Ubi Kayu
Indonesia kaya akan komoditi bahan makanan pokoknya yang beraneka ragam. Makanan pokok orang Indonesia adalah beras, namun tidak dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia memiliki makanan pokok lainnya yang dapat ditemui dengan mudah dan sering dikonsumsi oleh masyarakat luas. Adapun makanan pokok orang Indonesia lainnya yang umum dijumpai adalah ubi kayu, ubi jalar, jagung atau serealia, sagu dan lainnya. Ubi kayu adalah salah satu makanan pokok yang sangat sering dijumpai dan sangat sering diolah serta dikonsumsi masyarakat.
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati dan juga sebagai makanan olahan lainnya (Susilawati, dkk., 2008). Ubi kayu adalah salah satu jenis tanaman tropis yang paling berguna dan dimanfaatkan secara luas karena fungsi dan manfaatnya yang sebagai sumber kalori yang murah dan mudah didapatkan dan memiliki rasa yang dapat diterima secara umum (Rasulu, dkk., 2012). Berdasarkan sifat fisik dan kimia, ubi kayu memiliki umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm dan merupakan cadangan makanan dari tanaman ubi kayu tersebut. Ukuran panjang dan diameter dari umbi ditentukan oleh jenis ubi kayu yang ditanam, lahan yang digunakan serta perawatan yang diberikan (Susilawati, dkk., 2008).
Adapun sistematika dari tanaman ubi kayu dapat dijelaskan dalam klasifikasi ilmiah tanaman ubi kayu sebagai berikut.
Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi: Agiospermae (berbiji tertutup) Kelas: Dycotiledonae (biji berkeping dua) Ordo: Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae Genus: Manihot
Spesies: Manihot esculenta Crantz
Ubi pada tanaman ubi merupakan akar yang memiliki bentuk berbeda dan memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk dari ubi biasanya bulat memanjang, daging ubi mengandung zat pati, berwarna putih, putih gelap atau kuning gelap. Pada satu tanaman ubi dapat menghasilkan 5-10 ubi. Pada ubi juga mengandung asam sianida berkadar rendah sampai tinggi (Rukmana, 1997).
Gambar 1. Ubi kayu
Kandungan zat gizi pada ubi kayu sangat kompleks serta merupakan sumber karbohidrat yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan
8
pokok. Adapun kandungan gizi yang terdapat di dalam 100 gram ubi kayu adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Komposisi kimia dan nilai gizi ubi kayu
Komposisi Jumlah
Energi (kal) 146
Kadar air 62.5
Protein (gr) 1.2
Lemak (gr) 0.3
Karbohidrat (gr) 34.7
Kalsium 33
Fosfor (mg) 40
Besi (mg) 0.7
Vitamin A (si) 0
Sumber : Margono, dkk., (1993)
Kandungan gizi pada ubi kayu, sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran granula, serta komponen kimia lainnya yang terdapat di dalam ubi kayu sangat dipengaruhi oleh faktor genetika, kondisi lingkungan tempat tumbuh serta umur tanaman maupun umur panen (Moorthy, 2002).
Selain memiliki kandungan gizi dan komposisi kimia yang kompleks dan tinggi, ubi kayu memiliki manfaat yang banyak untuk dijadikan produk. Ubi kayu selain dapat dimanfaatkan sebagai makanan dan berbagai macam produk, juga dapat dimanfaatkan menjadi produk hasil industri. Salah satunya adalah industri pengolahan tepung ubi kayu atau biasa disebut cassava flour yaitu ubi kayu yang dikeringkan di giling menjadi satu produk yang berupa partikel-partikel yang halus, mocaf atau modified cassava flour yaitu merupakan tepung yang dihasilkan dari ubi kayu yang telah mengalami modifikasi dalam pengolahannya dengan cara fermentasi. Serta ubi kayu dapat diolah menjadi tepung ubi kayu merupakan alternatif utama dan hasil yang sangat baik karena pengolahannya sederhana, tidak mudah rusak, dapat lebih lama disimpan dan memberikan nilai yang tinggi (Rubatzky, 1998).
Modified Cassava flour (Mocaf)
Mocaf (Modified cassava flour) adalah produk tepung yang dihasilkan dari ubi kayu yang melalui proses berbeda dengan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Karakteristik mocaf diduga dipengaruhi oleh jenis kultur yang ditambahkan saat fermentasi, penambahan kultur juga berpengaruh terhadap lama waktu fermentasi ubi kayu (Amanu dan Susanto, 2014).
Mikroba BAL (Bakteri Asam Laktat) digunakan dan mendominasi selama fermentasi tepung ubi kayu. Mikroba tersebut tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu, sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang dapat menghidrolisis pati menjadi gula yang kemudian mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan adanya perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan (Subagio, dkk., 2008).
Proses produksi tepung kasava termodifikasi dimulai dengan pengupasan kulit ubi kayu, pencucian sampai bersih, pengecilan ukuran (pengirisan), dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 24 jam. Namun lama fermentasi ditentukan oleh jenis mikroorganisme yang digunakan selama proses fermentasi.
Setelah ubi kayu di fermentasi, maka dilanjutkan dengan pengeringan dan diikuti
dengan penepungan sehingga diperoleh tepung kasava termodifikasi (Subagio, dkk., 2008).
10
Tepung mocaf menurut SNI 7622-2011 merupakan tepung yang diperoleh dari ubi kayu dengan proses fermentasi asam laktat. Syarat mutu tepung mocaf berdasarkan SNI 7622-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu tepung mocaf berdasarkan SNI 7622-2011
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1
Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak
Kehalusan
Lolos ayakan 100 mesh (b/b) Lolos ayakan 80 mesh (b/b) Kadar air (b/b)
Abu (b/b) Serat kasar (b/b)
Derajat putih (MgO = 100) Belerang dioksida (SO2) Derajat asam
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2011)
Pengolahan ubi kayu dengan menggunakan proses fermentasi, menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan protein yang terkandung di dalamnya serta meningkatkan nilai gizi yang lainnya. Dengan demikian, tepung ubi kayu yang
difermentasi mempunyai kelebihan daripada tepung ubi kayu, yaitu kandungan protein yang tinggi akibat bakteri yang digunakan selama proses fermentasi, HCN lebih rendah, mudah diaplikasikan dan menjadi bahan baku produksi, dispersi ke produk pangan lebih mudah, serta meningkatkan kualitas dari ubi kayu (Sadjilah, 2011). Fermentasi dapat menjadi tolak ukur kandungan gizi dari tepung mocaf.
Semakin lama waktu fermentasi, maka kadar protein akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan selama fermentasi bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus plantarum menghasilkan enzim protease. Adanya kenaikan kadar protein diperoleh dari aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh mikroba yang ada dalam proses fermentasi. Lamanya waktu fermentasi membuat populasi bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum semakin meningkat, sehingga membuat kadar protein terlarut meningkat (Tandrianto, dkk., 2014).
Metode Pengeringan
Kadar air merupakan jumlah kandungan air yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar air pada bahan pangan sangat mempengaruhi umur simpan bahan.
Hal ini dikarenakan kadar air pada bahan pangan digunakan menjadi media tumbuh yang sangat cocok untuk kondisi mikroorganisme sehingga dapat menjadi penentu kerusakan suatu bahan. Jumlah kadar air pada bahan pangan sangat beragam, yaitu bahan pangan dengan kadar air tinggi, serta bahan pangan dengan kadar air sedang dan bahan pangan dengan kadar air rendah seperti tepung.
Namun, untuk mengurangi kadar air pada bahan pangan dengan tujuan memperpanjang masa simpan bahan, dapat dilakukan metode pengeringan.
Pengeringan merupakan proses penguapan atau pemindahan jumlah air pada bahan pangan ke udara hingga bahan pangan tersebut mencapai kadar optimal
12
14% kandungan air yang akan mengurangi respon terhadap aktivitas enzim, pertumbuhan mikroorganisme serta kerusakan akibat serangga dan dapat mempertahankan umur simpannya (Suismono, 2001).
Pengeringan atau dehidrasi merupakan proses pengeluaran air dari bahan hasil pertanian atau bahan pangan. Pengeringan didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara (atmosfir) normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis atau kimiawi yang diharapkan tidak merusak gizi dari produk pangan tersebut namun memiliki mutu yang baik (Martunis, 2012).
Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengeringan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain suhu udara pengering, kelembaban relatif udara pengering, laju alir udara pengering, dan kadar air bahan yang dikeringkan. Suhu udara panas yang digunakan berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan. Kelembaban relatif udara berpengaruh terhadap pemindahan cairan atau uap dari dalam ke permukaan bahan serta menentukan besarnya tingkat kemampuan udara pengering dalam menampung uap air di sekitar permukaan bahan. Laju alir udara sangat diperlukan untuk mengalirkan udara panas pada seluruh bagian bahan. Semakin cepat aliran udara maka dapat mempercepat proses penghantaran panas yang dapat mempersingkat waktu pengeringan (Muchtadi, 1997).
Pengeringan juga bisa dikatakan sebagai pemindahan air dari bahan pangan melalui pemanasan biasanya menggunakan aliran udara yang diatur. Suhu
yang digunakan dalam proses pengeringan sebaiknya tidak terlalu tinggi atau digunakan suhu optimum pengeringan sesuai dengan bahannya, hal ini karena dapat menyebabkan perubahan yang tidak diharapkan dalam bahan pangan.
Pemanasan yang berlebihan juga dapat menyebabkan terjadinya case hardening, sehingga bagian luar bahan pangan menjadi keras sementara air terperangkap di dalam bahan dan tidak dapat menembus bagian luar bahan pangan. Oleh karena itu, dalam memilih metode pengeringan yang tepat juga harus dikondisikan dengan bahan dan hasil akhir yang diinginkan agar pengeringan yang dilakukan dapat sepenuhnya berfungsi sebagai pengawetan bukan menurunkan mutu atau merusak mutu produk (Gaman dan Sherrington, 1992).
Berbagai metode pengeringan pun kini sudah banyak diterapkan untuk berbagai macam produk pangan. Beberapa metode pengeringan yaitu dengan secara langsung, tidak langsung, ataupun kombinasinya. Secara langsung memanfaatkan tenaga matahari yaitu cara tradisional yang masih banyak diterapkan hingga kini. Metode secara tidak langsung menggunakan perantara panas melalui air ataupun udara untuk mengeringkan produk. Sedangkan untuk metode kombinasi langsung ataupun tidak langsung yaitu pengumpulan panas matahari dalam sebuah media lalu dibantu penyebaran panasnya dengan media tersebut. Intinya, panas yang dihasilkan dari matahari, namun disalurkan melalui media atau tempat. Menurut Gibbs, (1986) beberapa cara pengeringan tidak langsung yang kita ketahui yaitu pengeringan beku, pengeringan udara panas, spray drying maupun roller drying. Namun, metode pengeringan ini pun tidak sepenuhnya dapat menghabiskan atau mematikan mikroorganisme yang ada.
Salah satu mikroba yang masih dapat bertahan adalah Salmonella sp. Meskipun
14
menggunakan pengeringan spray drying untuk beberapa produk, masih dapat ditemukan mikroba tersebut dalam kondisi germinasi. Kualitas mikrobiologi dari produk kering dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya total mikroorganisme awal bahan sebelum dikeringkan, reaksi selama proses pemanasan dan pengeringan, kontaminasi selama proses, metode pengeringan dan pengemasan akhir dari produk kering.
Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk pengeringan tepung kasava termodifikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Baik secara manual atau tradisional menggunakan panas matahari, maupun dengan menggunakan rumah kaca metode kombinasi, ataupun metode tidak langsung dengan menggunakan alat. Yang diharapkan meskipun menggunakan metode beragam adalah hasil yang diperoleh dari tepung kasava modifikasi adalah memiliki kualitas yang baik dan kadar air yang optimum.
Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam pengeringan tepung kasava modifikasi adalah metode pengeringan tidak langsung yaitu dengan menggunakan mesin rotary dryer. Menurut Mujumdar, (2006) menyatakan pengering tipe rotari (rotary dryer) adalah alat pengeringan dengan menerapkan sistem pembakaran dari tungku dan pengeringan bahan yag dilakukan didalam silinder berbentuk tabung atau drum. Prinsip kerja alat pengering tipe rotari ini adalah mengeringkan produk yang umumnya berbentuk granular atau padatan di dalam silinder horisontal berputar yang dialiri udara panas untuk menguapkan air produk. Pengunaan silinder horisontal berputar dimaksudkan untuk memungkinkan aliran udara mengalir secara merata melalui permukaan produk yang dikeringkan. Pada bagian dalam silinder pengering diberi sirip (flight) untuk memudahkan produk terbuka terhadap aliran udara pengering. Untuk
memudahkan pergerakan produk yang dikeringkan dalam bahan dari bagian pemasukan bahan ke bagian pengeluaran, maka sirip tersebut disusun membentuk sudut tertentu sehingga bagian pemasukan bahan akan lebih tinggi dari bagian pengeluaran. Besarnya sudut yang dibentuk menentukan kecepatan aliran bahan dalam silinder pengering. Sebagai sumber panas pengering digunakan panas yang berasal dari pembakaran pada tungku dengan bahan bakar gas.
Alat rotary dryer berfungsi dalam pengeringan dengan cara mengurangi atau meminimalkan cairan kelembaban produk atau bahan melalui penanganannya kontak langsung dengan gas panas yang dihasilkan dari tungku pembakaran dari bahan bakar gas di dalam ruang pengering. Pada alat pengering rotary dryer terjadi dua hal yaitu kontak bahan dengan dinding dan aliran uap panas yang masuk ke dalam drum. Pengeringan yang terjadi akibat kontak bahan dengan dinding disebut konduksi karena panas dialirkan melalui media yang berupa logam. Sedangkan pengeringan yang terjadi akibat kontak bahan dengan aliran uap disebut konveksi karena sumber panas merupakan bentuk aliran dari tungku dengan menggunakan blower.
Pada rotary dryer terdapat beberapa komponen yaitu blower, tungku, drum atau lorong, sirip pengaduk, hopper, gear atau penggerak, motor yang menjalankan perputaran, mesin pengatur putaran dan suhu, serta rangka yang menahan alat sehingga dapat bekerja dengan baik dan optimal.
Adapun keterangan komponen yang terdapat pada alat rotary dryer adalah sebagai berikut.
1. Hopper merupakan bagian pada rotary dryer yang berfungsi sebagai penampung atau saluran masuk bahan ke drum.
16
2. Drum berfungsi sebagai tempat pengeringan yang ada ditengah rotary dryer.
3. Tungku pemanas berguna untuk sumber energi panas yang digunakan dalam pengeringan sesuai dengan standar pengeringan. Bahan bakar yang digunakan adalah gas elpiji.
4. Blower digunakan untuk meniupkan udara panas yang telah dipanaskan pada tungku pemanas.
5. Rangka adalah penopang atau penyangga alat agar dapat tetap stabil dan kokoh.
6. Motor listrik digunakan sebagai sumber tenaga yang akan memutar pengaduk.
7. Mesin pengatur suhu dan dapat juga digunakan dalam pengaturan putaran pengaduk.
8. Poros pengaduk yang berada di dalam pengaduk yang berbentuk sirip dan berfungsi dalam mengaduk bahan agar dapat merata didalam drum serta mempercepat proses pengaduk.
Metode Respon Permukaan
Menurut Montgomery (2001), Response Surface Methodology (RSM) atau Metode Respon Permukaan adalah sekumpulan metode-metode matematika dan statistika yang digunakan dalam pemodelan dan analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel kuantitatif terhadap suatu variabel respon dan untuk mengoptimalkan variabel respon tersebut. Permasalahan umum pada metode permukaan respon adalah bentuk hubungan antara variabel respon dengan variabel independen tidak diketahui. Oleh karena itu, langkah pertama dalam metode permukaan respon adalah mencari bentuk hubungan antara respon dengan beberapa variabel independen melalui pendekatan yang sesuai.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika melakukan analisis menggunakan metode permukaan respon. Hal pertama yang perlu dilihat adalah bentuk persamannya, apakah merupakan fungsi berorde satu atau fungsi berorde dua. Jika ternyata fungsi yang terbentuk berorde dua, selanjutnya yang perlu dilihat adalah sifat percobaan yang akan dilakukan, apakah sequential atau non sequential. Kedua hal diatas sangat berpengaruh terhadap prosedur perancangan yang akan dibuat. Untuk fungsi yang berorde satu, rancangan percobaannya cukup menggunakan 2k faktorial, dimana setiap perlakuan memiliki dua level perlakuan.
Jika dibandingkan rancangan permukaan respon yang berorde dua, maka rancangan permukaan respon yang berorde satu membutuhkan lebih sedikit unit percobaan, yaitu sebanyak 2k unit percobaan, dimana k adalah banyaknya faktor perlakuan (Nuryanti dan Salimy, 2008). Untuk permukaan respon yang berorde dua, rancangan percobaannya menggunakan central composite design (CCD) atau Box-Behnken design yang memerlukan jumlah unit percobaan lebih banyak daripada rancangan 2k faktorial (permukaan respon berorde satu).
Menurut Myers dan Montgomery (1995), pemilihan rancangan percobaan yang sesuai beserta analisisnya untuk permukaan respon adalah hal yang sangat penting. Berikut ada beberapa kriteria dalam pemilihan rancangan percobaan yang sesuai untuk metode permukaan respon.
1. Memberikan gambaran distribusi dan informasi yang jelas berdasarkan data pada seluruh daerah yang difokuskan
2. Memungkinkan untuk mencari model yang memenuhi kelayakan model 3. Memungkinkan untuk membuat blok-blok dalam percobaan
4. Memungkinkan untuk membuat rancangan-rancangan yang mempunyai orde lebih tinggi
5. Memberikan pendugaan error dalam rancangan 6. Memberikan pendugaan koefisien model yang tepat
18
7. Memberikan pendugaan varians yang baik
8. Bersifat robust terhadap outliers maupun data hilang 9. Tidak membutuhkan unit percobaan yang besar
10. Tidak membutuhkan terlalu banyak level dalam variabel independen 11. Memberikan kemudahan dalam perhitungan parameter model
Kadang-kadang, kriteria diatas saling tidak mendukung, tetapi pemilihan rancangan harus tetap dilakukan sebaik mungkin.
Pada penelitian digunakan metode respon permukan orde kedua karena memiliki faktor yang lebih dari 2k. Dalam pengerjaannya digunakan metode CCD atau Central Composite Design. Nilai optimum diperoleh dari sebuah model yang memenuhi dan mengandung kurvatur yang pada umumnya merupakan model orde kedua (Nuryanti dan Salimy, 2008) :
Kelompok rancangan yang paling banyak digunakan untuk model orde kedua ialah CCD atau central composite design. Pada umumnya CCD terdiri atas faktorial 2k (atau fraksional faktorial dengan resolusi V) atau disebut nF, 2k titik atau percobaan aksial, dan titip pusat atau center point sebanyak nC. Secara praktis, CCD diterapkan melalui percobaan sekuensial. Percobaan tersebut tidak lain merupakan faktorial 2k yang telah melalui model orde pertama namun memperlihatkan ketidaksesuaian model (lack of fit), kemudian titik-titik aksial ditambahkan ke dalam percobaan untuk memenuhi titik-titik kuadratik dalam model. CCD merupakan rancangan yang sangat sesuai untuk memperoleh model orde kedua yang disajikan seperti pada Gambar 2.
(a) (b)
Gambar 2. Contoh gambar kontur (a) dan contoh plot hasil permukaan respon (b)
20