• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karbohidrat atau Lemak sebagai Sumber Energi

Energi merupakan faktor pembatas pertama dalam manajemen nutrisi ayam broiler yang akan mempengaruhi jumlah ransum yang dikonsumsi. Energi dalam ransum dapat berasal dari karbohidrat, protein atau lemak yang dimetabolisme di dalam tubuh. Energi metabolis itu sendiri diartikan sebagai total energi ransum bahan dikurangi dengan kandungan energi yang terbuang dalam ekskreta (pada unggas saluran feses dan urine menjadi satu) serta kandungan energi yang hilang dalam bentuk gas (CO2). Partisi energi pada unggas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Partisi energi pada unggas, A (konstan) dan B (dinamis) (Latshaw & Moritz 2009)

Pada unggas, kandungan energi metabolis ransum dapat dinyatakan dengan ada energi metabolis semu (EMS), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), energi metabolis murni (EMM) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). Nilai energi metabolis semu merupakan nilai energi yang belum dikurangi oleh nilai energi endogenus, yaitu energi yang berasal dari peluruhan sel-sel mukosa dan jaringan tubuh yang didapatkan ketika ayam dipuasakan. Faktor koreksi terhadap nitrogen perlu diperhitungkan sebagai pertimbangan ketika asam urat yang keluar di dalam ekskreta bisa dioksidasi secara sempurna (Sibbald 1980). Lopez dan Leeson (2008) melaporkan bahwa nilai EMSn ransum berbasis jagung sebesar 95 – 97% EMS dan pada ransum berbasis bungkil kedelai sebesar 88 – 93% EMS.

6

Latshaw (2008) mencoba untuk membandingkan sumber energi ransum kaya akan protein, lemak dan serat (karbohidrat) dengan berbasis pada jagung dan bungkil kedele dengan penambahan lemak yang sudah terhidrolisa, terlihat bahwa penambahan lemak sebesar 5% meningkatkan nilai energi metabolis sebesar 10%, penambahan protein sebesar 2% meningkatkan nilai energi metabolis sebesar 4% dan penambahan serat kasar 4% menurunkan nilai energi metabolis sebesar 20%. Sementara itu Plavik et al. (1997) melaporkan bahwa performa ayam yang dipelihara pada suhu 20 oC yang diberikan karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi tidak berbeda, termasuk persentase kandungan lemak abdominal dan daging dada.

Stres pada Ayam Broiler

Suhu optimal untuk produksi ayam broiler ialah 20 - 25 oC dan kelembaban 60 -70% (Ross 2009). Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan kondisi yang membuat ayam tidak nyaman, laju pernafasan meningkat, keseimbangan asam basa darah berubah menjadi lebih basa, lebih rentan terhadap serangan bakteri patogen, metabolisme nutrisi terganggu, pertumbuhan terhambat dan dapat menyebabkan kematian (Sugito et al. 2007; Mashaly et al. 2004; Borges et al. 2003a; Borges et al. 2003b; Mckee et al. 1997). Cekaman panas

menyebabkan energi untuk produksi digunakan untuk homeostasis

(keseimbangan tubuh), hal ini biasanya dimulai dengan menurunnya konsumsi ransum, menurunnya laju aliran darah dan berkurangnya energi yang dimetabolisme (Mckee et al. 1997)

Puthpongsiriporn et al. (2001) melaporkan bahwa cekaman panas dapat merangsang pelepasan kortikosteron dan katekolamine serta menginisiasi peroksidasi lemak didalam sel membran termasuk sel membran T dan limposit B, yang sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh. Cekaman panas merangsang radikal bebas yang dapat merusak membran sel dengan cara menginduksi peroksidasi asam lemak tidak jenuh rantai panjang sehingga kekuatan membran sel tersebut menjadi berkurang dan mudah rusak. Asam lemak tak jenuh merupakan salah satu target paling sensitif dari radikal bebas yang dikenal dengan istilah lipid peroksida. Di dalam tubuh, lipid peroksida ini

7

menyebabkan kerusakan sel imun (kekebalan) serta dapat merusak komponen sel seperti lemak, protein, karbohidrat dan DNA.

Mekanisme Stres Oksidatif

Tingginya suhu lingkungan, selain mengganggu tubuh melalui mekanisme fisiologis, juga dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif yakni kondisi aktivitas oksidan yang melebihi antioksidan. Oksidan atau oksigen reaktif (radikal bebas) adalah molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya (Aruoma 1999; Miller et al. 1993).

Menurut Supari (1996), radikal bebas dibentuk melalui 2 cara yakni melalui endogen dan eksogen. Cara endogen diproduksi di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma dan inti sel, sebagai respon normal dari peristiwa biokimia dalam tubuh. Cara eksogen diperoleh dari polusi yang berasal dari luar, yang berasal dari tubuh melalui inhalasi, digesti, injeksi dan penyerapan kulit. Radikal bebas memungkinan mengambil partikel dari molekul lain kemudian menimbulkan senyawa yang abnormal dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel dengan menyebabkan perubahan yang mendasar pada materi genetis serta bagian-bagian sel penting lainnya (Yashikawa & Naito 2002)

Asam lemak tak jenuh adalah senyawa yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas yang disebut serangan lipid peroksida. Dalam tubuh, terbentuknya lipid peroksida menyebabkan kerusakan sel seperti sel imun, mencetuskan arteriosklerosis dan kanker serta dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat memunculkan stroke dan penyakit jantung koroner (Noda & Wakasugi 2001; Yamada 2001). Peroksidase lipid dapat

merusak lipid dengan menghasilkan malonaldehid (MDA) dan 4-

hidroksinonenal. Kedua senyawa tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada protein dengan menghasilkan protein karbonil, hidroksileusin, hidrobvalin dan nitrotirosin, sehingga menyebabkan protein mudah mengalami lisis (Supartondo 2002). Kerusakan lainnya terjadi pada DNA dengan hasil 8-oksoguanin dan timin glikol (Yashikawa & Naito 2002) yang menyebabkan mutasi serta penuaan dini (Yakode & Kita 2002).

8

Penelitian Takahashi dan Akiba (1999) membuktikan bahwa pemberian lemak teroksidasi pada ayam broiler, nyata menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan serta konsentrsi vitamin C dan α-tokoferal plasma darah. Hasil tersebut diikuti dengan meningkatnya MDA plasma dan rasio heterofil dan limfosit darah sebagai indeks dari cekaman. Selanjutnya penelitian Taniguchi et al. (1999) membuktikan bahwa stres oksidatif karena pemberian hormon kortison, dapat meningkatkan kandungan lemak abdomen, MDA dan kolesterol plasma ayam broiler. Skema hubungan antara suhu lingkungan dengan produksi ternak disajikan pada Gambar 2.

Faktor Lingkungan

Reseptor Cahaya Suhu Tubuh Stress Oksidatif

Hipotalamus Peroksidasi Lemak

Pusat Haus Pusat Lapar Pusat Termoregulasi Sistem Hormon

Lemak& Kolesterol ↑ Sintesis Protein ↓

Minum Makan Kelenjar

Endokrin Tiroid Adrena Metabolisme Nutrisi Produksi Substrat Enzim

9

Pada Gambar 2 terlihat bahwa suhu lingkungan akan sampai ke tubuh baik melalui reseptor pada kulit maupun melalui pembuluh darah sehingga sampai ke hipotalamus. Suhu lingkungan yang tinggi dapat merangasang pusat haus dan sekresi hormon kortikosteron, sementara pusat lapar dan sekresi thyroid stimulating hormone (TSH) yang berperan dalam sekresi hormon tiroid dihambat, akibat terjadinya penurunan dalam metabolisme, sehingga produksi menjadi turun. Selanjutnya suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan radikal bebas baik berasal dari endogen maupun eksogen yang antara lain dapat menyebabkan peroksidasi lipid terutama asam lemak tidak jenuh (ALTJ) serta gangguan metabolisme lainnya seperti terserangnya DNA dan protein dalam sel.

Lemak, Asam Lemak dan Kolesterol

Lemak terdiri dari campuran asam lemak dan gliserol. Gliserol mempunyai tiga gugus hidroksil yang masing-masing mengikat satu molekul asam lemak yang disebut trigliserida. Asam lemak adalah komponen terbesar dari beberapa lipida kompleks yang mengandung atom C yang sebagian besar umumnya terdapat pada jaringan hewan (Enser 1984). Sifat asam lemak ditentukan oleh komposisi asam lemak, panjang rantai karbon serta posisi ikatan rangkapnya (Girindra 1988). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, asam lemak dapat digolongkan ke dalam asam lemak jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap) dan asam lemak tak jenuh (mengandung ikatan rangkap). Asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acid) dan asam lemak yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh ganda (poly unsaturated fatty acid/ PUFA). Asam lemak jenuh memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom karbon yang sama. Disamping itu terdapat istilah penamaan asam lemak dengan omega atau ω yang ditandai dengan posisi ikatan rangkap yang berdekatan dengan gugus metil (CH3). Asam linolenat (ω -3) adalah asam

lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pada rantai ketiga dari gugus metil (CH3). Asam lemak linoleat (ω -6) dan oleat (ω -9) masing-masing memiliki

ikatan rangkap berjarak 6 dan 9 rantai dari gusus metil (CH3).

Komposisi asam lemak daging dipengaruhi oleh komposisi asam lemak ransum disamping umur dan bangsa ternak, terutama pada ternak monogastrik.

10

Pada ternak monogastrik pemberian ransum dengan kandungan lemak jenuh tinggi akan mengakibatkan kandungan lemak jenuh daging menjadi lebih tinggi. Penurunan lemak kemungkinan sejalan dengan penurunan komposisi asam lemak karena kecepatan penimbunan sangat berpengaruh terhadap komposisi asam lemak ransum (Girindra 1988).

Kolesterol adalah sterol terpenting dari organ hewan, dan menyusun 17% bahan kering otak (Tillman et al. 1991), serta terdapat dalam semua sel hewan, sehingga tersebar luas dalam tubuh dan terdapat dalam darah serta cairan empedu. Kolesterol mempunyai rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan

sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten, karena mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada atom C5 dan C6 serta percabangan pada C10 C13

C17 (Mayes 1995). Rumus molekul kolesterol disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rumus molekul kolesterol (Lehninger 2005)

Menurut Sitepoe (1992) kolesterol diklasifikasikan ke dalam lipida berkomponen alkohol steroid yang sebagian besar berfungsi sebagai penghasil kalori serta memberikan nilai tambah terhadap cita rasa makanan. Fungsi kolesterol dalam tubuh adalah sebagai prekusor pembentuk asam empedu oleh hati, yang merupakan rute utama untuk katabolisme kolesterol; untuk pembentukan hormon-hormon steroid seperti glukokortikosteroid dan aldosteron dalam gonad dan beberapa jaringan lainnya; dan untuk pembentukan vitamin D yang merupakan satu-satunya vitamin yang disintesis oleh tubuh dan tidak dibutuhkan dalam makanan. Herman (1991) menyatakan bahwa kolesterol berfungsi untuk membantu sel saraf dalam menjalankan fungsinya dimana tanpa kolesterol koordinasi gerak tubuh dan kemampuan berbicara akan terganggu.

11

Kolesterol dalam tubuh berupa kolesterol eksogen dan kolesterol endogen (Fransdson 1992). Kolesterol eksogen masuk ke dalam tubuh berasal dari makanan dan sebaliknya kolesterol endogen dibentuk sendiri oleh sel-sel tubuh, terutama di dalam hati. Di dalam tubuh tidak dapat dibedakan antara kolesterol yang berasal dari sintesis dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan. Jika jumlah kolesterol dari makanan kurang, maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain. Sebaliknya jika jumlah kolesterol di dalam makanan meningkat maka sintesis kolesterol di dalam hati dan usus menurun (Muchtadi etal. 1993)

Kolesterol dalam darah berasal dari usus atau diproduksi oleh jaringan tubuh dari asetat dan ditemui pada semua fraksi lipid darah. Piliang dan Djojosoebagio (2002) melaporkan bahwa peningkatan kadar kolesterol dalam serum disebabkan oleh terganggunya mekanisme dalam pengubahan kolesterol menjadi asam empedu, dan Girindra (1988) menyatakan kadar kolesterol plasma akan naik jika makan banyak kolesterol, obstruksi duktus empedu, fungsi usus terganggu dan diabetes melitus. Tingginya masukan lemak jenuh, rendahnya perbandingan lemak tak jenuh dan tingginya masukan kolesterol dalam darah juga akan meningkatkan kolesterol dalam darah Herman (1991).

Kolesterol berhubungan erat dengan aterosklerosis, suatu keadaan di mana kolesterol dan lipida yang lain masuk ke dinding pembuluh darah bagian dalam (Frandson 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa aterosklerosis berkaitan dengan makanan yang tinggi kadar kolesterolnya dan lemak yang jenuh. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa aterosklerosis ditandai oleh penumpukan (deposisi) ester kolesteril dan lipida lain dalam jaringan ikat dinding arteri, sehingga akan menyebabkan penggumpalan dan dinding arteri dapat menebal serta pada keadaan parah menyebabkan serangan jantung.

Beyne (1980) menyatakan bahwa jumlah kolesterol dalam tubuh tergantung pada keadaan individu, dalam masa pertumbuhan atau tidak. Jumlah kolesterol bervariasi baik untuk setiap individu maupun pada setiap organ tubuh. Mekanisme pengaturan kolesterol di dalam tubuh hewan pada dasarnya tergantung pada sintesis kolesterol dan eksresi steroid pada feses.

12

Biosintesis Kolesterol

Kolesterol disintesis dalam tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus dan kelenjar andrenal. (Piliang & Djojosoebagio 2002). Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan melalui suatu rangkaian yang rumit, dua karbon fragmen sederhana, yaitu Asetil CoA diubah menjadi 1 atau 2 gram kolesterol setiap hari. Proses biosintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses biosintesis kolesterol dalam 4 tahap (Lehninger 2004)

Menurut Lehninger (2005) biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu (1) sintesis mevalonat, yaitu suatu senyawa 6 karbon dari asetil-CoA, terbentuk akibat reaksi kondensasi dan reduksi yang berlangsung di dalam

13

mitokondria; (2) Unit isoprenad dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO2,

pada reaksi fosforilasi oleh ATP; (3) enam unit isopropenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk senyawa antara skualena; (4) Skualena mengadakan siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk yaitu lanosterol, yang berlangsung di dalam retikulum endoplasma; kolesterol dibentuk di dalam membran retikulum endoplasma dari lanosterol setelah melewati sekitar 20 rangkaian reaksi, termasuk migrasi gugus metil dan pelepasan senyawa-senyawa lainnya.

Menurut Muchtadi et al. (1993) dari strukturnya dapat diketahui bahwa biosintesis kolesterol akan membutuhkan sumber atom karbon dan daya pereduksi untuk menciptakan ikatan antara atom karbon hidrogen. Daya pereduksi dalam bentuk NADPH dihasilkan hanya oleh enzim yang berasal dari ”hexose monophospate shunt”, yaitu glukosa 6 dehidrogenase dan 6 fosfoglukonat dehidrogenase. Untuk setiap molekul gula yang dioksidasi melalui proses tersebut akan menghasilkan 2 NADPH. Semua atom karbon kolesterol berasal dari asetat. Asetil Ko-A sebagai prekusor asam mevalonat diperoleh dari

berbagai sumber, yaitu: proses β-oksidasi asam lemak berantai panjang, oksidasi

asam amino ketogenik seperti leusin dan isoleusin, serta reaksi piruvat dehidrogenase yang menghubungkan glikolisis dan siklus krebs.

Kolesterol tidak larut dalam sistem larutan, karena itu harus diangkut melalui lipoprotein plasma, yang terdiri atas lemak polar, lesitin, apoprotein spesifik dan kolesterol bebas, serta lipid non polar termasuk kolesterol ester dan trigliserida. Lipoprotein plasma terdiri dari kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL). Kilomikron dan VLDL yang terbentuk dala mukosa usus diangkut ke dalam limfa dan sekresinya melalui pembuluh darah. Hati juga mensintesis beberapa VLDL. Sekitar 75% dari kolesterol diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang, kemudian dihidrolisis dan kolesterol bebas dimanfaatkan oleh sel atau bergabung di dalam membran sel, sedangkan kelebihannya dibuang. Kolesterol yang diekskresikan mengalami siklus ulang ke dalam hati atau diangkut oleh HDL dan ditransfer ke VLDL.

14

Fungsi masing-masing lipoprotein plasma dijelaskan oleh Piliang dan Djojosoebagio (2002). Kilomikron protein dengan densitas terendah mempunyai fungsi untuk mentransport trigliserida dan membawa sebagian kolesterol. VLDL berfungsi sebagai pembawa trigliserida yang dibawa dari hati ke jaringan- jaringan lain dalam tubuh, terutama jaringan adiposa untuk disimpan. LDL berfungsi mentransport kolesterol, yaitu lebih dari setengahnya dalam bentuk kolesterol ester. HDL untuk mentransport fosfolipida dan kolesterol ester dari jaringan perifer kembali ke hati untuk diubah menjadi asam empedu. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dikeluarkan bersama-sama dengan feses dan lebih kurang setengahnya dalam bentuk hormon-hormon steroid normal.

Dijelaskan oleh Muchtadi etal. (1993), jalur utama pembuangan kolesterol dari tubuh adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu, yaitu asam kholat dan ”chenodeoxycholic” yang berkaitan dengan glisin atau taurin membentuk garam empedu, kemudian diekskresi di dalam empedu ke dalam duodenum bersama-sama dengan kolesterol bebas. Sebagian besar asam empedu direabsorbsi oleh hati melalui sirkulasi dan selanjutnya diekskresi kembali ke dalam empedu. Asam empedu yang tidak diserap didegradasi oleh mikroba usus besar dan diekskresikan ke dalam feses.

Kebutuhan pasti akan kolesterol tubuh belum diketahui. Tetapi para ahli sependapat bahwa meskipun dalam bentuk sedikit saja kolesterol disintesis oleh tubuh telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Menurut Herman (1991), kadar kolesterol di dalam darah menentukan besar kecilnya resiko terkena penyakit kardiovaskular. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah dihubungkan dengan terjadinya artherosklerosis (Piliang & Djojosoebagio 2002; Tillman et al. 1991), dimana terjadinya penimbunan bahan-bahan yang mengandung kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penggumpalan. Selanjutnya dinding pembuluh darah arteri dapat menebal dan dalam keadaan parah dapat menyebabkan serangan jantung. Peningkatan kadar kolesterol dalam serum darah dapat disebabkan oleh terganggunya mekanisme pengubahan kolesterol menjadi asam empedu.

15

Lipid Peroksida

Lipid Peroksida merupakan hasil peroksidasi lipid, yaitu adalah reaksi yang terjadi antara radikal bebas dengan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini diakibatkan oleh radikal bebas, yaitu suatu atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan dan sangat reaktif (Halliwell & Guteridge 1989).

Peroksidasi lipid dimulai dengan pemisahan sebuah atom hidrogen oleh radikal bebas dari suatu grup metilena (-CH2-) PUFA. Reaksi ini menghasilkan

pembentukan suatu radikal bebas karbon (-CH-) pada PUFA. Radikal karbon distabilkan melalui suatu pengaturan ulang ikatan rangkap yang menghasilkan pembentukan diena terkonjugasi. Bila diena terkonjugasi berikatan dengan O2

akan terbentuk radikal peroksil lipid (ROO). Selanjutnya reaksi peroksil lipid ini membentuk endoperoksida lipid atau lipid peroksida. Radikal peroksil lipid ini dapat juga menghilangkan sebuah atom hidrogen dari molekul lipid lain yang berdekatan untuk membentuk suatu hidroperoksil lipid dan juga membentuk radikal karbon lain. Bila radikal karbon ini bereaksi dengan oksigen maka reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap akan mendorong terbentuknya senyawa malonaldehid (MDA) (Sayogya 2002). Mekanisme reaksi peroksidasi lipid ini disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme peroksida lipid

Kadar lipid peroksida diukur dengan menggunakan metode TBARs dimana digambarkan reaksi antara asam triarbiturat (TBA) dengan malonaldehid (MDA). TBA akan bereaksi dengan gugus karbonil MDA, yaitu satu molekul TBA

16

berikatan dengan dua molekul MDA. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Reaksi TBA dengan MDA

Produk yang terbentuk berupa kromofor berwarna merah ungu yang diukur serapannya pada =532 nm. Pada reaksi ini sejumlah senyawa lain juga dapat bereaksi dengan TBA, namun karena jumlahnya kecil maka dapat diabaikan. Senyawa-senyawa itu antara lain glukosa < 0,4 mg (2,2 ʋ mol) dan sukrosa < 8,56 mg (25,0 ʋmol) (Ohkawa et al. 1979).

Beberapa penelitian menunjukkan peroksidasi lipid mengawali serangkaian peristiwa yang berakibat peningkatan pemanfaatan LDL oleh makrofag dan terbentuknya sel busa pertanda kerusakan dini lesi aterosklerosis pada intima arteri. Membran-membran mikrosom hati menjalani peroksidasi lipid secara enzimatis. Peroksidasi lipid yang bergantung kepada NADPH atau NADH. Reaksi ini juga bergantung kepada Fe3+ (sebagai kompleks dengan ADP, pirofosfat, dan EDTA). Dalam reaksi ini, NADPH atau NADH berperan sebagai reduktor yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ proses reduksi ini dikarenakan Fe2+ akan lebih menstimulasi peroksidasi lipid karena memiliki kecepatan reaksi yang lebih besar, serta adanya reaktivitas yang tinggi dari radikal alkoksi (RO.) yang dihasilkan (Halliwell & Gutteridge 1989).

Membran-membran mikrosom hati rentan terhadap peroksidasi lipid karena banyaknya kandungan PUFA pada membran ini. Proses ini akan mengubah kekentalan membran. Produksi MDA saat peroksidasi membran mikrosom bervariasi pada tipe jaringan yang berbeda. Ini disebabkan oleh jumlah PUFA yang tidak sama. Peroksidasi non enzimatis dari membran-membran mikrosom

17

kemungkinan disebabkan oleh hemoprotein endogen dan logam-logam transisi (St. Angelo 1992).

Pada darah maupun organ, kadar lipid peroksida yang berlebih dapat mengakibatkan berbagai penyakit degeneratif. Jika kadar lipid peroksida di hati meningkat, maka lipid peroksida ini keluar dari hati menuju pembuluh darah, dan akan merusak organ atau jaringan lain. Pada manusia kadar lipid peroksida akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi kadar normalnya yaitu 4 nmol/ml (Yagi 1994).

Darah

Darah terdiri dari sel-sel yang terendam dalam cairan yang disebut plasma (Frandson 1992). Menurut Nielsen (1997) volume darah total pada burung sebesar 5 - 40% dari berat badannya, dan menurut Swenson (1984) sebanyak 8% dari berat badannya. Variasi volume darah dalam tubuh tergantung pada umur, nutrisi, kesehatan ternak, aktivitas tubuh, jenis kelamin dan faktor lingkungan. Menurut Post et al. (2002) peubah sel darah merupakan ukuran yang berguna bagi penelitian kesehatan dan kesejahteraan hewan. Pemeriksaan darah merupakan salah satu metode untuk menetapkan suatu diagnosis penyakit yang dapat memberi gambaran tentang keadaan patologis dan fisiologis. Kelainan- kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk tubuh ternak dapat diketahui melalui pemeriksaan darah ini (Guyton 1986).

Frandson (1992) menyatakan bahwa darah pada hewan merupakan medium transportasi. Beberapa fungsi darah yaitu (1) membawa nutrient dari saluran pencernaan ke seluruh jaringan, (2) membawa produk akhir metabolisme dari sel ke organ pengeluaran, (3) membawa O2 dari paru-paru ke jaringan, (4) membawa

CO2 dari jaringan ke paru-paru dan (5) mengandung faktor-faktor penting untuk

pertahanan tubuh terhadap penyakit. Menurut Strurkie dan Grimminger (1976), darah terdiri atas cairan (plasma), garam-garam, zat-zat kimia dan butiran sel-sel darah. Sel-sel tersebut terdiri atas eritrosit (sel darah merah) dan leukosit (sel darah putih).

Eritrosit

Fungsi utama dari sel-sel darah merah atau eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton 1997).

18

Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin ini beredar sebagai protein bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah mengandung banyak karbonik anhidrase yang berperan dalam mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak balik menjadi beberapa ribu kali lipat.

Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7.8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2.5 mikrometer pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen melintasi membran sel (Frandson 1992). Volume rata-rata sel darah merah adalah

Dokumen terkait