• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya berbeda. Karangan bunga kelapa sawit berbentuk bulir majemuk (compound spike), atau tongkol (spadix) yang terdiri atas tangkai (pedunculus) yang panjangnya 30-45 cm dan disambung dengan sebuah sumbu (rachis). Dari sumbu tumbuh sejumlah karangan bunga (spikelet). Menurut jenis kelaminnya terdapat karangan bunga jantan dan karangan bunga betina, tetapi selain itu terdapat juga yang hermafrodit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).Bunga jantan dan betina mekar pada waktu yang berbeda sehingga hampir selalu terjadi penyerbukan antar tumbuhan atau penyerbukan silang (Lubis, 2008)

Karangan bunga jantan anak karangnya berbentuk silindris, panjangnya 10-20 cm. Dari tiap anak karangan muncul bunga jantan yang jumlahnya berkisar antara 700-1200. Bagian yang terpenting dari bunga jantan adalah kantong sari (anthera), organ yang berisikan serbuk sari. Jumlah serbuk sari yang dihasilkan dari tiap karangan bunga dapat dihasilkan 25-50 gr serbuk sari. Masa bunga jantan mekar (anthesis) dapat berlangsung selama 4-5 hari (Tandon et al., 2001; Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Bentuk bunga betina bulat memanjang atau bulat telur. Ukuran panjang bunga betina dapat mencapai 15 mm sedangkan lebarnya hingga 8 mm. Pada saat bunga betina mekar, muncul kepala putiknya yang berjumlah 3. Tandan bunga betina yang reseptif adalah kepala putik sudah terbuka, warna putik

kemerah-merahan dan berlendir (Siregar, 2009). Masa bunga betina mekar (reseptif) dapat berlangsung selama 3 hari(Tandon et al., 2001; Siregar, 2009).

Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae)

Seekor kumbang betina E. kamerunicusselama hidupnya dapat menghasilkan telur rata-rata 57,64 butir yang diletakan pada bunga jantan kelapa sawit selama ± 60 hari masa hidupnya (Tuo et al., 2011a).Telur diletakan ke dalam lubang pada bagian luar tangkai sari bunga jantan yang mekar (anthesis). Telur berwarna keputih-putihan, berbentuk lonjong dan kulitnya licin. Ukuran panjang telur 0,65 mm dan lebar 0,4 mm. Pada umumnya telur menetas 2-3 hari setelah diletakan (Syed, 1982; Meliala, 2008).

Larva terdiri dari tiga instar. Larva instar pertama berwarna putih kekuningan berada disekitar peletakan telur pada bunga jantan kelapa sawit. Setelah 1-2 hari, larva menjadi instar kedua yang kemudian pindah ke pangkal bunga jantan yang sama. Sebelum semua bagian dari bunga habis dimakan (selama 1-2 hari), larva menjadi instar ketiga yang memakan pangkal tangkai sari sampai tinggal bagian atasnya saja (5-7 hari). Lama stadium seluruhnya berkisar 9-11 hari (Syed, 1982; Tuo et al., 2011a). Morfologi stadia larva yaitu memiliki kepala, tungkai, dan alat mulut (menggigit dan mengunyah) serta berukuran panjang sekitar 1-3,5 mm dan lebar 1 mm (Herlinda et al., 2006).

Sekitar satu hari sebelum terbentuknya pupa, larva instar ketiga menjadi tidak aktif. Periode pupa berlangsung dalam waktu 2-6 hari. Warna pupa terang dengan sayap yang mulai terbentuk dan berwarna putih (Syed, 1982; Meliala, 2008). Setelah beberapa hari berubah menjadi warna kuning kecoklatan dan memiliki ukurandengan panjang 3 mm dan lebar 1,5(Herlinda et al., 2006).

Kumbang jantan dan betina E. kamerunicusdapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, panjang moncong, benjolan dan bulu pada elitra. Kumbang jantan memiliki ukuran tubuh 3-4 mm, moncong lebih pendek, 2 benjolan pada pangkal elitra (sayap) dan bulu yang lebih banyak pada elitra. Sedangkan kumbang betina memiliki ukuran tubuh 2-3 mm, moncong lebih panjang, tidak ada benjolan pada elitra dan bulu pada elitra lebih sedikit (Prasetyo dan Susanto, 2012a).

Persentase keturunan betina yang dihasilkan oleh seekor kumbang E. kamerunicus lebih banyak (53,5%) dibandingkan keturunan jantan (46,4%) (Herlinda et al., 2006). Setelah kumbang E. kamerunicus menjadi dewasa, kumbang betina memiliki masa hidup lebih lama dibanding kumbang jantan yaitu 31-32 hari, sedangkan kumbang jantan 27-28 hari (Tuo et al., 2011a).

Peran Elaeidobius kamerunicus dalam Meningkatkan Fruit Set

Kumbang E. kamerunicus lebih menyukai bunga kelapa sawit sebagai tempat tinggal dan berkembangbiak (oviposisi). Berdasarkan hasil penelitian Adaigbe et al. (2011) diperoleh bahwa kumbang betina lebih menyukai bunga kelapa sawit sebagai tempat meletakan telur dari pada tanaman palma lainnya.

SpesiesE. kamerunicusdapat membawa lebih banyak serbuk sari dari kualitas yang sangat baik jika dibandingkan dengan tiga jenis spesies lain (E. plagiatus, E. subvitattus dan Microporum spp.)yaitu 317 butir/individu dengan tingkat perkecambahan 92,7%. Sehingga E. kamerunicusadalah spesies serangga

penyerbuk kelapa sawit terbaik yang dapat meningkatkan nilai fruitset (Kouakouet al., 2014). Fruit set (tatanan buah) adalah istilah yang sering

digunakan dalam bidang kelapa sawit untuk menggambarkan perbandingan/rasio buah yang jadi (hasil dari penyerbukan) terhadap keseluruhan buah pada satu

tandan termasuk buah yang partenokarpi atau buah mantel (Prasetyo dan Susanto, 2012a). Keberadaan kumbang E. kamerunicus yang membawa serbuk sari dengan viabilitas > 60% mampu meningkatkan fruit set kelapa sawit sebesar 15,04-21,05% (Prasetyo dan Susanto, 2013). Semakin tinggi nilai fruit set kelapa sawit maka rerata berat tandan akan semakin berat.

Kegiatan penyerbukan buatan (assisted pollination) yang membutuhkan biaya yang relatif murah dan mudah dalam aplikasinya untuk meningkatkan fruit set pada suatu kebun adalah teknik hatch & carry yaitu sistem penangkaranE. kamerunicusyang disertai dengan penyemprotan serbuk sari pada tubuh kumbang tersebut (Prasetyo et al., 2012). Aplikasi teknik hatch & carrybisa dihentikan jika populasi kumbang E. kamerunicusdan ketersediaan bunga jantan anthesis sudah cukup. Normalnya, di daerah Sumatera Utara, untuk membentuk nilai fruit set kelapa sawit ˃ 75% diperlukan populasi kumbang diatas 20.000 ekor/ha dan ketersediaan bunga jantan anthesis minimal 3 tandan bunga/ha (Prasetyo dan Susanto, 2012a).

Kairomon

Penyerbukan E. kamerunicuspada kelapa sawit disebabkan oleh metabolit sekunder yang menguap (volatile)yang dihasilkan oleh bunga dan diketahui sebagai kairomon.Jenis dan kandungan volatil padasetiap tahap perbungaan adalah sebagai berikut:bunga sawit jantan dengan tingkatkemekaran 25 dan 50% melepaskan volatil asam undekanoat, asam palmitat, estragole, asam 2-Noninoat dan 1-dodesin; tingkat kemekaran 75 dan 100% menghasilkan asampalmitat, asam chloroacetic 4tetra decyl ester,estragol, dan 1-dodesin. Bunga betina sawit dengan tingkat kemekaran 25, 50, 75,dan 100% mensintesis senyawa volatil yang sama

yaituasam chloroacetic 4 tetra decyl ester, asam palmitat, farnesol dan squalen(Anggraeni et al., 2013).

Preferensi E. kamerunicus menyukai bunga jantan kelapa sawit pada tingkat kemekaran 100% dan tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pemilihan bunga betina. Ketertarikanserangga penyerbuk terhadap bunga jantan mekar 100% berhubungan dengan hasilanalisis jenis dan konsentrasi senyawa volatil pada setiap tingkat kemekaran bunga.Bunga jantan dengan tingkat kemekaran 100% memiliki komposisi kompleks, selainitu juga memiliki konsentrasi senyawa volatil yang tinggi (Rahayu, 2009).

Bunga jantan kelapa sawit selalu mekar lebih awal dari pada bunga betina. Selama periode ini, populasi E. kamerunicus mencapai puncak tertinggi di bunga jantan. Tampaknya E. kamerunicus tertarik pada senyawa estragol yang menguap ketika bunga jantan mekar.E. kamerunicus juga memberikan respon positif pada senyawa 1-dodesin tetapi kurang menyukai asam undekanoat dan asam 2-Noninoat (Anggraeni et al., 2013).

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Populasi

Elaeidobius kamerunicus

Populasi E. kamerunicus dapat menurun akibat sejumlah musuh alami yang berupa predator, parasitoid dan entomopatogen. Jenis parasitoid yang ditemukan pada pemeliharaan larva dan pupa E. kamerunicusberasal dari ordo Diptera dengan famili Tachinidae, sedangkan jamur entomopatogen yang terdapat pada imago E. kamerunicus yaitu Metarhizium anisopliae(Sitepu, 2008). Predator yang telah dilaporkan memangsaE. kamerunicusmeliputi telur, larva, kepompong, dan imago adalah tikus, semut, dan berbagai jenis laba-laba predator (Prasetyo dan Susanto, 2012a). Tetapi semut rang-rang (Oecophylla smaragdina) yang

merupakan predator pada hama kelapa sawit (Pteroma pendula)tidak menyerang ataumengganggu populasi E. kamerunicus (Pierre dan Idris, 2013).

Pemakaian insektisida dan bioinsektisida yang tidak hati-hati dapat menurunkan populasi serangga penyerbuk sehingga akan mengganggu terlaksananya penyerbukan.Penyemprotan insektisida bahan aktif permetrin pada agrosistem kelapa sawit tidak hanya menurunkan populasi ulat api Thosea sp., tetapi juga dapat menurunkan populasi E. kamerunicus (Hasibuan et al., 2002).

Beberapa jenis insektisida lain dengan bahan aktif yaitufipronil, acetamiprid, thiamethoxam, monokrotofos, L-sihalotrin, cypermethrin dan deltametrin dapat menyebabkan dampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan populasi kumbangE. kamerunicus. Sedangkan penggunaan bioinsektisida lebih aman yaitu Bacillus thuringiensis strain-HD 1 dan HD-7 (Saravanan et al., 2014).Penyemprotan thiocyclam hidrogen oksalat juga dapat mempengaruhi perkembangan beberapa jenis serangga penyerbuk kelapa sawit yaitu E. kamerunicus, E. subvittatus, E. plagiatus danE. singularis(Tuo et al., 2011b).

Ketersediaan bunga jantan kelapa sawit mempengaruhi perkembangan populasi kumbangE. kamerunicus yang merupakan sumber pakan (serbuk sari) dan habitat tempat melakukan aktivitas biologi. Jumlah kunjungan kumbangdipengaruhi oleh aroma senyawa volatil yang dikeluarkan bunga kelapa sawit anthesis dan ukuran tandan bunga (Aminah, 2011).

Faktor cuaca juga mempengaruhi populasi kumbangE. kamerunicus dalam penyebaran dan aktivitasterbang mencari pakan.Berdasarkan hasil pengamatan Aminah (2011) menyatakan bahwa suhu udara (27,3-36,5°C) dan kecepatan angin

(0,0-0,6 m/s) mempengaruhi populasiE. kamerunicusdi perkebunan, sementara kelembaban (45-84,2%) serta intensitas cahaya (684-9.150 lux) kurang mempengaruhi kunjungan kumbang ke bunga betina. Perkembangan populasi E. kamerunicus lebih cepat pada musim penghujan (curah hujan bulanan mencapai 250 mm) dibandingkan dengan musim kemarau, walaupun secara perilaku lebih aktif pada musim kemarau (Prasetyo dan Susanto, 2012a).

PENDAHULUAN

Dokumen terkait