• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jenis Asam Jeruk dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Ikan Mas Naniura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jenis Asam Jeruk dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Ikan Mas Naniura"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data pengamatan dan daftar sidik ragam total mikroba (Log CFU/g) Data pengamatan total mikroba (Log CFU/g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam total mikroba

(2)

Lampiran 2. Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap total mikroba ikan mas naniura

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 5,02 a A

2 0,0599 0,0812 S2 = 5 jam 5,01 a A

3 0,0629 0,0847 S3 = 6 jam 4,90 b B

(3)

Lampiran 3. Data pengamatan dan daftar sidik ragam derajat keasaman (pH) Data pengamatan derajat keasaman (pH)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam derajat keasaman (pH)

(4)

Lampiran 4. Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman serta interaksinya terhadap derajat keasaman ikan mas naniura

Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk terhadap derajat keasaman ikan mas naniura

Jarak LSR Jenis asam Rataan Notasi Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap derajat keasaman ikan mas naniura

Jarak LSR Lama

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh interaksi jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap derajat keasaman ikan mas naniura

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)

A1 = Jeruk nipis ; A2 = Jeruk jungga ; A3 = Jeruk kasturi ; A4 = Jeruk purut

(5)

Lampiran 5. Data pengamatan dan daftar sidik ragam total asam (%) Data pengamatan total asam (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam total asam (%)

(6)

Lampiran 6. Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman serta interaksinya terhadap total asam ikan mas naniura

Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk terhadap total asam ikan mas naniura Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap total asam ikan mas naniura

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh interaksi jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap total asam ikan mas naniura

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)

A1 = Jeruk nipis ; A2 = Jeruk jungga ; A3 = Jeruk kasturi ; A4 = Jeruk purut

(7)

Lampiran 7. Data pengamatan dan daftar sidik ragam kadar air (%) Data pengamatan kadar air (%)

Daftar sidik ragam kadar air

SK db JK KT F Hit F 0,05 F 0,01

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(8)

Lampiran 8. Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap kadar air ikan mas naniura

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 76,16 a A

2 1,5833 2,1452 S2 = 5 jam 74,72 a A

3 1,6630 2,2380 S3 = 6 jam 72,67 b B

(9)

Lampiran 9. Data pengamatan dan daftar sidik ragam kadar protein (%) Data pengamatan kadar protein (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam kadar protein

(10)

Lampiran 10. Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap kadar protein ikan mas naniura

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 13,06 a A

2 0,9556 1,2948 S2 = 5 jam 12,08 a AB

3 1,0038 1,3508 S3 = 6 jam 10,96 b B

(11)

Lampiran 11. Data pengamatan dan daftar sidik ragam total volatil nitrogen (mg N/100 g)

Data pengamatan total volatil nitrogen (mg N/100 g)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam total volatil nitrogen

(12)

Lampiran 12. Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap total volatil nitrogen ikan mas naniura

Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk terhadap total volatil nitrogen ikan mas naniura

Jarak LSR Jenis asam Rataan Notasi

0,05 0,01 jeruk (A) 0,05 0,01

- - - A1 = Jeruk nipis 31,04 b C

2 1,6272 2,2047 A2 = Jeruk jungga 31,66 b BC

3 1,7092 2,3001 A3 = Jeruk kasturi 33,83 a AB

4 1,7616 2,3631 A4 = Jeruk purut 35,08 a A Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap total volatil nitrogen naniura ikan mas

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 35,85 a A

2 1,4092 1,9094 S2 = 5 jam 33,52 b B

3 1,4802 1,9919 S3 = 6 jam 29,33 c C

(13)

Lampiran 13. Data pengamatan dan daftar sidik ragam kadar lemak (%) Data pengamatan kadar lemak (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam kadar lemak

(14)

Lampiran 14. Data pengamatan dan daftar sidik ragam nilai hedonik warna ikan mas naniura

Data pengamatan nilai hedonik warna ikan mas naniura

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam nilai hedonik warna ikan mas naniura

(15)

Lampiran 15. Data pengamatan dan daftar sidik ragam nilai hedonik aroma ikan mas naniura

Data pengamatan nilai hedonik aroma ikan mas naniura

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam nilai hedonik aroma ikan mas naniura

(16)

Lampiran 16. Data pengamatan dan daftar sidik ragam nilai hedonik rasa ikan mas naniura

Data pengamatan nilai hedonik rasa ikan mas naniura

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam nilai hedonik rasa ikan mas naniura

(17)

Lampiran 17. Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk terhadap nilai hedonik rasa ikan mas naniura

Jarak LSR Jenis asam

Rataan Notasi

0,05 0,01 jeruk (A) 0,05 0,01

- - - A1 = Jeruk nipis 3,46 a A

2 0,3065 0,4153 A2 = Jeruk jungga 3,29 a A

3 0,3220 0,4333 A3 = Jeruk kasturi 3,16 a AB

4 0,3319 0,4452 A4 = Jeruk purut 2,80 b B Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(18)

Lampiran 18. Data pengamatan dan daftar sidik ragam nilai hedonik tekstur ikan mas naniura

Data pengamatan nilai hedonik tekstur ikan mas naniura

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam nilai hedonik tekstur ikan mas naniura

(19)

Lampiran 19. Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap nilai hedonik tekstur ikan mas naniura

Jarak LSR Lama

Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 2,99 c C

2 0,2436 0,3301 S2 = 5 jam 3,36 b B

3 0,2559 0,3443 S3 = 6 jam 3,89 a A

(20)

Lampiran 20. Data pengamatan dan daftar sidik ragam nilai skor tekstur ikan mas naniura

Data pengamatan nilai skor tekstur ikan mas naniura

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

Daftar sidik ragam nilai skor tekstur ikan mas naniura

(21)

Lampiran 21. Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman serta interaksinya terhadap nilai skor tekstur ikan mas naniura

Uji LSR pengaruh jenis asam jeruk terhadap nilai skor tekstur ikan mas naniura

Jarak LSR Jenis asam Rataan Notasi Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%

(huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh lama perendaman terhadap nilai skor tekstur ikan mas naniura

Jarak LSR Lama Rataan Notasi

0,05 0,01 Perendaman (S) 0,05 0,01

- - - S1 = 4 jam 2,83 c C

2 0,1301 0,1762 S2 = 5 jam 3,20 b B

3 0,1366 0,1839 S3 = 6 jam 3,87 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Uji LSR pengaruh interaksi jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap nilai skor tekstur ikan mas naniura

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil)

A1 = Jeruk nipis ; A2 = Jeruk jungga ; A3 = Jeruk kasturi ; A4 = Jeruk purut

(22)

Lampiran 22. Data karakteristik ikan mas segar yang digunakan dalam penelitian Parameter

Derajat keasaman (pH) 6,70

Total mikroba (Log CFU/g) 5,5563

Kadar air (%) 79,2188

Kadar protein (%) 14,9428

Total volatil nitrogen (mg N/100 g) 33,5088

(23)

Lampiran 23. Foto produk ikan mas naniura Jenis asam jeruk

(A)

Lama perendaman (S)

S1 = 4 jam S2 = 5 jam S3 = 6 jam

A1 = Jeruk nipis

A2 = Jeruk jungga

A3 = Jeruk kasturi

A4 = Jeruk purut

(24)

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. AOAC, Washington D. C.

Apriyantono A, Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Bogor.

Aurand, L. W. dan Wood, A. E. 1987. Food Composition and Analysis. AVI Publishing, New York.

Awang, C. R. C. 2007. Kesan minyak esensial Citrus spp ke atas sistem kardiovaskular tikus serta kesan antiresah dan antidepresi pada mencit. Thesis. Medical Schools. Universiti Sains Malaysia, Malaysia.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006. Standar mutu ikan segar. Bangun, M. K. 1991. Perancangan Percobaan untuk Menganalisis Data Bagian

Biometri. Fakultas Pertanian USU, Medan.

Borgstorm, G. 1995. Prinsiples of Food Science. Food Microbiology and Chemistry. MacMillan Ltd, London.

Butryee, C., Sungpuag, P., dan Chitchumroonchokchai, C. 2009. Effect of processing on the flavonoid content and antioxidant capacity of Citrus hystrix leaf. International Journal Food Science and Nutrition. Suppl 2: 162-174.

Campbell, M. K. dan Farrel, S. O. 2006. Biochemistry 5th Edition. Thompson Brooks/Cole, Canada.

Casimiro, M. F., Gutierrez, M., Leano, D. R., dan Solidum, J. N. 2010. Evaluation of the hepatoprotective activity of Citrus microcarpa Bunge (family rutaceae) fruit peel against acetaminophen-induced liver damage in male bfad-sprague dawley rats. International Journal of Chemical and Environmental Engineering 1 (2) : 127-128.

Chueahongthong, F., Ampasavate, C., Okonogi, S., Tima, S., dan Anuchapreeda, S. 2011. Cytotoxic effects of crude kaffir lime (Citrus hystrix, DC.) leaf fractional extracts on leukemic cell lines. Journal of Medicinal Plants Research 5 (14) : 3097-3105.

(25)

David, F. R. 2006. Jeruk Nipis Secara Umum. Edisi kedua belas. Salemba Empat, Jakarta.

Desa, N. 2008. 1001 Misteri Alam. Buku Prima, Malaysia. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara (DKP Sumut). 2015. Potensi kelautan dan perikanan provinsi Sumatera Utara [Diakses pada 27 Maret 2015].

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Direktorat Ikan Hasil Olahan. 2007. Kandungan gizi ikan air tawar. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Indonesia.

Fardiaz, S. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. IPB-Press, Bogor.

Femina. 2013. Mengulik bumbu dapur batak. [Diakses pada 5 September 2015].

Gandjar, I. dan Wellyzar, S. 2006. Mikrobiologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Gunawan, A. 2006. Food Combining. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gunawan, D., Soegihardjo, Mulyati, S., dan Koensoemardiyah. 1989.

Empon-Empon dan Tanaman Zingiberaceae. Semarang Press IKIP, Semarang.

Hambali, E., Suryani, A., dan Mira, R. 2005. Membuat Aneka Bumbu Instan Pasta. Penebar Swadaya, Depok.

Hariana, A. 2006. Tumbuhan Obat Dan Khasiatnya. Edisi Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hernani dan Winarti C. 2012. Kandungan bahan aktif jahe dan pemanfaatannya dalam bidang kesehatan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Hutkins, R. W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Blackwell Publishing, Victoria.

IFTCommunity. 2013. Asam sitrat sebagai pengawet alami dalam permen.

(26)

Irianto, H. E. dan Soesilo, I. 2007. Dukungan teknologi penyediaan produk perikanan. Makalah seminar nasional hari pangan sedunia 2007. Hal: 1-20. Jaafar F. M., Osman, C. P., Ismail, N. H., dan Awang, K. 2007. Analysis of

essensial oils of leaves, stems, flowers and rhizomes of Etlingera elatior (JACK) R. M. SMITH. The Malaysian Journal of Analytical Sciences 11 (1) : 269-273.

Kadarisman, D., Sunarmani, dan Arintawati, M. 1993. Mempelajari perubahan fisika dan kimia sari buah jeruk siam (C. nobilis var microcarpa) dan proses pengurangan rasa pahit dalam pembuatan konsentrat. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 4(1) : 61-68.

Karadeniz, F. 2004. Main organic acid distribution of authentic citrus juices in Turkey. Turkish Journal of Agriculture and Forestry. 28: 267-271.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.

Khairuman, Dodi, S., dan Gunadi, B. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Agro Media Pustaka, Jakarta.

KKP. 2014. Data tahunan konsumsi ikan penduduk indonesia perkapita.

Koesoemawardani, D., Samsul, R., dan Moralita, T. 2013. Perubahan sifat mikrobiologi dan kimiawi rusip selama fermentasi. Agritech Journal 33(3) : 265-272.

Koswara, S. 2010. Jahe, rimpang dengan sejuta khasiat.

Madigan, M. T. dan Martinko, J. M. 2006. Biology of Microorganisms. Pearson Education, Inc., New York.

Manalu, M. B. F. 2009. Memperkenalkan naniura makanan khas batak sebagai hidangan appetizer. Majalah Ilmiah Panorama Nusantara. Jakarta.

Manik, M. 2013. Pengaruh natrium benzoat dan lama penyimpanan pada suhu kamar terhadap mutu “dengke mas naniura” (ikan mas naniura). Prosiding Seminar Nasional Yusuf Benseh. Polteknik Negeri Lhokseumawe. Hal. 241-247.

(27)

Martin, R. E., Carter, E. P., Flick G. J., dan Davis, L. M. 2000. Marine and Freshwater Products Handbook. Technomic Publishing Company, Inc. USA.

Maryani, E. 2001. Pengaruh lama perendaman dalam bumbu terhadap mutu dendeng fillet ikan patin. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mierza, V. 2007. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri, ekstrak air, dan ekstrak etanol dari buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Miron, T., Rabinkov, A., Mirelman, D., Wilchek, M., dan Weiner, L. 2000. The mode of action of allicin : its ready permeability through phospholipid membranes may contribute to its biological activity. Biochim Biophys Acta 1463 (1): 20-30.

Mohammed, A. M. A., Ibrahim, A. M., Omran, A. A., Mohamed, M. E., dan Elsheikh, S. E. M. 2013. Minerals content, essenstial oil composition and physicochemical properties of Citrus jambhiri Lush. (rough lemon) from the Sudan. International Letters of Chemistry, Physics and Astronomy 9 (1) : 25-30.

Naufalin, R. 2005. Kajian sifat antimikroba ekstrak bunga kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap berbagai mikroba patogen dan perusak pangan. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng

(Harpioquilla Raphidea) akibat perebusan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11 (2) : 76-88.

Nurwantoro dan Djarijah, A. S. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani-Nabati. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ozogul, F., dan Ozogul, Y. 2000. Comparison of methods used for determination of total volatil basic nitrogen (TVB-N) in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Turkey Journal Zoology 24: 113-120.

Panjaitan, J. 1996. Dekke Naniura, Kajian Keamanan dalam Mengkonsumsi. Majalah Warta Nommensen, Medan.

(28)

Poernomo, D., Sugeng, H. S., dan Wijatmoko, A. 2004. Pemanfaatan asam cuka, jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) untuk mengurangi bau amis petis ikan layang (Decapterus spp.). Buletin Teknologi Hasil Pertanian 8 (2) : 11-18.

Prajnanta, F. 1999. Agribinis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta. Purawisastra, S. dan Yuniati, H. 2010. Kandungan natrium beberapa jenis sambal kemasan serta uji tingkat penerimaannya. Puslitbang Gajah Mada, Yogyakarta.

Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 11 (2) : 42-48.

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis for Fruit and Vegetable Product. Mc. Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Rubatzky, V. E. dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 2: Prinsip, Produksi dan Gizi. Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R. 1994. Kunyit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 2006. Cabai Merah. Kanisius, Yogyakarta. Sakaguchi, M. 1990. Sensory and non sensory methods for measuring freshness of fish and fishery products. Science of Processing Marine Food Product. Hyogo International Center, Japan.

Samadi, B. 2005. Budidaya Bawang Merah. Kanisius, Yogyakarta. Sidana J., Saini, V., Dahiya, S., Nain, P., dan Bala, S. 2013. A review on citrus : the boon of nature. International Journal Pharmacy Science Review and Research 18 (2) : 20-27.

Simanungkalit, R. 2008. Inventarisasi makanan tradisional khas Toba Samosir dan strategi pengembangan tipa-tipa di Toba Samosir. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sinamo, E. C. 2012. Dekke naniura alakadabra pada 1 September 2015].

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

(29)

Sumiati, T. 2008. Pengaruh pengolahan terhadap mutu cerna protein ikan mujair (Tilapia mossambica). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suwetja, I. K. 1993. Metode Penentuan Mutu Ikan. Jilid I. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Syukur, C. dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tessler, D. K. dan Nelson, P. E. 1986. Fruit and Vegetables Juice Processing Technology. The AVI Pubhlising Company, USA.

Triyono, A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada proses isolasi protein terhadap tepung protein isolat kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) Seminar Rekayasa Kimia dan Proses.Universitas Diponegoro, Semarang : 1-9.

Vincent, E. dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran Dunia. Edisi Pertama. ITB Press, Bandung.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press, Malang. Wijaya, C. H. 1999. Telaah ringkas rempah-rempah tradisional. Andaliman, rempah tradisional Sumatera Utara dengan aktivitas antioksidan dan antimikroba. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 2 (10) : 59-61. Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wiyono, B. dan Poedji, H. 1993. Pengaruh perlakuan pendahuluan biji kemiri terhadap rendemen dan sifat minyaknya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11(5): 173-174.

Wowor, A. K. Y., Ransaleleh, T. A., Tamasoleng, M., dan Komansilan, S. 2014. Lama penyimpanan pada suhu dingin daging broiler yang diberi air perasan jeruk kasturi (Citrus madurensis Lour.). Jurnal Zootek 34 (2) : 148-158.

Yunizal, J.T. Murtini, Dolaria, N., Purdiwoto B., Abdulrokhim, dan Carkipan. 1998. Prosedur analisa kimiawi ikan dan produk olahan hasil-hasil perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

(30)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Februari 2016 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Laboratorium Teknologi Pangan, Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium Riset Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah ikan mas, jeruk jungga, jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kasturi yang diperoleh dari pasar tradisional Medan. Bahan bumbu yang digunakan yaitu andaliman, kemiri, kunyit, lengkuas, batang kecombrang, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan garam yang diperoleh dari pasar tradisional Medan. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), asam

klorida (HCl), heksan, indikator phenolpthalein, indikator metil merah, asam borat (H3BO3), magnesium oksida (MgO), katalis selenium, PCA (Plate Count Agar),

indikator Conway, dan akuades yang digunakan untuk analisa kadar protein, total volatil nitrogen, total mikroba, penentuan pH, dan total asam.

Alat Penelitian

(31)

desikator, perangkat pengujian protein, perangkat pengujian total volatil nitrogen, perangkat pengujian lemak, pH meter, buret, mortal, alu, dan pipet tetes.

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Jenis asam jeruk dengan jumlah 40% dari berat bahan (A) A1 = Jeruk nipis

A2 = Jeruk jungga

A3 = Jeruk kasturi

A4 = Jeruk purut

Faktor II : Lama perendaman (S) S1 = 4 jam

S2 = 5 jam

S3 = 6 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 3 = 12 dan setiap perlakuan dibuat dalam 3 ulangan, sehingga jumlah perlakuan keseluruhan adalah 36 sampel.

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:

(32)

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor A pada taraf ke-i βj : Efek faktor S pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor A pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan ikan mas naniura

(33)

Tabel 4. Bahan dan formulasi bumbu ikan mas naniura

Persiapan bahan baku untuk ikan mas naniura adalah sebagai berikut: ikan mas yang masih hidup dimatikan dan disiangi lebih dahulu (dibersihkan sisik dan bagian yang tidak dapat dimakan) yang dilakukan di tempat pedagang ikan hidup di pasar tradisional, kemudian dibersihkan. Ikan mas yang telah dibersihkan kemudian dibawa ke laboratorium dalam waktu ± 30 menit untuk selanjutnya diolah menjadi ikan mas naniura.

Ikan mas yang sudah dibersihkan, dipotong, kemudian ditimbang 150 g. Daging ikan mas direndam dengan menggunakan berbagai jenis asam (jeruk nipis, jeruk jungga, jeruk kasturi, dan jeruk purut) dengan jumlah 40% dan bahan bumbu 50% dari berat daging ikan selama waktu tertentu (4 jam, 5 jam, dan 6 jam). Skema pembuatan ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Penentuan kadar air (Metode Oven) (AOAC, 1995 dengan modifikasi)

(34)

desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengeringan pada suhu 70ºC selama 1 jam dilakukan berulang hingga diperoleh berat sampel konstan.

Berat sampel awal – Berat sampel akhir

Kadar air = x 100% Berat sampel awal

Penentuan kadar protein (Metode Kjeldahl, AOAC, 1995)

Sampel kering daging ikan naniura sebanyak 0,2 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis selen dan batu didih. Sampel dipanaskan

pada suhu 350ºC selama 3-4 jam atau sampai cairan berwarna putih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 40%. Kemudian dibilas dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi asam borat (H3BO3) 10 ml diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya

ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator Conway. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan asam borat, kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan HCl 0,05 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi merah muda. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.

(A – B) x N x 14 x 100%

%N = Bobot sampel x 1000

Kadar Protein = %N x 6,38 Keterangan :

(35)

Penentuan total volatil nitrogen (AOAC, 1995 )

Sampel kering daging ikan naniura sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam air destilasi 300 ml serta ditambahkan 2 mg magnesium oksida. Di wadah penerima dimasukkan 25 ml asam borat dan 3 tetes indikator metil merah, dilakukan destilasi selama 25 menit. Hasil destilasi dititrasi dengan H2SO4 0,05 N.

(V x N x 100 x 14)

Penentuan kadar lemak (AOAC, 1995).

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel kering sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 8 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak direflux dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

(36)

Penentuan total asam (Ranganna, 1977)

Sampel daging ikan naniura dihaluskan dan ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan akuades hingga volume 100 ml. Diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring dan diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan phenolptalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah muncul warna merah jambu yang stabil.

ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP x 100 % Total asam =

Berat contoh (g) x 1000 x valensi asam FP = Faktor Pengencer

Asam dominan = Asam sitrat (C6H8O7), BM = 192, valensi = 3

Penentuan pH (Apriyantono, dkk., 1989)

(37)

Pengujian total mikroba (Fardiaz, 1992)

Pengujian total mikroba dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC). Sampel berupa gaing ikan mas naniura diambil 1 g lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades 9 ml dan dihomogenkan sampai merata. Pengenceran ini dilakukan sampai 1.000 kali (103) dan diperoleh perhitungan 30-300 koloni dalam cawan petridish.

Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir, diambil sebanyak 1 ml lalu diratakan pada medium agar PCA (Plate Count Agar). Medium agar PCA dibuat dari 7 g PCA ditambahkan akuades 250 ml dan kemudian disterilisasikan dalam autoclave pada suhu 121ºC selama 15 menit). PCA yang telah steril dituangkan ke dalam cawan petri, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.

Total koloni = jumlah koloni x 1 FP FP = Faktor Pengencer

Uji hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur (Soekarto, 1985)

(38)

Tabel 5. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Uji skor tekstur (Soekarto, 1985)

Sampel berupa daging ikan mas naniura diberikan pada panelis sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Panelis diminta untuk memberikan kesan terhadap tekstur sampel ikan mas naniura dan memberikan skor terhadap tekstur seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala nilai skor terhadap tekstur

Skala skor Skala numerik

Sangat lunak 5

Lunak 4

Agak lunak 3

Kenyal 2

(39)

Gambar 5. Skema pembuatan bumbu ikan mas naniura Kemiri 200 g, lengkuas 50 g,

kunyit 150 g, jahe 50 g, bawang merah 250 g, dan

bawang putih 150 g disangrai selama 3 menit Batang kecombrang

50 g direbus selama 5 menit

Cabai merah 300 g dan andaliman 25 g

Penghalusan dengan menggunakan blender hingga

homogen

Penambahan garam sebanyak 30 g

Bumbu Ikan Mas Naniura

(40)

Gambar 6. Skema pembuatan ikan mas naniura Daging ikan mas 150 g

Perendaman dengan berbagai jenis asam sesuai perlakuan dan penambahan bumbu 50% dari berat

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Keasaman Empat Jenis Asam Jeruk yang digunakan Sebagai Pengasam

Karakteristik keasaman yang diamati meliputi derajat keasaman (pH) dan total asam (%). Karakteristik keasaman bahan baku berupa jeruk nipis, jeruk jungga, jeruk kasturi, dan jeruk purut yang digunakan dalam pembuatan ikan mas naniura dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik keasaman jeruk nipis, jeruk jungga, jeruk kasturi, dan jeruk purut

Jenis Asam Jeruk Parameter

Derajat Keasaman (pH) Total Asam (%)

Jeruk nipis 2,48 ± 0,01 7,5432 ± 0,1703

Jeruk jungga 2,50 ± 0,01 7,3205 ± 0,1057

Jeruk kasturi 2,56 ± 0,01 5,8261 ± 0,1056

Jeruk purut 2,60 ± 0,01 4,5577 ± 0,1408

Keterangan : Data terdiri dari 2 ulangan ± standar deviasi

Tabel 7 menunjukkan bahwa jeruk nipis memiliki derajat keasaman terendah dan total asam tertinggi dibandingkan ketiga jenis asam jeruk lainnya. Hariana (2006) menyatakan bahwa jeruk nipis banyak mengandung asam-asam organik seperti asam sitrat sebesar 7-7,6%. Semakin besar kandungan asam, maka semakin rendah nilai pH dari bahan pangan ataupun sebaliknya semakin kecil kandungan asam, maka semakin tinggi nilai pH dari bahan pangan (Gunawan, 2006).

(42)

menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri dengan cara merusak sel bakteri sehingga dapat mengurangi pertumbuhan mikroba terutama mikroba patogen. Daging ikan yang direndam dalam perasan sari jeruk atau asam memiliki pH hingga 4 yang kemungkinan besar tidak akan ditumbuhi oleh bakteri, sehingga ikan menjadi aman untuk dikonsumsi (Panjaitan, 1996).

Karakteristik Mikrobiologi Ikan Mas Naniura dengan Jenis Asam Jeruk dan Lama Perendaman yang Berbeda

Karakteristik mikrobiologi ikan mas naniura yang diamati yaitu total mikroba (Log CFU/g). Pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap karakteristik mikrobiologi ikan mas naniura dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8. Pengaruh jenis asam jeruk terhadap total mikroba ikan mas naniura Jenis asam jeruk (A) Total mikroba (CFU/g) Total mikroba (Log CFU/g)

A1 = Jeruk nipis 90 x 103 4,95 ± 0,12

A2 = Jeruk jungga 91 x 103 4,96 ± 0,05

A3 = Jeruk kasturi 94 x 103 4,97 ± 0,08

A4 = Jeruk purut 103 x 103 5,01 ± 0,11 Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi.

Tabel 9. Pengaruh lama perendaman terhadap total mikroba ikan mas naniura Lama perendaman (S) Total mikroba

(CFU/g)

Total mikroba (Log CFU/g)

S1 = 4 jam 104 x 103 5,02 ± 0,10 a,A

S2 = 5 jam 102 x 103 5,01 ± 0,05 a,A

S3 = 6 jam 79 x 103 4,90 ± 0,06 b,B

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

Total mikroba

(43)

counter. Tabel 8 menunjukkan jenis asam jeruk memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total mikroba ikan mas naniura yang dihasilkan. Tabel 9 menunjukkan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total mikroba ikan mas naniura yang dihasilkan. Interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total mikroba ikan mas naniura yang dihasilkan, dapat dilihat pada Lampiran 1. Hubungan lama perendaman dengan total mikroba ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan lama perendaman dengan total mikroba ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka total mikroba dari ikan mas naniura akan semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena semakin banyak asam organik dari air perasan jeruk yang berpenetrasi ke dalam jaringan daging ikan seiring semakin lamanya waktu perendaman. Data karakteristik ikan mas segar pada Lampiran 22

(44)

menunjukkan bahwa total mikroba ikan mas segar yang digunakan pada pembuatan ikan mas naniura sebesar 5,5563 Log CFU/g. Dari hasil di atas dapat terlihat bahwa total mikroba ikan mas naniura hingga lama perendaman 6 jam masih memenuhi persyaratan SNI. Berdasarkan SNI 01-2779.1-2006 dinyatakan bahwa angka lempeng total pada ikan segar maksimal 5x105 koloni/g atau sebesar 5,6990 Log CFU/g (BSN, 2006).

Kondisi asam pada bahan pangan mempunyai peranan yang besar dalam menghambat aktivitas mikroba. Pada pH dibawah 5,0 dan diatas 8,5 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Makanan dengan pH yang rendah (<4,5) umumnya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri patogen, sehingga relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral (Fardiaz, 1992). Pertumbuhan mikroba pada bahan pangan dipengaruhi oleh tingkat penyesuaian diri mikroba dengan substrat lingkungan (Waluyo, 2004).

(45)

bakteri ini dapat terus hidup pada fermentasi asam laktat, bahkan pada saat penurunan pH sekalipun (Madigan dan Martinko, 2006).

Karakteristik Kimia Ikan Mas Naniura dengan Jenis Asam Jeruk dan Lama Perendaman yang Berbeda

Karakteristik kimia ikan mas naniura yang diamati meliputi derajat keasaman (pH), total asam (%), kadar air (%), kadar protein (%), total volatil nitrogen (mg N/100 g), dan kadar lemak (%). Pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap karakteristik kimia ikan mas naniura dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Tabel 10. Pengaruh jenis asam jeruk terhadap karakteristik kimia ikan mas naniura

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

(46)

Tabel 11. Pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik kimia ikan mas naniura

Parameter Lama perendaman (S)

S1 = 4 jam S2 = 5 jam S3 = 6 jam

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur nilai pH bahan untuk menentukan apakah produk tersebut tergolong bahan pangan asam rendah atau bahan pangan asam tinggi. Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap derajat keasaman ikan mas naniura yang dihasilkan.

(47)

Gambar 8. Hubungan interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman dengan derajat keasaman ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada keempat jenis asam jeruk yang digunakan dan semakin lama perendaman maka derajat keasaman ikan mas naniura akan semakin menurun. Ikan mas naniura dengan perendaman jeruk nipis dan lama perendaman 6 jam memiliki derajat keasaman yang terendah. Hal ini berkaitan dengan pengaruh pH dari masing-masing asam jeruk yang digunakan dalam proses pembuatan ikan mas naniura ini, dimana derajat keasaman (pH) yang paling rendah dimiliki oleh jeruk nipis sebesar 2,48 (Tabel 7). Jeruk nipis dengan ciri khasnya yaitu rasa asam memiliki pH 2,3-2,4 (David, 2006).

Buah jeruk mengandung asam secara alami yaitu asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang secara alami terdapat pada buah-buahan genus Citrus, yang dikenal sebagai asam sitrat alami (natural citric acid) (Gandjar dan Wellyzar, 2006). Semakin besar kandungan asam maka semakin

4,20a 4,25a 4,29a 4,34a

Jeruk nipis Jeruk jungga Jeruk kasturi Jeruk purut

(48)

rendah nilai pH dari bahan pangan ataupun sebaliknya semakin kecil kandungan asam maka semakin tinggi nilai pH dari bahan pangan (Gunawan, 2006).

Total asam

Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam ikan mas naniura yang dihasilkan. Hasil sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap total asam ikan mas naniura yang dihasilkan. Hubungan interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman dengan total asam ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman dengan total asam ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

0,40de

Jeruk nipis Jeruk jungga Jeruk kasturi Jeruk purut

(49)

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada keempat jenis asam jeruk yang berbeda dan semakin lama perendaman maka total asam ikan mas naniura akan semakin meningkat. Ikan mas naniura dengan perendaman jeruk nipis dan lama perendaman 6 jam memiliki total asam yang tertinggi. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan jumlah kandungan asam pada air perasan keempat jeruk yang digunakan pada pembuatan ikan mas naniura, serta kemampuan asam untuk berpenetrasi ke dalam daging ikan mas, sehingga jumlah asam organik (asam sitrat) yang masuk ke dalam daging ikan semakin meningkat seiring semakin lamanya perendaman. Jeruk nipis memiliki kandungan asam lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis jeruk lainnya. Hasil analisis bahan baku pada Tabel 7 menunjukkan bahwa total asam jeruk nipis yang digunakan pada pembuatan ikan mas naniura sebesar 7,5432%. Hariana (2006) menyatakan bahwa jeruk nipis banyak mengandung asam-asam organik seperti asam sitrat sebesar 7-7,6%. Semakin besar kandungan asam, maka semakin rendah nilai pH dari bahan pangan ataupun sebaliknya semakin kecil kandungan asam, maka semakin tinggi nilai pH dari bahan pangan (Gunawan, 2006).

Kadar air

(50)

Lampiran 7. Hubungan lama perendaman dengan kadar air ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan lama perendaman dengan kadar air ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka kadar air ikan mas naniura yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal tersebut disebabkan kemampuan asam untuk berpenetrasi ke dalam daging ikan mas, sehingga air bebas yang terdapat dalam daging ikan terdesak keluar dan jumlah asam yang masuk ke dalam daging ikan semakin meningkat seiring lamanya perendaman daging ikan dalam asam dan bumbu naniura. Hal ini sejalan dengan penurunan pH dan peningkatan total asam ikan mas naniura dengan semakin meningkatnya lama perendaman. Menurut Borgstrom (1995) adanya asam dalam daging ikan akan mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi dan membebaskan air sehingga air pada daging ikan akan berkurang.

(51)

Kadar protein

Jenis asam jeruk memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein ikan mas naniura yang dihasilkan (Tabel 10) dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein ikan mas naniura yang dihasilkan (Tabel 11). Hasil sidik ragam pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein ikan mas naniura yang dihasilkan. Hubungan lama perendaman dengan kadar protein ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan lama perendaman dengan kadar protein ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka kadar protein ikan mas naniura yang dihasilkan akan semakin menurun. Penurunan kandungan protein ikan mas naniura dipengaruhi oleh

(52)

pH ikan mas naniura yang semakin menurun seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Kadar protein suatu bahan dipengaruhi oleh sumber protein, proses pengolahan, dan interaksi dengan faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut meliputi pH, suhu pengolahan, kandungan air, dan lain-lain (Zayas, 1997). Kondisi asam dapat mempercepat pemecahan protein menjadi gugus peptida yang berantai pendek atau asam amino yang mudah larut dalam air, sehingga menyebabkan kadar protein pada bahan menurun. Menurut Campbell dan Farrel (2006) kadar protein dapat mengalami penurunan pada pH yang rendah karena melemahnya ikatan ionik antar molekul protein yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein.

Total volatil nitrogen

Total volatil nitrogen dapat digunakan sebagai salah satu parameter tingkat penurunan mutu produk-produk perikanan. Jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total volatil nitrogen ikan mas naniura yang dihasilkan. Interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total volatil nitrogen ikan mas naniura yang dihasilkan, dapat dilihat pada Lampiran 11. Hubungan jenis asam jeruk dengan total volatil nitrogen ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 12.

(53)

pada perendaman jeruk nipis, jeruk jungga, jeruk kasturi, dan jeruk purut. Kenaikan total volatil nitrogen tersebut berkaitan dengan derajat keasaman masing-masing jeruk. Tingginya total asam dapat menurunkan pH bahan dan membantu menghambat pertumbuhan mikroba pembentuk senyawa volatil seperti Micrococcus dan Sarcina (Koesoemawardani, dkk., 2013).

Gambar 12. Hubungan jenis asam jeruk dengan total volatil nitrogen ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Menurut Suwetja (1993) kerja bakteri dalam merombak protein dan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana untuk dapat tumbuh dan berkembang biak menghasilkan senyawa-senyawa sisa seperti NH3,

trimetilamin dan senyawa-senyawa turunannya yang termasuk golongan basa- basa menguap. Total volatil nitrogen digunakan sebagai batasan yang layak dikonsumsi. Keadaan dan kadar total volatil nitrogen tergantung pada mutu kesegaran ikan, semakin rendah mutu ikan maka total volatil nitrogen akan meningkat jumlahnya (Yunizal, dkk., 1994). Sampai saat ini belum ada standar

31,04b,C 31,66b,BC 33,83a,AB 35,08 a,A

Jeruk nipis Jeruk jungga Jeruk kasturi Jeruk purut

(54)

total volatil nitrogen produk perikanan yang berkaitan dengan mutunya. Menurut Sakaguchi (1990) nilai total volatil nitrogen yang masih dapat diterima untuk menentukan kesegaran ikan adalah 20-39 mg N/100 g. Hasil penelitian sebelumnya oleh Manik (2013) menunjukkan penggunaan natrium benzoat dengan konsentrasi hingga 1000 ppm dapat mempertahankan mutu dengke naniura sampai lama penyimpanan 5 hari pada suhu kamar dengan total volatil nitrogen 36,45-50,69 mg N/100 g yang menunjukkan bahwa ikan masih baik dan penerimaan panelis pada uji organoleptik masih disukai. Hubungan lama perendaman dengan total volatil nitrogen ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan lama perendaman dengan total volatil nitrogen ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 13 menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka total volatil nitrogen ikan mas naniura yang dihasilkan akan semakin menurun. Penurunan total volatil nitrogen tersebut berkaitan dengan semakin rendahnya total mikroba ikan mas naniura, sejalan dengan semakin lamanya waktu perendaman (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan pernyataan

(55)

Ozogul dan Ozogul (2000) yang menyatakan bahwa total volatil nitrogen pada bahan pangan berbanding lurus dengan aktivitas mikroorganisme dan aktivitas enzimatis. Selain itu, semakin rendahnya total mikroba ikan mas naniura menyebabkan komponen volatil base yang menguap hasil pemecahan protein lebih sedikit. Hasil pemecahan atau perombakan protein bersifat volatil dan menimbulkan bau busuk seperti amonia, H2S, dan merkaptan

(Aurand dan Wood, 1987).

Kadar lemak

Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak ikan mas naniura yang dihasilkan. Hasil sidik ragam kadar lemak ikan mas naniura pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak ikan mas naniura yang dihasilkan.

Karakteristik Sensori Ikan Mas Naniura dengan Jenis Asam Jeruk dan Lama Perendaman yang Berbeda

(56)

Tabel 12. Pengaruh jenis asam jeruk terhadap karakteristik sensori ikan mas naniura

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

Tabel 13. Pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik sensori ikan mas naniura

Parameter Lama perendaman (S)

S1 = 4 jam S2 = 5 jam S3 = 6 jam

Nilai hedonik warna 3,84±0,13 3,81±0,14 3,76±0,16 Nilai hedonik aroma 3,57±0,12 3,61±0,20 3,46±0,20 Nilai hedonik rasa 3,08±0,29 3,22±0,37 3,23±1,53 Nilai hedonik tekstur 2,99 ±0,29 c,C 3,36 ±0,29b,B 3,89 ±0,33a,A Nilai skor tekstur 2,83 ±0,28c,C 3,20 ±0,24b,B 3,87 ±0,25a,A

Keterangan : Data terdiri dari 3 ulangan dan ± menunjukkan standar deviasi. Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda nyata pada taraf 1% (huruf besar) dengan uji LSR.

Nilai hedonik warna

Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan bahwa jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai

Parameter

3,84±0,16 3,81±0,11 3,81±0,15 3,74±0,15 Nilai

hedonik aroma

3,64±0,24 3,54±0,12 3,52±0,17 3,48±0,18 Nilai

3,42±0,58 3,63±0,48 3,23±0,27 3,38±0,51 Nilai skor

tekstur 3,44±0,58

a,AB

(57)

hedonik warna ikan mas naniura yang dihasilkan, demikian juga interaksi antara keduanya.

Nilai hedonik aroma

Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan bahwa jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma ikan mas naniura yang dihasilkan, demikian juga interaksi antara keduanya.

Nilai hedonik rasa

Tabel 12 menunjukkan jenis asam jeruk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik rasa ikan mas naniura yang dihasilkan. Tabel 13 menunjukkan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa ikan mas naniura yang dihasilkan. Hasil sidik ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa ikan mas naniura yang dihasilkan. Hubungan jenis asam jeruk dengan nilai hedonik rasa ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 14.

(58)

pembuatan ikan mas naniura. Tingginya kandungan asam organik selain berpengaruh terhadap penurunan pH, juga mempengaruhi rasa dan tekstur pada produk. Jeruk nipis memiliki kandungan asam lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis jeruk lainnya. Hasil analisis bahan baku pada Tabel 7 menunjukkan bahwa total asam jeruk nipis yang digunakan pada pembuatan ikan mas naniura sebesar 7,5432%. Hariana (2006) menyatakan bahwa jeruk nipis banyak mengandung asam-asam organik seperti asam sitrat sebesar 7-7,6%. Menurut Winarno (1997) penambahan asam organik seperti asam sitrat terutama bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavour, serta menyelubungi aftertaste yang tidak disukai.

Gambar 14. Hubungan jenis asam jeruk dengan nilai hedonik rasa ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Nilai hedonik rasa terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dengan jeruk purut. Penerimaan panelis yang rendah terhadap ikan mas naniura dengan perendaman jeruk purut disebabkan oleh adanya rasa agak pahit yang diduga

3,46a,A

Jeruk nipis Jeruk jungga Jeruk kasturi Jeruk purut

(59)

berasal dari senyawa limonin yang terbawa selama pemerasan sari buah jeruk. Limonin dapat menyebabkan rasa pahit pada sari buah jeruk. Limonin yang terdapat di dalam sari buah jeruk berasal dari jaringan buah yang terbawa selama pemerasan dan kemudian larut dalam sari buah jeruk (Kadarisman, dkk., 1993).

Nilai hedonik tekstur

Tabel 12 menunjukkan jenis asam jeruk memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik tekstur ikan mas naniura yang dihasilkan. Tabel 13 menunjukkan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai hedonik tekstur ikan mas naniura yang dihasilkan. Interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik tesktur ikan mas naniura yang dihasilkan (Lampiran 18). Hubungan lama perendaman dengan nilai hedonik tekstur ikan mas naniura dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hubungan lama perendaman dengan nilai hedonik tekstur ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

(60)

Gambar 15 menunjukkan bahwa ikan mas naniura dengan lama perendaman yang berbeda memiliki nilai hedonik tekstur tertinggi ke terendah secara berturut-turut pada perlakuan S3 (6 jam), S2 (5 jam), dan S1 (4 jam).

Semakin lama waktu perendaman maka nilai hedonik tekstur semakin meningkat. Rendaman asam tersebut membuat ikan mas segar tidak terasa amis dan alot seperti ikan mentah. Tekstur ikan mas naniura menjadi lebih lunak, seiring semakin lamanya waktu perendaman. Borgstrom (1995) menyatakan bahwa adanya asam dalam daging ikan akan mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi dan membebaskan air dan air pada daging ikan akan berkurang, sehingga daging ikan lebih lunak. Pada umumnya, panelis lebih menyukai tekstur ikan mas naniura yang lunak.

Nilai skor tekstur

(61)

Gambar 16. Hubungan interaksi antara jenis asam jeruk dan lama perendaman dengan nilai skor tekstur ikan mas naniura (± error bar (standar deviasi))

Gambar 16 menunjukkan bahwa pada keempat jenis asam jeruk yang digunakan dan semakin lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap nilai skor tekstur ikan mas naniura yang dihasilkan. Ikan mas naniura dengan perendaman jeruk nipis dan lama perendaman 6 jam memiliki nilai skor tekstur yang tertinggi, yaitu tekstur ikan mas naniura yang lunak.

Tekstur ikan mas naniura menjadi lebih lunak karena semakin banyak kandungan asam yang meresap ke dalam jaringan daging ikan, seiring semakin lamanya waktu perendaman. Hal tersebut disebabkan proses pembuatan ikan mas naniura yang banyak dikonsumsi masyarakat dilakukan dengan perendaman dalam air perasan asam dan bumbu-bumbu selama beberapa jam hingga daging ikan menjadi lunak. Borgstrom (1995) menyatakan bahwa adanya asam dalam daging ikan akan mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan terjadinya

2,82c 3,02

Jeruk nipis Jeruk jungga Jeruk kasturi Jeruk purut

(62)
(63)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian pengaruh jenis asam jeruk dan lama perendaman terhadap parameter mutu ikan mas naniura yang diamati, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jenis asam jeruk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap karakteristik kimia (total volatil nitrogen, derajat keasaman, total asam) dan karakteristik sensori (nilai hedonik rasa dan nilai skor tekstur) serta memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, dan kadar lemak), karakteristik mikrobiologi (total mikroba), dan karakteristik sensori (nilai hedonik warna, nilai hedonik aroma, dan nilai hedonik rasa) ikan mas naniura.

2. Lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap karakteristik kimia (kadar air, kadar protein, total volatil nitrogen, derajat keasaman, dan total asam), karakteristik mikrobiologi (total mikroba), dan karakteristik sensori (nilai hedonik tekstur dan nilai skor tekstur) ikan mas naniura. Semakin lama waktu perendaman naniura maka kadar air, kadar protein, total volatil nitrogen, derajat keasaman, dan total mikroba semakin menurun, akan tetapi total asam, nilai nilai hedonik tekstur, dan nilai skor tekstur ikan mas naniura semakin meningkat.

(64)

(derajat keasaman dan total asam) dan karakteristik sensori (nilai skor tekstur) dari ikan mas naniura.

4. Berdasarkan karakteristik kimia dan karakteristik sensori, produk ikan mas naniura yang terbaik adalah perlakuan A1S2 yaitu ikan mas naniura dengan

jenis asam jeruk nipis dan lama waktu perendaman 5 jam, dengan memiliki nilai hedonik rasa terbaik, tektsur daging agak lunak, total volatil nitrogen yang rendah, dan kadar protein yang cukup tinggi.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam menentukan umur simpan produk naniura sehinga dapat diketahui metode penyimpanan dan umur simpan naniura yang masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keamanan pangan dalam daging ikan mas yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan naniura.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai identifikasi jenis mikroba yang lebih spesifik sehingga dapat dipastikan mikroba yang terkandung dalam produk tergolong mikroba yang menguntungkan atau merugikan.

(65)

TINJAUAN PUSTAKA

Naniura

Naniura merupakan salah satu makanan tradisional Batak Toba. Prinsip dari pembuatan naniura adalah perendaman ikan dalam asam yang dilakukan hingga daging ikan menjadi lunak dan dapat dimakan tanpa dimasak dengan api. Pada pembuatan naniura, bumbu-bumbu khas Batak Toba seperti andaliman dan kecombrang digunakan untuk menambah rasa dan memperbaiki penampilan (Manik, 2013).

Naniura sangat cocok sebagai hidangan pembuka dan kurang cocok jika dijadikan sebagai hidangan utama. Dilihat dari segi rasa asamnya, naniura sangat sesuai dengan karakteristik dari sebuah hidangan appetizer, karena naniura merupakan hidangan yang segar dan sederhana. Naniura mempunyai rasa yang agak asam dan pedas sehingga dapat menambah selera makan (Manalu, 2009).

Bahan utama dalam pembuatan ikan naniura adalah daging ikan yang masih mentah dan segar. Ikan segar masih memiliki kandungan asam lemak tak jenuh omega-3 yang sangat tinggi. Omega-3 dapat mencegah pengerasan arteri, menurunkan kadar trigliserida, dan juga mengurangi kekentalan yang menyebabkan penggumpalan trombosit dalam darah (Irianto dan Soesilo, 2007).

(66)

pH cukup rendah, tidak cukup untuk mengawetkan makanan ini. Setelah satu hari ikan naniura akan rusak karena terjadinya proses-proses kimia dan adanya aktivitas mikroorganisme (Manik, 2013).

Penggunaan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting sebagai antimikroba. Kondisi asam pada bahan pangan selain berpengaruh terhadap penurunan pH, juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Makanan yang mempunyai pH yang rendah (<4,5) umumnya tidak dapat ditumbuhi oleh bakteri patogen, karena itu relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral (Fardiaz, 1992).

Penambahan sari jeruk dalam pembuatan naniura bertujuan untuk menurunkan nilai pH ikan. Pada pH rendah (suasana asam) asam amino akan bermuatan positif sedangkan pada pH tinggi (suasana basa) akan bermuatan negatif. Pada pH 4,8-6,3 (pH isoelektris) asam amino akan berada pada keadaan dipolar atau ion zwitter. Pada keadaan ini kelarutan protein dalam air paling kecil sehingga protein akan menggumpal dan mengendap (Triyono, 2010).

Ikan Mas

Ikan yang lebih umum digunakan sebagai bahan utama pembuatan naniura adalah ikan mas. Ikan ini dipilih karena teksturnya yang lunak, lebih cocok dalam hal proses fermentasi, tidak terlalu berbau amis, tidak tercemar merkuri atau logam lainnya karena hidup di air bersih yang mengalir, dan memiliki nilai historis (Sinamo, 2012).

(67)

sudah dibudidayakan sejak tahun 475 sebelum masehi di Cina. Di Indonesia ikan mas mulai dibudidayakan sekitar tahun 1920. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan, dan Jepang (Mantau, dkk., 2004).

Ikan mas hidup di perairan tawar yang airnya tidak terlalu dalam dengan aliran air yang tidak terlalu deras, seperti di pinggiran-pinggiran sungai atau danau. Ikan mas banyak diusahakan oleh para petani sebagai usaha sampingannya. Harga jual ikan mas yang relatif murah memberikan prospek pemasaran yang cukup baik, sehingga ikan mas menjadi jenis ikan air tawar utama, selain ikan mujair, lele, nila dan gurami (Khairuman, dkk., 2008). Komposisi gizi daging ikan mas per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi daging ikan mas per 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

BDD (%) 80,00

Energi (kkal) 86,00

Protein (g) 16,00

Lemak (g) 2,00

Karbohidrat (g) 0,00

Keterangan : BDD = Bagian yang dapat dimakan Sumber : Direktorat Ikan Hasil Olahan (2007)

(68)

mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi dan membebaskan air dan air pada daging ikan akan berkurang (Borgstrom, 1995).

Air merupakan komponen terbanyak pada daging ikan. Penelitian Sumiati (2008) menunjukkan hasil kadar air pada ikan mujair segar dengan penambahan bumbu (82,25%) lebih tinggi dibandingkan dengan ikan mujair segar tanpa penambahan bumbu (80,12%). Hal ini diduga akibat terjadinya denaturasi protein oleh larutan asam cuka dan garam yang menyebabkan air yang terdapat pada jaringan ikan tersebut terperangkap di dalamnya.

Proses Pembuatan Naniura

Naniura adalah jenis produk olahan ikan yang diproses tanpa dimasak dengan menggunakan api, tetapi hanya dengan perendaman dalam bumbu-bumbu dan jeruk jungga sampai daging ikan menjadi lunak. Rendaman asam tersebut yang membuat ikan mas mentah menjadi tidak terasa amis dan alot seperti halnya ikan mentah. Formula bumbu yang digunakan dalam pembuatan naniura sangat bervariasi, dan cukup sulit mencari formula yang baku (Simanungkalit, 2008).

(69)

bumbu-bumbu yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian bumbu-bumbu tersebut dicampurkan ke dalam ikan sampai merata dan didiamkan selama 1 jam (Pasaribu, dkk., 2015).

Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian asam yang bertujuan untuk mengawetkan melalui penurunan derajat pH (mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan cara penambahan asam secara langsung misalnya asam propionat, asam sitrat, asam asetat, asam benzoat dan lain-lain atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat, jeruk, dan lain sebagainya (Ikoh, 2016)

(70)

Tingginya total asam dapat menurunkan pH bahan dan membantu menghambat pertumbuhan mikroba pembentuk total volatil nitrogen seperti Micrococcus dan Sarcina (Koesoemawardani, dkk., 2013). Semakin lama perendaman maka semakin banyak bumbu yang meresap ke dalam daging ikan, sehingga dapat menimbulkan cita rasa serta aroma yang enak dan khas, sehingga naniura ikan mas menjadi lebih disukai. Bumbu yang menimbulkan aroma antara lain yaitu bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan laos (Maryani, 2001). Berdasarkan Ophart, 2003 (dalam Nurjanah, 2008) bahwa semakin lama protein bereaksi dengan asam, kemungkinan besar ikatan peptida terhidrolisis sehingga struktur primer protein rusak.

Jenis Asam Jeruk

Jeruk jungga

Jeruk jungga atau ada yang menyebutnya unte jungga memiliki bentuk mirip jeruk purut dan rasa yang hampir sama dengan jeruk nipis. Aroma jeruk jungga lebih harum dibandingkan dengan jeruk nipis. Suku Batak menggunakan jeruk jungga dalam ikan naniura karena tingkat keasaman yang cukup tinggi. Air perasan jeruk jungga dibalurkan pada ikan mas atau mujair segar dan didiamkan hingga daging ikan menjadi lunak dan dapat dimakan (Femina, 2013).

(71)

Gambar 1. Jeruk jungga

Buah-buahan dari genus Citrus memiliki kandungan padatan terlarut yang sebagian besar terdiri dari asam organik dan gula. Asam organik utama yang terdapat dalam buah-buahan genus Citrus adalah asam sitrat dan asam malat dengan sedikit mengandung asam tartarat, asam benzoat, asam askorbat, dan asam laktat (Karadeniz, 2004).

Penambahan asam dalam pengolahan pangan dapat menyebabkan penguraian atau pemecahan polimer protein menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana sehingga menjadi lebih mudah dicerna (Sukarni, dkk., 1989). Jumlah penambahan asam yang cukup dalam pengolahan pangan akan menyebabkan denaturasi protein dan beberapa mikroba yang sensitif terhadap asam tidak dapat tumbuh (Winarno, dkk., 1980). Hasil pemecahan atau perombakan protein bersifat volatil dan menimbulkan bau busuk seperti amonia, H2S, dan

merkaptan (Aurand dan Wood, 1987).

Jeruk purut

(72)

tonjolan-tonjolan, di mana permukaan kulitnya kasar dan tebal. Tanaman jeruk purut berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jeruk purut memiliki nama lokal di Indonesia diantaranya yaitu unte mukur atau unte panggir (Batak), lemao puruik (Minangkabau), jeruk linglang (Bali), ahusi lapea (Sulawesi), dan masih banyak lagi (Butryee, dkk., 2009).Gambar jeruk purut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jeruk purut

(73)

Jeruk nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu buah genus Citrus yang termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm, kulit bagian luar berwarna hijau atau kekuning-kuningan. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk nipis umumnya dapat tumbuh di tempat yang dapat memperoleh sinar matahari secara langsung (Dalimartha, 2006).

Buah jeruk nipis mempunyai efek antioksidan. Sari buah jeruk nipis juga memiliki efek antimikroba, serta dapat mencegah penyakit kanker dan degeneratif karena mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoid, kumarin dan psoralen (Sidana, dkk., 2013). Struktur dan komposisi dari jeruk nipis hampir sama dengan lemon. Daging buah jeruk nipis berwarna kekuningan. Jeruk nipis memiliki aroma yang khas serta rasa yang masam yang jauh lebih kuat dibanding dengan jeruk yang lain (Tessler dan Nelson, 1986). Gambar jeruk nipis dapat dilihat pada Gambar 3.

(74)

Menurut Hariana (2006) selain mengandung minyak atsiri, buah jeruk nipis juga mengandung asam sitrat sebesar 7-7,6%. Buah jeruk mengandung asam secara alami yaitu asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang secara alami terdapat pada buah-buahan genus Citrus, yang dikenal sebagai asam sitrat alami (natural citric acid) (Gandjar dan Wellyzar, 2006). Penambahan asam sitrat pada pengolahan pangan bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavour seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai (Winarno, 1997).

Perendaman dalam perasan jeruk nipis merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi bau amis pada ikan mentah. Perasan jeruk nipis cukup efektif mengurangi bau amis pada ikan. Hal tersebut disebabkan jeruk nipis mengandung asam sitrat dan asam askorbat, kedua asam tersebut dapat bereaksi dengan trimetilamin membentuk trimetil ammonium yang selanjutnya diubah menjadi bimetal ammonium, sehingga bau amis ikan berkurang (Poernomo, dkk., 2004). Kandungan gizi jeruk nipis dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi jeruk nipis dalam 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

Air (g) 86,00

Energi (Kal) 37,00

Protein (g) 0,80

Karbohidrat (mg) 12,40

Lemak (mg) 0,10

Vitamin C (mg) 27,00

Vitamin B (mg) 10,04

Kalsium (mg) 40,00

Fosfor (mg) 22,00

Zat besi (mg) 0,60

(75)

Jeruk kasturi

Jeruk kasturi (Citrus microcarpa) merupakan jenis tanaman jeruk dengan tinggi pohon 2-4 m, berdaun majemuk, agak kecil, berwarna hijau tua bertangkai pendek, pada tepi daun terdapat bintil-bintil kelenjar berbau sedap. Bakal buah jeruk kasturi berbentuk bola dan berwarna hijau kuning. Buah jeruk kasturi yang sudah matang berbentuk kecil, bertangkai pendek, berwarna kuning saat matang, hampir berbentuk seperti bola, diameternya 3-5 cm dengan kulit buah yang tipis (Casimiro, dkk., 2010).

Buah jeruk kasturi mempunyai rasa yang masam, oleh karena itu buah ini tidak dimakan secara langsung sebagai pencuci mulut tetapi lebih sering dijadikan sebagai penambah rasa dalam minuman. Jeruk kasturi juga dapat diawetkan dengan garam atau gula sebagai buah-buahan kering atau dimakan sebagai acar dan digoreng dengan minyak kelapa untuk memberikan rasa yang lebih sedap (Awang, 2007). Gambar jeruk kasturi dapat dilihat pada Gambar 4.

(76)

Hasil penelitian Wowor, dkk. (2014) penyimpanan pada suhu -2ºC sampai 4ºC daging broiler yang diberi air perasan jeruk kasturi atau yang lebih dikenal di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon cui, dapat mempertahankan nilai pH, kadar air, daya mengikat air, dan susut masak sampai 12 hari. Kandungan gizi jeruk kasturi dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi jeruk kasturi dalam 100 g bahan

Komponen Gizi Jumlah

Air (%) 87,00

Bahan-bahan Tambahan pada Pembuatan Ikan Mas Naniura

Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan ikan naniura adalah berupa rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna ganda yaitu untuk meningkatkan aroma dan cita rasa makanan yang dihasilkan serta menghambat pertumbuhan mikroba (Rahayu, 2000).

(77)

kecombrang (Nicolaia speciosa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), lengkuas (Alpinia galanga), kemiri (Aleurites moluccana), dan garam (Purba, 2011).

Bawang merupakan bumbu dasar dari hampir semua masakan. Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna, dan yang paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari sebagai penyedap berbagai masakan. Keuntungan mengkonsumsi bawang merah selain sebagai penyedia bahan pangan bergizi, berkhasiat sebagai obat, dan sangat baik untuk kesehatan. Fungsi dalam tubuh adalah memperbaiki dan memudahkan pencernaan serta menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan (Samadi, 2005). Bawang merah digemari karena karakteristik rasa dan aromanya yang khas. Aroma bawang merah disebabkan karena aktivitas enzim allinase. Bawang merah juga mengandung allisin, flavonol, kuersetin, dan kuersetin glikosida yang bersifat antibakteri, anticendawan, antikoagulan serta menunjukkan aktivitas enzim antikanker (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Gambar

Tabel 4. Bahan dan formulasi bumbu ikan mas naniura
Tabel 6. Skala nilai skor terhadap tekstur
Gambar 5. Skema pembuatan bumbu ikan mas naniura
Gambar 6. Skema pembuatan ikan mas naniura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gelatin yang dihasilkan selanjutnya dianalisis karakteristik sifat fisika-kimia seperti viskositas, derajat keasaman (pH), kadar air, kadar abu, kadar protein, titik leleh,

Ikan mas naniura dengan mutu terbaik yang dipilih berdasarkan karakteristik kimia dan uji organoleptik melalui nilai hedonik rasa yang diperoleh adalah perlakuan dengan

Ikan mas naniura dengan mutu terbaik yang dipilih berdasarkan karakteristik kimia dan uji organoleptik melalui nilai hedonik rasa yang diperoleh adalah perlakuan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai jenis dan menentukan konsentrasi asam jeruk yang tepat dalam pembuatan ikan mas naniura

Keberadaan merkuri dan pengaruh perendaman larutan asam terhadap kandungan gizi serta daya cerna protein pada ikan mas (Crypinus.. carpio

[r]

Semakin lama perendaman maka semakin banyak bumbu yang meresap ke dalam daging ikan, sehingga dapat menimbulkan cita rasa serta aroma yang enak dan khas, sehingga naniura ikan

Studi penerimaan konsumen terhadap naniura ikan mas (Cyprinus carpio) dengan asam jungga (Citrus hytrix DC.) berbeda.. Jurnal Online Mahasiswa Universitas Riau