• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naniura

Naniura merupakan salah satu makanan tradisional Batak Toba. Prinsip dari pembuatan naniura adalah perendaman ikan dalam asam yang dilakukan hingga daging ikan menjadi lunak dan dapat dimakan tanpa dimasak dengan api. Pada pembuatan naniura, bumbu-bumbu khas Batak Toba seperti andaliman dan kecombrang digunakan untuk menambah rasa dan memperbaiki penampilan (Manik, 2013).

Naniura sangat cocok sebagai hidangan pembuka dan kurang cocok jika dijadikan sebagai hidangan utama. Dilihat dari segi rasa asamnya, naniura sangat sesuai dengan karakteristik dari sebuah hidangan appetizer, karena naniura merupakan hidangan yang segar dan sederhana. Naniura mempunyai rasa yang agak asam dan pedas sehingga dapat menambah selera makan (Manalu, 2009).

Bahan utama dalam pembuatan ikan naniura adalah daging ikan yang masih mentah dan segar. Ikan segar masih memiliki kandungan asam lemak tak jenuh omega-3 yang sangat tinggi. Omega-3 dapat mencegah pengerasan arteri, menurunkan kadar trigliserida, dan juga mengurangi kekentalan yang menyebabkan penggumpalan trombosit dalam darah (Irianto dan Soesilo, 2007).

Prospek ikan naniura sebagai makanan tradisional yang sehat dapat diharapkan sebagai produk makanan andalan daerah Batak Toba. Saat ini ikan naniura jarang dikonsumsi karena proses pengolahan yang rumit dan memerlukan waktu yang lama. Kadar air ikan naniura yang masih tinggi walaupun mempunyai

pH cukup rendah, tidak cukup untuk mengawetkan makanan ini. Setelah satu hari ikan naniura akan rusak karena terjadinya proses-proses kimia dan adanya aktivitas mikroorganisme (Manik, 2013).

Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting sebagai antimikroba. Kondisi asam pada bahan pangan selain berpengaruh terhadap penurunan pH, juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Makanan yang mempunyai pH yang rendah (<4,5) umumnya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri patogen, karena itu relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral (Fardiaz, 1992).

Penambahan sari jeruk dalam pembuatan naniura bertujuan untuk menurunkan nilai pH ikan. Pada pH rendah (suasana asam) asam amino akan bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi (suasana basa) akan bermuatan negatif. Pada pH 4,8-6,3 (pH isoelektris) asam amino akan berada pada keadaan dipolar atau ion zwitter. Pada keadaan ini kelarutan protein dalam air paling kecil sehingga protein akan menggumpal dan mengendap (Triyono, 2010).

Ikan Mas

Ikan yang lebih umum digunakan sebagai bahan utama pembuatan naniura adalah ikan mas. Ikan ini dipilih karena teksturnya yang lunak, lebih cocok dalam hal proses fermentasi, tidak terlalu berbau amis, tidak tercemar merkuri atau logam lainnya karena hidup di air bersih yang mengalir, dan memiliki nilai historis (Sinamo, 2012).

Ikan mas (Cyprinus carpio L.) merupakan jenis ikan air tawar yang dapat dikonsumsi, memiliki badan memanjang pipih ke samping dan lunak. Ikan mas

sudah dibudidayakan sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dibudidayakan sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan, dan Jepang (Mantau, dkk., 2004).

Ikan mas hidup di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dengan aliran air yang tidak terlalu deras, seperti di pinggiran-pinggiran sungai atau danau. Ikan mas banyak diusahakan oleh para petani sebagai usaha sampingannya. Harga jual ikan mas yang relatif murah memberikan prospek pemasaran yang cukup baik, sehingga ikan mas menjadi jenis ikan air tawar utama, selain ikan mujair, lele, nila dan gurami (Khairuman, dkk., 2008). Komposisi gizi daging ikan mas per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi daging ikan mas per 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

BDD (%) 80,00

Energi (kkal) 86,00

Protein (g) 16,00

Lemak (g) 2,00

Karbohidrat (g) 0,00

Keterangan : BDD = Bagian yang dapat dimakan Sumber : Direktorat Ikan Hasil Olahan (2007)

Kesegaran ikan umumnya diukur dengan metode sensori berdasarkan perubahan penampakan, bau, warna, flavour, dan tekstur. Berdasarkan SNI 01-2779.1-2006 batas maksimun cemaran mikroba dalam pangan, yang dinyatakan dalam angka lempeng total pada ikan segar adalah 5x105 koloni/g (BSN, 2006). Tekstur ikan mas segar akan mengalami perubahan selama proses pengasaman. Sari buah jeruk dapat digunakan untuk merendam (marinasi) ikan. Adanya asam dalam daging ikan akan

mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi dan membebaskan air dan air pada daging ikan akan berkurang (Borgstrom, 1995).

Air merupakan komponen terbanyak pada daging ikan. Penelitian Sumiati (2008) menunjukkan hasil kadar air pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (82,25%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (80,12%). Hal ini diduga akibat terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam yang menyebabkan air yang terdapat pada jaringan ikan tersebut terperangkap di dalamnya.

Proses Pembuatan Naniura

Naniura adalah jenis produk olahan ikan yang diproses tanpa dimasak dengan menggunakan api, tetapi hanya dengan perendaman dalam bumbu-bumbu dan jeruk jungga sampai daging ikan menjadi lunak. Rendaman asam tersebut yang membuat ikan mas mentah menjadi tidak terasa amis dan alot seperti halnya ikan mentah. Formula bumbu yang digunakan dalam pembuatan naniura sangat bervariasi, dan cukup sulit mencari formula yang baku (Simanungkalit, 2008).

Proses pembuatan ikan naniura adalah sebagai berikut : ikan mas dibersihkan dari sisik dan bagian dalam ikan, kemudian dibelah dua dari punggung sampai ekor ikan. Ikan disayat-sayat untuk mempercepat penetrasi asam, kemudian dicuci hingga bersih dan ditiriskan. Asam dibelah dua melintang, diperas untuk mendapatkan sarinya dan selanjutnya ikan direndam dengan jeruk jungga selama 3 jam. Bumbu yang terdiri dari kemiri, bawang merah dan bawang putih yang telah dikupas, disangrai sampai aromanya harum, masing-masing dihaluskan, andaliman, kunyit dan cabai merah dihaluskan, kecombrang direbus lalu dihaluskan. Semua bumbu dicampur hingga homogen. Ikan yang telah direndam akan ditambahkan

bumbu-bumbu yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian bumbu-bumbu tersebut dicampurkan ke dalam ikan sampai merata dan didiamkan selama 1 jam (Pasaribu, dkk., 2015).

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian asam yang bertujuan untuk mengawetkan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan cara penambahan asam secara langsung misalnya asam propionat, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat dan lain-lain atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat, jeruk, dan lain sebagainya (Ikoh, 2016)

Teknologi pengasaman pada produk hasil perikanan adalah penggunaan asam dan bumbu-bumbu lainnya pada pengolahan. Asam organik seperti asam asetat (asam cuka) berpengaruh terhadap penurunan pH, rasa, tekstur, serta kontaminasi mikroba pada bahan baku. Penggunaan asam lebih dari 15% dapat menghentikan pertumbuhan mikroba, namun pada umumnya konsentrasi asam untuk pengasaman produk hasil perikanan adalah 6%. Pada umumnya hasil pengasaman ikan sebaiknya disimpan pada suhu rendah. Bahan-bahan lainnya yang digunakan pada pengasaman ikan adalah air, garam, gula, cabai (bahan bercitarasa pedas), dan tanaman herbal (Martin, dkk., 2000). Penambahan asam, basa atau enzim dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan molekul kompleks menjadi molekul lebih sederhana sehingga dapat lebih mudah dicerna dan hasilnya dapat berbentuk diantaranya unsur N dan asam amino (Winarno, dkk., 1980).

Tingginya total asam dapat menurunkan pH bahan dan membantu menghambat pertumbuhan mikroba pembentuk total volatil nitrogen seperti Micrococcus dan Sarcina (Koesoemawardani, dkk., 2013). Semakin lama perendaman maka semakin banyak bumbu yang meresap ke dalam daging ikan, sehingga dapat menimbulkan cita rasa serta aroma yang enak dan khas, sehingga naniura ikan mas menjadi lebih disukai. Bumbu yang menimbulkan aroma antara lain yaitu bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan laos (Maryani, 2001). Berdasarkan Ophart, 2003 (dalam Nurjanah, 2008) bahwa semakin lama protein bereaksi dengan asam, kemungkinan besar ikatan peptida terhidrolisis sehingga struktur primer protein rusak.

Jenis Asam Jeruk Jeruk jungga

Jeruk jungga atau ada yang menyebutnya unte jungga memiliki bentuk mirip jeruk purut dan rasa yang hampir sama dengan jeruk nipis. Aroma jeruk jungga lebih harum dibandingkan dengan jeruk nipis. Suku Batak menggunakan jeruk jungga dalam ikan naniura karena tingkat keasaman yang cukup tinggi. Air perasan jeruk jungga dibalurkan pada ikan mas atau mujair segar dan didiamkan hingga daging ikan menjadi lunak dan dapat dimakan (Femina, 2013).

Hasil penelitian Mohammed, dkk. (2013) menunjukkan bahwa jeruk jungga (Citrus jambhiri L.) mempunyai kandungan vitamin C lebih tinggi apabila dibandingkan dengan jeruk lainnya yaitu 70 mg/100 g bahan, kadar air 23,75%, dan kadar abu sebesar 2,04%. Gambar jeruk jungga dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jeruk jungga

Buah-buahan dari genus Citrus memiliki kandungan padatan terlarut yang sebagian besar terdiri dari asam organik dan gula. Asam organik utama yang terdapat dalam buah-buahan genus Citrus adalah asam sitrat dan asam malat dengan sedikit mengandung asam tartarat, asam benzoat, asam askorbat, dan asam laktat (Karadeniz, 2004).

Penambahan asam dalam pengolahan pangan dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan polimer protein menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana sehingga menjadi lebih mudah dicerna (Sukarni, dkk., 1989). Jumlah penambahan asam yang cukup dalam pengolahan pangan akan menyebabkan denaturasi protein dan beberapa mikroba yang sensitif terhadap asam tidak dapat tumbuh (Winarno, dkk., 1980). Hasil pemecahan atau perombakan protein bersifat volatil dan menimbulkan bau busuk seperti amonia, H2S, dan

merkaptan (Aurand dan Wood, 1987).

Jeruk purut

Jeruk purut (Citrus hystrix) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam orang di pekarangan atau di kebun-kebun. Jeruk purut berbentuk bulat dengan

tonjolan-tonjolan, di mana permukaan kulitnya kasar dan tebal. Tanaman jeruk purut berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jeruk purut memiliki nama lokal di Indonesia diantaranya yaitu unte mukur atau unte panggir (Batak), lemao puruik (Minangkabau), jeruk linglang (Bali), ahusi lapea (Sulawesi), dan masih banyak lagi (Butryee, dkk., 2009).Gambar jeruk purut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jeruk purut

Jeruk purut biasa digunakan dalam masakan Asia dan obat tradisional. Dalam dunia kuliner, jeruk purut sering digunakan sebagai penetral bau amis daging ataupun ikan. Hal ini disebabkan rasa dari sari buah jeruk purut yang asam, sehingga ikan dapat dikonsumsi tanpa menimbulkan rasa mual. Cara penggunaan jeruk purut ini sangat mudah, hanya cukup dengan meneteskan sari buah pada ikan atau daging yang akan digunakan. Selain dari buahnya, daunnya juga bisa digunakan sebagai penambah aroma dalam masakan (Manalu, 2009). Ekstrak buah jeruk purut memiliki aktivitas antioksidan, penangkal radikal bebas, dan aktivitas antimikroba (Chueahongthong, dkk., 2011).

Jeruk nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu buah genus Citrus yang termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm, kulit bagian luar berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk nipis umumnya dapat tumbuh di tempat yang dapat memperoleh sinar matahari secara langsung (Dalimartha, 2006).

Buah jeruk nipis mempunyai efek antioksidan. Sari buah jeruk nipis juga memiliki efek antimikroba, serta dapat mencegah penyakit kanker dan degeneratif karena mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid, kumarin dan psoralen (Sidana, dkk., 2013). Struktur dan komposisi dari jeruk nipis hampir sama dengan lemon. Daging buah jeruk nipis berwarna kekuningan. Jeruk nipis memiliki aroma yang khas serta rasa yang masam yang jauh lebih kuat dibanding dengan jeruk yang lain (Tessler dan Nelson, 1986). Gambar jeruk nipis dapat dilihat pada Gambar 3.

Menurut Hariana (2006) selain mengandung minyak atsiri, buah jeruk nipis juga mengandung asam sitrat sebesar 7-7,6%. Buah jeruk mengandung asam secara alami yaitu asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang secara alami terdapat pada buah-buahan genus Citrus, yang dikenal sebagai asam sitrat alami (natural citric acid) (Gandjar dan Wellyzar, 2006). Penambahan asam sitrat pada pengolahan pangan bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavour seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai (Winarno, 1997).

Perendaman dalam perasan jeruk nipis merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi bau amis pada ikan mentah. Perasan jeruk nipis cukup efektif mengurangi bau amis pada ikan. Hal tersebut disebabkan jeruk nipis mengandung asam sitrat dan asam askorbat, kedua asam tersebut dapat bereaksi dengan trimetilamin membentuk trimetil ammonium yang selanjutnya diubah menjadi bimetal ammonium, sehingga bau amis ikan berkurang (Poernomo, dkk., 2004). Kandungan gizi jeruk nipis dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi jeruk nipis dalam 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

Air (g) 86,00 Energi (Kal) 37,00 Protein (g) 0,80 Karbohidrat (mg) 12,40 Lemak (mg) 0,10 Vitamin C (mg) 27,00 Vitamin B (mg) 10,04 Kalsium (mg) 40,00 Fosfor (mg) 22,00 Zat besi (mg) 0,60

Jeruk kasturi

Jeruk kasturi (Citrus microcarpa) merupakan jenis tanaman jeruk dengan tinggi pohon 2-4 m, berdaun majemuk, agak kecil, berwarna hijau tua bertangkai pendek, pada tepi daun terdapat bintil-bintil kelenjar berbau sedap. Bakal buah jeruk kasturi berbentuk bola dan berwarna hijau kuning. Buah jeruk kasturi yang sudah matang berbentuk kecil, bertangkai pendek, berwarna kuning saat matang, hampir berbentuk seperti bola, diameternya 3-5 cm dengan kulit buah yang tipis (Casimiro, dkk., 2010).

Buah jeruk kasturi mempunyai rasa yang masam, oleh karena itu buah ini tidak dimakan secara langsung sebagai pencuci mulut tetapi lebih sering dijadikan sebagai penambah rasa dalam minuman. Jeruk kasturi juga dapat diawetkan dengan garam atau gula sebagai buah-buahan kering atau dimakan sebagai acar dan digoreng dengan minyak kelapa untuk memberikan rasa yang lebih sedap (Awang, 2007). Gambar jeruk kasturi dapat dilihat pada Gambar 4.

Hasil penelitian Wowor, dkk. (2014) penyimpanan pada suhu -2ºC sampai 4ºC daging broiler yang diberi air perasan jeruk kasturi atau yang lebih dikenal di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon cui, dapat mempertahankan nilai pH, kadar air, daya mengikat air, dan susut masak sampai 12 hari. Kandungan gizi jeruk kasturi dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi jeruk kasturi dalam 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

Air (%) 87,00 Energi (Kal) 173,00 Protein (%) 0,86 Karbohidrat (%) 3,27 Lemak (%) 2,41 Asam sitrat (%) 2,81 Abu (%) 0,54 Kalsium (%) 0,14 Fosfor (%) 0,07 Zat besi (%) 0,003 Sumber : Desa (2008)

Bahan-bahan Tambahan pada Pembuatan Ikan Mas Naniura

Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan ikan naniura adalah berupa rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa makanan yang dihasilkan serta menghambat pertumbuhan mikroba (Rahayu, 2000).

Penggunaan rempah-rempah dalam makanan dapat digunakan satu jenis atau bersamaan dengan bahan rempah-rempah lain. Penggunan rempah-rempah bersamaan dengan bahan lain ditujukan untuk memperbaiki perbedaan rasa hidangan. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan dengke naniura adalah bawang merah (Allium cepa), cabai merah (Capsicum annuum), bawang putih (Allium sativum), andaliman (Zanthoxylum acanthopodium),

kecombrang (Nicolaia speciosa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia galanga), kemiri (Aleurites moluccana), dan garam (Purba, 2011).

Bawang merupakan bumbu dasar dari hampir semua masakan. Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dan yang paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari sebagai penyedap berbagai masakan. Keuntungan mengkonsumsi bawang merah selain sebagai penyedia bahan pangan bergizi, berkhasiat sebagai obat, dan sangat baik untuk kesehatan. Fungsi dalam tubuh adalah memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan (Samadi, 2005). Bawang merah digemari karena karakteristik rasa dan aromanya yang khas. Aroma bawang merah disebabkan karena aktivitas enzim allinase. Bawang merah juga mengandung allisin, flavonol, kuersetin, dan kuersetin glikosida yang bersifat antibakteri, anticendawan, antikoagulan serta menunjukkan aktivitas enzim antikanker (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Fungsi cabai merah dalam pembuatan bumbu naniura adalah menghasilkan citarasa pedas, juga digunakan untuk menambah intensitas warna dalam bumbu dengke naniura (Manalu, 2009). Cabai merah memiliki kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Hal ini sangat baik untuk membantu merawat kesehatan mata (Rukmana, 2006). Rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh zat capsaisin. Capsaisin terdapat pada biji cabai dan pada plasenta, yakni kulit cabai bagian dalam yang berwarna putih tempat melekatnya biji. Capsaisin juga mengandung zat expetoron yang aktif meredakan batuk, mengencerkan lendir, dan meringankan asam (Prajnanta, 1999).

Bawang putih memberikan aroma harum yang khas pada masakan sekaligus menurunkan kadar kolestrol yang terkandung dalam bahan makanan yang mengandung lemak. Bawang putih juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan secara alami yang tidak berbahaya bagi kesehatan (Vincent dan Yamaguchi, 1997). Bawang putih memiliki senyawa antimikroba yang disebut allicin. Allicin lebih bersifat bakteriostatik daripada bakterisidal. Senyawa allicin memiliki permeabilitas yang tinggi dalam menembus dinding sel bakteri dengan menghancurkan gugus S-H atau gugus sulfihidril yang menyusun membran sel bakteri, sehingga struktur dinding sel bakteri rusak dan pertumbuhannya terhambat (Miron, dkk., 2000).

Andaliman merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak. Ciri khas dari tanaman andaliman ini adalah kemampuan buahnya dalam memberi sifat rasa yang unik yaitu “sensasi menggigit” yang kuat pada alat pengecap sampai terasa bergetar dan kebas, juga aroma yang khas. Ekstrak kasar dari buah andaliman memiliki aktivitas fisiologi aktif sebagai antioksidan dan antimikroba yang potensial (Mierza, 2007). Tanaman andaliman mengandung senyawa terpenoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik bagi kesehatan dan berperan dalam mempertahankan mutu produk pangan dari berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi serta perubahan warna dan aroma makanan. Senyawa terpenoid juga dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba (Wijaya, 1999).

Kecombrang juga merupakan salah satu bumbu yang digunakan dalam pembuatan naniura. Hampir seluruh bagian dari tanaman kecombrang dapat dimanfaatkan. Bagian daun, batang, bunga dan rimpang kecombrang

menunjukkan adanya beberapa jenis minyak esensial yang kemungkinan bersifat bioaktif. Kecombrang memiliki kandungan senyawa-senyawa bioaktif seperti antibakteri dan antioksidan (Jaafar, dkk., 2007). Kecombrang bermanfaat sebagai antimikroba. Pada pH asam aktivitas antibakteri bunga kecombrang lebih ampuh dibandingkan pH basa (Naufalin, 2005).

Kunyit merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan bumbu ikan naniura dan berperan dalam memberikan warna kuning alami. Komponen utama penyusun rimpang kunyit adalah minyak atsiri dan zat warna kuning (kurkuminod). Kurkuminod pada kunyit mengandung tiga komponen yaitu kurkumin, desmitoksikurkumin, dan bismetoksikurkumin (Rukmana, 1994). Kunyit banyak digunakan sebagai zat pewarna alami pada bahan pangan, antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, fungisida dan stimulan. Kurkumin pada kunyit memiliki peran yang besar terhadap aktivitas antibakteri (Syukur dan Hernani, 2001).

Jahe merupakan salah satu tanaman herbal yang banyak ditemukan di Asia yang mempunyai aroma yang tajam dan pedas. Karakteristik bau dan aroma jahe berasal dari campuran senyawa zingeron, shogaol, serta minyak atsiri dengan kisaran 1-3% dalam jahe segar. Kepedasan dari jahe berasal dari turunan senyawa non-volatil fenilpropanoid seperti gingerol dan shogaol. Zingeron mempunyai kepedasan lebih rendah dan memberikan rasa manis (Hernani dan Winarti, 2012). Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama bermanfaat untuk menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan.

Hal ini disebabkan karena terangsangnya selaput lendir saluran pencernaan dan usus oleh minyak atsiri yang dikeluarkan rimpang jahe (Koswara, 2010).

Lengkuas merupakan salah satu bumbu dapur yang memiliki aroma yang khas. Lengkuas dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu lengkuas putih dan lengkuas merah. Lengkuas yang digunakan sebagai bumbu penyedap masakan dalam bentuk pasta adalah lengkuas putih (Hambali, dkk., 2005). Rimpang lengkuas mengandung senyawa fenolik sebagai antimikroba. Lengkuas memiliki aktivitas antimikroba, sehingga dapat berperan sebagai pengawet makanan. Kandungan kimia yang terdapat dalam rimpang lengkuas antara lain yaitu fenol, flavonoid, dan minyak atsiri (Gunawan, dkk., 1989).

Kemiri memiliki biji yang berwarna putih kekuningan, selain digunakan untuk menggurihkan masakan juga dalam perkembangan modern ini kemiri kebanyakan diambil untuk diperoleh minyaknya. Kandungan zat gizi mikro yang terdapat dalam kemiri adalah protein, lemak dan karbohidrat. Mineral dominan yang terdapat dalam kemiri adalah kalium, fosfor, magnesium, dan kalsium. Asam amino non esensial yang dominan pada kemiri yaitu asam glutamat dan asam aspartat. Keberadaan asam glutamat pada kemiri yang digunakan sebagai bumbu dapur dapat menjadi pengganti penyedap masakan (Wiyono dan Poedji, 1993). Buah kemiri tidak dapat langsung dikonsumsi secara mentah karena beracun yang disebabkan oleh toxalbumin. Senyawa toxalbumin dapat dihilangkan dengan cara pemanasan atau dinetralkan dengan penambahan rempah-rempah lainnya (Ketaren, 2008).

Garam merupakan salah satu bumbu penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan tambahan makanan. Makanan akan memiliki rasa jika mengandung

minimal 0,3% garam, dan kurang dari itu akan menyebabkan makanan berasa hambar (Purawisastra dan Yuniati, 2010). Garam merupakan salah satu bumbu yang paling penting dalam pembuatan berbagai jenis produk pangan baik fermentasi maupun non fermentasi. Garam juga berperan penting dalam pelarutan protein dan daya ikat air. Konsentrasi garam yang ditambahkan umumnya 2,4%-3% dari berat bahan baku (Hutkins, 2006).

Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Purba (2011) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi larutan jeruk jungga dan semakin lama waktu perendaman pada pembuatan ikan mas naniura, maka total koloni bakteri yang tumbuh juga semakin berkurang. Penelitian Pasaribu, dkk. (2015) menunjukkan terjadi penurunan nilai kesukaan panelis yang meliputi rasa, aroma, penampakan, dan tekstur dengan semakin banyaknya jumlah jeruk jungga yang digunakan pada perendaman dengke naniura.

Penelitian Sumiati (2008) menunjukkan kadar lemak ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (11,27%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar dengan perlakuan penambahan bumbu (6,13%). Hal ini diduga karena lemak terhidrolisis oleh larutan asam cuka dan garam yang mengakibatkan kadar lemak

Dokumen terkait