• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lahan

Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981).

Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan. Masing- masing kualitas lahan mempunyai keragaan tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).

Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu, misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman bersangkutan.

Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi lebih sering merupakan gabungan antara karateristik secara berkaitan. Kombinasi berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan (kulaitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar, peredaran udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Satuan Lahan

Satuan lahan homogen merupakan cara pendekatan dalam inventarisasi sumberdaya alam (Wiradisastra, 1989). Pengembangan konsep ini biasanya dikaitkan dengan dipakainya sarana seperti foto udara dan peta tematik untuk pengumpulan data awal. Dengan menggunakan peta-peta yang tersedia, konsep satuan lahan dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dideliniasi (dipisah-pisahkan, kemudian ditarik batas-batasnya).

Satuan lahan dapat dibangun dengan menumpang tindihkan (overlay) berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan (tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang dapat diidentifikasikan langsung di lapang. Bila salah satu parameter berubah maka satuan lahan akan berubah pula. Dalam proses evaluasi lahan, satuan lahan homogen ini dianggap sebagai satuan peta (mapping unit) dengan ciri karateristik atau kualitas lahan yang akan dipadankan (matching) dengan persyaratan tumbuh tanaman.

Melihat proses pembentukan satuan lahan homogen dengan cara overlay dari parameter penyusunnya diatas, maka pendekatannya dinamakan Pendekatan Sistem Informasi Geografi atau GIS Approach (Wiradisastra, 1989). Sistem informasi ini terdiri dari set data dan informasi yang telah disusun dalam bentuk peta-peta sumberdaya alam. Untuk tujuan analisis dengan menggabungkan berbagai parameter lahan pada suatu evaluasi lahan, maka dilakukan tumpang tindih peta-peta tersebut yang akan menghasilkan unit area yang mempunyai

kesamaan sifat yang secara spasial telah terdelini asi dan dianggap mempunyai sifat sesuai dengan jumlah parameter yang ditumpang tindihkan.

Kualitas dan Karateristik Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung karena merupakan interaksi dari beberapa karateristik lahan yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa karateristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Karateristik lahan mencakup beberapa faktor yang dapat diukur atau ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, dan tekstur tanah, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut saling berinteraksi, karena itu apabila karateristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan maka akan menimbulkan kesulitan. Untuk itulah diperlukan adanya perbandingan antara lahan dan penggunaanya dalam pengertian kualitas lahan. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaman tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaian untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).

Sitorus (2004) mengemukakan bahwa pengaruh karateristik lahan pada sistem penggunaan lahan jarang yang bersifat langsung. Sebagai contoh, pertumbuhan tanaman tidak secara langsung dipengaruhi oleh curah hujan atau tekstur tanah, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan air dan unsur hara serta aerasi tanah.

Terdapat beberapa karateristik lahan yang merupakan faktor pembatas tidak permanen sehingga memerlukan perbaikan dengan pengelolaan sedang,

yaitu drainase dan pH tanah. Sedangkan yang perlu perbaikan dengan pengelolaan berat adalah lereng, kedalaman sulfidik, alkalinitas, C-organik, KB dan KTK. Faktor permanen yang sulit diperbaiki adalah curah hujan, kelembaban, suhu, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah (apabila tidak ada lapisan lunak dibawahnya), genangan, batuan permukaan dan singkapan batuan (Arsyad, 1973). Tabel 1. Kualitas lahan dan karateristik lahan yang digunakan dalam kriteria

evaluasi lahan

Simbol Kualitas Lahan Karateristik Lahan

tc Temperatur

Temperatur rata (oC) atau elevasi (m) wa Ketersediaan Air 1. Curah hujan

2. Lamanya masa kering (bulan) 3. Kelembaban udara (%) oa Ketersediaan Oksigen Drainase

rc Media Perakaran 1. Drainase 2. Tekstur 3. Bahan kasar (%) 4. Kedalaman tanah 5. Ketebalan gambut 6. Kematangan gambut nr Retensi Hara 1. KTK liat (cmol/100g) 2. Kejenuhan basa (%) 3. pH H2O 4. C-organik (%) xc Toksisitas 1. Alumanium 2. Salinitas/DHL (ds/m) xn Sodositas Alkalinitas (%)

xs Bahaya Sulfidik Pirit (bahan sulfidik) eh Bahaya Erosi 1. Lereng 2. Bahaya erosi

fh Bahaya Banjir Genangan

lp Penyiapan Lahan 1. Batuan di permukaan (%) 2. Singkapan batuan (%) Sumber : Departemen Pertanian, 1997

Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial No Kualitas dan karateristik lahan Tingkat pengelolaan Jenis perbaikan Sedang Tinggi 1 Rejim radiasi - - - 2 Rejim suhu - - - 3 Kelembaban udara - - - 4 Ketersediaan air

-Bulan kering + ++ Sistem irigasi/pengairan

-Curah hujan + ++ Sistem irigasi/pengairan

5 Media perakaran

-Drainase + ++ Pembutan saluran draianse

-Tekstur - - -

-Kedalaman tanah - + Umumnya tidak dapat diperbaiki,

kecuali terdapat terdapat lapisan padas lunak

-Kematangan gambut - - -

-Ketebalan gambut - - -

6 Retensi hara

-KTK + ++ Penambahan bahan organik

-pH + ++ Pengapuran

7 Ketersediaan hara

-N total + ++ Pemupukan

-P tersedia + ++ Pemupukan

-K dapat dituakr + ++ Pemupukan

8 Bahaya banjir

-Periode + ++ Pembuatan tanggul penahan banjir

serta

-Frekuensi + ++ Pembuatan saluran drainase

9 Kegaraman -Salinitas + ++ Reklamasi 10 Toksisitas -Kejenuhan Alumanium + ++ Pengapuran

-Kedalaman pirit - + Pengaturan sistem tata air tanah

11 Kemudahan

pengolahan

- + Pengatuaran kelembaban tanah utuk

pengelolaan

12 Potensi mekanisasi - - -

13 Bahaya erosi + ++ Pembuatan teras, penanaman

sejajar kontur, penanaman penutup lahan

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan sering juga disebut evaluasi lahan. Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu yang hasilnya digambarkan dalam bentuk peta. Inti dari evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Hasil evaluasi lahan merupakan dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Evaluasi lahan dibedakan dalam tiga tingkat kerincian, yaitu: reconnaissance (tinjau), semi-detil (setengah rinci), dan detil (rinci). Evaluasi lahan dengan tingkat tinjau dilakukan dalam sekala nasional/provinsi dan dilakukan secara kualitatif. Evaluasi lahan pada tingkat semi-detil dilakukan untuk tujuan-tujuan yang lebih khusus dan dilakukan secara kuantitatif. Sedangkan pada tingkat detil, evaluasi lahan dilakukan untuk perencanaan yang telah pasti dan dilakukan setelah kepastian melaksanakan proyek diputuskan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Sebagai dasar pemikiran utama dalam prosedur evaluasi adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan keterangan-keterangan tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana peruntukan yang sedang dipertimbangkan

(Sitorus, 1985). Proses evaluasi lahan mencakup interpretasi hasil survei melalui penelaahan terhadap: bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek-aspek lahan lainya (Beek, 1978)

Ada dua cara dalam mengevaluasi lahan yaitu : (1) secara langsung, dan (2) secara tidak langsung. Pada evaluasi lahan secara langsung, lahan dievaluasi langsung melalui percobaan-percobaan, misalnya dengan menanam tanaman untuk melihat pertumbuhan, produktivitas dan kelangsungan tumbuh tanaman yang akan terjadi. Evaluasi lahan secara langsung mempunyai penggunaan yang sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup banyak. Oleh karena itu sebagian besar pengevaluasian lahan dilakukan secara tidak langsung. Dalam evaluasi secara tidak langsung diasumsikan bahwa tanah tertentu dan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi (site) akan mempengaruhi keberhasilan suatu jenis penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1985).

Informasi tentang sumber daya lahan merupakan data dasar untuk evaluasi lahan secara tidak langsung. Informasi ini sering merupakan ciri lahan yang dapat langsung diamati atau dinilai. Pengevaluasian secara tindak langsung biasanya menggunakan kombinasi antara ciri dan kualitas lahan (Sitorus, 1985).

Menurut FAO (1976), kegiatan yang perlu dilakukan dalam evaluasi lahan adalah sebagai berikut :

1. Konsultasi pendahuluan, meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan, antara lain: penetapan tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang akan digunakan dalam evaluasi, kondisi daerah penelitian, intensitas pengamatan dan tingkat survey.

2. Penelaahan terhadap jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan syarat-syarat yang diperlukan. Penelaahan terhadap suatu peta lahan dan kualitas lahan didasarkan pada pengetahuan tentang syarat-syarat yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu.

3. Membandingkan penggunaan lahan dengan tipe-tipe sekarang. Ini merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan, penggunaan lahan serta informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan dianalisis secara bersama.

4. Klasifikasi kesesuaian lahan 5. Penyajian hasil.

Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003).

Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian lahan aktual atau kelas kesesuaian lahan pada saat ini adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada pada saat ini. Sedangkan kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usah perbaikan sehingga harkat kesesuaian lahanya meningkat (Hardjowigeno, 1994).

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Soepraptoharjo dan Robinson (1975) mengemukakan bahwa penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada sifat-sifat lahan dan hubungannya dengan pertumbuhan tanaman tertentu. Menurut FAO (1976), kerangka sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdapat 4 kategori, yaitu:

1. Ordo kesesuaian lahan : menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara umum.

2. Kelas kesesuaian lahan : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo. 3. Sub kelas kesesuaian lahan : menunjukkan jenis pembatas atau macam

perbaikan yang diperlukan di dalam kelas.

4. Satuan kesesuain lahan : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas.

Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Ordo S : Sesuai (Suitable), lahan yang termasuk ordo ini adalah yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahan.

2. Ordo N : Tidak Sesuai ( Not Suitable), lahan yang mempunyai pembatas sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan secara lestari.

Kesesuaian lahan pada tingkat kelas adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Penentuan jumlah kelas didasarkan pada keperluan minimum untuk mencapai tujuan interpretasi dan umumnya terdiri dari lima kelas yaitu:

1. Kelas S1 (sesuai) yaitu : lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.

2. Kelas S2 (cukup sesuai) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan serta meningkatkan masukan yang diperlukan.

3. Kelas S3 (sesuai marjinal) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

4. Kelas N1 (tidak sesuai aktual) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya rasional.

5. Kelas N2 (tidak sesuai permanen) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

Kesesuaian lahan pada tingkat sub kelas mencerminkan jenis-jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam satu kelas. Setiap kelas kecuali S1, dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas tergantung jenis pembatasnya. Jenis pembatas ditunjukkan dengan huruf kecil setelah simbol

kelas, sedangkan kesesuaian lahan pada tingkat satuan merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas.

Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Kesesuaian Lahan

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang berorientasi operasi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, dan manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvensional. Operasi ini melibatkan perangkat komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) dan (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk dan pencetakan (Aronoff, 1989).

Dalam pemanfaatan SIG, diperlukan tiga tahapan (Borham dan Carter, 1994) yaitu:

1. Mengubah seluruh data yang berhubungan dengan obyek ke dalam database Sistem Informasi Geografis.

2. Memanipulasi data dan mendapatkan pola spasial yang relevaan dengan tujuan analisis.

3. Mengkombinasikan keterangan yang didapat untuk menduga keadaan lapangan.

Pemetaan dapat didefenisikan sebagai suatu teknik dan cara pembuatan peta sesuai dengan syarat-syarat kartografi, tujuan pemetaan dan kepentingan pemakai peta (Lawrence, 1971).

Kegunaan pemetaan pada dasarnya meliputi dua aspek, yaitu aspek pemisahan (delimitasi) dan aspek penarikan batas (deliniasi). Aspek pemisahan dapat digunakan melalui sistem klasifikasi tanah, sedangkan aspek penarikan

batas dilakukan melalui pemboran tanah di lapangan. Fungsi peta antara lain untuk menunjukkan distribusi keruangan dari fenomena-fenomena geografis termasuk sifat dan karateristik yang posisinya sesuai dengan yang ada di permukaan bumi. Peta dapat membantu memperluas batas pandang mata manusia untuk melihat karateristik keruangan lingkungan (Sukoco, 1991).

Penggunaan aplikasi GIS telah banyak digunakan dalam penentuan kesesuaian lahan. Rahmawaty et.al. (2011) menggunakan aplikasi GIS dalam menentukan kelas kesesuaian lahan di DAS Besitang untuk beberapa komoditi pertanian dan perkebunan. Selain menentukan kelas kesesuaian lahan juga menentukan kelas kemampuan lahan pada lokasi yang sama.

Sastrohartono (2011) juga menggunakan aplikasi GIS dalam penentuan kesesuaian lahan untuk perkebunan dengan bantuan extensi artifical neural network (ANN.avx). Dengan bantuan extensi tersebut selain untuk menentukan kesesuaian lahan juga dapat memperediksi besarnya produksi yang dihasilkan.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Payung terletak pada Provinsi Sumatera Utara yang berada pada 2o 55” LU dan 97o 55” BT. Tinggi dari permukaan laut berkisar antara 850 s/d 1200 mdpl dengan luas keseluruhan 47,24 km2

Secara administrasi Kecamatan Payung berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket dan Naman Teran di sebelah Utara, Kecamatan Munte di sebelah Selatan, Kecamatan Tiganderket di sebelah Barat dan Kecamatan Simpang Empat di sebelah Timur. Jarak kantor camat ke ibukota Provinsi Sumatera Utara berkisar 93km (Kecamatan Payung dalam angka, 2011).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berkurangnya luasan hutan di Indonesia dalam beberapa tahun ini menyebabkan banyaknya kecaman dari dalam dan luar negeri. Pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan penggundulan hutan (deforestasi). Pada umumnya laju kerusakan hutan di Indonesia diakibatkan oleh penebangan liar, kebakaran hutan, pembukaan kawasan hutan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena masih lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM), penegakan hukum, dan tingginya tingkat kemiskinan penduduk Indonesia.

Untuk mengurangi atau menekan pengurangan luasan hutan di Indonesia salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah moratorium izin pemanfaatan hutan. Hal tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem tata kelola kehutanan di Indonesia. Selain itu pemerintah juga mengeluarkan program penanaman 1 miliar pohon untuk memperbaiki hutan di indonesia.

Program penanaman 1 miliar pohon tersebut tentu harus dijalankan dan didukung dengan baik. Penanaman jenis pepohonan yang dilakukan haruslah mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan untuk jenis pohon tersebut agar pertumbuahnya dapat berjalan secara optimal.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan evaluasi lahan untuk suatu penggunaan tertentu, seperti untuk budidaya dan sebagainya. Sitorus (1989) menerangkan bahwa evaluasi lahan mempunyai penekanan yang tajam yaitu mencari lokasi yang memiliki sifat-sifat positif dalam hubunganya dengan keberhasilan produksi atau penggunaanya.

Demi tercapainya pertumbuhan yang maksimal dari tanaman kehutanan dan pohon serbaguna yang akan dipilih, maka diperlukan adanya evaluasi kesesuainan lahan untuk mengetahui faktor penghambat dan kemungkinan dikembangkannya jenis-jenis yang dipilih tersebut di Kecamatan Payung.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk beberapa tanaman kehutanan dan pohon serbaguna (multi purpose trees species).

2. Memetakan kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk beberapa tanaman kehutanan dan pohon serbaguna (multi purpose trees species).

Manfaat

Sebagai bahan informasi atau pertimbangan dalam pemilihan jenis yang tepat untuk melakukan kegiatan penanaman tanaman kehutanan dan pohon serbaguna (multi purpose trees species) di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

ABSTRAK

HERI RISKI SITEPU: Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan dan Pohon Serba Guna (Multi Purpose Trees Species) di Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Dibimbing oleh RAHAWATY dan ABDUL RAUF.

Evaluasi kesesuaian lahan yaitu kegiatan yang membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial tanaman kehutanan dan pohon serba guna di Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu: 1) Persiapan penelitian, 2) Pelaksanaan penelitian di lapangan, 3) Pengolahan data, 4) Penyajian hasil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem matching.

Satuan lahan di lokasi penelitian sebanyak 15 satuan lahan. Komponen satuan lahan mencakup lereng, jenis tanah dan tutupan lahan. Kelas kesesuaian lahan aktual yang dominan pada masing-masing tanaman di lokasi penelitian yaitu Mahoni dan Pinus tidak sesuai, Ekaliptus, Durian dan Avokat sesuai marjinal. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk Mahoni dan Pinus tidak mengalami peningkatan dikarenakan faktor penghambat bersifat permanen. Kelas kesesuaian lahan potensial Ekaliptus, Durian dan Avokat mengalami peningkatan pada luasanya.

ABSTRACT

HERI RISKI SITEPU: Land Suitability Maping of Forest Trees Species and Multi Purpose Trees Species in Payung Subdistrict Karo Regency. Under Supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Land suitability evaluation is activity comparing conditions required by land utilization type with characteristics or land quality owned by used land. The purpose of this research is to determine actual and potential land suitability classes for forest trees species and multi purpose trees species in Payung Subdistrict Karo Regency. This research was conducted in four stages: 1) Research preparations, 2) Undertaking research in lokation, 3) Data processing, 4) Result presentation. The method of this research is matching system.

Location have 10 land units. Land unit components are including slope, soil type and land cover. Dominantly, aktual land suitability classes in research location per each plants that is Mahogany and Pine are non suitable, Eucalytus, Durian and Avocdo are marginal suitable. Potential land suitability classes for Mahogany and Pine do not rise because the resistor factor is permanently. Potential land suitability classes for Eucalytus, Durian and Avocado rise at land suitability wide.

PEMETAAN KELAS KESESUAIAN LAHAN TANAMAN

Dokumen terkait