) Untuk kepentingan penyelidikan, Kepala Teknik Tambang tidak boleh mengubah keadaan tempat, dan atau kondisi perbaikan peralatan akibat kecelakaan atau kejadian berbahaya, kecuali untuk memberikan pertolongan.

(2) Dalam hal dianggap perlu untuk kepentingan kelangsungan pekerjaan, keadaaan ditempat kecelakaan atau kejadian berbahaya hanya dapat diubah dengan persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

12.Sistem Teknik Analisis Penyebab Kecelakaan

Sistem Teknik Analisis Penyebab Kecelakaan (STAPK) atau systematic Causal Analisis Technique (SCAT) merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menyelidiki atau menginvestigasi kecelakaan atau insiden dengan potensi kerugian kerusakan besar (Bird dan Germain, 1986). Teknik analisa ini dilakukan dengan mengecek secara cermat pada setiap tahapan proses investigasi.Sementara itu yang dimaksud dengan insiden potensi tinggi adalah suatu kecelakaan atau insiden yang melibatkan kerugian besar (Major Loss) atau bencana besar (Catasthrope) yang mungkin menyebabkan banyak kematian dan kerusakan lingkungan secara luas. Namun demikian tidak mentup kemungkinan, bahwa teknik ini juga dapat digunakan untuk menganalisis kejadian kecelakaan atau

commit to user

insiden secara umum yang terjadi di tempat kerja.Teknik analisis penyebab ini terfokus pada penyebab dasar kecelakaan yang meliputi 2 (dua) faktor penyebab yaitu faktor personal pekerja dan faktor pekerjaan.

a. Faktor personal pekerja : 1) Ketidakmampuan 2) Kurang pengetahuan 3) Kurang ketrampilan 4) Stress 5) Kurang motivasi b. Faktor pekerjaan

1) Kepemimpinan dan pengawasan 2) Teknik

3) Sistem pembelian 4) Sistem pemeliharaan 5) Perkakas dan perlatan kerja 6) Standar kerja

(Tarwaka, 2008) 13.Tindakan Perbaikan

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kejadian kecelakaan dari setiap penyebab kecelakaan yang terjadi.Salah satunya dengan menurunkan tingkat kekerapan atau probability terjadinya kecelakaan. Cara lainnya adalah dengan mengurangi potensi keparahan atau severity cidara/sakit atau kerusakan yang terjadi. Setiap tindakan

commit to user

perbaikan yang dilakukan juga mempunyai tingkat pengaruh yang berbeda-beda, tingkat kepercayaan yang berbeda-beda, biaya yang berbeda-beda dan efek samping yang berbeda-beda pula. Secara garis besar, tindakan perbaikan akibat peristiwa kecelakaan meliputi perbaikan yang hanya bersifat sementara dan permanen.

a. Tindakan perbaiakan sementara

Sebagaian besar tindakan perbaiakan yang bersifat sementara hanyalah suatu gejala dari tindakan yang tidak sesuai dengan standard dan kondisi tidak aman.Tindakan perbaiakan yang dimaksud dapat berupa : 1) Memindahkan peralalatan kerja/mesin yang rusak

2) Menutup lobang di lantai jika ada lobang

3) Memindahkan pengaman yang tidak dapat berfungsi lagi 4) Membersihkan lantai yang kotor dan berdebu

Namun hal yang harus selalu diingat adalah bahwa tindakan tersebut hanya bersifat sementara dan bukan merupakan solusi dari masalah yang sebenarnya.

b. Tindakan perbaikan permanen

Tindakan perbaikan yang bersifat permanen sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang sesungguhnya. Perbaikan harus diarahkan baik terhadap faktor manusia maupun faktor pekerjaan sebagai penyebab timbulnya kecelakaan.untuk melakukan tindakan perbaikan permanen harus ada rekomendasi dari pengurus atau jajaran manejemen atas. Hal ini disebabkan bahwa tindakan perbaikan permanen memerlukan

commit to user

adanya sejumlah biaya , waktu, dan bahan yang yang harus mendapat persetujuan dari pimpinan perusahaan atau pihak eksekutif. Hasil evaluasi dari resiko yang ada akan dapat membantu investigator dalam membuat rekomendasi teknis. Tingkat risiko pada situasi tertentu merupakan suatu kombinasi antar tingkat potensi keparahan dan tingkat kekerapan yang mungkin terjadi. Suatu potensi keparahan kecelakaan atau insiden tidak dapat ditentukan hanya dengan apa yang terjadi. Hal ini disebabkan karena suatu kejadian yang tidak diharapkan mungkin hanya menyebabkan sedikit kerugian, tetapi mempunyai potensi yang dapat menyebabkan kerugian besar apabila kecelakaan terulang kembali. Untuk itu, setiap rekomendasi harus disertai dengan analisa tingkat kekerapan risiko yang mungkin terjadi dan berapa banyak tindakan yang direkomendasikan dapat mengurangi risikonya. Kecelakaan atau insiden yang mempunyai tingkat keparahan tinggi dan kemungkinan besar dapat terulang kembali harus mendapat perhatian yang lebih besar. Penilaian risiko merupakan hal yang penting di dalam membuat keputusan dan penetapan skala prioritas pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja. (Tarwaka,2008)

14. OHSAS 18001

Seri persyaratan Penilaian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (OHSAS) ini menyatakan persyaratan sistem manajemen kesalamatan dan kesehatan kerja (K3), agar organisasi mampu mengendalikan risiko-risiko K3 dan meningkatkan kinerjanya. Secara spesifik persyaratan ini tidak

commit to user

menyatakan kriteria kinerja, ataupun memberikan persyaratan secara lengkap dalam merancang sistem manajemen.

Semua persyaratan dalam Standar OHSAS ini dimaksudkan agar dapat digabungkan dengan sistem manajemen K3 apapun. Luasnya aplikasi akan tergantung pada faktor-faktor seperti kebijakan K3 organisasi, sifat dari aktivitas tersebut dan risiko-risiko serta kompleksitas dari operasi-operasinya.

Standar OHSAS ini ditujukan untuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja, dan bukan ditujukan untuk mengelola area-area kesehatan dan keselamatan lain seperti program-program kesejahteraan/kesehatan karyawan, keselamatan produk, kerusakan properti ataupun dampak lingkungan. (Suardi, 2005)

Gambar 2. Bagan elemen OHSAS 18001:2007 Sumber: OHSAS 18001:2007

commit to user

Tabel 1. Daftar klausul atau elemen standar OHSAS 18001:2007 OHSAS 18001:2007

No. Klausul Klausul

1 Ruang lingkup

2 Referensi publikasi

3 Istilah dan definisi

4 Perundang-undangan Sistem Manajemen K3

4.1 Persyaratan Umum

4.2 Kebijakan K3

4.3 Perencanaan

4.3.1 Identifikasi bahaya penilaian risiko dan penetapan pengendalian 4.3.2 Peraturan perundangan dan persyaratan lainnya

4.3.3 Tujuan dan program 4.4 Penerapan dan Operasi

4.4.1 Sumber daya, peran, tanggung Jawab, akuntabilitas, dan wewenang 4.4.2 Kompetensi, pelatihan dan kepedulian

4.4.3 Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

4.4.4 Dokumentasi

4.4.5 Pengendalian dokumen 4.4.6 Pengendalian operasinal

Dokumen terkait