• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKRIMINAN FISHER, WALD-ANDERSON, DAN JARAK MINIMUM MAHALANOBIS

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia

Ayam merupakan jenis unggas dan diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordota, subphylum Vertebrata, kelas Aves, ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus, spesies Gallus gallus (Rose, 1997). Ayam lokal Indonesia atau dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras) merupakan komoditas yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia khususnya di pedesaan. Ayam yang telah mempunyai nama dan ciri tersendiri disebut ayam lokal spesifik, yang dipelihara untuk tujuan produksi daging, telur, atau merupakan hewan kesayangan dengan manfaat antara lain sebagai penghias halaman, aduan, keperluan ritual atau sebagai pemberi kesenangan melalui suara kokok yang merdu (Sunarto et al., 2004). Beberapa keunggulan lain dari ayam lokal yaitu mempunyai kemampuan bertahan dan berkembang biak dengan baik, meskipun kondisi kualitas pakan yang rendah serta tahan terhadap beberapa penyakit. Ayam lokal perlu dipertahankan melalui pemurnian dan pemanfaatan secara optimal sebagai penyedia protein hewani (Sulandari et al., 2007).

Ayam lokal mempunyai keanekaragaman sifat genetik yang dimunculkan dalam penampilan fenotipe, seperti warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, jengger, bulu penutup, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksinya (Sidadolog, 2006). Keanekaragaman dapat dimunculkan secara evolusi maupun revolusi, akibat dari sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi. Faktor lingkungan yang menekan juga merupakan faktor yang sangat menentukan, karena ada upaya untuk mempertahankan diri melalui proses adaptasi. Proses adaptasi yang berlangsung lama dapat memunculkan sifat dan penampilan baru dan kemudian dapat diwariskan secara genetik dari generasi ke generasi (Noor, 2000).

Ayam Ketawa

Kawasan Sidrap (Sidenreng Rappang) di Sulawesi Selatan memiliki satu potensi unggulan di bidang perunggasan yang belum dibudidayakan secara maksimal. Terdapat satu jenis ayam yakni ayam Ketawa, dengan ciri khas suara

karena kokok yang dihasilkan tergagap-gagap. Menurut kepercayaan masyarakat Bugis, ayam ini dipercaya dapat membawa keberuntungan. Maka tidak heran, bila saat ini harga jual ayam ketawa dapat mencapai hingga puluhan juta rupiah. Ayam ini berukuran sedang bahkan kecil, tetapi lebih besar dari ayam Kate (Sartika dan Iskandar, 2006). Warna baku ayam ketawa yang digemari orang Bugis meliputi Bakka, Lappung, Ceppaga, Kooro, Ijo Buata dan Bori Tase. Penampakan fisik ayam Ketawa dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

(a) (b) Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (a) dan Ayam Ketawa Betina (b) Ayam Pelung

Ayam Pelung tumbuh pesat dan berkokok dengan suara besar, panjang, dan berirama. Masyarakat bertujuan memelihara ayam pelung dengan tujuan sebagai ayam hias. Noerdjito et al. (1979) menyatakan bahwa pendayagunaan ayam Pelung sebagai penghasil daging belum dimanfaatkan secara optimal, pemeliharaan ditujukan untuk memperoleh ayam Pelung jantan penyanyi. Performa fisik ayam Pelung besar, tegap dan jika berdiri tegak, tembolok akan tampak menonjol. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 5,4 kg dan bobot pada betina dapat mencapai 4,5 kg (Sulandri et al., 2007). Ayam Pelung memiliki kaki panjang, kuat dengan proporsi daging paha yang tebal. Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa sebagian besar ayam Pelung betina dewasa memiliki warna bulu yang hitam (61%), berwarna bulu coklat kehitaman (20%) dan kuning gambir (19%). Ayam Pelung jantan dewasa memiliki bulu berwarna hitam dan merah (100%). Ayam Pelung yang bagus mampu berkokok dengan leher tegak agar suaranya tinggi dan terdengar sampai jauh. Penampakan fisik ayam Pelung disajikan pada Gambar 2.

(a) (b) Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 2. Ayam Pelung Jantan (a) dan Ayam Pelung Betina(b) Ayam Kampung

Ayam Kampung merupakan ayam strain asli Indonesia yang banyak dipelihara masyarakat, karena kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang sangat baik. Manfaat dan keunggulan ayam Kampung ini adalah sebagai produsen daging dan telur. Produksi rataan telur per induk selama satu tahun sebanyak 146 butir dengan sistem pemeliharaan intensif (Sulandari et al., 2007). Potensi tersebut tetap ada meskipun fakta yang beredar di masyarakat adalah ayam dipelihara dengan sistem ekstensif, yaitu ternak diumbar saat siang hari dan hanya diberi pakan pada pagi dan sore hari. Secara umum, ayam Kampung bertubuh ramping dengan kaki panjang serta warna bulu yang beragam. Bobot badan pada jantan mencapai 1,5-1,8 kg dan pada betina sekitar 1,0-1,4 kg (Sulandari et al., 2007). Penampakan fisik ayam Kampung disajikan pada Gambar 3 dibawah ini.

(a) (b) Sumber: Koleksi Pribadi

Morfologi dan Ukuran-Ukuran Tubuh Ayam

Pertumbuhan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi sangat kompleks dalam tubuh makhluk hidup dan bersifat spesifik. Pertumbuhan pada hewan muda meliputi proses tumbuh maupun peningkatan ukuran dan jumlah sel tubuh. Herren (2000) menyatakan bahwa secara umum pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran atau volume bahan atau zat hidup. Lebih lanjut Herren (2000) menyatakan bahwa semua organ tubuh ternak akan dibentuk pada pertumbuhan prenatal (sebelum ternak lahir), sedangkan peningkatan dari ukuran dan sistem dewasa tubuh serta perkembangan terjadi pada pertumbuhan posnatal (setelah ternak lahir). Selama periode pertumbuhan pre dan posnatal, sel-sel meningkat dalam ukuran (hypertrophy) ataupun jumlah (hyperplasia).

Herren (2000) menyatakan bahwa ternak mengalami pertumbuhan secara cepat dari waktu ternak tersebut dilahirkan sampai dengan mencapai dewasa kelamin. Pada periode tersebut, ternak memulai suatu tahap pertumbuhan yang cepat ketika jaringan tulang dan otot tumbuh. Selama fase ini, ternak mencapai laju pertumbuhan dan efisiensi pakan terbaik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah ternak mencapai dewasa kelamin, pertumbuhan tetap berlanjut, meskipun kecepatan pertumbuhan lebih lambat sampai dengan pertumbuhan dari otot dan tulang berhenti. Ukuran dari seekor ternak sebagian besar tergantung pada ukuran dan jumlah dari tulang dan otot. Lawrence dan Fowler (1997) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang dapat dibagi ke dalam faktor exogenous (pakan) dan faktor endogenous (kebanyakan oleh faktor hormonal). Pertumbuhan tulang lebih banyak diatur oleh faktor genetik, disamping sirkulasi hormon, vitamin A dan D (Rose, 1997). Testosteron sebagai steroid dari androgen mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan dengan ternak betina. Hormon testosteron dengan dosis rendah akan meningkatkan pelebaran dari epiphysis tulang dan membantu hormon pertumbuhan, sedangkan hormon estrogen berpengaruh sebagai penghambat pertumbuhan kerangka (Herren, 2000).

Rataan pertumbuhan tulang pada unggas cenderung mengalami kenaikan pada umur 4-12 minggu kemudian mulai umur 12-20 minggu laju pertumbuhan tulang mengalami penurunan (Jull, 1979). Setelah unggas mencapai dewasa tubuh, sangat sedikit perubahan yang terjadi pada tulang bahkan dapat tidak mengalami

pertumbuhan sehingga pengukuran panjang maupun lingkar pada tulang dapat memberikan hasil yang lebih akurat untuk mengetahui ukuran tubuh jika dibandingkan dengan bobot badan (Hutt, 1949).

Dalton (1981) menyatakan bahwa nilai heritabilitas (daya waris) dari ukuran- ukuran tubuh ayam yaitu panjang tarsometatarsus (0,40-0,55), lebar dan lingkar dada (0,15-0,35) dan panjang tulang sternum (0,30-0,57). Heritabilitas ini berhubungan dengan proporsi yang dapat diwariskan pada generasi selanjutnya dari keragaman fenotipik yang dikontrol oleh gen (Noor, 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, heritabilitas ukuran-ukuran tubuh mempunyai peranan penting terutama dalam seleksi. Lebih lanjut, Noor (2000) menyatakan bahwa seleksi merupakan proses membiarkan individu-individu yang memiliki gen-gen terbaik untuk bereproduksi sedangkan ternak lain tidak diberikan kesempatan bereproduksi sehingga menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat yang diinginkan. Falconer dan Mackay (1996) menyatakan bahwa seleksi merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah frekuensi gen secara systematic processes. Noor (2000) menambahkan bahwa seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan.

Morfometrik

Morfo menunjukkan perbedaan bentuk spesies dalam suatu populasi (Campbell dan Lack, 1985). Morfometrik dapat diartikan sebagai suatu cara yang mencakup pengukuran bentuk atau suatu cara pengukuran yang memungkinkan sesuatu untuk diuji. Menurut Hutt (1949), sifat kuantitatif dapat digunakan untuk menentukan morfologi dan kemurnian suatu bangsa ayam. Sehubungan dengan hal tersebut, Ishii et al. (1996) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk tubuh ternak digunakan untuk menentukan pertumbuhan baku dan menilik ternak. Ukuran-ukuran tubuh dapat juga digunakan untuk mengetahui morfogenetik dari jenis ternak tertentu dalam populasi yang tersebar luas antar wilayah atau negara. Hasil yang didapat akan menggambarkan hubungan morfogenetik dan memberikan gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas bangsa ternak tertentu (Mulliadi, 1996).

Sifat kuantitatif berperan penting dalam bidang peternakan terutama yang terkait dengan sifat produksi. Penampilan sifat-sifat kuantitatif ini dipengaruhi oleh

(Campbell dan Lasley, 1985). Hutt (1949) menyatakan bahwa beberapa sifat kuantitatif yang terpenting adalah bobot badan, panjang tulang femur, panjang tulang tibia, tulang tarsometatarsus, lingkar tarsometatarsus, panjang jari ketiga, panjang sayap, panjang maxilla, dan tinggi jengger. Beberapa sifat yang berhubungan dengan produktivitas unggas yaitu panjang tarsometatarsus (betis), lingkar metatarsus, lingkar dada, panjang paha dan dada (Hutt, 1949). Skeleton ayam yang dibentuk oleh tulang merupakan struktur hidup dengan fungsi utama sebagai pelindung tubuh, memberikan kekerasan dan bentuk pada tubuh, berperan sebagai pengungkit, tempat cadangan mineral dan memberikan fasilitas tempat untuk pembentukan darah (Frandson, 1992). Ukuran kerangka ayam bagi peternak merupakan indikator produksi ternak karena dapat menentukan produktivitas antara lain untuk menduga bobot ayam yang akan dihasilkan.

Ukuran tulang paha, betis dan tarsometatarsus serta perbandingan antara panjang dengan lingkar tarsometatarsus menunjukkan nilai-nilai yang efektif untuk pendugaan konformasi tubuh (Nishida et al., 1980). Lebih lanjut Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa bentuk tubuh ayam dipengaruhi oleh tinggi jengger, panjang sayap, panjang femur dan panjang tibia. Ukuran linear permukaan tubuh ayam Pelung dan Kampung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ukuran Linear Permukaan Tubuh Ayam Pelung dan Ayam Kampung

Variabel Ayam Pelung Ayam Kampung

♂ ♀ ♂ ♀ Panjang Femur 150,38±17,2a 130,24±15,1a 102,29±6,45b 83,48±3,79b Panjang Tibia 180,10±13,6a 151,30±12,5a 152,95±10,24b 123,14±5,92b Panjang Tarsometatarsus 127,30±19,9 a 100,00±12,5a 110,04±9,11b 85,81±4,52b Lingkar Tarsometatarsus 63,80±6,3a 49,40±6,2a 53,92±7,44b 39,64±3,02b

Panjang Jari Ketiga - - 64,27±5,93b 52,64±5,16b

Panjang Sayap 260,72±1,48a 229,00±7,1a 234,79±15,10b 192,14±11,61b

Panjang Maxilla 41,08±5,80a 37,52±5,38a 35,99±3,65b 31,70±1,86b

Tinggi Jengger 69,77±12,86a 27,90±9,23a 49,45±19,40b 16,84±10,09b

Panjang Sternum - - 130,76±10,31b 105,24±8,08b

Keterangan :♂ = jantan; ♀ = betina

Tulang Femur. Tulang femur (stylopodium) adalah tulang kuat yang berbentuk pipa. Pada posisi berdiri, tulang femur ini miring secara kraniodistal dan lateral. McLelland (1990) menyatakan bahwa tulang femur merupakan tulang yang terdapat antara tulang pelvis pada bagian atas dan tulang tibia pada bagian bawah. Bagian ujung distal dari femur miring secara kraniolateral yang membawa banyak anggota badan bagian belakang mendekat ke pusat gravitasi tubuh.

Tulang Tibia. Bagian anggota badan sering kali didasarkan sebagai drumstick dan terdiri atas seperti balutan, fibula dan tibia yang tergabung dengan baris proksimal dari tulang tarsal ke bentuk tibiotarsus (McLelland, 1990). Tulang tibia adalah tulang yang kuat, berbentuk pipa dengan ujung distal yang mana baris proksimalnya dari tulang tarsal (ossa tarsalia) (Nickel et al., 1977).

Tulang Tarsometatarsus. Pembentukan tulang metatarsus pada unggas sampai dengan sempurna relatif lebih cepat pada betina yaitu 139 hari tetapi lebih lambat pada jantan yaitu 195 hari (Hutt, 1949). McLelland dan King (1975) menyatakan bahwa tulang tarsometatarsus sebagai tulang campuran yang dibentuk dari gabungan baris distal dari tulang tarsal ke tiga tulang metatarsal (digit II, III, dan IV) (McLelland, 1990). Pada jantan dan juga beberapa betina, sebuah tulang mata-taji tumbuh dari bagian distal dari permukaan tengah tarsometatarsus. Nickel et al. (1977) menyatakan bahwa tulang tarsometatarsus (ossa cruris), zeugopodium terdiri atas tibia dan fibula dan merupakan hasil gabungan dari tulang metatarsal II, III, dan IV dan baris distal dari tulang tarsal dengan ujung proksimal menunjang dua permukaan artikular konkaf yang dipisahkan oleh protruberance. Tarsometatarsus dan sebagian besar dari kaki ditutupi sisik yang bervariasi warnanya. Warna kuning pada tarsometatarsus ditemukan mengandung pigmen karotenoid dalam epidermisnya ketika pigmen melanik tidak ada (North dan Bell, 1990).

Tulang Digit. Menurut McLelland dan King (1975); McLelland (1990), pada kebanyakan burung termasuk ayam lokal memiliki digit I sampai IV (dengan jumlah tulang jari sebanyak dua, tiga, empat dan lima). Jari pertama secara tepat berada paling belakang. Tulang ini memperlihatkan suatu variasi yang baik dalam struktur. Posisi dari jari-jari menyatakan kepentingan dalam taksonomi yang dihubungkan dengan posisi burung saat bertengger ataupun tidak bertengger.

Tulang Sayap. Nickel et al. (1977) menyatakan bahwa skeleton sayap burung terdiri atas: 1) stylopodium yang terdiri atas tulang lengan atas atau humerus; 2) zeugopodium yang terdiri atas radius dan ulna; 3) autopodium, yang dibuat dari basipodium yang terdiri atas pergelangan atau carpus, metapodium (metacarpus) dan acropodium (jari-jari atau digiti). Humerus adalah tulang yang kuat, bersifat pneumatik dan tulang berbentuk pipa (Nickel et al., 1977). McLelland (1990) menambahkan bahwa pergerakan yang terjadi pada tulang ini termasuk elevasi, depresi, protraksi dan retraksi. Elevasi adalah gerakan mengangkat atau menaikkan bahu sebesar 45°,sedangkan depresi adalah gerakan menurunkan atau menggerakkan bahu ke bawah sebesar 70°, protraksi adalah gerakan menggerakkan bahu ke anterior sebesar 30° dan retraksi adalah gerakan menarik bahu ke posterior sebesar 30°. Tulang lengan depan (ossa antebrachii) terdiri atas ulna dan radius yang kecil. Kedua tulang ini adalah tulang dengan panjang yang hampir sama dan dipisahkan oleh lebar spatium interosseum, serta tampak mirip satu sama lain (Nickel et al., 1977). Secara umum, tulang ulna mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan radius (McLelland dan King, 1975). Kedua tulang ini menjadi seperti busur sepanjang ukuran panjang sehingga hal ini memberikan perlindungan melawan paksaan pembengkokan pada saat terbang dari sayap dan ulna-radius beratrikulasi dengan tulang karpal ulnar dan radial (McLelland, 1990).

Tulang Maxilla. Maxilla (ossa maxillaria) merupakan tulang kecil dan terbentuk dari tepi kaudal dari paruh bagian atas dan juga bagian dari tulang langit-langit mulut. Tulang maxilla ini tergabung dengan tulang nasal dan premaxillary dengan palatine dan tulang zygomatic (Nickel et al., 1977).

Jengger. Semua bangsa ayam mempunyai jengger walaupun beberapa jengger berukuran kecil. Bagian subcuties jengger mengandung banyak pembuluh darah dan bagian corium merupakan sebuah jaringan komplek yang terdiri atas kapiler darah (Nickel et al., 1977). Warna merah pada jengger dihubungkan pada darah di bawah sinus kapiler, sedangkan untuk beberapa ayam yang mempunyai jengger berwarna hitam lebih berhubungan dan pigmen melanin (Lucas dan Stettenheim, 1972). Hutt (1949) menyatakan bahwa sejak domestikasi dari tetua unggas lokal modern, secara jelas ditemukan sejumlah mutasi yang mempengaruhi jengger dan menghasilkan bentuk jengger rose, pea, walnut, trifid, duplex, atau V dan side sprigs. Hal ini juga

dinyatakan Lucas dan Stettenheim (1972) yang mendukung bahwa terdapat beberapa modifikasi dari jengger yang telah berkembang dalam proses domestikasi seperti buttercup, V-shaped, pea, rose, silkie, strawberry dan cushion. Jengger tunggal (single comb) dibagi menjadi empat bagian yaitu pangkal, tubuh, ujung dan bilah. Jengger pea adalah jengger dengan tampilan rangkap tiga atau tiga jengger tunggal yang ukuran tingginya lebih rendah dibandingkan dengan single comb atau buttercup comb. Hutt (1949) menyatakan bahwa P merupakan gen tipe jengger pea. Noor (2000) menyatakan bahwa bentuk jengger tunggal (single comb) dikontrol oleh sepasang alel yang resesif (rr). Jengger rose merupakan elaborasi lebih lanjut tipe pea comb dari pangkalnya (Lucas dan Stettenheim, 1972). Lebih lanjut Hutt (1949) menyatakan bahwa kondisi jengger ini disebabkan oleh gen dominan R.

Tulang Dada (Sternum). Sternum atau tulang dada adalah tulang yang luas, secara dorsal konkaf dan secara ventral konveks, tulang dengan bentuk pipih yang membentuk suatu perlindungan ventral untuk lebih atau setengah dari rongga tubuh. Bentuk dan ukuran tulang dada berhubungan dengan otot terbang utama (Nickel et al., 1977).

Analisis Diskriminan

Analisis diskriminan dapat digunakan untuk mengetahui peubah-peubah pembeda yang dapat membedakan kelompok-kelompok populasi dan digunakan sebagai kriteria pengelompokan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan perhitungan statistik terhadap kelompok yang terlebih dahulu diketahui secara jelas dan mantap pengelompokannya (Gaspersz, 1992). Analisis ini dapat mengetahui peubah fenotipik morfometrik yang menunjukkan penciri bangsa yang disebutkan sebagai peubah pembeda. Lebih lanjut Gaspersz (1992) menyatakan bahwa metode fungsi diskriminan pada awalnya dikembangkan oleh Ronald A. Fisher pada tahun 1936 sehingga fungsi diskriminan yang dibangun itu sering pula disebut sebagai fungsi diskriminan linier Fisher. Fungsi linier tertentu atau fungsi diskriminan merupakan fungsi pembeda (pemisah) terbaik bagi dua atau lebih populasi yang telah diukur dalam beberapa karakter.

Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan salah satu teknik yang penting dalam analisis banyak peubah (multivariate analysis).

asumsi bahwa beberapa kelompok mempunyai matriks peragam yang sama dan menggunakan sebaran normal ganda. Analisis ini merupakan suatu metodologi statistik yang berhubungan dengan data yang mana dua atau lebih peubah diukur dari tiap objek atau individu. Secara umum, analisis diskriminan memusatkan pada hubungan yang terjadi diantara peubah (variables-directed techniques) dan di antara individu (individual-directed techniques). Afifi dan Clark (1996) menyatakan bahwa teknik analisis diskriminan digunakan untuk menggolongkan individu-individu ke dalam satu dari dua atau lebih alternatif kelompok (populasi) berdasarkan pengukuran-pengukuran yang telah ditetapkan. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi peubah yang berkontribusi untuk membuat suatu penggolongan. Lebih lanjut Mangku (1993) menyatakan bahwa analisis diskriminan ini dapat memberikan suatu eksistensi berbagai kelompok dari individu-individu sehingga dapat diketahui cara terbaik untuk memaparkan perbedaan antara kelompok (discriminant problems) dan suatu cara untuk menentukan individu-individu baru ke dalam satu kelompok yang ada (classification problem).

Interaksi Genetik dan Lingkungan

Interaksi genetik dan lingkungan biasa dievaluasi sebagai perubahan relatif pada performa dua atau lebih genetik dalam dua atau lebih lingkungan. Mathur (2003) menyatakan perlu dilakukan pendugaan seberapa besar interaksi untuk dapat mengevaluasi signifikansi biologis dan aturan dalam program seleksi. Besarnya interaksi genetik dan lingkungan tergantung pada penciri, genetik dan lingkungan. Interaksi genetik dan lingkungan secara umum lebih tinggi pada beberapa sifat dengan heritabilitas tinggi, yaitu reproduksi dan efisiensi pakan; tetapi lebih rendah pada sifat dengan heritabilitas tinggi yang lain, yaitu pertumbuhan dan ukuran tubuh. Efek yang tidak menguntungkan karena ada pengaruh interaksi genetik dan lingkungan pada genetik yang diinginkan dapat diatasi dengan cara penyesuaian manajemen pemeliharaan. Namun dalam banyak kasus penyesuaian tersebut tidak berhasil sesuai yang diharapkan bahkan bisa menambah biaya dan tidak efektif. Tiga hal penting perlu dipertimbangkan dalam interaksi genetik dan lingkungan yaitu, pilihan bangsa atau garis keturunan yang baik, seleksi untuk perbaikan lebih lanjut, perbaikan lebih lanjut dalam genotip terpilih seperti ukuran tubuh atau penggunaan gen utama.

MATERI DAN METODE

Dokumen terkait