• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOPLASTIK

Menurut Van Der Zee et al. (2001) bioplastik adalah plastik yang berbahan dasar dari bahan yang dapat diperbaharui. Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan untuk menggantikan plastik sintetis yang umum digunakan oleh masyarakat dunia. Plastik sintetis berasal dari minyak bumi memiliki sifat sulit didegradasi oleh mikroba di alam. Bioplastik dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan plastik sintetis yang tidak dapat terdegradasi yang sekarang menjadi masalah utama lingkungan. Substitusi dari plastik sintetis yang nondegradable ke bioplastik yang biodegradable telah menjadi satu jawaban terhadap masalah tersebut.

Polimer degradable adalah suatu bahan polimer yang dapat terurai pada kondisi lingkungan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula (Narayan dalam Barengerg et al., 1990). Plastik biodegradable merupakan pengganti plastik konvensional yang memiliki kelebihan dapat hancur setelah dibuang ke lingkungan karena terurai oleh aktivitas enzim mikroba.

Terurainya suatu polimer dapat terjadi dalam beberapa cara, seperti di bawah ini (Swift dalam Glass dan Swift, 1990):

• Biodegradasi: penguraian disebabkan oleh enzim baik secara aerob maupun anaerob, sehingga polimer benar-benar terurai kembali ke alam.

• Fotodegradasi: penguraian disebabkan oleh radiasi, seperti sinar matahari, dan jarang sekali sampai benar-benar terurai, namun bagian kecil yang terurai dapat menimbulkan biodegradasi lebih lanjut.

• Erosi lingkungan: disebabkan oleh alam (cuaca) seperti angin, hujan, suhu, dan binatang. Cara ini tidak dapat menguraikan secara sempurna.

• Degradasi kimia: disebabkan oleh reaksi kimia, seperti oleh golongan logam, reaksi kimia menyebabkan polimer terpecah menjadi bagian- bagian yang lebih kecil.

Meskipun demikian, salah satu atau semua mekanisme tersebut dapat terjadi pada polimer degradable, dengan tujuan utama menghilangkan semuanya dari lingkungan hanya dapat dicapai dengan biodegradasi.

Biodegradasi suatu polimer dapat terjadi melalui hidrolisis dan oksidasi. Adanya gugus oksidatif dan gugus yang dapat terhidrolisi pada rantai utama, adanya gugus substitusi yang cocok, stereo konfigurasi yang tepat, keseimbangan gugus hidrophobik dan hidrophilik, dan penyesuaian kelenturan mempengaruhi derajat keteruraian suatu polimer (Huang and Edelman dalam Scott dan Gilead, 1995).

Huang dan Edelman dalam Scott dan Gilead (1995) membagi polimer biodegradable ke dalam tiga kelas, yaitu (1) polimer alami dari tanaman atau hewan (contoh: selulosa, pati, protein, kolagen, dll), (2) polimer biosintesis yang diproduksi oleh mikroba melalui kultivasi (contoh: PHA), (3) polimer sintetik tertentu yang memang memiliki sifat biodegradable (contoh: polikaprolakton dan poli-asam laktat).

B. POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA)

Salah satu kelompok senyawa yang termasuk ke dalam golongan bahan plastik biodegradable adalah golongan poli-β-hidroksialkanoat (PHA), poliester dari asam hidroksi yang disintesis oleh sebagian besar jenis bakteri sebagai cadangan karbon dan energi. Golongan senyawa tersebut telah menjadi perhatian banyak pihak karena sifatnya yang termoplastik dan tidak larut dalam air serta kemampuannya untuk terurai sempurna di lingkungan yang berbeda seperti lingkungan perairan dan tanah, baik aerob maupun anaerob (Poirier, 1999). Struktur umum dari polihidroksialkanoat dapat dilihat pada Gambar 1. H O CH R O CH2 C OH n

PHA rantai pendek R = H, CH3, CH2CH3

PHA rantai menengah R = (CH2)2CH3–(CH2)8CH3

n = 100-30.000

Gambar 1. Struktur umum PHA (Atkinson dan Mavituna 1991 dan Randall et al. 2001)

Tata nama PHA ditentukan berdasarkan gugus alkil R pada unit monomer penyusunnya. PHB (poli-3-hidroksibutirat) jika R adalah gugus CH3

(metil), PHV (poli-3-hidroksivalerat) jika R adalah CH2CH3 (etil), PHC (poli-

3-hidroksikaproat) jika R adalah n-propil, PHH (poli-3-hidroksiheptanoat) jika R = n-butil, PHO (poli-3-hidroksioktanoat) jika R = n-pentil, PHN (poli-3- hidroksinanoat) jika R=n-heksil, PHD (poli-3-hidroksidekanoat) jika R = n- heptil, PHUD (poli-3-hidroksi undekanoat) jika R = n-oktil dan PHDD (poli- 3-hidroksidodekanoat) jika R = n-nonil (Atkinson dan Mavituna, 1991)

Mikroba prokariot dan eukariot sebagian besar memiliki kemampuan secara enzimatik untuk mensintesis berbagai macam cadangan karbon intraselluler. Material cadangan ini dibentuk oleh mikroba pada kondisi tertentu, seperti pada saat kondisi pertumbuhan yang tidak seimbang. Contoh kondisi yang dapat memicu pembentukan cadangan karbon oleh mikroba adalah pada saat sumber karbon yang berlebih di lingkungan, sedangkan pada saat yang sama sintesis protein dan atau asam nukleat terhambat baik karena kekurangan nitrogen ataupun karena adanya inhibitor. Ketidakseimbangan konsentrasi sumber karbon dan nitrogen berdampak pada pembentukan material cadangan sel terutama pembentukan cadangan karbon seperti glikogen dan asam poli-β-hidroksibutirat (poli-HB) (Poirier, 1999).

Terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme yang dapat mensintesis PHA (30-80% dari bobot kering selnya) namun hanya sejumlah bakteri termasuk Ralstonia eutropha, Alcaligenes latus, Azotobacter venelandii, Chromobacterium violaceum, metilotrof, pseudomonad, dan rekombinan E. coli yang prospektif digunakan dalam komersialisasi produksi PHA karena produktifitasnya lebih besar dari 2 g/L/jam (Lee dan Choi dalam Babel dan Steinbuchel, 2001).

Menurut Atifah (2006), pada kultivasi sistem fed-batch, pengumpanan sumber karbon dilakukan pada saat bakteri memasuki fase pertumbuhan stasioner dari daur hidupnya. Bakteri Ralstonia eutropha mengalami fase pertumbuhan logaritmik hingga jam ke 36 dan memasuki fase pertumbuhan stasioner mulai jam ke 48. Pada fase stasioner konsentrasi residu gula mendekati titik nol (<1 g/L) seiring dengan laju pertumbuhan spesifik ( ) yang

menunjukkan angka nol. Pada saat laju pertumbuhan spesifik mendekati nol, bakteri sebagian besar tidak lagi memperbanyak diri, sehingga sumber karbon pada media digunakan untuk pembentukan PHA di dalam sitoplasmanya.

Keberadaan granula poli-HB di dalam sel bakteri dapat dengan mudah diamati dengan menggunakan mikroskop fase kontras atau dengan mikroskop elektron. Ukuran diameter granula bervariasi antara 100 nm sampai 800 nm. Komposisi dari granula tersebut terdiri dari 98% poli-HB dan 2% protein. Granula diselubungi oleh non-unit membran dengan ketebalan 2-4 nm (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Asam poli-3-hidroksibutirat (poli-HB) adalah polimer dengan sifat optik aktif asam D(-)-3-hidroksibutirat (3-hidroksibutanoat) dengan struktur molekul seperti pada Gambar 2. Jumlah unit berulang (n) dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat mencapai nilai n=35.000. Contoh poli-HB dengan bobot molekul mencapai 3,39 x 106 telah ditemukan pada bakteri Azotobacter vinelandii dengan menggunakan klorofom atau diklorometan pada proses ekstraksi dari massa sel (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

HO OH CH CH3 CH2 C O O CH CH3 CH2 C O O CH CH3 CH2 C O n

Gambar 2. Struktur poli-3-hidroksibutirat (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988)

Keragaman nilai n dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

• Metode isolasi (ekstraksi granula poli-HB dari biomassa bakteri),

• Galur bakteri yang digunakan,

• Jenis substrat yang digunakan,

• Waktu pemanenan sel dari kultur (kurva pertumbuhan),

• Faktor pembatas pertumbuhan,

Poli-HB merupakan polimer linear, termasuk poliester alifatik dengan gugus oksigen karbonil berselang-seling dengan gugus metil di sepanjang rantai polimer. Poli-HB dalam kondisi normal merupakan senyawa yang tidak reaktif, dengan kemungkinan reaksi kimia substitusi sangat sedikit (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Poli-HB memiliki densitas antara 1,171 sampai 1,260 g/cm3. Nilai yang lebih kecil menunjukan struktur amorf sedangkan nilai densitas yang lebih tinggi menunjukan struktur kristalin. Titik leleh (Tm) dari poli-HB berkisar antara 157 sampai 188 0C. Poli-HB memiliki sifat termoplastik dan dapat diproses dengan ekstruksi ataupun dengan tekanan tinggi. Meskipun demikian, di atas suhu 283 0C poli-HB dapat terurai dengan cepat. Sifat fisik mekaniknya seperti plastik konvensional terutama polipropilen jika dilihat dari nilai kuat tarik dan titik lelehnya. Tabel 1 memperlihatkan perbandingan karakteristik antara polipropilen dan polihidroksibutirat. Sifat fisik dari poli- HB bergantung pada bobot molekul dan kemurniannya (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Tabel 1. Perbandingan karakteristik polipropilen dan polihidroksibutirat

PARAMETER PP PHB

Titik Leleh, Tm (0C) 171-186 171-182

Suhu Transisi Kaca, Tg (0C) -15 5-10

Kristalinitas (%) 65-70 65-80

Densitas (g·cm-1) 0,905-0,94 1,23-1,5

Bobot Molekul, Mw (105) 2,2-7,0 1,0-8,0

Distribusi Bobot Molekul 5-12 2,2-3

Modulus Kelenturan (GPa) 1,7 3,5-4,0

Kekuatan Tarik (Mpa) 39 40

Pemanjangan Hingga Putus (%) 400 6-8

Resistensi Terhadap Ultraviolet Buruk Baik

Resistensi Terhadap Pelarut Baik Buruk

Permeabilitas Oksigen (cm3m-2d-1) 1700 45 Sumber: Atkinson dan Mavituna (1991).

Kelarutan poli-HB di dalam pelarut organik telah banyak dimanfaatkan untuk mengekstrak polimer dari biomassa sel baik basah maupun kering. Senyawa karbonat siklik seperti etilen karbonat dan propilen karbonat, sebagaimana klorofom, piridin, campuran metilen klorida dan etanol, serta 1,2-dikloroetan masih banyak digunakan sebagai pelarut poli-HB sampai sekarang (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Poli-β-hidroksibutirat (PHB) dapat digunakan sebagai benang jahit pada operasi bedah, peralatan rekaman karena sifat-sifat piezoelektriknya yang baik, substitusi poliester sintetis pada pembuatan serat, dan sebagai kemasan. Selain itu, PHB juga dapat ditenun menyerupai bahan wol katun sehingga cocok digunakan sebagai popok bayi (Brandl et al. dalam Babel dan Steinbuchel, 2001).

Dokumen terkait