• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Pustaka

Secara etimologis (asal usul kata), kata “diplomasi” berakar dari satu kata bahasaYunani, yaitu Ziplwna, atau Duplicata yang artinya digandakan atau

dilipatkan dua. Kemudian dalam masyarakat Yunani dikenal istilah “diploma” yang berarti naskah atau dokumen tertentu yang diberi lubang ditengahnya dan disimpan di arsip kantor. Sedangkan kata “diplomasi” digunakan menyebut petugas

penyimpan “diploma.”7

Diplomasi itu sendiri merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negosiasi antara wakil-wakil yang sudah diakui.

Praktik-praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak dahulu dan kemudian , sehingga dalam perkembangannya kata ini berkembang menjadi diplomat, diplomasi dan diplomatik. Dalam kajian lain, kata diplomasi diyakini berasal dari bahasa Yunani “diploun” yang artinya melipat. Pada masa kekaisaran Romawi semua paspor, termasuk surat-surat jalan untuk melewati jalan-jalan di wilayah negara tersebut dicetak pada piringan logam kemudian dilipat dan dijahit menjadi satu sehingga berbentuk khas. Surat jalan dan paspor tersebut dinamakan “diplomas”. Orang yang mengelola “diplomas” disebut “diplomatics”

atau “diplomatique”. kemudian pada akhir abad ke-18 penggunaan kata diplomas sudah berkonstansi pada pengertian politik hubungan luar negeri.

7 SumaryoSuryokusumo, Hukum Diplomatik : Teori dan kasus. Alumni, Bandung, 1995, hlm,4-5.

menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional. Dalam memahami hukum diplomatik, kita perlu pula menelaah defenisi diplomatik yang telah diberikan oleh para ahli. 8Menurut Sir Ernest Satow, diplomasi merupakan penerapan kemampuan dan intelegensia untuk melakukan hubungan pemerintah antar negara-negara yang merdeka dan berdaulat, yang terkadang mereka meningkatkan hubungan dengan vassal states atau negara di bawah mereka yang di lakukan dengan cara damai.

Random House Dictionary mengartikan diplomasi sebagai “the conduct by government officials of negotiations and other relatios between nations; th art of science of conducting such negotiations; skill in managing negotiantions, handling of people so that there is little or no ill-will tact”9

(i) The employment of tact, shrewdness, and skill in my negotiation of transaction;

.

Sedangkan Quency Wright dalam bukunya The Study of International Relations memberikan batasan dalam dua cara:

(ii) The art of negotiation in order to achieve the maximum of costs, within a system of politics in which war is a possibility.

Dengan adanya berbagai batasan tersebut, arti diplomasi yang di sebutkan dalam Oxford English Dictionary menurut Harold Nicholson adalah paling tepat dan lugas yaitu:

(i) The management of internal relations by means of negotiation;

(ii) The method by which these relations are adjusted and managed by ambassadors and envoys;

8 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik dan Konsuler: Jilid I. PT.Tatanusa, Jakarta, 2013,hlm.3

9Ibid

(iii) The business of art of diplomatist;

(iv) Skill or address in the conduct of international intercourse and negotiations.

Batasan tersebut, hampir sama dengan batasan yang telah diberikan oleh Brownlie yakni “diplomacy comprises any means by which states establish or maintain mutual relations, communicate with each other, or carry out political or legal transactions, in each case through their authorized agents”.

Namun, pengertian secara traditional istilah “hukum diplomatik” digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan dan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik. Dalam arti yang luas hukum diplomatik merupakan norma-norma hukum internasional yang berkaitan dengan berbagai jenis misi diplomatik di luar negeri bukan saja dibentuk oleh negara tetapi juga dibentuk oleh subjek hukum internasional lainnya. Berbeda denga pengertian-pengertian sekarang dalam perkembangannya, hukum diplomatik bukan saja menyangkut hubungan diplomatik dan konsuler antar negara, tetapi juga keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional khususnya yang bersifat universal.

Dari batasan dan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa faktor yang penting yaitu hubungan antar bangsa untuk merintis kerja sama dan persahabatan, hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya, para pejabat tersebut harus diakui statusnya sebagai pejabat diplomatik dan agar para pejabat itu dapat melakukan tugasnya dengan bik dan efisien yang perlu diberikan hak-hak keistimewaan dan kekebalan yang

didasarkan atas aturan-aturan dalam hukum kebiasaan internasional serta perjanjian-perjanjian lainnya yang menyangkut hubungan diplomatik antar negara.

Dengan demikian, pengertian hukum diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan

diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar pemufakatan bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan di dalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan

pengembangan kemajuan hukum internasional.

Dalam perkembangannya, hukum diplomatik mempunyai lingkup yang lebih luas lagi bukan saja mencakupi hubungan diplomatik antar negara, tetapi juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional khususnya yang mempunyai tanggung jawab dan

keanggotaannya bersifat global atau lazim disebut organisasi internasional yang bersifat universal. Disamping itu, hukum diplomatik juga lingkupnya bisa mencakup status misi khusus dari suatu negara ke negara lain yang sudah tentu di dalam menunaikan misinya tersebut memerlukan kekebalan dan keistimewaan seperti lazimnya dinikmati oleh para pejabat diplomatik dan konsuler serta para anggota perwakilan negara-negara pada organisasi internasional yang bersifat universal. Bahkan dalam kerangka hukum diplomatik ini dapat juga mencakup ketentuan-ketentuan tentang perlindungan, keselamatan, pencegahan serta penghukuman terhadap tindak kejahatan yang ditujukan kepada para diplomat.

Setiap negara yang merdeka dan berdaulat serta diakui secara hukum

internasional mempunyai atribut-atribut pokok (essential of legitation, ius legationis,

atau droit de legation) yang biasa dikenal dengan Hak Keterwakilan Negara. Hak Keterwakilan Negara ini mempunyai dua dimensi. Pertama, hak keterwakilan negara secara aktif ( droit de legation actif) yaitu hak untuk mengakreditasikan duta

besarnya ke negara-negara lain. Kedua, hak keterwakilan negara secara pasif (droit de legation passif)yaitu untuk menerima wakil-wakil diplomatik yang

diakreditasikan oleh negara-negara lain. Oleh karena itu, Hak Keterwakilan Negara pada hakekatnya merupakan kewenangan dari sesuatu negara yang berdaulat untuk mengakreditasikan duta besarnya ke negara lain dan untuk menerima pejabat diplomatik dari negara lain. Menurut Fauchille menyatakan:

“ The active right of legation, that is to say, the capacity to accredite diplomatic agents to other states and the passive right of legation, which is capacity to receive envoys from other states, represent essential

characteristic of sovereign power ”.10

10 SumaryoSuryokusumo, Loc. Cit hlm 6.

Namun dilain pihak, Fauchille juga menyatakan bahwa dalam arti

sebenarnya tidak ada suatu negara yanng wajib menerima wakil-wakil diplomatik dari negara lain dan hal itu hanya tergantung dari hubungan baik antara negara dan bukan semata-mata masalah hukum. Pendapat ini di dukung oleh Calvo yang menyatakan bahwa memang hak keterwakilan negara pada prinsipnya bisa ditanggapi sebagai hak yang sempurna, tetapi dalam prakteknya tidak demikian karena tidak ada negara terikat untuk membina misi yang bersifat politik di negara lain atau untuk menerima di wilayahnya wakil dari negara-negara lain.

Jika diperhatikan dalam Konvensi Wina baik 1961 maupun 1963 , jelas sekali dinyatakan bahwa pembukaan perwakilan baik diplomatik maupun konsuler memang memerlukan adanya kesepakatan bersama terlebih dahulu (mutual consent). Bahkan penempatan Duta Besar sebagai Kepala Perwakilan Diplomatik termasuk penempatan para Atase Pertahanan di Perwakilan

diplomatik tersebut bisa saja tidak diterima karena sesuatu hal yang tidak perlu diberikan alasannya (persona non grata)

Pada waktu pembahasan tentang hubungan diplomatik dalam rangka perumusan Konvensi mengenai masalah tersebut, Komisi Hukum Internasional dalam laporannya kepada Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-10 tahun 1955, telah sering kali menyinggung tentang doktrin mengenai “Hak

Keterwakilan” yang dinikmati oleh setiap negara saling ketergantungan antara negara dan pentingnya untuk mengembangkan hubungan bersahabat di antara mereka, yang merupakan salah satu tujuan dari PBB perlu pembentukan hubungan diplomatik antara mereka. Namun tidak ada hak keterwakilan semacam itu bisa dilaksanakan tanpa adanya persetujuan diantara para pihak, maka Komisi Hukum Internasional tidak menganggap bahwa hal itu harus disebutkan di dalam

rancangan naskah.

Negara dalam membina hubungan diplomatik dengan negara lain perlu adanya pengakuan (recognition) terlebih dahulu terhadap negara tersebut. Tanpa adanya pengakuan, maka pembukaan hubungan diplomatik tidak dapat

dilaksanakan. Indonesia tidak dapat membuka hubungan diplomatiknya di Israel, karena Indonesia tidak mengakui negara tersebut. Pengakuan dari suatu negara bukan berarti negara-negara yang mengakui negara baru tersebut harus membuka

hubungan diplomatik dengannya. Hak yang dimiliki oleh negara-negara yang berdaulat bagaimanapun juga penting dari sudut hukum internasional karena hal itu merupakan kemampuan suatu negara dalam hukum untuk menerima dan menempatkan wakil diplomatik, tidak setiap negara memiliki hak semacam itu, karena hanya negara yang merdeka dan diakui yang dapat melakukan hal ini yang mampu. Akibatnya, jika suatu negara mempunyai maksud untuk membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, yang pertama harus dipenuhi adalah bahwa negara itu merupakan suatu negara yang merdeka. Kedua, bahwa negara itu harus diakui oleh negara lainnya11

Dokumen terkait