• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lipid metabolism of broiler chickens fed carbohydrate or fat based supplemented with vitamin E and vitamin C through drinking water

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lipid metabolism of broiler chickens fed carbohydrate or fat based supplemented with vitamin E and vitamin C through drinking water"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

METABOLISME LEMAK AYAM BROILER YANG DIBERI

PAKAN BERBASIS KARBOHIDRAT ATAU LEMAK

YANG DISUPLEMENTASI VITAMIN E DAN VITAMIN C

MELALUI AIR MINUM

WIRA WISNU WARDANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metabolisme lemak ayam broiler yang diberi pakan berbasis karbohidrat atau lemak yang disuplementasi vitamin E dan vitamin C melalui air minum adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalm teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

WIRA WISNU WARDANI. Lipid metabolism of broiler chickens fed carbohydrate or fat based supplemented with vitamin E and vitamin C through drinking water. Under the supervision KOMANG G WIRYAWAN and SUMIATI.

Indonesia as a tropical country potentially lead to a less comfortable conditions for the production of broiler chickens. Stress conditions can stimulate cell membrane and tissue damage, so it can give a negative impact on the chickens, for example the liver. It is necessary to neutralize (antioxidants) lipid peroxidation and detoxification of toxic metabolic products in an effort to maintain or increase fat metabolism in the liver. Objectives of thus research were to evaluate the vitamin E and C supplementation through drinking water to overcome the existence of free radicals and lipid metabolism in the body. Research used the 160 male Ross broiler strain with weight of 38 ± 2 g with a brand CP 707 (Ross strain). For the first week, the broiler chickens were fed a commercial starter of PT Charoen Pokphand Indonesia, then followed by two types feed namely carbohydrate-based (PC) and fat-based (PL) rations, depend of fat level content in the feed. Vitamin C was given at 60 mg/l of drinking water and vitamin E at 8 mg/l of drinking water of PT Trouw Nutrition Indonesia. Data collection were done for 21 days after the age of 8-28 days with 4 combination treatments, 4 replicates and 10 chickens per replicate. Research using factorial completely randomized design (CRD factorial). The data were analyzed using ANOVA followed by orthogonal contrast test. The data obtained were tested using the General Linear Model procedure using SAS software version 9.1. Some aspects analyzed are the malonaldehid (MDA), blood profile, blood chemistry, apparent metabolize energy, nitrogen retention, fat retention and broiler performance. The results showed that blood profile, blood chemistry, malonaldehid (MDA), relative liver weights and body weight gain were not affected (P > 0.05) due to the treatments. On the other hand total cholesterol (P < 0.01) and HDL cholesterol (P < 0.05) were significantly affected by the treatments. Feed intake and feed conversion ratio significantly different (P < 0.01) caused by interaction of vitamin supplementation through drinking water with fat based rations. In conclusion , fat based rations is more profitable (IOFC) and improve feed conversion ratio of broiler chickens during heat stress when supplemented with vitamin E and vitamin C through drinking water.

(6)
(7)

RINGKASAN

WIRA WISNU WARDANI. Metabolisme lemak ayam broiler yang diberi pakan berbasis karbohidrat atau lemak yang disuplementasi vitamin E dan vitamin C melalui air. Dibimbing oleh KOMANG G WIRYAWAN dan SUMIATI

Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki suhu rata-rata siang hari diatas 30 0C dan kelembaban berkisar diantara 60 – 90% dan berpeluang menyebabkan kondisi yang kurang nyaman untuk produksi ayam broiler. Kondisi stress dapat merangsang kerusakan membran sel dan jaringan tubuh sehingga bisa berdampak negatif pada ayam, contohnya hati. Untuk itu perlu dilakukan netralisasi (antioksidasi) peroksidasi lemak yang ada didalam tubuh dan produk metabolisme yang berasal dari proses detoksifikasi racun sebagai usaha menjaga atau meningkatkan metabolisme lemak yang terjadi di hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat suplementasi vitamin E dan C melalui air minum dalam mengatasi radikal bebas dan pengaruhnya terhadap metabolisme lemak di dalam tubuh pada ayam broiler yang menggunakan ransum berbasis karbohidrat atau lemak sebagai sumber energi.

(8)

ransum ayam broiler yang dipelihara pada lingkungan yang kurang nyaman ketika diberi suplementasi vitamin E dan C melalui air minum.

(9)

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

METABOLISME LEMAK AYAM BROILER YANG DIBERI

PAKAN BERBASIS KARBOHIDRAT ATAU LEMAK

YANG DISUPLEMENTASI VITAMIN E DAN VITAMIN C

MELALUI AIR MINUM

WIRA WISNU WARDANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Metabolisme lemak ayam broiler yang diberi pakan berbasis karbohidrat atau lemak yang disuplementasi vitamin E dan vitamin C melalui air minum.

Nama : Wira Wisnu Wardani

NIM : D152100091

Program Studi/Mayor : Ilmu Nutrisi dan Pakan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada Rosulullah SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir.

Komang G. Wiryawan dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc selaku pembimbing yang telah

memberikan banyak masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih

kepada Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian

tesis. Terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB yang telah

banyak memberikan saran dan masukan selama penulis sekolah di IPB. Di samping itu

penulis ucapkan terima kasih kepada ayah, ibu, mertua, istri tercinta (Tutut), kedua buah

hati tercinta (Fawwaz dan Farras) dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih

sayangnya. Kepada Alivan, Febri dan Nikita (INMT 45) atas semangatnya selama

penelitian ini berlangsung.

Kepada pimpinan dan rekan-rekan PT Trouw Nutrition Indonesia yang telah

banyak memberikan inspirasi kepada penulis dan rekan-rekan bisnis peternakan di

Indonesia yang pantang menyerah dalam memenuhi kebutuhan protein bangsa

Indonesia tercinta.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1982 dari pasangan

Bapak Wibowo Witono dan Ibu Pawiti. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis menikah dengan Tutut Bina Sulistiyowati dan sudah memiliki dua

orang putra.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Perguruan Rakyat 2 Jakarta dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih mayor Ilmu

Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan yang berhasil ditamatkan pada tahun

2004. Pada tahun 2010 diterima di program pascasarjana IPB dengan memilih mayor

Ilmu Nutrisi dan Pakan.

Penulis bekerja sebagai Technical Associate di PT Trouw Nutrition Indonesia

sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini, sebagai Formulator dan Quality Assurance PT

Dipasena Feedmill pada tahun tahun 2006 - 2007, Formulator PT Sierad Feedmill pada

(18)
(19)
(20)
(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Pengelompokan jenis vitamin... 22

Tabel 2 Komposisi ransum penelitian (umur 8 – 33 hari)... 28

Tabel 3 Perlakuan penelitian... 37

Tabel 4 Nilai energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), retensi nitrogen dan retensi lemak ayam broiler umur 33 hari ………... 43

Tabel 5 Profil komponen darah ayam broiler umur 33 hari ..……….. 45

Tabel 6 Hasil uji kimia darah ayam broiler... 46

Tabel 7 Nilai malonaldehid (MDA) dan bobot relatif organ hati ayam broiler .. 50

Tabel 8 Persentase dan kualitas karkas ayam broiler ………. 50

Tabel 9 Penampilan ayam broiler (8 28 hari) ……….. 51

Tabel 10 Temperatur dan nilai amper mesin pellet serta nilai kualitas fisik ransum .... 56

(22)
(23)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Partisi energi pada unggas, A (konstan) dan B (dinamis)

(Latshaw & Moritz 2009) ... 5

Gambar 2 Hubungan lingkungan dengan produksi ternak (Hafez 1968) ... 8

Gambar 3 Rumus molekul kolesterol (Lehninger 2005) ... 10

Gambar 4 Proses biosintesis kolesterol dalam 4 tahap (Lehninger 2004) ... 12

Gambar 5 Mekanisme peroksida lipid ... 15

Gambar 6 Reaksi TBA dengan MDA ... 16

Gambar 7 Mekanisme kerja vitamin C sebagai antioksidan (Lehninger

2005) ... 23 Gambar 8 Regenerasi vitamin E (α-tokoferol) (Gropper et al. 2009) ... 24

Gambar 9 Interaksi antara beberapa antioksidan untuk mencegah kerusakan

sel (Gropper et al. 2009) ………..………..

26

Gambar 10 Kandang penelitian ... 27

Gambar 11 Proses produksi ransum di Putri Gunung Farm Feedmill ... 29

Gambar 12 Roche Cobas Mira plus chemical analyzer ... 34

Gambar 13 Sysmex KX-21 ... 35

Gambar 14 Rataan suhu (oC) kandang penelitian dan referensi Ross ……... 39

Gambar 15

Nilai suhu siang hari (oC) kandang penelitian dan referensi Ross 40

Gambar 16 Stabilitas vitamin C dalam air ... 42

(24)
(25)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Foto – foto pelaksanaan penelitian ………. 67

Lampiran 2 Kurva standar MDA ... 70

Lampiran 3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ……….. 71

Lampiran 4 Analisis ragam konversi pakan ………….……….. 71

Lampiran 5 Analisis ragam hemoglobin .………….………... 71

Lampiran 6 Analisis ragam hematokrit ………….………... 72

Lampiran 7 Analisis ragam eritrosit ……….……….. 72

Lampiran 8 Analisis ragam SGPT …………...……….……….. 72

Lampiran 9 Analisis ragam trigliserida ………....……….. 72

Lampiran 10 Analisis ragam total kolesterol ………….……….. 73

Lampiran 11 Analisis ragam HDL kolesterol …...…….……….. 73

Lampiran 12 Analisis ragam LDL kolesterol ………….……….. 73

Lampiran 13 Analisis ragam MDA hati ……….……….. 74

Lampiran 14 Analisis ragam kolesterol daging ayam ……….. 74

Lampiran 15 Analisis ragam MDA karkas ……….……….. 74

(26)
(27)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam broiler optimal diproduksi pada wilayah sub tropis atau berada pada

kisaran suhu 20 - 25 oC dengan kelembaban udara berkisar 60 -70% (Ross 2009).

Pada minggu pertama broiler memerlukan suhu yang lebih hangat dibanding

dengan minggu-minggu berikutnya. Semakin tua umur ayam maka suhu

lingkungan yang dibutuhkan semakin rendah atau sejuk untuk membantu proses

pelepasan panas dalam tubuh akibat adanya usaha menyeimbangkan suhu tubuh

dan lingkungan melalui mekanisme evaporasi yang ditandai dengan peningkatan

gerakan bernafas(panting).

Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki suhu rata-rata siang hari

diatas 30 0C dan kelembaban berkisar diantara 60 – 90% (BMKG 2010), hal ini

berpeluang menyebabkan ayam kesulitan untuk melepaskan panas yang

dihasilkan selama proses metabolisme dalam tubuh dan terus meningkat seiring

dengan bertambahnya umur ayam. Cekaman panas ini bisa menyebabkan

gangguan pertumbuhan, penurunan nafsu makan, menurunnya kecernaan zat

nutrisi, penurunan sistem kekebalan tubuh bahkan sampai dengan peningkatan

angka kematian ternak (Sugito et al. 2007; Mashaly et al. 2004; Mckee et al.

1997), meningkatnya laju pernafasan yang menyebabkan kadar CO2 dalam darah

menurun (alkalosis) dan terjadinya perubahan keseimbangan asam basa darah

(Borges et al. 2003b).

Kondisi stress memacu pelepasan hormon kortikosteron, hormon

katekolamin dan memacu level peroksidasi lemak yang bisa merangsang

kerusakan membran sel dan jaringan tubuh sehingga bisa berdampak negatif pada

ayam. Peroksidasi lemak juga mempengaruhi kualitas lemak yang ada dalam

daging dan telur sehingga lebih mudah rusak dan memperpendek umur

penyimpanan. Jenis dan komposisi asam lemak (jenuh dan tidak jenuh) ransum

akan mempengaruhi kecepatan metabolisme energi, jumlah peroksidasi lemak

yang dihasilkan dan jumlah lemak yang bisa dideposit dalam daging atau telur.

(28)

2

dioksidasikan menjadi gliserol untuk biosintesis atau oksidasi trigliserida menjadi

acetyl CoA (Drackley 2000).

Ransum berbasis karbohidrat sebagai sumber energi akan menghasilkan

panas di dalam tubuh yang lebih tinggi dibanding dengan ransum berbasis lemak,

hal ini dikarenakan karbohidrat tergolong sumber energi yang mudah digunakan

akan tetapi tidak sebaik lemak dari nilai energi metabolis per satuan unit.

Karbohidrat merupakan sumber energi yang biasa digunakan pada ayam broiler

dengan sumber utamanya berasal dari jagung, dedak dan biji-bijian lainnya.

Meningkatnya harga biji-bijian di level lokal dan internasional memaksa ahli

nutrisi ransum untuk mencari sumber-sumber energi yang optimal, lebih efisien

dan berkesinambungan dalam hal ketersediannya. Salah satu sumber energi yang

perlu menjadi pertimbangan ialah lemak..

Proses metabolisme energi yang berasal dari lemak akan menghasilkan

sejumlah senyawa peroksida (radikal bebas) yang bisa bersifat merusak sel-sel

tubuh dan bisa mempengaruhi metabolisme nutrisi pada tingkat sel dan jaringan.

Senyawa radikal bebas akan meningkat lebih banyak ketika kondisi ayam stres,

karena pada kondisi stres tubuh ayam tidak bisa mensitesa asam askorbat (vitamin

C) yang bisa menetralisir senyawa-senyawa radikal bebas.

Senyawa-senyawa radikal bebas ini akan merusak dinding sel yang ada di

dalam tubuh terutama pada organ-organ yang berperan dalam sistem metabolisme

tubuh. Hati merupakan salah satu organ yang berperan cukup kompleks dalam

proses metabolisme zat-zat nutrisi di dalam tubuh. Organ hati berkaitan dengan

metabolisme lemak, protein, karbohidrat, proses detoksifikasi serta metabolisme

vitamin-vitamin larut lemak seperti vitamin A, D3, E dan K. Organ hati akan

memproduksi garam-garam empedu yang akan berperan dalam emulsifikasi

lemak agar lebih mudah untuk dimetabolisme. Metabolisme lemak akan

mempengaruhi jumlah energi, senyawa radikal bebas, komposisi trigliserida,

kolesterol dan asam lemak di dalam darah atau jaringan tubuh.

Usaha untuk menjaga kesehatan organ hati sangat diperlukan agar proses

metabolisme zat-zat nutrisi dan penampilan ayam broiler ketika panen menjadi

optimal. Untuk itu pada penelitian ini akan dilihat pengaruh sumber energi yang

(29)

3

minum terhadap status radikal bebas, profil organ hati, dan penampilan ayam

broiler selama 4 minggu pemeliharaan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati manfaat suplementasi vitamin E

dan C melalui air minum pada ayam broiler yang diberi ransum berbasis

karbohidrat atau lemak.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini ialah :

1. Pemberian karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi berpengaruh

terhadap kinerja hati, status radikal bebas dan penampilan ayam broiler

2. Suplementasi vitamin E dan vitamin C pada ayam broiler dapat memperbaiki

kinerja hati, status radikal bebas dan penampilan ayam broiler

3. Adanya interaksi antara perbedaan sumber energi ransum berbasis karbohidrat

dan lemak dengan suplementasi vitamin E dan vitamin C pada ayam broiler

dapat memperbaiki kinerja hati, status radikal bebas dan penampilan ayam

(30)
(31)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat atau Lemak sebagai Sumber Energi

Energi merupakan faktor pembatas pertama dalam manajemen nutrisi ayam

broiler yang akan mempengaruhi jumlah ransum yang dikonsumsi. Energi dalam

ransum dapat berasal dari karbohidrat, protein atau lemak yang dimetabolisme di

dalam tubuh. Energi metabolis itu sendiri diartikan sebagai total energi ransum

bahan dikurangi dengan kandungan energi yang terbuang dalam ekskreta (pada

unggas saluran feses dan urine menjadi satu) serta kandungan energi yang hilang

dalam bentuk gas (CO2). Partisi energi pada unggas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Partisi energi pada unggas, A (konstan) dan B (dinamis) (Latshaw & Moritz 2009)

Pada unggas, kandungan energi metabolis ransum dapat dinyatakan dengan

ada energi metabolis semu (EMS), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen

(EMSn), energi metabolis murni (EMM) dan energi metabolis murni terkoreksi

nitrogen (EMMn). Nilai energi metabolis semu merupakan nilai energi yang

belum dikurangi oleh nilai energi endogenus, yaitu energi yang berasal dari

peluruhan sel-sel mukosa dan jaringan tubuh yang didapatkan ketika ayam

dipuasakan. Faktor koreksi terhadap nitrogen perlu diperhitungkan sebagai

pertimbangan ketika asam urat yang keluar di dalam ekskreta bisa dioksidasi

secara sempurna (Sibbald 1980). Lopez dan Leeson (2008) melaporkan bahwa

nilai EMSn ransum berbasis jagung sebesar 95 – 97% EMS dan pada ransum

(32)

6

Latshaw (2008) mencoba untuk membandingkan sumber energi ransum

kaya akan protein, lemak dan serat (karbohidrat) dengan berbasis pada jagung

dan bungkil kedele dengan penambahan lemak yang sudah terhidrolisa, terlihat

bahwa penambahan lemak sebesar 5% meningkatkan nilai energi metabolis

sebesar 10%, penambahan protein sebesar 2% meningkatkan nilai energi

metabolis sebesar 4% dan penambahan serat kasar 4% menurunkan nilai energi

metabolis sebesar 20%. Sementara itu Plavik et al. (1997) melaporkan bahwa

performa ayam yang dipelihara pada suhu 20 oC yang diberikan karbohidrat dan

lemak sebagai sumber energi tidak berbeda, termasuk persentase kandungan

lemak abdominal dan daging dada.

Stres pada Ayam Broiler

Suhu optimal untuk produksi ayam broiler ialah 20 - 25 oC dan kelembaban

60 -70% (Ross 2009). Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan

kondisi yang membuat ayam tidak nyaman, laju pernafasan meningkat,

keseimbangan asam basa darah berubah menjadi lebih basa, lebih rentan terhadap

serangan bakteri patogen, metabolisme nutrisi terganggu, pertumbuhan terhambat

dan dapat menyebabkan kematian (Sugito et al. 2007; Mashaly et al. 2004;

Borges et al. 2003a; Borges et al. 2003b; Mckee et al. 1997). Cekaman panas

menyebabkan energi untuk produksi digunakan untuk homeostasis

(keseimbangan tubuh), hal ini biasanya dimulai dengan menurunnya konsumsi

ransum, menurunnya laju aliran darah dan berkurangnya energi yang

dimetabolisme (Mckee et al. 1997)

Puthpongsiriporn et al. (2001) melaporkan bahwa cekaman panas dapat

merangsang pelepasan kortikosteron dan katekolamine serta menginisiasi

peroksidasi lemak didalam sel membran termasuk sel membran T dan limposit B,

yang sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh. Cekaman panas

merangsang radikal bebas yang dapat merusak membran sel dengan cara

menginduksi peroksidasi asam lemak tidak jenuh rantai panjang sehingga

kekuatan membran sel tersebut menjadi berkurang dan mudah rusak. Asam

lemak tak jenuh merupakan salah satu target paling sensitif dari radikal bebas

(33)

7

menyebabkan kerusakan sel imun (kekebalan) serta dapat merusak komponen sel

seperti lemak, protein, karbohidrat dan DNA.

Mekanisme Stres Oksidatif

Tingginya suhu lingkungan, selain mengganggu tubuh melalui mekanisme

fisiologis, juga dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif

yakni kondisi aktivitas oksidan yang melebihi antioksidan. Oksidan atau oksigen

reaktif (radikal bebas) adalah molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron

yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya (Aruoma 1999; Miller et al. 1993).

Menurut Supari (1996), radikal bebas dibentuk melalui 2 cara yakni

melalui endogen dan eksogen. Cara endogen diproduksi di dalam sel oleh

mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma dan

inti sel, sebagai respon normal dari peristiwa biokimia dalam tubuh. Cara

eksogen diperoleh dari polusi yang berasal dari luar, yang berasal dari tubuh

melalui inhalasi, digesti, injeksi dan penyerapan kulit. Radikal bebas

memungkinan mengambil partikel dari molekul lain kemudian menimbulkan

senyawa yang abnormal dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel

dengan menyebabkan perubahan yang mendasar pada materi genetis serta

bagian-bagian sel penting lainnya (Yashikawa & Naito 2002)

Asam lemak tak jenuh adalah senyawa yang paling sensitif terhadap

serangan radikal bebas yang disebut serangan lipid peroksida. Dalam tubuh,

terbentuknya lipid peroksida menyebabkan kerusakan sel seperti sel imun,

mencetuskan arteriosklerosis dan kanker serta dapat mengakibatkan

penggumpalan darah yang dapat memunculkan stroke dan penyakit jantung

koroner (Noda & Wakasugi 2001; Yamada 2001). Peroksidase lipid dapat

merusak lipid dengan menghasilkan malonaldehid (MDA) dan

4-hidroksinonenal. Kedua senyawa tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada

protein dengan menghasilkan protein karbonil, hidroksileusin, hidrobvalin dan

nitrotirosin, sehingga menyebabkan protein mudah mengalami lisis (Supartondo

2002). Kerusakan lainnya terjadi pada DNA dengan hasil 8-oksoguanin dan timin

glikol (Yashikawa & Naito 2002) yang menyebabkan mutasi serta penuaan dini

(34)

8

Penelitian Takahashi dan Akiba (1999) membuktikan bahwa pemberian

lemak teroksidasi pada ayam broiler, nyata menurunkan konsumsi ransum,

pertambahan bobot badan serta konsentrsi vitamin C dan α-tokoferal plasma

darah. Hasil tersebut diikuti dengan meningkatnya MDA plasma dan rasio

heterofil dan limfosit darah sebagai indeks dari cekaman. Selanjutnya penelitian

Taniguchi et al. (1999) membuktikan bahwa stres oksidatif karena pemberian

hormon kortison, dapat meningkatkan kandungan lemak abdomen, MDA dan

kolesterol plasma ayam broiler. Skema hubungan antara suhu lingkungan dengan

produksi ternak disajikan pada Gambar 2.

Faktor Lingkungan

(35)

9

Pada Gambar 2 terlihat bahwa suhu lingkungan akan sampai ke tubuh baik

melalui reseptor pada kulit maupun melalui pembuluh darah sehingga sampai ke

hipotalamus. Suhu lingkungan yang tinggi dapat merangasang pusat haus dan

sekresi hormon kortikosteron, sementara pusat lapar dan sekresi thyroid

stimulating hormone (TSH) yang berperan dalam sekresi hormon tiroid

dihambat, akibat terjadinya penurunan dalam metabolisme, sehingga produksi

menjadi turun. Selanjutnya suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan

radikal bebas baik berasal dari endogen maupun eksogen yang antara lain dapat

menyebabkan peroksidasi lipid terutama asam lemak tidak jenuh (ALTJ) serta

gangguan metabolisme lainnya seperti terserangnya DNA dan protein dalam sel.

Lemak, Asam Lemak dan Kolesterol

Lemak terdiri dari campuran asam lemak dan gliserol. Gliserol mempunyai

tiga gugus hidroksil yang masing-masing mengikat satu molekul asam lemak

yang disebut trigliserida. Asam lemak adalah komponen terbesar dari beberapa

lipida kompleks yang mengandung atom C yang sebagian besar umumnya

terdapat pada jaringan hewan (Enser 1984). Sifat asam lemak ditentukan oleh

komposisi asam lemak, panjang rantai karbon serta posisi ikatan rangkapnya

(Girindra 1988). Berdasarkan sifat-sifat tersebut, asam lemak dapat digolongkan

ke dalam asam lemak jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap) dan asam lemak

tak jenuh (mengandung ikatan rangkap). Asam lemak yang mengandung satu

ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty

acid) dan asam lemak yang mengandung lebih dari satu ikatan rangkap disebut

asam lemak tak jenuh ganda (poly unsaturated fatty acid/ PUFA). Asam lemak

jenuh memiliki titik didih yang lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuh

dengan jumlah atom karbon yang sama. Disamping itu terdapat istilah penamaan

asam lemak dengan omega atau ω yang ditandai dengan posisi ikatan rangkap

yang berdekatan dengan gugus metil (CH3). Asam linolenat (ω -3) adalah asam

lemak yang memiliki posisi ikatan rangkap pada rantai ketiga dari gugus metil

(CH3). Asam lemak linoleat (ω -6) dan oleat (ω -9) masing-masing memiliki

ikatan rangkap berjarak 6 dan 9 rantai dari gusus metil (CH3).

Komposisi asam lemak daging dipengaruhi oleh komposisi asam lemak

(36)

10

Pada ternak monogastrik pemberian ransum dengan kandungan lemak jenuh

tinggi akan mengakibatkan kandungan lemak jenuh daging menjadi lebih tinggi.

Penurunan lemak kemungkinan sejalan dengan penurunan komposisi asam lemak

karena kecepatan penimbunan sangat berpengaruh terhadap komposisi asam

lemak ransum (Girindra 1988).

Kolesterol adalah sterol terpenting dari organ hewan, dan menyusun 17%

bahan kering otak (Tillman et al. 1991), serta terdapat dalam semua sel hewan,

sehingga tersebar luas dalam tubuh dan terdapat dalam darah serta cairan

empedu. Kolesterol mempunyai rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan

sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten, karena mempunyai satu gugus hidroksil pada

atom C3 dan ikatan rangkap pada atom C5 dan C6 serta percabangan pada C10 C13

C17 (Mayes 1995). Rumus molekul kolesterol disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rumus molekul kolesterol (Lehninger 2005)

Menurut Sitepoe (1992) kolesterol diklasifikasikan ke dalam lipida

berkomponen alkohol steroid yang sebagian besar berfungsi sebagai penghasil

kalori serta memberikan nilai tambah terhadap cita rasa makanan. Fungsi

kolesterol dalam tubuh adalah sebagai prekusor pembentuk asam empedu oleh

hati, yang merupakan rute utama untuk katabolisme kolesterol; untuk

pembentukan hormon-hormon steroid seperti glukokortikosteroid dan aldosteron

dalam gonad dan beberapa jaringan lainnya; dan untuk pembentukan vitamin D

yang merupakan satu-satunya vitamin yang disintesis oleh tubuh dan tidak

dibutuhkan dalam makanan. Herman (1991) menyatakan bahwa kolesterol

berfungsi untuk membantu sel saraf dalam menjalankan fungsinya dimana tanpa

(37)

11

Kolesterol dalam tubuh berupa kolesterol eksogen dan kolesterol endogen

(Fransdson 1992). Kolesterol eksogen masuk ke dalam tubuh berasal dari

makanan dan sebaliknya kolesterol endogen dibentuk sendiri oleh sel-sel tubuh,

terutama di dalam hati. Di dalam tubuh tidak dapat dibedakan antara kolesterol

yang berasal dari sintesis dalam tubuh dan kolesterol yang berasal dari makanan.

Jika jumlah kolesterol dari makanan kurang, maka sintesis kolesterol di dalam

hati dan usus meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain.

Sebaliknya jika jumlah kolesterol di dalam makanan meningkat maka sintesis

kolesterol di dalam hati dan usus menurun (Muchtadi etal. 1993)

Kolesterol dalam darah berasal dari usus atau diproduksi oleh jaringan

tubuh dari asetat dan ditemui pada semua fraksi lipid darah. Piliang dan

Djojosoebagio (2002) melaporkan bahwa peningkatan kadar kolesterol dalam

serum disebabkan oleh terganggunya mekanisme dalam pengubahan kolesterol

menjadi asam empedu, dan Girindra (1988) menyatakan kadar kolesterol plasma

akan naik jika makan banyak kolesterol, obstruksi duktus empedu, fungsi usus

terganggu dan diabetes melitus. Tingginya masukan lemak jenuh, rendahnya

perbandingan lemak tak jenuh dan tingginya masukan kolesterol dalam darah

juga akan meningkatkan kolesterol dalam darah Herman (1991).

Kolesterol berhubungan erat dengan aterosklerosis, suatu keadaan di mana

kolesterol dan lipida yang lain masuk ke dinding pembuluh darah bagian dalam

(Frandson 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa aterosklerosis berkaitan dengan

makanan yang tinggi kadar kolesterolnya dan lemak yang jenuh. Tillman et al.

(1991) menyatakan bahwa aterosklerosis ditandai oleh penumpukan (deposisi)

ester kolesteril dan lipida lain dalam jaringan ikat dinding arteri, sehingga akan

menyebabkan penggumpalan dan dinding arteri dapat menebal serta pada

keadaan parah menyebabkan serangan jantung.

Beyne (1980) menyatakan bahwa jumlah kolesterol dalam tubuh tergantung

pada keadaan individu, dalam masa pertumbuhan atau tidak. Jumlah kolesterol

bervariasi baik untuk setiap individu maupun pada setiap organ tubuh.

Mekanisme pengaturan kolesterol di dalam tubuh hewan pada dasarnya

(38)

12

Biosintesis Kolesterol

Kolesterol disintesis dalam tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus dan

kelenjar andrenal. (Piliang & Djojosoebagio 2002). Lebih lanjut dikatakan bahwa

dengan melalui suatu rangkaian yang rumit, dua karbon fragmen sederhana, yaitu

Asetil CoA diubah menjadi 1 atau 2 gram kolesterol setiap hari. Proses

biosintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Proses biosintesis kolesterol dalam 4 tahap (Lehninger 2004)

Menurut Lehninger (2005) biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 4

tahap, yaitu (1) sintesis mevalonat, yaitu suatu senyawa 6 karbon dari asetil-CoA,

(39)

13

mitokondria; (2) Unit isoprenad dibentuk dari mevalonat melalui pelepasan CO2,

pada reaksi fosforilasi oleh ATP; (3) enam unit isopropenoid mengadakan

kondensasi untuk membentuk senyawa antara skualena; (4) Skualena

mengadakan siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk yaitu lanosterol,

yang berlangsung di dalam retikulum endoplasma; kolesterol dibentuk di dalam

membran retikulum endoplasma dari lanosterol setelah melewati sekitar 20

rangkaian reaksi, termasuk migrasi gugus metil dan pelepasan senyawa-senyawa

lainnya.

Menurut Muchtadi et al. (1993) dari strukturnya dapat diketahui bahwa

biosintesis kolesterol akan membutuhkan sumber atom karbon dan daya

pereduksi untuk menciptakan ikatan antara atom karbon hidrogen. Daya

pereduksi dalam bentuk NADPH dihasilkan hanya oleh enzim yang berasal dari ”hexose monophospate shunt”, yaitu glukosa 6 dehidrogenase dan 6 fosfoglukonat dehidrogenase. Untuk setiap molekul gula yang dioksidasi melalui

proses tersebut akan menghasilkan 2 NADPH. Semua atom karbon kolesterol

berasal dari asetat. Asetil Ko-A sebagai prekusor asam mevalonat diperoleh dari

berbagai sumber, yaitu: proses β-oksidasi asam lemak berantai panjang, oksidasi

asam amino ketogenik seperti leusin dan isoleusin, serta reaksi piruvat

dehidrogenase yang menghubungkan glikolisis dan siklus krebs.

Kolesterol tidak larut dalam sistem larutan, karena itu harus diangkut

melalui lipoprotein plasma, yang terdiri atas lemak polar, lesitin, apoprotein

spesifik dan kolesterol bebas, serta lipid non polar termasuk kolesterol ester dan

trigliserida. Lipoprotein plasma terdiri dari kilomikron, very low density

lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density

lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL). Kilomikron dan VLDL

yang terbentuk dala mukosa usus diangkut ke dalam limfa dan sekresinya melalui

pembuluh darah. Hati juga mensintesis beberapa VLDL. Sekitar 75% dari

kolesterol diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang, kemudian

dihidrolisis dan kolesterol bebas dimanfaatkan oleh sel atau bergabung di dalam

membran sel, sedangkan kelebihannya dibuang. Kolesterol yang diekskresikan

mengalami siklus ulang ke dalam hati atau diangkut oleh HDL dan ditransfer ke

(40)

14

Fungsi masing-masing lipoprotein plasma dijelaskan oleh Piliang dan

Djojosoebagio (2002). Kilomikron protein dengan densitas terendah mempunyai

fungsi untuk mentransport trigliserida dan membawa sebagian kolesterol. VLDL

berfungsi sebagai pembawa trigliserida yang dibawa dari hati ke

jaringan-jaringan lain dalam tubuh, terutama jaringan-jaringan adiposa untuk disimpan. LDL

berfungsi mentransport kolesterol, yaitu lebih dari setengahnya dalam bentuk

kolesterol ester. HDL untuk mentransport fosfolipida dan kolesterol ester dari

jaringan perifer kembali ke hati untuk diubah menjadi asam empedu. Kolesterol

yang tidak diperlukan akan dikeluarkan bersama-sama dengan feses dan lebih

kurang setengahnya dalam bentuk hormon-hormon steroid normal.

Dijelaskan oleh Muchtadi etal. (1993), jalur utama pembuangan kolesterol

dari tubuh adalah melalui konversi oleh hati menjadi asam empedu, yaitu asam kholat dan ”chenodeoxycholic” yang berkaitan dengan glisin atau taurin membentuk garam empedu, kemudian diekskresi di dalam empedu ke dalam

duodenum bersama-sama dengan kolesterol bebas. Sebagian besar asam empedu

direabsorbsi oleh hati melalui sirkulasi dan selanjutnya diekskresi kembali ke

dalam empedu. Asam empedu yang tidak diserap didegradasi oleh mikroba usus

besar dan diekskresikan ke dalam feses.

Kebutuhan pasti akan kolesterol tubuh belum diketahui. Tetapi para ahli

sependapat bahwa meskipun dalam bentuk sedikit saja kolesterol disintesis oleh

tubuh telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Menurut Herman

(1991), kadar kolesterol di dalam darah menentukan besar kecilnya resiko

terkena penyakit kardiovaskular. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah

dihubungkan dengan terjadinya artherosklerosis (Piliang & Djojosoebagio 2002;

Tillman et al. 1991), dimana terjadinya penimbunan bahan-bahan yang

mengandung kolesterol pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan

penggumpalan. Selanjutnya dinding pembuluh darah arteri dapat menebal dan

dalam keadaan parah dapat menyebabkan serangan jantung. Peningkatan kadar

kolesterol dalam serum darah dapat disebabkan oleh terganggunya mekanisme

(41)

15

Lipid Peroksida

Lipid Peroksida merupakan hasil peroksidasi lipid, yaitu adalah reaksi yang

terjadi antara radikal bebas dengan PUFA (polyunsaturated fatty acid) yang

mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini diakibatkan oleh radikal

bebas, yaitu suatu atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak

berpasangan dan sangat reaktif (Halliwell & Guteridge 1989).

Peroksidasi lipid dimulai dengan pemisahan sebuah atom hidrogen oleh

radikal bebas dari suatu grup metilena (-CH2-) PUFA. Reaksi ini menghasilkan

pembentukan suatu radikal bebas karbon (-CH-) pada PUFA. Radikal karbon

distabilkan melalui suatu pengaturan ulang ikatan rangkap yang menghasilkan

pembentukan diena terkonjugasi. Bila diena terkonjugasi berikatan dengan O2

akan terbentuk radikal peroksil lipid (ROO). Selanjutnya reaksi peroksil lipid ini

membentuk endoperoksida lipid atau lipid peroksida. Radikal peroksil lipid ini

dapat juga menghilangkan sebuah atom hidrogen dari molekul lipid lain yang

berdekatan untuk membentuk suatu hidroperoksil lipid dan juga membentuk

radikal karbon lain. Bila radikal karbon ini bereaksi dengan oksigen maka reaksi

peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan endoperoksida lipid pada

PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap akan mendorong

terbentuknya senyawa malonaldehid (MDA) (Sayogya 2002). Mekanisme reaksi

peroksidasi lipid ini disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme peroksida lipid

Kadar lipid peroksida diukur dengan menggunakan metode TBARs dimana

digambarkan reaksi antara asam triarbiturat (TBA) dengan malonaldehid (MDA).

(42)

16

berikatan dengan dua molekul MDA. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar

6.

Gambar 6 Reaksi TBA dengan MDA

Produk yang terbentuk berupa kromofor berwarna merah ungu yang diukur

serapannya pada =532 nm. Pada reaksi ini sejumlah senyawa lain juga dapat

bereaksi dengan TBA, namun karena jumlahnya kecil maka dapat diabaikan.

Senyawa-senyawa itu antara lain glukosa < 0,4 mg (2,2 ʋ mol) dan sukrosa <

8,56 mg (25,0 ʋmol) (Ohkawa et al. 1979).

Beberapa penelitian menunjukkan peroksidasi lipid mengawali serangkaian

peristiwa yang berakibat peningkatan pemanfaatan LDL oleh makrofag dan

terbentuknya sel busa pertanda kerusakan dini lesi aterosklerosis pada intima

arteri. Membran-membran mikrosom hati menjalani peroksidasi lipid secara

enzimatis. Peroksidasi lipid yang bergantung kepada NADPH atau NADH.

Reaksi ini juga bergantung kepada Fe3+ (sebagai kompleks dengan ADP,

pirofosfat, dan EDTA). Dalam reaksi ini, NADPH atau NADH berperan sebagai

reduktor yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ proses reduksi ini dikarenakan

Fe2+ akan lebih menstimulasi peroksidasi lipid karena memiliki kecepatan reaksi

yang lebih besar, serta adanya reaktivitas yang tinggi dari radikal alkoksi (RO.)

yang dihasilkan (Halliwell & Gutteridge 1989).

Membran-membran mikrosom hati rentan terhadap peroksidasi lipid karena

banyaknya kandungan PUFA pada membran ini. Proses ini akan mengubah

kekentalan membran. Produksi MDA saat peroksidasi membran mikrosom

bervariasi pada tipe jaringan yang berbeda. Ini disebabkan oleh jumlah PUFA

(43)

17

kemungkinan disebabkan oleh hemoprotein endogen dan logam-logam transisi

(St. Angelo 1992).

Pada darah maupun organ, kadar lipid peroksida yang berlebih dapat

mengakibatkan berbagai penyakit degeneratif. Jika kadar lipid peroksida di hati

meningkat, maka lipid peroksida ini keluar dari hati menuju pembuluh darah, dan

akan merusak organ atau jaringan lain. Pada manusia kadar lipid peroksida akan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tetapi jumlahnya tidak boleh

melebihi kadar normalnya yaitu 4 nmol/ml (Yagi 1994).

Darah

Darah terdiri dari sel-sel yang terendam dalam cairan yang disebut plasma

(Frandson 1992). Menurut Nielsen (1997) volume darah total pada burung

sebesar 5 - 40% dari berat badannya, dan menurut Swenson (1984) sebanyak 8%

dari berat badannya. Variasi volume darah dalam tubuh tergantung pada umur,

nutrisi, kesehatan ternak, aktivitas tubuh, jenis kelamin dan faktor lingkungan.

Menurut Post et al. (2002) peubah sel darah merupakan ukuran yang berguna

bagi penelitian kesehatan dan kesejahteraan hewan. Pemeriksaan darah

merupakan salah satu metode untuk menetapkan suatu diagnosis penyakit yang

dapat memberi gambaran tentang keadaan patologis dan fisiologis.

Kelainan-kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk tubuh ternak dapat diketahui

melalui pemeriksaan darah ini (Guyton 1986).

Frandson (1992) menyatakan bahwa darah pada hewan merupakan medium

transportasi. Beberapa fungsi darah yaitu (1) membawa nutrient dari saluran

pencernaan ke seluruh jaringan, (2) membawa produk akhir metabolisme dari sel

ke organ pengeluaran, (3) membawa O2 dari paru-paru ke jaringan, (4) membawa

CO2 dari jaringan ke paru-paru dan (5) mengandung faktor-faktor penting untuk

pertahanan tubuh terhadap penyakit. Menurut Strurkie dan Grimminger (1976),

darah terdiri atas cairan (plasma), garam-garam, zat-zat kimia dan butiran sel-sel

darah. Sel-sel tersebut terdiri atas eritrosit (sel darah merah) dan leukosit (sel

darah putih).

Eritrosit

Fungsi utama dari sel-sel darah merah atau eritrosit, adalah mengangkut

(44)

18

Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin ini beredar sebagai protein

bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Selain mengangkut

hemoglobin, sel-sel darah merah mengandung banyak karbonik anhidrase yang

berperan dalam mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga

meningkatkan kecepatan reaksi bolak balik menjadi beberapa ribu kali lipat.

Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter

kira-kira 7.8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2.5

mikrometer pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Cakram bikonkaf

tersebut mempunyai permukaan yang relatif luas untuk pertukaran oksigen

melintasi membran sel (Frandson 1992). Volume rata-rata sel darah merah adalah

90-95 mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel

berjalan melewati kapiler (Guyton 1997).

Hemoglobin

Hemoglobin mempunyai tugas pokok membawa atau mengangkut

oksigen dari paru-paru menuju kesemua jaringan tubuh hewan. Setelah sampai di

jaringan oksigen dibebaskan untuk diberikan kepada sel. Karbondioksida yang

dihasilkan oleh sel akan berdifusi ke dalam darah dan dibawa kembali ke

paru-paru untuk dibuang pada saat terjadi pernafasan (Frandson 1992). Besi di dalam

darah berada dalam bentuk hemoglobin yang terdapat dalam butir-butir darah

merah (eritrosit), dalam bentuk transferrin di dalam plasma darah dan dalam

bentuk ferritin. Meskipun tidak cukup banyak, ferritin juga didapati di dalam

butir-butir darah merah dan di dalam butir-butir darah putih (Piliang &

Djojosoebagio 2002).

Piliang dan Djojosoebagio (2002) menyatakan bahwa cadangan zat besi

tersimpan dalam bentuk ikatan ferritin dan hemosiderin. Kedua macam zat ini

terkumpul di dalam jaringan tubuh tetapi sebagian besar disimpan didalam hati,

limpa dan sumsum tulang. Mekanisme tentang penyerapan atau absorbsi besi

oleh usus ketika tubuh memerlukan tambahan besi dari luar dan menurunnya

efisiensi penyerapan besi oleh usus ketika tubuh mempunyai kelebihan besi

belum diketahui dengan pasti. Dalam keadaan normal fisiologis, besi dalam

(45)

19

masuk ke dalam peredaran darah. Banyaknya besi yang diperoleh dari makanan

tidak selalu sama pada setiap individu.

Bila sel darah merah mencapai akhir usia hidupnya, globin akan diuraikan

menjadi asam amino (yang akan digunakan kembali dalam tubuh), besi

dilepaskan dari heme dan juga akan digunakan kembali dan komponen tetrapirol

pada heme diubah menjadi bilirubin, yang terutama dieksresikan ke dalam usus

lewat empedu.

Hematokrit

Hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang

ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini

benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Sangat sulit untuk

memampatkan semua sel darah merah; karenanya sekitar 3 - 4% plasma tetap

terjebak diantara sel, dan hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari

hematokrit yang terukur (Guyton 1997). Semakin besar persentase sel dalam

darah artinya semakin besar hematokrit, semakin banyak gesekan yang terjadi

antara berbagai lapisan darah, dan gesekan ini menunjukkan viskositas. Karena

itu viskositas darah meningkat hebat dengan meningkatnya hematokrit. Bila

hematokrit meningkat sampai 60 atau 70, yang seringkali terjadi pada

polisitemia, viskositas darah menjadi 10 kali lebih besar daripada air dan

alirannya melalui pembuluh darah menjadi sangat terhambat.

Nilai hematokrit atau volume sel packed, adalah suatu istilah yang artinya

persentase sel-sel darah merah dari total darah yang penentuannya dilakukan

dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak

menggumpal (anti koagulan), kemudian dilakukan sentrifuge sampai sel-sel

mengumpul di bagian dasar tabung. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama

manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson 1992). Piliang dan

Djojosoebagio (2002) mengemukakan bahwa kadar hematokrit ditentukan

dengan mensentrifuge darah yang terdapat di dalam tabung kapiler selama 10-15

menit kemudian mengukur tinggi butir-butir darah merah dan

membandingkannya dengan ketinggian butir-butir darah merah bersama

(46)

20

SGOT dan SGPT

Jaringan hati mengandung enzim-enzim transaminase dalam jumlah yang

besar seperti Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) dan Glutamat Oksaloasetat

Transaminase (GOT). Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati atau permeabilitas

membran akan mengakibatkan enzim GOT dan GPT, arginase, Laktat

Dehydrogenase (LDH) dan Gamma Glutamil Transaminase (GGT) bebas keluar

sel, sehingga cairan masuk ke pembuluh darah melebihi keadaan normal dan

kadarnya dalam darah meningkat terlebih dahulu dan peningkatannya lebih nyata

bila dibandingkan dengan enzim-enzim lainnya (Callbreath 1982). Kenaikan

kadar transaminase dalam serum disebabkan oleh sel-sel yang kaya akan

transaminase mengalami nekrosis atau hancur. SGPT adalah ukuran nekrosis

hepatoseluler yang paling spesifik dan paling luas ditemukan. SGOT bekerja

serupa tetapi kurang spesifik (Sujono 2002).

Enzim GPT akan memindahkan gugus amino pada alanin ke gugus keto dari α ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya piruvat diubah menjadi laktat. Reaksi tersebut dikatalis oleh enzim Laktat Dehydrogenase

(LDH) yang membutuhkan NADH dalam reaksi yang dikatalisisnya. Enzim GPT

merupakan enzim yang spesifik ada pada hati. Persamaan reaksi dari aktivitas

GPT dan LDH terlihat pada reaksi sebagai berikut. α -ketoglutarat+ L-alanin (GPT)

piruvat+L-glutamat

Piruvat + NADH+H+ (LDH)

L-laktat+NAD+

Enzim GOT mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-aspartat ke

gugus keto dari α-ketoglutarat membentuk glutamat dan oksalat. Selanjutnya

oksaloasetat diubah menjadi malat. Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim malat

dehydrogenase (MDH) yang membutuhkan NADH dalam reaksi yang

dikatalisisnya. Enzim GOT tidak spesifik untuk disfungsi hati karena enzim ini

juga ditentukan pada otot rangka, ginjal, dan pankreas.Persamaan reaksi aktivitas

GOT sebagai berikut

(47)

21

Sistem Kekebalan (Immune) Tubuh

Sistem pertahanan tubuh (kekebalan) pada unggas merupakan sistem

kompleks yang befungsi untuk menjaga stabilitas kesehatan tubuh ternak dari

infeksi dan juga meningkatkan level kesehatan ternak (Klasing 1998). Sistem ini

terdiri dari berbagai macam sel-sel tubuh dan berbagai macam jenis protein yang

bekerja dengan cara mengenali dan kemudian membunuh berbagai macam

bakteri patogen dan benda atau makhluk asing yang masuk ke dalam sistem

tubuh. Keberadaan sistem pertahanan tubuh terdapat pada berbagai macam

permukaan jaringan tubuh, terutama pada saluran pencernaan dan sistem kelenjar

getah bening. Sistem ini dapat bekerja secara spesifik dan non spesifik.

Sistem pertahanan tubuh ini bisa bekerja secara non spefisik yang

merupakan sistem pertahanan tubuh pertama dengan cara bereaksi terhadap

sesuatu yang asing (mikroba atau zat) dan masuk ke dalam tubuh. Sistem non

spesifik ini biasanya tidak meninggalkan memori sehingga tidak bersifat spesifik

terhadap bakteri tertentu, melainkan akan bersifat lebih luas terhadap semua

mikroba atau zat yang masuk yang bisa menginfeksi. Sistem ini bisa berupa

pagocytes yang dapat langsung memakan dan membunuh bakteri patogen,

menghasilkan bahan kimia (protein, asam organik atau bakteriosin) yang dapat

membunuh bakteri patogen dan juga makrofag sebagai pusat sistem kekebalan

(pertahanan tubuh) yang akan merangsang Sel B dan Sel T dalam menghasilkan

antibodi (Mashaly et al. 2004)

Sistem pertahanan tubuh spesifik merupakan lini pertahanan kedua jika

terjadi infeksi atau serangan benda atau mikroba asing dan biasanya memerlukan

waktu lebih lama dalam proses netralisasi atau penyembuhan infeksi jenis ini.

Sistem ini biasanya akan menghasilkan antigen yang bersifat spesifik terhadap

mikroba tertentu, sehingga sistem ini sangat dimungkinkan untuk meninggalkan

memori. Salah satu analogi dari sistem pertahanan tubuh spesifik ini ialah

program vaksinasi yang bermaksud untuk memberikan kuman patogen yang

sudah dilemahkan sehingga tidak berdampak negatif bagi tubuh namun akan

tetap merangsang makrofag agar menghasikan antigen yang dapat mengenali

kuman patogen sejenis dan kemudian bisa membunuhnya atau dengan cara

(48)

22

memori dan kemudian bisa membunuh kuman patogen yang sejenis tapi masih

berbahaya bagi tubuh ternak (Chae et al. 2006).

Suplementasi Vitamin pada Ayam sebagai Antioksidan

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengatasi stres cekaman panas,

antara lain dengan penambahan magnesium (Kusnadi 1993; Kusnadi 1990),

pemberian vitamin C (Habibie 1993), pemberian vitamin E (Dirican & Tas 1999)

dan pemberian bahan alami yang kaya akan zat antioksidan (Dalimartha 2000;

Pramono 1992). Vitamin merupakan salah satu bahan esensial yang tidak bisa

sepenuhnya diproduksi oleh tubuh, untuk itu suplementasi melalui makanan dan

air minum sangat diperlukan. Terdapat 2 golongan utama vitamin, yaitu vitamin

larut lemak yang meliputi vitamin A, D, E dan K; serta vitamin larut air yang

meliputi vitamin B komplek, choline, vitamin C dan carnitine. Choline dan

carnitine memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan vitamin B kompleks

lainnya. Perbedaan dan pengelompokkan vitamin larut lemak dan vitamin larut

air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengelompokkan jenis vitamin

Deskripsi Vitamin Larut Lemak Vitamin Larut Air

Komponen C, H, O C, H, O, Cl, N, Co, S

Deposit Jaringan adiposa Bukan jaringan adiposa

Ekskresi Melalui Feses Melalui urine

Prekursor Ada Tidak ada, koenzim

Fungsi Menghasilkan energi Transfer energi

Sumber : DSM (2007)

Vitamin E termasuk vitamin larut lemak yang erat kaitannya dengan

metabolisme lemak, berfungsi sebagai antioksidan dalam pemecahan rantai asam

lemak, berperan dalam sistem kekebalan dan penuaan serta behubungan erat

dengan metabolisme mineral selenium. Selain sebagai proteksi dari peroksidasi

lemak, vitamin E berperan sebagai regulator sistem kekebalan tubuh di tingkat

sel dan suplemetasi vitamin E 100 mg/kg ransum dapat mempengaruhi sistem

kekebalan tubuh ketika berlangsung stres panas (Niu et al. 2009). Sahin et al.

(2002) melaporkan bahwa pemberian vitamin E 250 mg/kg ransum memperbaiki

performa ayam broiler dan menurunkan konsentrasi tryclicerida serta cholesterol

dalam plasma darah yang dipelihara dalam kondisi stres panas (32 oC). Rasio

(49)

23

kekebalan dalam melakukan phagocytosis meningkat dengan pemberian vitamin

E 30 kali dosis normal (10 mg/kg ransum) pada ayam broiler (Boa et al. 2000).

Selain vitamin E, antioksidan yang sangat diperlukan dalam proses

metabolisme adalah vitamin C. Vitamin C bisa disintesa oleh tubuh pada kondisi

normal dan hewan dewasa, fungsinya ialah sebagai antioksidan dalam berbagai

reaksi yang bisa merugikan tubuh, sintesa vitamin C dalam tubuh erat kaitannya

dengan level glukosa tubuh dan akan berkurang ketika terjadi stres. Mckee et al.

(1997) melaporkan bahwa pemberian vitamin C 150 mg/kg ransum

mempengaruhi sistem penyimpanan energi di dalam tubuh yang bisa digunakan

ketika asupan energi berkurang saat stres panas berlangsung. Vitamin C bisa

teroksidasi, terdegradasi oleh enzim, tereduksi oleh trace mineral dan rusak oleh

suhu pemanasan. Mekanisme kerja vitamin C sebagai antioksidan tampak pada

Gambar 7.

Gambar 7 Mekanisme kerja vitamin C sebagai antioksidan (Lehninger 2005)

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa mekanisme kerja vitamin C sebagai

antioksidan dibagi menjadi 3 tahap yaitu 1) selama oksidasi oleh asam askorbat,

sebuah radikal bebas disebut radikal asam semidehidroaskorbic dibentuk tetapi

memiliki paruh waktu yang pendek 2) Oksidasi senyawa radikal tersebut

membentuk asam dehidroaskorbic 3) asam dehidroaskorbik dapat dikurangi

(50)

24

Vitamin E dan vitamin C dapat melakukan sinergi dalam peranannya

sebagai antioksidan. Vitamin E yang terletak pada atau dekat dengan permukaan

membran dapat bereaksi dengan radikal peroxyl (LOO*), sebelum radikal

tersebut bereaksi dengan asam lemak pada membran sel atau komponen sel lain.

Vitamin E menghentikan reaksi pembentukan rantai, akan tetapi vitamin E

kurang efektif dalam menghentikan peroksidasi yang menghasilkan radikal

(*OH) atau radikal alkoxyl (RO*).

Vitamin E (dalam bentuk tereduksi) karena kereaktifan hydrogen fenolik

dan gugus karbon 6 hidroxyl dan kemampuan sistem cincin kromanol untuk

menstabilkan elektron tidak stabil, menyediakan hydrogen untuk reduksi radikal

peroxyl, sebagai berikut:

LOO* + EH --- > LOOH + E*

Vitamin E (EH) juga menyediakan hydrogen untuk mereduksi radikal lemak

yang terdapat senyawa karbon ditengahnya:

L*+ EH --- > LH + E•

E* mewakili vitamin E teroksidasi (juga disebut radikal alfa tokoferol atau

radikal alfa tokoperokxyl), proses ini disebut “mencari radikal bebas”. Proses ini

akan berhenti jika dua radikal bebas bersatu membentuk molekul yang bukan lagi

radikal bebas dan tidak dapat meneruskan reaksi.

Radikal tokoperoxyl yang dihasilkan dalam reaksi penghentian radikal

bebas harus direduksi untuk dapat digunakan kembali. Regenerasi menjadi

tokoperoxyl dari vitamin E tereduksi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Regenerasi vitamin E (α-tokoferol) (Gropper et al. 2009)

Gambar 8 menunjukkan bahwa regenersasi vitamin E membutuhkan agen

pereduksi, termasuk vitamin C (asam askorbat), gluthation tereduksi (GSH),

(51)

25

dapat bereaksi dengan radikal peroxyl untuk membentuk produk tidak aktif

seperti tokopherylquinon.

Puthpongsiriporn et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian vitamin E (65

IU/kg ransum) dan C (1000 ppm melalui air minum) pada ayam petelur yang

mengalami stres panas tidak mempengaruhi parameter produksi, tetapi

mempengaruhi level status imunitas, kandungan antioksidan dalam kuning telur

dan kandungan antioksidan pada plasma darah. Kombinasi pemberian vitamin E

(240 mg/kg ransum) dengan vitamin C (240 mg/kg ransum) pada puyuh masa

pertumbuhan dan produksi telur yang mengalami stres cekaman panas berpotensi

untuk memperbaiki performa produktivitas dan memperbaiki efek negatif dari

stres panas (Ipek et al. 2007). Pemberian vitamin E (60 mg/kg ransum) yang

dikombinasikan dengan vitamin C (60 mg/kg ransum) pada hewan kesayangan

yang sehat tidak berdampak banyak pada sistem kekebalan dan parameter

antioksidan tubuh (Hesta et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan

suplementasi vitamin E yang dikombinasikan vitamin C lebih optimal ketika

ternak dalam kondisi stres, baik yang diakibatkan oleh lingkungan atau dalam

tubuh ternak itu sendiri, hal ini disebabkan ketika stres ternak akan mengalami

gangguan sintesa vitamin C dalam tubuh dan tingginya radikal bebas dalam

tubuh yang dapat merusak membran sel dan jaringan tubuh.

Vitamin E salah satu pertahanan melawan kerusakan jaringan secara

oksidatif. Perlindungan lain termasuk vitamin C, gluthation, karotenoid dan

enzim yang membutuhkan sejumlah mineral mikro (besi, selenium, zinc, copper

dan mangan) untuk aktivasinya. Oleh sebab itu, terdapat hubungan yang erat

antara vitamin E dan C, karotenoid, mineral-mineral tersebut pada aktivitas

antioksidan. Vitamin E dan C tampak bekerja secara sinergis dalam menghambat

oksidasi. Hubungan antara vitamin E dan nutrisi lain yang berfungsi sebagai

(52)

26

Keterangan

EH = Vitamin E L* = Carbon-centered lipid radical

AH2 = Vitamin C RH = Organic nonlipid compound

SOD = Superoxide dismutase R* = Carbon-centered nonlipid radical GSH = Reduced gluthatione H2O2 = Hydrogen peroxide

GSSG = Oxidizeg gluthatione ROO* = Nonlipid peroxy radical O2 = Superoxide radical ROOH = Nonlipid peroxides

LOO* = Peroxy radical LOOH = Lippid peroxides LH = Unsaturated fatty acid

(53)

27

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2011,

bertempat di laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas dan kandang C Fakultas

Peternakan IPB, laboratorium Biokimia Pangan IPB, laboratorium kimia terpadu

PAU IPB serta laboratorium Mandapa, Bogor. Untuk proses pembuatan ransum

dilakukan di Putri Jaya Gunung Farm Bogor, sedangkan untuk uji kualitas fisik

ransum dilakukan di laboratorium Industri Pakan IPB.

Bahan dan Alat Ternak

Penelitian menggunakan DOC ayam broiler jantan strain Ross sebanyak 160

ekor berbobot rataan 42 gram dengan merk CP 707 (strain Ross) yang ditetaskan

pada tanggal 31 Oktober 2011 dari hatchery di Sukabumi.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan selama proses pemeliharaan ialah kandang

kelompok (pen) dengan ukuran 1 m x 1 m x 2 m yang berlokasi di laboratorium

lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Kandang ini dilengkapi dengan lampu 60

watt, tempat pakan dan air minum masing-masing berjumlah 1 buah disetiap pen.

Lantai kandang dialasi dengan sekam, dan dinding kandang terbuat dari kawat

yang memudahkan sirkulasi udara dan dilengkapi dengan penutup plastik (tirai)

yang dapat digunakan sewaktu hujan. Bentuk dan kandang penelitian dapat dilihat

pada Gambar 10.

(54)

28

Ransum

Selama satu minggu pertama ayam dipelihara menggunakan ransum broiler

starter komersial yang berasal dari PT Charoen Pokphand Indonesia (CP 611),

sedangkan untuk umur 8 – 33 hari ransum yang digunakan terdiri dari 2 jenis,

yaitu ransum berbasis karbohidrat (PC) dan ransum berbasis lemak (PL) sebagai

sumber energi dengan komposisi disajikan pada Tabel 2. Kedua ransum

penelitian ini dibedakan berdasarkan kandungan lemaknya.

Tabel 2 Komposisi ransum penelitian (umur 8 – 33 hari)

No Bahan C : karbohidrat L : lemak

0.8 g, Zn 2.4 g, Mn 2.8 g, Se 6 mg, I 60 mg. Didapatkan dari PT Trouw Nutrition Indonesia.

b

% BETN = 100 – kadar air – abu – serat kasar – lemak kasar – protein kasar

Proses pembuatan ransum meliputi proses penimbangan, pencampuran

(mixing), pemasakan dengan steam (conditioning), pencetakan pellet, pendinginan

(cooler), crumbling, proses pemisahan produk tepung dan crumble (sieving),

penimbangan dan pengemasan (Gambar 11) yang bekerja secara otomatis

(55)

29

pellet sebesar 500 kg per jam dan ukuran die mesin pellet sebesar 3 mm. Kedua

jenis ransum menggunakan kecepatan mesin pellet yang sama yaitu sebesar 400

rpm dan memiliki tekanan steam (uap) yang digunakan ketika proses conditioning

sebesar 3 kg/cm2.

Gambar 11 Proses produksi ransum di Putri Jaya Gunung Farm

Suplemen Vitamin E dan C

Suplemen vitamin E dalam bentuk tokoferol asetat dan vitamin C dalam

bentuk asam askorbat yang digunakan berasal dari PT Trouw Nutrition Indonesia.

Adapun acuan dalam pemberian vitamin C ialah sebesar 150 mg/kg ransum atau

setara dengan 60 mg/l air minum (Mckee et al. 1997) sedangkan untuk vitamin E

sebesar 100 mg/kg ransum atau setara dengan 8 mg/l air minum setelah dikurangi

kandungan yang ada dalam ransum (Niu et al. 2009). Jenis vitamin E dan vitamin

C yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis vitamin yang memiliki tingkat

kelarutan terbaik dan khusus diaplikasikan melalui air minum ternak. Adapun

kandungan vitamin E di dalam ransum sebesar 80 mg/kg dan vitamin C tidak

terkandung di dalam ransum.

Alat

Peralatan yang digunakan ialah kateter, tabung sampel darah, tabung sampel

darah EDTA, freezer, termohigrometer, pita ukur, timbangan, gelas ukur, pisau

bedah, penggaris, jangka sorong dan termos es (pendingin).

Penimbangan bahan baku

Pencampuran bahan-bahan

Conditioning

Pelleting

Coolling

Pengemasan

(56)

30

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi :

1. Tahap Persiapan

Vitamin C memiliki stabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan

vitamin E (Coelho 1994), terutama ketika berhubungan dengan mikro mineral. Air

mengandung makro mineral dan mikro mineral yang bisa mempengaruhi stabilitas

vitamin setelah dilarutkan didalam air minum (kemasan isi ulang). Untuk itu uji

stabilitas vitamin C setelah dilarutkan didalam air minum dilakukan pada 0, 1, 2

dan 3 jam menggunakan metode HPLC pada panjang gelombang 243 nm (The

European Pharmacopoeia 2005) pada suhu 25 0C

Pada minggu pertama (umur : 0 – 7 hari) penelitian ini menggunakan

ransum crumble starter komersial yang dipelihara menggunakan pemanas buatan

secara berkelompok, pemberian ransum dan air minum ad libitum. Hal ini perlu

dilakukan mengingat pada minggu pertama kemampuan ayam dalam mencerna

lemak belum optimal yang disebabkan masih berkembangnya saluran pencernaan

terutama hati dan kantung empedu. Kemudian pada umur 7 hari dilakukan

penimbangan secara individu dan dilakukan pengacakan serta pengelompokan

sesuai dengan perlakuan yang diujikan

2. Tahap Pemeliharaan Ayam (perlakuan)

Penelitian ini dilangsungkan selama 21 hari dimulai pada ayam berumur 8

hari sampai dengan 28 hari, dibagi menjadi 4 perlakuan, 4 ulangan dan berjumlah

10 ekor setiap ulangan. Ransum perlakuan yang diberikan (Tabel 2) mengacu

pada kebutuhan Ross (2009) berbentuk crumble untuk ayam berumur 8 – 18 hari

dan berbentuk pellet (ukuran 3 mm) untuk ayam berumur 19 – 28 hari. Aktivitas

harian dimulai dengan membuka tirai penutup kandang dipagi hari agar sirkulasi

udara di dalam kandang menjadi lebih baik dan sehat untuk ayam.

Ransum penelitian diberikan 2 kali sehari, pagi sebanyak 40% dimulai pada

jam 06.30 WIB setelah kandang, perlengkapan ransum dan tempat air minum

dibersihkan, kemudian sebanyak 60% pada jam 16.00 WIB. Untuk perlakuan

pemberian vitamin melalui air minum (berasal dari galon isi ulang) dilakukan

Gambar

Gambar 2 Hubungan lingkungan dengan produksi ternak (Hafez 1968)
Gambar 4 Proses biosintesis kolesterol dalam 4 tahap (Lehninger 2004)
Tabel 1 Pengelompokkan jenis vitamin
Gambar 7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang diterapkan Pesantren mahasiswa Al Hikam untuk mempersiapkan sumber daya manusianya dalam memasuki kehidupan masyarakat, strategi Pesantren mahasiswa Al Hikam

Dalam produk pembiayaan pada bank Syariah, khususnya pada bank BTN Syariah, yang menggunakan akad istishnâ’ adalah penerapan berupa produk pembiayaan KPR (

Dengan pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif diharapkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran sejarah akan lebih mudah dan berhasil disampaikan karena p

[r]

Dalam penggunaannya sehari-hari, masyarakat cenderung untuk memilih cara pengolahan yang praktis sehingga dapat dikonsumsi dengan cepat, salah satu contohnya adalah

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.... i

Appendix VII : Tabulation Score Obtained from Pre test Appendix VIII : Tabulation score Obtained from Post test Appendix IX : Tabulation Mean of Experimental Group Appendix X

Dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan industri pengolahan jagung di Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban, digunakan alat analisis