• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Peg 400 terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (Pha) yang Dihasilkan Oleh Ralstonia Eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Peg 400 terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (Pha) yang Dihasilkan Oleh Ralstonia Eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

Oleh DEDE RAIS

F34102064

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh DEDE RAIS

F34102064

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh DEDE RAIS

F34102064

Dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1984 di Subang, Jawa Barat

Tanggal lulus, 22 Januari 2007

Disetujui Bogor, 29 Januari 2007

(4)

RIWAYAT HIDUP

Dede Rais dilahirkan di Subang, Jawa Barat, pada tanggal 6 Februari 1984. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara, putra dari pasangan Bapak Rastika dan Ibu Entin. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri Arif Rahman Hakim pada tahun 1996 dan melanjutkan ke SLTP Negeri II Pusakanegara Subang pada tahun yang sama. Tahun 1999, Penulis menyelesaikan masa belajarnya di SLTP dan melanjutkan ke SMU Negeri 1 Pamanukan Subang (1999-2002). Pada tahun 2002, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu” adalah hasil karya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing, kecuali rujukan yang dengan jelas disebutkan sumbernya.

Bogor, Januari 2007 Yang Menyatakan

(6)

Dede Rais. F34102064. Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu. Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Khaswar Syamsu. 2007.

RINGKASAN

Plastik merupakan salah satu bahan yang telah memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia sehari-hari. Sifatnya yang ringan, transparan, murah, mudah dibentuk, dan dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan telah menjadikan plastik sebagai bahan yang paling banyak digunakan oleh manusia. Masalahnya adalah pada saat produk-produk plastik tersebut sudah tidak dipergunakan lagi dan dibuang ke lingkungan, akan sulit terurai secara alami oleh mikroorganisme. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan bahan baku plastik yang lebih ramah lingkungan.

Polihidroksialkanoat (PHA) adalah bioplastik poliester yang secara alami disintesis oleh beberapa mikroba sebagai cadangan karbon dan energi. Salah satu bakteri yang dapat mensintesis PHA adalah Ralstonia eutropha. PHA disintesis apabila sumber karbon melimpah sedangkan unsur-unsur lain seperti N, P, S, O dan Mg terbatas (Lee dan Choi dalam Babel dan Steinbuchel, 2001). PHA sangat menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut karena sifat mekaniknya yang mirip polipropilen terutama kekuatan tariknya. Namun aplikasi PHA masih terbatas karena sifatnya yang lebih rapuh dan kaku serta mahalnya biaya produksi.

Penelitian ini mengkaji pengaruh PEG 400 sebagai pemlastis terhadap karakteristik bioplasik PHA. Polimer PHA didapatkan dengan melakukan kultivasi Ralstonia eutropha secara fed-batch selama 96 jam dengan menggunakan substrat hidrolisat pati sagu dan pengumpanan dilakukan pada jam ke 48. Hasil kultivasi menunjukkan jumlah biomassa (kering) sebesar 4 g/L cairan kultivasi dan PHA yang didapatkan antara 20-30% bobot biomassa kering.

Pembuatan bioplastik dilakukan dengan metode solution casting dan menggunakan kloroform sebagai pelarut. Konsentrasi PEG 400 yang diujikan adalah 10%, 20%, dan 30% (b/b). Analisa berikutnya adalah menguji karakteristik bioplastik yang dihasilkan sehingga diketahui bioplastik dengan konsentrasi PEG 400 terbaik. Sifat fisik mekanik yang diujikan antara lain densitas, kuat tarik dan perpanjangan putus, sifat thermal (Tm dan Tg), kristalinitas, dan analisa gugus fungsi.

(7)

perpanjangan putus ditetapkan bahwa bioplastik terbaik adalah bioplastik dengan konsentrasi PEG 400 30%, yaitu bioplastik dengan persentase perpanjangan putus terbesar (0,881 ± 0,326%).

Penambahan pemlastis PEG 400 menyebabkan penurunan titik leleh bioplastik yang dihasilkan. Bioplastik tanpa pemlastis memiliki titik leleh 168,72

0

C; sedangkan bioplastik PEG 400 30% meleleh pada suhu 158,95 0C. Selain titik leleh, penambahan pemlastis PEG 400 juga menyebabkan penurunan derajat kristalinitas bioplastik. Bioplastik PEG 400 0% memiliki kristalinitas 50,52%; sedangkan bioplastik PEG 400 30% memiliki kristalinitas 44,58%.

Spektrum FTIR dari bioplastik PHA tanpa pemlastis menunjukan puncak-puncak serapan yang mencirikan polihidroksibutirat (PHB) yaitu ikatan OH karboksilat, CH, C=O ester, CH2, C-O-C polimer, C-C, dan CH3. Pada Bioplastik

(8)

Dede Rais. F34102064. Influence of PEG 400 Concentration to The Characteristics of Polyhydroxyalkanoates (PHA) Bioplastic Obtained by Ralstonia eutropha Using Sago Starch Hydrolyzed Substrate. Under the supervision of Liesbetini Hartoto and Khaswar Syamsu. 2007.

SUMMARY

Plastic is a material which gives a lot of simplicity in daily human life. With light, transparent, cheap, easy to form, and flexible to modify characteristics, plastic has become human most used materials. But plastic cause a lot of problems when unused plastic based product polluting the environment, it will be difficult for microorganisms in the nature to degrade it. One of many alternatives that we can use to cope the problem is to make use of plastic materials which are more friendly to the environments.

Polyhydroxyalkanoates (PHA) are bioplastic polyesters that are synthesized by a wide variety of microorganisms as carbon and energy reserves. One of the bacteria able to synthesize the PHA, are Ralstonia eutropha. The PHA is synthesized if carbon source is overflow while another element, such as N, P, S, O and Mg are limited (Lee and Choi in Babel and Steinbuchel, 2001). PHA is a promising material to develop because of its polypropylene like characteristic, especially in tensile strength. Still, there is some limitation in PHA application, because of its fragile and rigid characteristic and high production cost.

This research was studying the influence of PEG 400 as a plasticizer to the PHA characteristics. The PHA polymer was obtained by cultivating Ralstonia eutropha in a fed batch method for approximate time, 96 hours using hydrolyzed sago starch substrate and feeding at hours of 48. The cultivation it self, resulted biomass concentration of 4 g/L with PHA yield for about 20-30% of dry cell weight.

The production of bioplastic was conducted with solution casting method, chloroform was used as solvent and PEG 400 was used as plasticizer. The concentration treatments of PEG 400, were 10%, 20%, and 30% (w/w). Bioplastic characteristics were tested to determine which PEG 400 concentration giving the best bioplastic characteristics. Bioplastic characteristic which was tested were tensile strength, elongation to break, density, thermal properties (Tm and Tg),

crystalinity, and functional group analysis.

(9)

was the bioplastic with the highest percentage of elongation to break (0.881 ± 0.326%).

The addition of PEG 400 was causing the declining of bioplastic melting point. Bioplastic without PEG 400 addition, was having a melting point of 168.72

o

C, while the 30% PEG 400 bioplastic was melting at temperature of 158.95 oC. Besides of the melting point, the addition of PEG 400 was also causing the declining of bioplastic crystalinity degree. The bioplastic without PEG 400 addition was having crystalinity degree of 50.52%, while the 30% PEG 400 bioplastic was having crystalinity degree of 44.58%.

The FTIR spectra for PHA bioplastic without the addition of plasticizer, as showed by the absorption peaks, identified the existence of polyhydroxybutirate (PHB) which is OH carboxyl bond, CH, C=O ester, CH2, C-O-C polymer, C-C,

and CH3. On the 30% PEG 400 bioplastic, in addition of the same bond stated

above, another absorption peak was found, in form of hydrogen bond (OH), predicted as a form of interaction between PHB molecules and PEG 400. Another spectrum on the 30% PEG 400 bioplastic showing the PEG molecule was found. It was showed by the absorption peak for OH bond of alcohol, CH2, C-O-C

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk di alam semesta ini. Shalawat dan salam semoga juga tetap senantiasa tercurahkan kepada rasulullah Muhammad SAW sampai akhir zaman. Tiada daya dan upaya selain dengan petunjuk dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skripsi yang penulis susun berjudul “Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu”.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang teramat dalam terutama kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik I yang telah memberikan banyak bimbingan dan perhatian selama penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai dosen Pembimbing Akademik II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian tentang bioplastik PHA, serta atas segala bantuan baik riil maupun materiil yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen penguji wakil Departemen TIN yang telah memberikan berbagai masukkan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Ayah dan Ibu atas segala perhatian, semangat, dan bimbingan yang telah

tercurahkan selama penulis kuliah di IPB.

5. Para teknisi dan laboran yang ada di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi - IPB: Mba Pepi, Mba Emi, Pak Mulya, dll terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

(11)

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

Oleh DEDE RAIS

F34102064

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh DEDE RAIS

F34102064

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP

KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN

SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh DEDE RAIS

F34102064

Dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1984 di Subang, Jawa Barat

Tanggal lulus, 22 Januari 2007

Disetujui Bogor, 29 Januari 2007

(14)

RIWAYAT HIDUP

Dede Rais dilahirkan di Subang, Jawa Barat, pada tanggal 6 Februari 1984. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara, putra dari pasangan Bapak Rastika dan Ibu Entin. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri Arif Rahman Hakim pada tahun 1996 dan melanjutkan ke SLTP Negeri II Pusakanegara Subang pada tahun yang sama. Tahun 1999, Penulis menyelesaikan masa belajarnya di SLTP dan melanjutkan ke SMU Negeri 1 Pamanukan Subang (1999-2002). Pada tahun 2002, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(15)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu” adalah hasil karya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing, kecuali rujukan yang dengan jelas disebutkan sumbernya.

Bogor, Januari 2007 Yang Menyatakan

(16)

Dede Rais. F34102064. Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu. Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Khaswar Syamsu. 2007.

RINGKASAN

Plastik merupakan salah satu bahan yang telah memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia sehari-hari. Sifatnya yang ringan, transparan, murah, mudah dibentuk, dan dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan telah menjadikan plastik sebagai bahan yang paling banyak digunakan oleh manusia. Masalahnya adalah pada saat produk-produk plastik tersebut sudah tidak dipergunakan lagi dan dibuang ke lingkungan, akan sulit terurai secara alami oleh mikroorganisme. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan bahan baku plastik yang lebih ramah lingkungan.

Polihidroksialkanoat (PHA) adalah bioplastik poliester yang secara alami disintesis oleh beberapa mikroba sebagai cadangan karbon dan energi. Salah satu bakteri yang dapat mensintesis PHA adalah Ralstonia eutropha. PHA disintesis apabila sumber karbon melimpah sedangkan unsur-unsur lain seperti N, P, S, O dan Mg terbatas (Lee dan Choi dalam Babel dan Steinbuchel, 2001). PHA sangat menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut karena sifat mekaniknya yang mirip polipropilen terutama kekuatan tariknya. Namun aplikasi PHA masih terbatas karena sifatnya yang lebih rapuh dan kaku serta mahalnya biaya produksi.

Penelitian ini mengkaji pengaruh PEG 400 sebagai pemlastis terhadap karakteristik bioplasik PHA. Polimer PHA didapatkan dengan melakukan kultivasi Ralstonia eutropha secara fed-batch selama 96 jam dengan menggunakan substrat hidrolisat pati sagu dan pengumpanan dilakukan pada jam ke 48. Hasil kultivasi menunjukkan jumlah biomassa (kering) sebesar 4 g/L cairan kultivasi dan PHA yang didapatkan antara 20-30% bobot biomassa kering.

Pembuatan bioplastik dilakukan dengan metode solution casting dan menggunakan kloroform sebagai pelarut. Konsentrasi PEG 400 yang diujikan adalah 10%, 20%, dan 30% (b/b). Analisa berikutnya adalah menguji karakteristik bioplastik yang dihasilkan sehingga diketahui bioplastik dengan konsentrasi PEG 400 terbaik. Sifat fisik mekanik yang diujikan antara lain densitas, kuat tarik dan perpanjangan putus, sifat thermal (Tm dan Tg), kristalinitas, dan analisa gugus fungsi.

(17)

perpanjangan putus ditetapkan bahwa bioplastik terbaik adalah bioplastik dengan konsentrasi PEG 400 30%, yaitu bioplastik dengan persentase perpanjangan putus terbesar (0,881 ± 0,326%).

Penambahan pemlastis PEG 400 menyebabkan penurunan titik leleh bioplastik yang dihasilkan. Bioplastik tanpa pemlastis memiliki titik leleh 168,72

0

C; sedangkan bioplastik PEG 400 30% meleleh pada suhu 158,95 0C. Selain titik leleh, penambahan pemlastis PEG 400 juga menyebabkan penurunan derajat kristalinitas bioplastik. Bioplastik PEG 400 0% memiliki kristalinitas 50,52%; sedangkan bioplastik PEG 400 30% memiliki kristalinitas 44,58%.

Spektrum FTIR dari bioplastik PHA tanpa pemlastis menunjukan puncak-puncak serapan yang mencirikan polihidroksibutirat (PHB) yaitu ikatan OH karboksilat, CH, C=O ester, CH2, C-O-C polimer, C-C, dan CH3. Pada Bioplastik

(18)

Dede Rais. F34102064. Influence of PEG 400 Concentration to The Characteristics of Polyhydroxyalkanoates (PHA) Bioplastic Obtained by Ralstonia eutropha Using Sago Starch Hydrolyzed Substrate. Under the supervision of Liesbetini Hartoto and Khaswar Syamsu. 2007.

SUMMARY

Plastic is a material which gives a lot of simplicity in daily human life. With light, transparent, cheap, easy to form, and flexible to modify characteristics, plastic has become human most used materials. But plastic cause a lot of problems when unused plastic based product polluting the environment, it will be difficult for microorganisms in the nature to degrade it. One of many alternatives that we can use to cope the problem is to make use of plastic materials which are more friendly to the environments.

Polyhydroxyalkanoates (PHA) are bioplastic polyesters that are synthesized by a wide variety of microorganisms as carbon and energy reserves. One of the bacteria able to synthesize the PHA, are Ralstonia eutropha. The PHA is synthesized if carbon source is overflow while another element, such as N, P, S, O and Mg are limited (Lee and Choi in Babel and Steinbuchel, 2001). PHA is a promising material to develop because of its polypropylene like characteristic, especially in tensile strength. Still, there is some limitation in PHA application, because of its fragile and rigid characteristic and high production cost.

This research was studying the influence of PEG 400 as a plasticizer to the PHA characteristics. The PHA polymer was obtained by cultivating Ralstonia eutropha in a fed batch method for approximate time, 96 hours using hydrolyzed sago starch substrate and feeding at hours of 48. The cultivation it self, resulted biomass concentration of 4 g/L with PHA yield for about 20-30% of dry cell weight.

The production of bioplastic was conducted with solution casting method, chloroform was used as solvent and PEG 400 was used as plasticizer. The concentration treatments of PEG 400, were 10%, 20%, and 30% (w/w). Bioplastic characteristics were tested to determine which PEG 400 concentration giving the best bioplastic characteristics. Bioplastic characteristic which was tested were tensile strength, elongation to break, density, thermal properties (Tm and Tg),

crystalinity, and functional group analysis.

(19)

was the bioplastic with the highest percentage of elongation to break (0.881 ± 0.326%).

The addition of PEG 400 was causing the declining of bioplastic melting point. Bioplastic without PEG 400 addition, was having a melting point of 168.72

o

C, while the 30% PEG 400 bioplastic was melting at temperature of 158.95 oC. Besides of the melting point, the addition of PEG 400 was also causing the declining of bioplastic crystalinity degree. The bioplastic without PEG 400 addition was having crystalinity degree of 50.52%, while the 30% PEG 400 bioplastic was having crystalinity degree of 44.58%.

The FTIR spectra for PHA bioplastic without the addition of plasticizer, as showed by the absorption peaks, identified the existence of polyhydroxybutirate (PHB) which is OH carboxyl bond, CH, C=O ester, CH2, C-O-C polymer, C-C,

and CH3. On the 30% PEG 400 bioplastic, in addition of the same bond stated

above, another absorption peak was found, in form of hydrogen bond (OH), predicted as a form of interaction between PHB molecules and PEG 400. Another spectrum on the 30% PEG 400 bioplastic showing the PEG molecule was found. It was showed by the absorption peak for OH bond of alcohol, CH2, C-O-C

(20)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh makhluk di alam semesta ini. Shalawat dan salam semoga juga tetap senantiasa tercurahkan kepada rasulullah Muhammad SAW sampai akhir zaman. Tiada daya dan upaya selain dengan petunjuk dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Skripsi yang penulis susun berjudul “Pengaruh Konsentrasi PEG 400 Terhadap Karakteristik Bioplastik Polihidroksialkanoat (PHA) Yang Dihasilkan Oleh Ralstonia eutropha Menggunakan Substrat Hidrolisat Pati Sagu”.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang teramat dalam terutama kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS sebagai dosen Pembimbing Akademik I yang telah memberikan banyak bimbingan dan perhatian selama penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc sebagai dosen Pembimbing Akademik II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian tentang bioplastik PHA, serta atas segala bantuan baik riil maupun materiil yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen penguji wakil Departemen TIN yang telah memberikan berbagai masukkan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 4. Ayah dan Ibu atas segala perhatian, semangat, dan bimbingan yang telah

tercurahkan selama penulis kuliah di IPB.

5. Para teknisi dan laboran yang ada di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi - IPB: Mba Pepi, Mba Emi, Pak Mulya, dll terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan.

(21)

7. Rekan-rekan Tim Bioplastik: Juari, Vico, Arban, Eva, Iwal, Dosi, Evi, dan Maria Ulfah, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian. 8. Rekan-rekan TIN 39, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini di TIN. 9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu karena

keterbatasan tempat, atas segala bantuan, dukungan, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Januari 2007

(22)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN ... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 A. BIOPLASTIK ... 5 B. POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA)... 6 C. PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK ... 10 D. PEMLASTIS ... 11 E. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK ... 13 III.METODOLOGI ... 16

A. BAHAN DAN ALAT ... 16 B. METODE PENELITIAN ... 17 1. Tahap Persiapan Bahan Baku ... 17 a. Persiapan Media ... 17

(23)

e. Densitas ... 23 C. ANALISA DATA ... 24 D. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 24 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. KULTIVASI Ralstonia eutropha ... 25 B. KARAKTERISTIK BIOPASTIK ... 28 1. Kuat Tarik dan Perpanjangan Putus ... 29 2. Densitas ... 35 3. Sifat Thermal ... 36 4. Derajat Kristalinitas ... 40 5. Analisa Gugus Fungsi ... 41 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur umum PHA ... 6 Gambar 2. Struktur poli-3-hidroksibutirat ... 8 Gambar 3. Struktur molekul PEG ... 13 Gambar 4. PHA hasil kultivasi ... 27 Gambar 5. Bioplastik dengan berbagai konsentrasi PEG 400 ... 28 Gambar 6. Kurva hubungan konsentrasi PEG 400 dengan kuat tarik... 29 Gambar 7. Skema kerja pemlastis ... 31 Gambar 8. Pembentukan ikatan hidrogen secara umum

antara PHB dan PEG 400 ... 31 Gambar 9. Mekanisme gugus hidroksil molekul PEG 400 berikatan

hidrogen dengan gugus karboksil PHB ... 33 Gambar 10. Kurva hubungan konsentrasi PEG 400 dengan

perpanjangan putus... 34 Gambar 11. Grafik hubungan densitas dan konsentrasi PEG 400 ... 36 Gambar 12. Kurva DSC bioplastik PHB tanpa pemlastis ... 37 Gambar 13. Kurva DSC bioplastik PEG 400 30% ... 38

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Perbandingan karakteristik polipropilen dan

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Diagram alir pembuatan hidrolisat pati sagu ... 53 Lampiran 2. Total gula dengan metode fenol-sulfat ... 54 Lampiran 3. Diagram alir proses kultivasi R. eutropha

secara fed-batch ... 55 Lampiran 4. Diagram alir proses hilir PHA ... 56 Lampiran 5. Diagram alir pembuatan bioplastik ... 57 Lampiran 6. Perhitungan formula bioplastik ... 58 Lampiran 7. Perhitungan volume hidrolisat pati sagu

pada saat pengumpanan... 59 Lampiran 8. Hasil pengujian kuat tarik dan perpanjangan putus

bioplastik PEG 400 10% ... 60 Lampiran 9. Hasil pengujian kuat tarik dan perpanjangan putus

bioplastik PEG 400 20% ... 61 Lampiran 10. Hasil pengujian kuat tarik dan perpanjangan putus

bioplastik PEG 400 30% ... 62 Lampiran 11. Perhitungan kebutuhan teoritis PEG 400 pada

(27)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan industri yang begitu pesat telah memberikan berbagai dampak bagi kehidupan manusia. Karet vulkanisasi merupakan awal dari perkembangan industri polimer dunia, ditemukan oleh Charles Goodyear pada tahun 1839. Alexander Parkes menemukan plastik berbahan dasar selulosa pada tahun 1860-an. Bahan baku plastik sintetik pertama kali ditemukan oleh Leo Hendrik Baekeland pada tahun 1907, polimer sintetik ini dikenal dengan nama bakelite (Anonima, 2006).

Secara umum perkembangan industri plastik sintetik telah memberikan banyak keuntungan bagi kehidupan manusia. Sebagian besar peralatan yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari merupakan produk plastik sintetik, dari mulai plastik kemasan, peralatan listrik, sepatu, sampai badan kendaraan bermotor sebagian besar terbuat dari bahan plastik. Dampak negatif kemudian muncul pada saat produk tersebut sudah tidak terpakai lagi dan kemudian dibuang begitu saja ke lingkungan. Penguraian produk polimer tersebut memerlukan waktu yang sangat lama oleh mikroba alami tanah menjadi molekul yang lebih sederhana. Limbah plastik ini lambat laun menjadi masalah yang membutuhkan perhatian khusus untuk dicari jalan keluarnya.

Bahan baku yang lebih ramah lingkungan mulai banyak dikembangkan untuk mengurangi masalah pencemaran yang disebabkan oleh plastik. Polimer alami dapat menggantikan kegunaan polimer sintetik dengan beberapa modifikasi kimia maupun fisik untuk memperbaiki sifat-sifatnya dan lebih dapat didegradasi bila dibuang ke lingkungan. Keuntungan lain dari bahan baku alami ini selain lebih mudah terurai di lingkungan adalah sifatnya yang merupakan sumber daya alam yang dapat terbarukan, sehingga keberadaannya di alam dapat terus dilestarikan.

(28)

terakhir adalah dari hasil modifikasi kimia bahan-bahan alami seperti pati, selulosa, kitin, dan protein kedelai (Huang dan Edelman dalam Scott dan Gilead, 1995)

Salah satu bahan polimer alami hasil kultivasi yang memiliki prospek untuk dikembangkan lebih lanjut adalah dari golongan poli-β-hidroksialkanoat (PHA). Senyawa polimer ini termasuk ke dalam golongan poliester alami yang dapat diproduksi oleh mikroba tertentu. Salah satu mikroba yang yang dapat menghasilkan PHA adalah bakteri Ralstonia eutropha. Pada kondisi tertentu yaitu sumber nutrisi ada dalam keadaan terbatas sedangkan sumber karbon berlebih, bakteri ini akan menyimpan cadangan karbon di dalam sitoplasmanya dalam bentuk granula-granula PHA (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Sumber karbon yang dapat digunakan sebagai media kultivasi Ralstonia eutropha dapat berupa D-glukosa, D-fruktosa, D-glukonat, asetat, adipat, dan itakonat (John et al., 1994). Karbon dari asam lemak juga dapat digunakan sebagai media kultivasi bagi R. eutropha untuk pembentukan PHA. Wicaksono (2005) telah melakukan kajian produksi PHA dengan menggunakan bakteri Ralstonia eutropha dan hidrolisat minyak sawit sebagai sumber karbon pada sistem curah (batch). Hasil optimasi pada bioreaktor skala dua liter didapatkan konsentrasi PHA tertinggi sebesar 10,6685 g/L (51,45% dari bobot kering sel).

(29)

Penggunaan PHA sebagai bahan baku plastik masih memiliki beberapa kekurangan, seperti mahalnya biaya produksi dan proses hilir untuk memurnikan PHA, dan karakteristik mutu bioplastik PHA yang masih di bawah plastik dengan bahan baku petrokimia. Bioplastik PHA tanpa penambahan bahan apapun memiliki sifat sangat kaku dan rapuh karena derajat kristalinitasnya yang cukup tinggi (Akmaliah, 2003). Untuk memperbaiki karakteristik bioplastik dari PHA diperlukan bahan tambahan lain seperti zat pemlastis yang biasa dipakai pada pembuatan plastik sintetis. Bioplastik PHA dengan penambahan zat pemlastis diharapkan akan memiliki sifat yang lebih elastis dan tidak rapuh.

Secara umum pemlastis dapat didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan suatu polimer dengan tujuan membuat polimer yang terbentuk menjadi lebih lentur dan elastis. Keberadaan pemlastis di dalam polimer bioplastik berfungsi seperti pelumas yang mengisi rongga antar rantai polimer, sehingga dapat bergerak bebas bila diregangkan dan kembali seperti semula bila dilepaskan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi pemlastis terhadap karaktristik bioplastik PHA yang dihasilkan oleh R. eutropha dengan hidrolisat minyak sawit sebagai sumber karbon pada saat kultivasinya. Pemlastis yang dipakai antara lain dimetil ftalat (Akmaliah, 2003) dan dietilen glikol (Zahra, 2003). Pembuatan bioplastik dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan metode pencetakan larutan (solution casting).

Juari (2006) menggunakan dimetil ftalat (DMF) sebagai pemlastis poli-HB yang dihasilkan dari kultivasi Ralstonia eutropha secara fed-batch menggunakan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon. Konsentrasi DMF yang diujikan adalah 0% (kontrol); 12,5%; 25%; 37,5%; dan 50% (b/b) dari jumlah PHA. Konsentrasi DMF terbaik adalah 25%, pada konsentrasi tersebut bioplastik memiliki persentase perpanjangan putus terbesar yaitu 23%.

(30)

karsinogen dan dapat menggangu kerja sistem endokrin tubuh (Lawrence, 1999). Sama halnya dengan DMF, dietilen glikol juga disinyalir sebagai senyawa beracun. Berbeda dengan kedua senyawa tersebut, polietilen glikol (PEG) lebih aman digunakan sebagai pemlastis karena tidak beracun dan tidak bersifat karsinogen.

Polietilen glikol telah banyak digunakan sebagai pemlastis poli-HB. Kalnins et al. (1999) melakukan penelitian dengan membandingkan 3 jenis pemlastis yaitu dibutilsebakat (DBS), dioktilsebakat (DOS), dan polietilen glikol (PEG) 300, dengan konsentrasi 20-30% b/b dari bobot poli-HB. PHB didapatkan dari Azotobacter chroococcum yang dikultivasi dalam labu goyang (shake flasks) selama 48 jam. Diketahui bahwa urutan pemlastis terbaik jika dilihat dari sifat mekanik bioplastiknya adalah DOS, PEG 300, dan DBS.

Polietilen glikol (PEG) merupakan polimer kondensasi dari etilen oksida. Rumus umum dari PEG adalah H(OCH2CH2)nOH, dengan n

merupakan jumlah dari unit berulang etilen oksida yang nilainya berkisar antara 4-180. PEG biasa digunakan sebagai emulsifier, pelembab, pemlastis, dan lubricant pada industri tekstil. PEG sebagai pemlastis memiliki beberapa kelebihan seperti tidak beracun, tidak berbau, tidak mengiritasi kulit, dan tidak mudah menguap (Anonimb, 2006). PEG memiliki sifat yang memungkinkan bioplastik PHA yang dihasilkan dapat digunakan pada industri makanan maupun obat-obatan.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan konsentrasi PEG 400 terbaik sebagai pemlastis dalam pembuatan bioplastik PHA.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOPLASTIK

Menurut Van Der Zee et al. (2001) bioplastik adalah plastik yang berbahan dasar dari bahan yang dapat diperbaharui. Bioplastik merupakan plastik yang dapat digunakan untuk menggantikan plastik sintetis yang umum digunakan oleh masyarakat dunia. Plastik sintetis berasal dari minyak bumi memiliki sifat sulit didegradasi oleh mikroba di alam. Bioplastik dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan plastik sintetis yang tidak dapat terdegradasi yang sekarang menjadi masalah utama lingkungan. Substitusi dari plastik sintetis yang nondegradable ke bioplastik yang biodegradable telah menjadi satu jawaban terhadap masalah tersebut.

Polimer degradable adalah suatu bahan polimer yang dapat terurai pada kondisi lingkungan tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula (Narayan dalam Barengerg et al., 1990). Plastik biodegradable merupakan pengganti plastik konvensional yang memiliki kelebihan dapat hancur setelah dibuang ke lingkungan karena terurai oleh aktivitas enzim mikroba.

Terurainya suatu polimer dapat terjadi dalam beberapa cara, seperti di bawah ini (Swift dalam Glass dan Swift, 1990):

• Biodegradasi: penguraian disebabkan oleh enzim baik secara aerob

maupun anaerob, sehingga polimer benar-benar terurai kembali ke alam.

• Fotodegradasi: penguraian disebabkan oleh radiasi, seperti sinar matahari, dan jarang sekali sampai benar-benar terurai, namun bagian kecil yang terurai dapat menimbulkan biodegradasi lebih lanjut.

• Erosi lingkungan: disebabkan oleh alam (cuaca) seperti angin, hujan, suhu, dan binatang. Cara ini tidak dapat menguraikan secara sempurna.

• Degradasi kimia: disebabkan oleh reaksi kimia, seperti oleh golongan

logam, reaksi kimia menyebabkan polimer terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

(32)

Biodegradasi suatu polimer dapat terjadi melalui hidrolisis dan oksidasi. Adanya gugus oksidatif dan gugus yang dapat terhidrolisi pada rantai utama, adanya gugus substitusi yang cocok, stereo konfigurasi yang tepat, keseimbangan gugus hidrophobik dan hidrophilik, dan penyesuaian kelenturan mempengaruhi derajat keteruraian suatu polimer (Huang and Edelman dalam Scott dan Gilead, 1995).

Huang dan Edelman dalam Scott dan Gilead (1995) membagi polimer biodegradable ke dalam tiga kelas, yaitu (1) polimer alami dari tanaman atau hewan (contoh: selulosa, pati, protein, kolagen, dll), (2) polimer biosintesis yang diproduksi oleh mikroba melalui kultivasi (contoh: PHA), (3) polimer sintetik tertentu yang memang memiliki sifat biodegradable (contoh: polikaprolakton dan poli-asam laktat).

B. POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA)

Salah satu kelompok senyawa yang termasuk ke dalam golongan bahan plastik biodegradable adalah golongan poli-β-hidroksialkanoat (PHA), poliester dari asam hidroksi yang disintesis oleh sebagian besar jenis bakteri sebagai cadangan karbon dan energi. Golongan senyawa tersebut telah menjadi perhatian banyak pihak karena sifatnya yang termoplastik dan tidak larut dalam air serta kemampuannya untuk terurai sempurna di lingkungan yang berbeda seperti lingkungan perairan dan tanah, baik aerob maupun anaerob (Poirier, 1999). Struktur umum dari polihidroksialkanoat dapat dilihat pada Gambar 1.

(33)

Tata nama PHA ditentukan berdasarkan gugus alkil R pada unit monomer penyusunnya. PHB (poli-3-hidroksibutirat) jika R adalah gugus CH3

(metil), PHV (poli-3-hidroksivalerat) jika R adalah CH2CH3 (etil), PHC

(poli-3-hidroksikaproat) jika R adalah n-propil, PHH (poli-3-hidroksiheptanoat) jika R = n-butil, PHO hidroksioktanoat) jika R = n-pentil, PHN (poli-3-hidroksinanoat) jika R=heksil, PHD (poli-3-hidroksidekanoat) jika R = n-heptil, PHUD 3-hidroksi undekanoat) jika R = n-oktil dan PHDD (poli-3-hidroksidodekanoat) jika R = n-nonil (Atkinson dan Mavituna, 1991)

Mikroba prokariot dan eukariot sebagian besar memiliki kemampuan secara enzimatik untuk mensintesis berbagai macam cadangan karbon intraselluler. Material cadangan ini dibentuk oleh mikroba pada kondisi tertentu, seperti pada saat kondisi pertumbuhan yang tidak seimbang. Contoh kondisi yang dapat memicu pembentukan cadangan karbon oleh mikroba adalah pada saat sumber karbon yang berlebih di lingkungan, sedangkan pada saat yang sama sintesis protein dan atau asam nukleat terhambat baik karena kekurangan nitrogen ataupun karena adanya inhibitor. Ketidakseimbangan konsentrasi sumber karbon dan nitrogen berdampak pada pembentukan material cadangan sel terutama pembentukan cadangan karbon seperti glikogen dan asam poli-β-hidroksibutirat (poli-HB) (Poirier, 1999).

Terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme yang dapat mensintesis PHA (30-80% dari bobot kering selnya) namun hanya sejumlah bakteri termasuk Ralstonia eutropha, Alcaligenes latus, Azotobacter venelandii, Chromobacterium violaceum, metilotrof, pseudomonad, dan rekombinan E. coli yang prospektif digunakan dalam komersialisasi produksi PHA karena produktifitasnya lebih besar dari 2 g/L/jam (Lee dan Choi dalam Babel dan Steinbuchel, 2001).

(34)

menunjukkan angka nol. Pada saat laju pertumbuhan spesifik mendekati nol, bakteri sebagian besar tidak lagi memperbanyak diri, sehingga sumber karbon pada media digunakan untuk pembentukan PHA di dalam sitoplasmanya.

Keberadaan granula poli-HB di dalam sel bakteri dapat dengan mudah diamati dengan menggunakan mikroskop fase kontras atau dengan mikroskop elektron. Ukuran diameter granula bervariasi antara 100 nm sampai 800 nm. Komposisi dari granula tersebut terdiri dari 98% poli-HB dan 2% protein. Granula diselubungi oleh non-unit membran dengan ketebalan 2-4 nm (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Asam poli-3-hidroksibutirat (poli-HB) adalah polimer dengan sifat optik aktif asam D(-)-3-hidroksibutirat (3-hidroksibutanoat) dengan struktur molekul seperti pada Gambar 2. Jumlah unit berulang (n) dipengaruhi oleh beberapa faktor dan dapat mencapai nilai n=35.000. Contoh poli-HB dengan bobot molekul mencapai 3,39 x 106 telah ditemukan pada bakteri Azotobacter vinelandii dengan menggunakan klorofom atau diklorometan pada proses ekstraksi dari massa sel (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

HO OH

Gambar 2. Struktur poli-3-hidroksibutirat (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988)

Keragaman nilai n dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

• Metode isolasi (ekstraksi granula poli-HB dari biomassa bakteri),

• Galur bakteri yang digunakan,

• Jenis substrat yang digunakan,

• Waktu pemanenan sel dari kultur (kurva pertumbuhan),

• Faktor pembatas pertumbuhan,

(35)

Poli-HB merupakan polimer linear, termasuk poliester alifatik dengan gugus oksigen karbonil berselang-seling dengan gugus metil di sepanjang rantai polimer. Poli-HB dalam kondisi normal merupakan senyawa yang tidak reaktif, dengan kemungkinan reaksi kimia substitusi sangat sedikit (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Poli-HB memiliki densitas antara 1,171 sampai 1,260 g/cm3. Nilai yang lebih kecil menunjukan struktur amorf sedangkan nilai densitas yang lebih tinggi menunjukan struktur kristalin. Titik leleh (Tm) dari poli-HB berkisar antara 157 sampai 188 0C. Poli-HB memiliki sifat termoplastik dan dapat diproses dengan ekstruksi ataupun dengan tekanan tinggi. Meskipun demikian, di atas suhu 283 0C poli-HB dapat terurai dengan cepat. Sifat fisik mekaniknya seperti plastik konvensional terutama polipropilen jika dilihat dari nilai kuat tarik dan titik lelehnya. Tabel 1 memperlihatkan perbandingan karakteristik antara polipropilen dan polihidroksibutirat. Sifat fisik dari poli-HB bergantung pada bobot molekul dan kemurniannya (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Tabel 1. Perbandingan karakteristik polipropilen dan polihidroksibutirat

PARAMETER PP PHB

Titik Leleh, Tm (0C) 171-186 171-182

Suhu Transisi Kaca, Tg (0C) -15 5-10

Kristalinitas (%) 65-70 65-80

Densitas (g·cm-1) 0,905-0,94 1,23-1,5

Bobot Molekul, Mw (105) 2,2-7,0 1,0-8,0

Distribusi Bobot Molekul 5-12 2,2-3

Modulus Kelenturan (GPa) 1,7 3,5-4,0

Kekuatan Tarik (Mpa) 39 40

Pemanjangan Hingga Putus (%) 400 6-8

Resistensi Terhadap Ultraviolet Buruk Baik

Resistensi Terhadap Pelarut Baik Buruk

(36)

Kelarutan poli-HB di dalam pelarut organik telah banyak dimanfaatkan untuk mengekstrak polimer dari biomassa sel baik basah maupun kering. Senyawa karbonat siklik seperti etilen karbonat dan propilen karbonat, sebagaimana klorofom, piridin, campuran metilen klorida dan etanol, serta 1,2-dikloroetan masih banyak digunakan sebagai pelarut poli-HB sampai sekarang (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988).

Poli-β-hidroksibutirat (PHB) dapat digunakan sebagai benang jahit pada operasi bedah, peralatan rekaman karena sifat-sifat piezoelektriknya yang baik, substitusi poliester sintetis pada pembuatan serat, dan sebagai kemasan. Selain itu, PHB juga dapat ditenun menyerupai bahan wol katun sehingga cocok digunakan sebagai popok bayi (Brandl et al. dalam Babel dan Steinbuchel, 2001).

C. PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK

Menurut Cowd (1991) proses terbentuknya suatu polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. Polimerisasi ini merupakan pembentukan molekul raksasa (polimer) melalui penggabungan molekul-molekul kecil dan sederhana yang disebut monomer. Pembentukan ikatan polimer menghasilkan ikatan kunci antar monomer yang disebut sebagai ikatan tulang punggung (backbone).

Menurut Ramsay et al. (1993), terdapat dua macam cara pembuatan film PHB. Solvent-cast film dibuat dengan cara menuangkan larutan kloroform-PHB 5% (b/v) pada sebuah plat kaca atau teflon. Pelarut kemudian diuapkan dan film yang terbentuk dibiarkan selama dua minggu pada suhu ruang untuk mencapai keseimbangan kristalinitas. Heat-pressed film dibuat dengan cara menuangkan larutan 25% PHB (b/v) pada plat kaca, lalu dikeringkan semalam pada suhu ruang dan kemudian ditempatkan diantara dua lembar lempengan yang dibungkus allumunium foil. PHB dalam cetakan lalu di-press pada suhu 155-160 0C pada tekanan 5000 lb/in2 selama satu menit.

(37)

dengan perbandingan 1:30 (b/b). Perbandingan PHB dan pemlastis tergantung dari persentase pemlastis yang ingin diuji. Sejumlah PHB dilarutkan ke dalam klorofom untuk kemudian diaduk selama tiga jam. Setelah itu ditambahkan pemlastis dan pengadukan dilanjutkan lagi selama satu jam. Proses terakhir adalah pencetakan dengan cara menuang larutan tersebut ke dalam cetakan kaca dan penguapan pelarut (klorofom) sehingga terbentuk lembaran plastik. Dalam penelitiannya, Juari (2006) mencobakan 4 taraf konsentrasi dimetil ftalat yaitu 12,5%; 25%; 37,5%; dan 50%. Bioplastik dengan konsentrasi dimetil ftalat 50% tidak membentuk lembaran, sedangkan pada konsentrasi dimetil ftalat yang lain terbentuk lembaran. Bioplastik dengan karakteristik terbaik adalah bioplastik dengan konsentrasi pemlastis dimetil ftalat 25%.

D. PEMLASTIS

Pemlastis atau plasticizer dalam konsep sederhana dapat didefinisikan sebagai pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah. Apabila ditambahkan ke dalam resin yang keras atau kaku seperti karet dan plastik, maka akumulasi gaya intramolekuler pada rantai panjang akan menurun sehingga kelenturan atau fleksibilitas, kelunakan (softness), dan pemanjangan (elongation) bertambah (Mellan, 1963).

Hammer dalam Paul dan Newman (1978) menambahkan bahwa pemlastis dapat didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat mengurangi kekakuan dari suatu resin termoplastik yang amorf. Prinsip dasar kerja suatu pemlastis adalah berinteraksi dengan rantai polimer dalam tingkat molekul, sehingga menyebabkan peningkatan respon viskoelastis polimer.

(38)

Interaksi antara polimer dengan zat pemlastis tersebut menimbulkan peningkatan mobilitas molekul dari rantai polimer dan menyebabkan turunnya suhu transisi gelas (Tg). Suatu polimer dengan Tg yang rendah (memiliki lebih banyak rantai elastis) memiliki tingkat kekakuan yang lebih kecil, sehingga lebih mudah untuk diproses. Sebaliknya, jika polimer memiliki Tg yang tinggi dan viskositas lelehan yang tinggi pula, kemudahan proses didapatkan dengan tanpa perubahan yang berarti pada kekakuan rantai polimer (Hammer dalam Paul dan Newman, 1978).

Syarat suatu pemlastis polimer diantaranya adalah (Hammer dalam Paul dan Newman, 1978):

1. Harus sesuai dengan besarnya molekul bahan yang akan diberi pemlastis, hal ini dimaksudkan agar besarnya bobot molekul polimer yang terbentuk tetap terjaga.

2. Harus memiliki Tg yang cukup rendah, sehingga secara efisien akan menurunkan Tg dari polimer yang terbentuk dan membuat polimer menjadi lebih elastis.

3. Memiliki bobot molekul (BM) yang cukup tinggi. Dengan BM yang tinggi, plasticizer tersebut memiliki tekanan uap yang rendah dan laju difusi yang rendah pula di dalam polimer yang terbentuk. Akibatnya pada suhu ruang pemlastis tersebut tidak mudah menguap dan tetap terjaga keberadaannya di dalam polimer.

PHB merupakan polimer dengan kristalinitas yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80% kristalin (Lee, 1996). Karena kristalinitasnya yang tinggi, polimer PHB bersifat kaku dan rapuh. Penambahan pemlastis akan membuat polimer menjadi lebih lunak dan elastis. Sifat yang lebih lunak dan lentur menjadikan suatu polimer lebih mudah untuk diolah atau ditangani.

(39)

Parra et al. (2006) melakukan percobaan mengenai pengaruh konsentrasi pemlastis PEG 300 terhadap sifat termal, mekanik, morfologi, fisika-kima, dan biodegradasi dari poli-HB dengan BM sekitar 380.000 g/mol. Konsentrasi PEG 300 yang diujikan adalah 0%, 2%, 5%, 10%, 20%, dan 40%. Peningkatan konsentrasi PEG 300 menyebabkan penurunan titik leleh, kristalinitas, dan kuat tarik. Peningkatan konsentrasi PEG 300 juga menyebabkan peningkatan perpanjangan putus dan laju degradasi enzimatis.

PEG atau polietilen glikol merupakan golongan senyawa polieter dari etilen oksida. Struktur molekul dari PEG dapat dilihat pada Gambar 3. Rumus umum PEG adalah C2nH4n+2On+1 dengan bobot molekul rata-rata sesuai

dengan angka yang tertera setelahnya. PEG 400 berarti polietilen glikol dengan bobot molekul 400 g/mol atau lebih tepatnya berkisar antara 380-420 g/mol. PEG merupakan cairan bening (BM<1000 g/mol), padatan (BM>1000 g/mol), larut dalam air, dan larut dalam pelarut organik (Anonimb, 2006).

Gambar 3. Struktur molekul PEG (Anonimb, 2006).

E. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK

Menurut Latief (2001), keberhasilan suatu proses pembuatan film kemasan bioplastik dapat dilihat dari karakteristik film bioplastik yang dihasilkan. Terdapat beberapa parameter yang dapat menjelaskan bagaimana karakteristik mekanik bahan film berkaitan dengan struktur kimianya. Beberapa sifat mekanik yang dapat diujikan yaitu kuat tarik dan perpanjangan putus, ketahanan gesek, dan derajat kristalinitas.

(40)

distribusi. Sifat ini merupakan hasil kemampuan polimer untuk membentuk ikatan-ikatan molekul yang kuat dan kokoh (Gontard dan Guilbert, 1992).

Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film sampai film tersebut putus. Kuat tarik dipengaruhi oleh bahan pemlastis yang ditambahkan dalam proses pembuatan film. Persen pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum film sebelum terputus. Elastisitas akan menurun seiring dengan meningkatnya jumlah bahan pemlastis dalam film. Elastisitas merupakan ukuran dari kekuatan film yang dihasilkan (Latief, 2001).

Difraktometer sinar-X merupakan suatu alat yang dapat menentukan derajat kristalinitas suatu polimer. Bagian kristalin dan amorf suatu polimer dapat berinteraksi dengan sinar-X dan menunjukkan aktifitas difraksi yang spesifik. Derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dapat dipisahkan dari difraksi amorf. Derajat kristalinitas diketahui dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi (Sutiani, 1997).

Derajat kristalinitas suatu polimer juga dapat dicari dengan perbandingan langsung antara entalpi pelelehan sampel dengan entalpi pelelehan polimer sejenis yang telah diketahui 100% kristalin. Parra et al. (2006) menghitung derajat kristalinitas poli-HB penelitiannya dengan metode tersebut dan entalpi pelelehan PHB 100% kristalin ditetapkan menurut Barham et al. (1984) yaitu sebesar 146 J/g.

(41)
(42)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian utama dan bahan-bahan yang digunakan dalam tahap persiapan bahan baku. Bahan-bahan penelitian utama terdiri dari polimer PHA (hasil tahap persiapan bahan baku), kloroform (Merck), dan PEG 400 (Merck). Bahan-bahan tahap persiapan bahan baku terdiri dari hidrolisat pati sagu (diagram alir proses pembuatan hidrolisat pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 1), galur bakteri Ralstonia eutropha IAM 12368, NaOCl 0,2 %, metanol, kloroform, air destilata, dan bahan-bahan kimia lainnya yang digunakan untuk proses produksi PHA (Tabel 2).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian utama terdiri dari pipet mikro (1 ml dan 20 µl), pipet gelas 10 ml, penangas, pendingin tegak, botol kecil volume 20 ml, magnetik stirer ukuran 1 cm, dan cetakan kaca. Peralatan yang digunakan pada tahap persiapan bahan baku meliputi peralatan untuk pembuatan hidrolisat pati sagu dan kultivasi R. eutropha. Pada pembuatan hidrolisat pati sagu, peralatan yang digunakan antara lain gelas piala 1 liter, magnetic stirrer, labu erlenmeyer 250 ml, corong Buchner, kertas saring, kertas pH, alumunium foil, termometer, water bath shaker, dan penangas. Kultivasi dilakukan dengan mengunakan bioreaktor “B-Braun Biostat V tipe 880 137/1” volume kerja 10 liter dengan peralatan pendukung seperti labu erlenmeyer (250 ml dan 1 liter), gelas piala 1 liter, gelas ukur, tabung reaksi, kapas, alumunium foil, dan pH meter. Pada proses hilir, sentrifugasi dilakukan dengan mesin sentrifuse “SORVAL” dengan kode rotor GSA.

(43)

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan bahan baku dan penelitian utama. Tahap persiapan bahan baku bertujuan untuk memproduksi polimer PHA yang kemudian akan digunakan pada penelitian utama. Penelitian utama merupakan pembuatan bioplastik dengan PEG 400 sebagai pemlastis dan kloroform sebagai pelarut.

1. Tahap Persiapan Bahan Baku

Bahan baku utama yang diperlukan untuk penelitian ini adalah polimer PHA. Polimer ini diperoleh dengan cara melakukan kultivasi Ralstonia eutropha secara terumpan (fed-batch) dan menggunakan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon. Bahan baku disiapkan melalui tiga tahapan proses, yaitu persiapan media, kultivasi Ralstonia eutropha secara fed-batch dan proses hilir PHA.

a. Persiapan Media

Persiapan media meliputi proses pembuatan hidrolisat pati sagu secara enzimatis serta persiapan kultur dan media kultivasi.

i. Pembuatan Hidrolisat Pati Sagu

Metode pembuatan hidrolisat pati sagu dilakukan berdasarkan hasil penelitian Akyuni (2004). Diagram alir pembuatan hidrolisat pati sagu dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan prosedur pengukuran total gula dari hidrolisat pati sagu (sirup glukosa) dapat dilihat pada Lampiran 2.

ii. Persiapan Kultur dan Media Kultivasi

(44)

sumber karbon, (NH4)2HPO4 sebagai sumber nitrogen serta

(NH4)2HPO4 dan KH2PO4 sebagai sumber fosfat.

Larutan mikroelemen (dalam g/L HCl 1 N) terdiri dari 2,78 g FeSO4.7H2O, 1,98 g MnCl2.4H2O, 2,81 g CoSO4.7H20, 1,67 g

CaCl2.2H2O, 0,17 g CuCl2.2H2O, dan 0,29 g ZnSO4.7H2O. Setiap

media kultivasi ditepatkan pH-nya menjadi 7,0 dengan NaOH 4 M dan H3PO4 1,33 N. Komposisi media kultivasi dapat dilihat pada

Tabel 2. Hidrolisat pati sagu dan media garam mineral disterilisasi dalam otoklaf menggunakan wadah terpisah pada suhu 121 0C selama 15 menit. Selanjutnya media didinginkan sampai pada suhu ruang dan siap digunakan sebagai media propagasi maupun media kultivasi.

Tabel 2. Formulasi media kultivasi (Atifah, 2006)

Bahan Konsentrasi per liter media K2HPO4

b. Produksi PHA Secara Fed-Batch (Atifah, 2006)

(45)

Kultivasi dilakukan selama 96 jam dengan aerasi sebesar 0,2 vvm, agitasi 150 rpm, pH 6,5-7,5 dan suhu bioreaktor 37 0C. Pengecekan kondisi proses dilakukan setiap 12 jam dan bila timbul busa yang cukup banyak di dalam bioreaktor dapat ditambahkan larutan anti busa secukupnya. Pengendalian pH dilakukan secara otomatis, larutan alkali yang disiapkan adalah NaOH 4 M sedangkan larutan asamnya adalah H3PO4 1,33 N.

c. Proses Hilir PHA (Modifikasi dari Atifah 2006, Hahn et al. 1994, dan Ramsay et al. 1992)

Setelah proses kultivasi selesai (jam ke 96), cairan kultivasi disentrifugasi sebanyak empat tahapan. Setiap tahapan sentrifugasi dilakukan pada kecepatan 13.000 rpm selama sepuluh menit pada suhu 4 0C. Kecepatan sentrifugasi 13.000 rpm ini setara dengan 27.504 G. Sentrifugasi tahap pertama bertujuan untuk mengendapkan biomassa dari cairan kultivasi. Endapan yang diperoleh kemudian dibilas dengan aquades untuk pembersihan, kemudian dilakukan sentrifugasi tahap kedua. Hasil bilasan ditambah NaOCl 0,2 %, kemudian dilakukan proses digest selama satu jam untuk menghancurkan materi sel selain PHA. Proses digest dilakukan di dalam labu erlenmeyer 250 ml yang ditempatkan pada water bath shaker dengan suhu 37 0C dan kecepatan putar 120 rpm.

PHA dapat dikeluarkan dari dalam sel dan terpisah dari materi sel setelah proses digest dengan NaOCl. Sentrifugasi tahap ketiga dilakukan untuk memisahkan hasil digest (PHA) dari cairannya (NaOCl dan materi sel terlarut). Hasil sentrifugasi tahap ketiga kemudian dibilas dengan metanol. Metanol berguna untuk melarutkan sisa NaOCl dan materi sel lain yang masih tersisa sehingga terpisah dari PHA. Pemisahan PHA dari metanol dilakukan dengan sentrifugasi tahap keempat. Endapan hasil sentrifugasi keempat diambil dan diletakkan diatas cawan petri, kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 50

0

(46)

dengan oven, namun PHA ini masih mengandung pengotor seperti protein, lemak, dan media kultivasi yang tersisa, sehingga perlu dimurnikan lebih lanjut. Diagram alir proses hilir PHA dapat dilihat pada Lampiran 4.

Polimer PHA yang telah dikeringkan dan ditumbuk sampai halus dilarutkan ke dalam kloroform dengan perbandingan 1:50 (b/v). Campuran tersebut kemudian direfluks pada suhu 50 0C dengan pengadukan menggunakan magnetic stirer selama 20-24 jam. Setelah selesai, campuran kemudian disaring dengan corong Buchner menggunakan kertas saring Whatman 42. Cairan yang lolos kertas saring kemudian ditampung di atas cawan petri dan pelarut diuapkan pada suhu ruang. PHA yang didapatkan dari proses ini sudah berbentuk lembaran seperti plastik dan siap digunakan pada penelitian utama.

2. Pembuatan Film Bioplastik (Juari, 2006)

Pada penelitian ini perlakuan yang diujikan adalah konsentrasi pemlastis PEG 400 yang digunakan. Pembuatan bioplastik dilakukan dengan 3 konsentrasi pemlastis PEG 400 yaitu 10%, 20%, dan 30% (b/b). Bioplastik terbaik ditentukan dengan melihat hasil analisa kuat tarik dan perpanjangan putusnya. Bioplastik terbaik kemudian dianalisa sifat thermal, derajat kristalinitas, dan analisa gugus fungsinya. Setiap taraf perlakukan pada penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Diagram alir proses pembuatan bioplastik yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

(47)

yang sama selama 0,5 jam. Perbandingan antara PHA dengan PEG 400 dan kloroform yang digunakan adalah 1:35, dengan jumlah PEG 400 tergantung dari persentase pemlastis yang ingin diuji (Tabel 3). Contoh cara penghitungan formula bioplastik pada Tabel 3 dapat dilihat pada Lampiran 6. Setelah pengadukan selesai, larutan dituang ke dalam cetakan kaca (4,5 x 19 cm) dan dibiarkan dalam suhu ruang sampai kloroform menguap semua dan terbentuk lembaran plastik.

Tabel 3. Formula bioplastik

Kode PHA (g) Kloroform (g)

PEG 400

Total (g) (%) (g)

K1 0,270 9,420 10 0,030 9,720

K2 0,270 9,383 20 0,068 9,720

K3 0,270 9,334 30 0,116 9,720

3. Karakterisasi Film Bioplastik

Karakterisasi film bioplastik dilakukan dengan melakukan pengujian beberapa sifat fisik dan mekanis film bioplastik. Pengujian sifat fisik film bioplastik meliputi pengukuran derajat kristalinitas, gugus fungsi, dan densitas, sedangkan pengujian sifat mekanis dilakukan dengan mengukur kuat tarik dan perpanjangan putus film bioplastik.

(48)

kecepatan 120 mm/menit. Kuat tarik plastik (tensile strength) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

τ = Fmax / A

Keterangan:

τ = kuat tarik (MPa)

Fmax = tegangan maksimum (Kgf)

A = luas penampang melintang (mm2)

b. Gugus Fungsi (Nur, 1989)

Gugus fungsi PHB dapat dideteksi menggunakan alat FTIR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy). FTIR adalah alat yang menggunakan infra merah untuk mengidentifikasi struktur suatu senyawa baik organik maupun anorganik. Analisa gugus fungsi dilakukan di Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Alat yang digunakan adalah Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy (FTIR) dengan merk ATI Mattson. Sampel pengujian yang berbetuk lembaran dipotong melingkar dengan diameter 10 mm, kemudian dimasukkan ke dalam alat FTIR dan di tembak dengan sinar infra merah pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1. Hasil yang didapatkan berupa spektrum absorbansi sinar infra merah.

c. Sifat Termal (ASTM D3418-99, 1998)

(49)

pemanasan adalah 10 0C/menit. Nitrogen cair digunakan untuk pendinginan dengan kecepatan aliran 50 ml/menit.

d. Derajat Kristalinitas (Barham et al. 1984 dan Hahn et al. 1994) Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metode pendekatan. Metode ini didasarkan pada perubahan entalpi yang terjadi pada saat tercapainya suhu pelelehan yang terukur pada saat pengukuran suhu pelelahan dengan DSC. PHA dengan derajat kristalinitas 100% akan mempunyai perubahan entalpi sebesar 146 J/g. Dengan melakukan perbandingan perubahan entalpi sampel uji dan PHA dengan kristalinitas 100% maka akan dapat diketahui derajat kristalinitas sampel uji.

Kristalinitas PHB sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Xc = ΔHf / ΔHo x 100% Keterangan:

Xc = kristalinitas (%),

ΔHf = entalpi pelelehan sampel (J/g),

ΔHo = entalpi pelelehan PHB 100% kristalin (146 J/g)

e. Densitas (Rabek, 1983)

Penentuan densitas dilakukan dengan cara menghitung massa dan volume sampel. Nilai densitas diperoleh dengan cara membagi nilai massa terhadap volume. Sampel dibentuk segi empat, kemudian diukur panjang, lebar, dan tebalnya. Ketebalan sampel diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup pada 5 titik yang berbeda dan dihitung rata-ratanya.

Г =

V m

Keterangan: Г = densitas (g/cm3) m = massa bahan (g)

(50)

C. ANALISA DATA

Analisa data yang digunakan adalah statistika deskriptif. Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Penyusunan tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain termasuk ke dalam kategori statistika deskriptif ini (Sudjana 1994 dan Walpole 1995).

D. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

(51)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KULTIVASI Ralstonia eutropha

Pada saat pembuatan hidrolisat pati sagu, dari 270 gram pati sagu yang disuspensikan ke dalam 900 ml aquades, didapatkan hidrolisat pati sagu sebanyak 700 ml. Hidrolisat pati sagu tersebut kemudian dianalisa total gulanya dengan menggunakan metode fenol-sulfat dan didapatkan nilai total gula sebesar 281 g/L.

Kultivasi R. eutropha dilakukan di dalam bioreaktor volume kerja 10 liter dengan menggunakan sistem kultivasi terumpan (fed-batch). Sumber karbon yang digunakan sebagai media dan umpan adalah hidrolisat pati sagu. Propagasi dilakukan dengan 3 tahapan sebelum proses kultivasi dijalankan. Propagasi I dilakukan dengan media nutrient broth, sedangkan propagasi II dan III dilakukan dengan komposisi media lengkap (Tabel 4). Kultivasi dilakukan selama 96 jam dengan pengumpanan pada jam ke 48. Total gula yang ada pada awal kultivasi adalah 30 g/L, sedangkan setelah proses pengumpanan total gula dibuat menjadi 20 g/L. Komposisi media kultivasi selengkapnya dengan memperhatikan nilai total gula hidrolisat pati sagu sebesar 281 g/L dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi media propagasi II dan III serta media kultivasi

Bahan Propagasi II Propagasi III Kultivasi (media 90 ml) (media 900 ml) (media 9000 ml) (NH4)2HPO4 0,5094 g 5,094 g 50,94 g

K2HPO4 0,522 g 5,22 g 52,2 g

KH2PO4 0,342 g 3,42 g 34,2 g

MgSO4 0,1 M 0,9 ml 9 ml 90 ml

Mikroelemen 0,09 ml 0,9 ml 9 ml

(52)

Volume hidrolisat pati sagu yang ditambahkan pada saat pengumpanan sebanyak 689,66 ml. Pengumpanan hidrolisat pati sagu dilakukan dengan kecepatan aliran 16,6 ml/menit. Perhitungan volume hidrolisat pati sagu yang ditambahkan pada saat pengumpanan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Dari hasil pemanenan pada jam ke 96 didapatkan 10 L cairan kultivasi dengan konsentrasi biomassa sel 4 g/L. Ekstraksi PHA dilakukan dengan metode pelarutan dalam NaOCl 0,2 % dan sentrifugasi. Endapan PHA yang didapatkan kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 50 0C selama 24 jam, untuk kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortar. Bubuk PHA yang didapatkan sampai pada tahapan ini masih merupakan PHA kotor. Pengotor yang ada dalam bubuk PHA dapat berupa protein, lemak, gula sisa, sisa media (garam-garam mineral), maupun partikel padatan lainnya. Pengotor dapat mengganggu pembentukan lembaran plastik karena akan menghalangi pembentukan ikatan antar rantai molekul PHA.

(53)

Gambar 4. PHA hasil kultivasi. (A) hasil ekstraksi setelah dikeringkan, (B) setelah dihaluskan, dan (C) setelah pemurnian

Rendemen PHA murni yang didapatkan setelah pemurnian dalam penelitian ini berkisar antara 20-30% dari bobot massa sel kering. Nilai ini jauh lebih kecil daripada yang disebutkan oleh Lee dan Choi dalam Babel dan Steinbuchel (2001), yaitu bahwa bakteri R. eutropha dapat mengakumulasi PHA 30-80% bobot kering selnya. Banyak hal yang dapat mempengaruhi rendemen PHA yang didapatkan, seperti: galur mikroba yang digunakan, jenis substrat yang dipakai, kondisi proses kultivasi, serta metode ekstraksi PHA dari biomassa sel.

Polimer PHA yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha diduga merupakan jenis poli-3-hidroksibutirat (PHB). Menurut Ojumu et al. (2004), enzim PHA sintase dari Ralstonia eutropha hanya dapat membentuk PHA rantai pendek. PHA rantai pendek merupakan PHA yang monomernya tersusun atas 3-5 atom karbon. Selain PHA rantai pendek, ada juga PHA rantai sedang, yaitu PHA yang monomernya tersusun atas 6-14 atom karbon.

Pseudomonas oleovorans adalah contoh bakteri yang dapat memproduksi PHA rantai sedang.

Atifah (2006) telah melakukan identifikasi gugus fungsi dari polimer PHA yang dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon pada saat kultivasi. Dari analisa dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) didapatkan hasil bahwa PHA yang didapat dari kultivasi Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon, merupakan jenis poli-3-hidroksibutirat (PHB).

(54)

Atifah (2006) juga menguji kadar atau tingkat kemurnian PHB yang diperoleh dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Pada kromatogram PHB yang dihasilkan, muncul peak dominan pada waktu retensi yang mendekati standar (1,18) yaitu pada waktu retensi 1,25 menit dengan konsentrasi 69,69%. Dengan demikian, kadar atau kemurnian relatif PHB sagu terhadap PHB murni sebesar 76,57% (= 69,69 / 91,01 x 100%).

B. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK

Konsentrasi pemlastis PEG 400 yang diujikan yaitu 10%, 20%, dan 30%, ketiganya dapat membentuk lembaran bioplastik dengan baik. Foto bioplastik hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Dari foto tersebut terlihat bahwa pada bioplastik PEG 400 10% terdapat retakan kecil di bagian tengahnya, namun demikian secara keseluruhan penampakannya sudah cukup baik. Retakan kecil yang ada pada bioplastik PEG 400 10% terjadi karena kristalinitas bioplastik yang masih tinggi. Pada saat kloroform menguap ada bagian yang terkelupas lebih dulu dan menarik bagian yang lebih kristalin. Daerah kristalin tersebut merupakan bagian yang lebih rapuh, sehingga tarikan bagian yang terkelupas lebih dulu tersebut dapat menimbulkan retakan.

(55)

1. Kuat Tarik dan Perpanjangan Putus

Salah satu sifat fisik suatu polimer yang sering diujikan untuk mengetahui kualitasnya, terutama golongan plastik, adalah kuat tarik. Kuat tarik didefinisikan sebagai besarnya gaya yang dapat ditahan oleh suatu materi sampai materi tersebut putus. Kekuatan tarik diukur dengan menarik polimer pada arah yang berlawanan (Stevens, 2001). Hasil pengukuran kuat tarik dan perpanjangan putus bioplastik dengan konsentrasi PEG 400 10%, 20%, dan 30% berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 8, Lampiran 9, dan Lampiran 10. Kurva hasil pengukuran kuat tarik bioplastik yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

0,067 0,071

Konsentrasi PEG 400 (% )

Ku

Gambar 6. Kurva hubungan konsentrasi PEG 400 dengan kuat tarik

Polimer PHB yang sebelumnya kaku dan rapuh, setelah penambahan pemlastis akan menjadi lunak dan plastis. Pemlastis akan mengisi rongga antar molekul PHB dan mengubah gaya antar molekul PHB, sehingga kerapatannya turun. Pemlastis membuat kerapatan antar molekul PHB menjadi berkurang dan gaya antar molekul sejenis (kohesi PHB) menjadi lebih kecil.

(56)

bioplastik PEG 400 10%, 20%, dan 30% berturut-turut adalah 0,067 ± 0,040 MPa; 0,071 ± 0,016 MPa; dan 0,083 ± 0,058 MPa. Peningkatan nilai kuat tarik ini terjadi karena adanya interaksi antara molekul PHB dengan molekul PEG 400.

Interaksi antara molekul PHB dan PEG 400 diduga berupa ikatan hidrogen. Pendugaan tersebut didasarkan atas gugus fungsional dari masing-masing molekul. Molekul PEG memiliki gugus fungsional hidroksil (OH) sedangkan molekul PHB memiliki gugus fungsional hidroksil (OH) dan karboksil (C=O). Ikatan hidrogen merupakan salah satu contoh yang paling umum dari gaya yang berperan pada pengikatan suatu molekul dan tergolong dalam gaya van der Waals. Gaya yang berperan dalam pengikatan molekul ini lebih kecil kekuatannya daripada ikatan kimia kovalen dan ikatan ion. Walaupun kecil, gaya van der Waals memiliki pengaruh yang nyata terhadap sifat fisik dan thermal suatu molekul. Menurut Companion (1991), peranan gaya van der Waals yang penting hanya dalam menjelaskan interaksi antara molekul dan antara atom yang orbitalnya jenuh, maksudnya adalah orbital yang tidak memungkinkan terjadinya ikatan kovalen.

Mekanisme kerja zat pemlastis adalah dengan mengisi rongga-rongga antar molekul polimer sehingga menjadi pelumas internal dan mengubah gaya antar molekul polimer (Nur et al., 2002). Gambar 7 memperlihatkan cara kerja pemlastis sebagai pelumas internal suatu polimer. Interaksi antara pemlastis dan polimer dapat berupa gaya tarik elektrostatis seperti gaya van der Waals.

(57)

maupun intra molekul (Companion, 1991). Mekanisme pembentukan ikatan hidrogen antara molekul PHB dengan molekul PEG 400 dapat dilihat pada Gambar 8.

A B

Gambar 7. Skema kerja pemlastis (Nur et al., 2002)

Keterangan: (A) polimer tanpa pemlastis, rantai polimer bersifat kaku. (B) dengan penambahan pemlastis yang mengisi rongga antar molekul polimer dan mengubah gaya antar molekul, membuat plastik menjadi lebih lembut.

Gambar 8. Pembentukan ikatan hidrogen secara umum antara PHB dan PEG 400 (modifikasi Companion 1991, Darusman 1999, dan Nur et al. 2002).

(58)

Bobot molekul PEG dapat dihitung dengan menggunakan rumus BM = 44n+18 g/mol. Polietilen glikol (PEG) 400 memiliki kisaran bobot molekul 380-420 g/mol. Dari rumus dan kisaran bobot molekul PEG 400 tersebut dapat diperkirakan berapa nilai n dari suatu molekul PEG. Nilai n dari PEG 400 dengan rumus tersebut dapat diketahui antara 8,23-9,14 atau n=9, sehingga rumus molekul PEG 400 adalah C18H38O10 dan bobot

molekulnya 414 g/mol. Dengan n=9 maka dapat dikatakan bahwa PEG 400 merupakan suatu oligomer dari etilen oksida.

Dari Gambar 8 dapat diperkirakan bahwa ikatan hidrogen dapat mencapai puncak efektifitasnya bila gugus karboksil dari molekul PHB dapat terikat semua dengan gugus hidroksil dari molekul PEG. Setiap senyawa memiliki jumlah partikel tertentu pada setiap gramnya. Jumlah partikel suatu zat dapat dihitung dengan mengalikan mol zat yang bersangkutan dengan bilangan Avogadro. Setiap 1 gram PEG akan memiliki jumlah partikel sekitar 1/414 x 6,02 · 1023 = 1,45 · 1021 partikel. Pada saat konsentrasi PEG dalam bioplastik sebesar 10%, gugus karboksil PHB belum semuanya berikatan hidrogen dengan gugus hidroksil PEG. Dengan bertambahnya konsentrasi maka semakin banyak pula jumlah partikel PEG di dalam bioplastik dan semakin banyak juga ikatan hidrogen yang terbentuk. Ikatan hidrogen memang tidak sekuat ikatan kovalen, namun untuk memutuskannya tetap membutuhkan energi. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan kuat tarik dari bioplastik seiring dengan naiknya konsentrasi pemlastis (PEG 400). Pada konsentrasi PEG tertentu, tidak akan ada lagi ikatan hidrogen yang terbentuk dengan molekul PHB. Pada kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa bioplastik PHB telah jenuh terhadap penambahan pemlastis PEG 400.

Gambar

Gambar 2.  Struktur poli-3-hidroksibutirat (Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988)
Tabel 1. Perbandingan karakteristik polipropilen dan polihidroksibutirat
Gambar 3. Struktur molekul PEG (Anonimb, 2006).
Tabel 2. Formulasi media kultivasi (Atifah, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Metode Yang digunakan dalam penelitian ini adalah motode eksperimen dengan desain post tesl only design group dengan sampel kelas ekperimen yang diberikan model

Diberi waktu 1 (satu) minggu setelah Ujian menyelesaikan tugas ujian dan mengirimkan File Hasil Ujian ke marsigitina@yahoo.com dan ditayangkan di blog mahasiswa masing-masing..

Produk  –  produk  pengolahan  ikan  patin diantaranya  adalah  ikan  patin  asap  yang  banyak dihasilkan  oleh  propinsi  Sumatera  Selatan.  Secara tradisional 

Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan mengenai pengertian matriks, contoh-contoh masalah nyata yang disajikan dalam bentuk matriks yang telah dipelajari dari buku

&amp; Keuangan Staff Ahli Kepala Bagian Teknik Kepala Bagian Produksi Kepala Bagian Umum Kepala Bagian Pemasaran Kepala Bagian Keuangan Seksi Anggaran Seksi Pembelian Karyawan

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi yang

satuan Biaya Tiket Perjalanan Dinas pindah Luar Negeri (one wag) Satuan biaya tiket pbrjalanan dinas pindah luar negeri merupakan satuan biaya yang digunakan untuk