• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Umum Rotifera

Rotifera merupakan sejenis organisme air yang memiliki klasifikasi menurut Ruutner dan Kolisko (1974) diacu oleh Dikkurahman (2003) sebagai berikut

Phylum : Rotifera Kelas : Monogonta Ordo : Ploima Famili : Brachionidae Sub Famili : Brachioninae Genus : Brachionus

Tubuh rotifera terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: kepala (head), badan (trunk), dan kaki atau ekor mot. Bagian kepala dilengkapi dengan silia yang kelihatan seperti spiral dan disebut korona yang berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut. Bentuk badan bulat atau silindris, pada bagian badan (trunk) terdapat tiga buah tonjolan kecil yaitu sebuah atau sepasang antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat bulul-bulu sebagai alat indera. Brachionus merupakan rotifera yang paling banyak dibudidayakan sebagai makanan alami untuk larva ikan dan udang. Di daerah tropis Brachionus mulai bertelur pada umur 28 jam, dan setelah 24 jam telur menetas. Selama hidupnya yang 11 hari seekor Brachiounus menghasilkan 20

Rotifera merupakan salah satu golongan zooplankton yang banyak dimanfaatkan dalam bidang pembenihan, terutama dimanfaatkan sebagai biokapsul alami bagi larva berbagai fauna laut. Hal itu disebabkan oleh ciri biologisnya, antara lain ukurannya yang relatif kecil (100-300 µm) sehingga cocok dengan bukaan mulut larva dari kebanyakan fauna laut, bersifat planktonis dengan laju renang yang lamban sehingga mudah ditangkap oleh larva, dan memiliki laju reproduksi dan nutrisi yang tinggi (Sutomo dkk., 2007).

Penggunaan rotifera sebagai pakan alami mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah :

1. Rotifera adalah hewan yang sangat toleran terhadap kondisi basa, asam, dan kondisi air terkontaminasi.

2. Dapat hidup di berbagai kedalaman air, baik itu dipermukaan, tengah maupun dasar perairan.

3. Merupakan pengganti Artemia sp. yang mahal harganya.

4. Mengurangi peranan fitoplankton terutama Chaetoceros calcitrans, yang relatif tidak tahan terhadap perubahan kondisi cuaca, terutama musim hujan.

Rotifera merupakan salah satu jenis makanan alami (live food) bagi kebanyakan larva hewan air. Rotifera memiliki berbagai keunggulan antara lain ukurannya yang kecil, berkadar gizi tinggi dan disukai ikan (Snell dkk 1987 diacu oleh Dahril 1996).

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, setiap makhluk memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Rotifer yang termasuk dalam ordo Ploima berkembang biak dengan dua cara yaitu : dengan cara kawin dan tidak kawin atau

tidak, ada dua indikator yang biasanya dipakai yaitu aktivitas renang dan rasio telur yang dihasilkan (jumlah telur per satu ekor betina) (Snell dkk 1987 diacu oleh Dahril 1996). Kecepatan renang rotifer ditentukan melalui pengukuran kecepatan gerak rotifer melewati garis-garis di wadah ukur.

Daur hidup Brachionus Plicatilis unik, dimana dalam keadaan normal Brachionus Plicatilis berkembang secara parthogenesis (bertelur tanpa kawin). Brachionus Plicatilis betina yang amiktik akan menghasilkan telur yang berkembang amiktik pula. Namun dalam keadaan yang tidak normal, misalnya terjadi perubahan salinitas, suhu air, intensitas cahaya, dan kualitas pakan maka telur B. Plicatilis amiktik tadi dapat menetas menjadi betina miktik. Betina miktik ini kemudian akan menghasilkan telur yang kemudian akan berkembang menjadi hewan jantan. Bila Brachionus Plicatilis jantan dan betina miktik kawin maka akan menghasilkan telur kista. Telur kista akan dapat menetas lagi bila perairan sudah kembali normal (Balai Penelitian dan Pengembangan Laut 2005)

Pada awalnya betina miktik menghasilkan 1-6 telur kecil. Betina miktik adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dihasilkan betina miktik akan menetas menjadi hewan jantan. Jantan ini akan membuahi betina miktik dan beristirahat. Telur ini mengalami masa istirahat sebelum menetas menjadi betina miktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak dapat dibuahi. Dari betina amiktik yang terjadi ini maka reproduksi seksual akan terjadi lagi. Betina miktik hanya akan menghasilkan telur miktik demikian juga sebaliknya dengan betina amiktik akan menghasilkan telur amiktik. Antara betina miktik dan betina amiktik tidak

Walaupun banyak literatur yang menerangkan adanya perubahan antara betina amiktik menjadi betina miktik ini, namun pembiakan secara sexual belum banyak diketahui secara jelas. Untuk beberapa genus dari famili Brachionidae diketahui bahwa kondisi yang menentukan seekor betina menjadi amiktik atau miktik terjadi beberapa saat sebelum telur mulai membelah. Hal ini menunjukkan bahwa yang mengontrol produksi betina miktik ini pada umumnya adalah kondidi lingkungan (faktor luar) dan bukan faktor dalam semata (Dahril, 1996).

Pada umumnya berbagai faktor lingkungan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan populasi Brachionus. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain: suhu, derajat keasaman dan salinitas. Pada suhu 15°C Brachionus plicatilis masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10°C akan terbentuk telur istirahat. Kenaikan suhu antara 15-35°C akan menaikkan laju reproduksinya. Kisaran suhu antara 22-30°C merupakan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi. Keasaman air turut mempengaruhi kehidupan rotifera. Rotifera Brachionus plicatilis ini masih dapat bertahan hidup pada pH 5 dan pH 10, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi berkisar antara 7,5-8,0 (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Populasi rotifera tertinggi dapat ditemukan dalam keadaan pH 6 s/d 8. Sedangkan populasi rotifera semakin menurun apabila dalam keadaan pH dibawah 4,5 dan diatas 9,5 (Schluler dan Groeneweg 1981 dalam Dahril 1996).

Rotifera termasuk salah satu jenis hewan pemakan segala (omnivora) yang makan dengan cara menyaring (filter feeder) makanan dapat berupa jasat renik seperti fitoplankton, ragi dan bakteri yang tersuspensi dalam air. Rotifera

bersamaan dengan larva peliharaan. Banyak jenis rotifer yang dapat dijadikan sebagai makan alami larva dan anak ikan (Dahril, 1996).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi Rotifer ialah faktor internal yang (genetik) dan faktor eksternal antara lain faktor pakan. Pengaruh faktor seperti suhu dan salinitas terhadap pertumbuhan populasi rotifera telah banyak diteliti. Sedangkan untuk pakan, beberapa hormon mikroalga sebagai pakan rotifera sebagian telah diteliti (Ozhan dan Oguzukurt, 2008).

Fitoplankton

Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen) merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme air lainnya yang membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer (Barus, 2004). Fitoplankton atau mikroalge mempunyai peran mensistesa bahan organik dalam lingkungan perairan. Di perairan alami mikroalgae dominan memberikan kontribusi untuk prodiksi biomassa dalam sistem perairan laut, estuari, dan sungai. Potensi phytoplankton sebagai pakan alami telah dikenali pada upaya kultivasi benih udang dan ikan di hatchery. Jenis-jenis phytoplankton pakan alami seperti Skeletonema costatum, Dunaliella sp, Tetraselmis chuii, Chlorella sp. Chaetoceros calcitrans dan lain – lain telah dikenali sebagai pakan potensial pada

Ragi Roti

Ragi roti atau biasanya disebut dengan ‘Yeast’ merupakan semacam tumbuh-tumbuhan bersel satu yang tergolong dalam keluarga cendawan. Ragi roti dapat membentu penguraian karbohidrat didalam saluran pencernaan juga merangasang kerja dari amylase dan sebagai protein. Ragi roti juga dapat berperan sebagai probiotik dan menurunkan aflatoksi pada pakan (Wanusuari 1993 diacu oleh Pranata 2009).

Ragi roti terdiri dari 2 jenis yang ada dipasaran yaitu ragi padat dan ragi kering. Jenis ragi kering ini ada yang berbentuk butiran kecil-kecil dan ada juga yang berupa bubuk halus (Roosharo 2006 dalam Pranata 2009 ).

Ragi roti selain dapat membantu penguraian karbohidrat didalam saluran pencernaan juga merangsang kerja dari amylase dan sebagai protein sehingga akan memperkaya kandugan protein dari Brachionus plicatilis. Fungsi lain ragi roti adalah untuk membentuk zat-zat anti bakteri dan dalam pembentukan asam amino (Chilmawati dan Suminto, 2009).

Ampas Tahu

Ampas tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dalam proses pembuatan tahu dari kedelai. Sedangkan yang dibuat tahu adalah cairan atau susu yang kedelai yang lolos dari kain saring. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi namun kandungan itu berbeda tiap tempat dan cara pemrosesnya. Terdapat laporan bahwa bahwa kandungan ampas tahu masih mengandung protein 8,66%; lemak 3,79%; air 51,63% dan abu 1,21%, maka

sangat memungkinkan ampas tahu diolah menjadi makanan ternak (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2005)

Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan dari bubur kedelai yang diperas sebagai sisa dalam pembuatan tahu. Ampas tahu dapat dijadikan sebagai sumber nitrogen pada media fermentasi dan dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi yaitu 27,55% dan kandungan zat nutrien lain adalah lemak 4,93%, serat kasar 7,11%, BETN 44,50% (Nuraini dkk 2009 dalam Fernando 2011) .

Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai, protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak ( Prabowo 1983 diacu oleh Noor 2012)..

Vitamin B Kompleks

Vitamin adalah senyawa organik tertentu yang dibutuhkan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan. Vitamin dibagi ke dalam dua golongan, golongan pertama disebut prakoenzim, dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan tubuh, tidak beracun, diekresikan dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah, vitamin B komplek (tiamin, rivoflavin, niasin, asam pantotenat, piridoksin, biotin, asam folat dan kobalamin) dan vitamin C (Poedjiadi 1994 dalam Rahmadhani 2008).

hypopharing dan perkembangan anakan (Somerville, 2005).

Vitamin B1 atau tiamin merupakan komplek basa nitrogen yang mengandung cincin pirimidin. Vitamin ini merupakan koenzim dekarboksilase dan aldehidtranferase, karenanya sangat penting dalam metabolisme karbohidrat (Manalu 1999dalam Rahmadhani 2008).

Vitamin B2 (riboflavin dan niasin) merupakan koenzim flavin, berikatan dengan asam fosfat dan bekerja sebagai pembawa hidrogen dalam sistem oksidatif mitokondria yang penting, banyak terdapat pada ragi, padi-padian, hati, ginjal, keju dan susu (Poedjiadi 1994 dalam Rahmadhani 2008).

Vitamin B5 atau asam pantotenat merupakan pembentuk koenzim A, dan memegang peran yang fundamental untuk keseluruhan metabolisme. Kekurangan vitamin ini menyebabkan metabolisme karbohidrat maupun lemak menjadi tertekan. Sumber vitamin ini sangat luas penyebarannya dalam makanan terutama hati, kuning telur kacang tanah dan kapang (Mutschler 1991 dalam Rahmadhana 2008).

Vitamin B6 (piridoksin, biotin, asam folat) piridoksin berfungsi sebagai koenzim pada banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan metabolisme asam amino dan protein. (Mutschler 1991 dalam Rahmadhana 2008). Vitamin B12 atau kobalamin bertindak sebagai koenzim aseptor hidrogen yang berperan dalam mereduksi ribonukleatida menjadi deoksiribonukleotida, satu langkah yang dibutuhkan dalam replikasi gen.

Vitamin B12 merupakan nutrisi penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rotifer. Ketersediaan vitamin B12 dalam media kultur sangat berpengaruh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha budidaya perikanan di Indonesia sudah tumbuh dan berkembang. Untuk mendukung usaha tersebut dibutuhkan Balai Benih Ikan. Upaya pengembangan budidaya itu diawali dengan memelihara atau membesarkan bibit ikan. Ketika usaha pemeliharaan atau pembesaran berkembang dibutuhkan bibit dalam jumlah banyak. Untuk memenuhi bibit tersebut ada dua cara yang dilakukan oleh pembudidaya yaitu memperoleh bibit dari Balai Benih Ikan (hatchery) dan bibit dari alam.

Bibit yang berasal dari alam memiliki kelemahan diantaranya, ukuran dan umur yang tidak sama, tergantung pada musim, serta keunggulannya tidak jelas, berdasarkan kelemahan tersebut maka pembudidaya ikan berusaha untuk mengadakan bibit yang akan dibudidayakan berasal dari Balai Benih Ikan.

Salah satu langkah awal penentu keberhasilan didalam budidaya ikan adalah pembenihan. Usaha pembenihan memerlukan upaya ekstra dalam menjaga telur, kualitas air dan pakan. Pada awal perkembangan hidup, larva ikan belum membutuhkan pakan karena masih mengandung kuning telur sebagai pasokan pakan. Seiring dengan pertambahan umur dan waktu, kuning telur sebagai cadangan pakan semakin habis. Oleh sebab itu larva yang mengalami kehabisan kuning telur sangat membutuhkan pasokan makanan yang selalu tersedia di sekitarnya. Pada saat ini dinamakan fase kritis pertama pada benih ikan. Jika telat

berkadar gizi tinggi, karena itu ketersediaan makanan dalam jumlah dan waktu yang tepat menjadi sangat penting.

Untuk itu kita harus menyediakan pakan yang berkualitas tinggi untuk kebutuhan larva. Pakan yang sangat cocok pada saat ini adalah pakan alami. Pakan alami yang sangat disukai oleh larva adalah pakan yang memiliki kadar protein tinggi. Pakan ini dapat berasal dari fitoplankton dan zooplankton. Pakan alami adalah makanan yang berasal dari organisme hidup yang berperan sebagai sumber karbohidrat, lemak, protein, dan mineral dalam pertumbuhannya. Pakan alami bagi larva ikan budidaya pada umumnya adalah mikroalgae yaitu fitoplankton dan zooplankton dari golongan Rotifera, Copepeda, Cladocera (Suprayitno, 1986 diacu oleh Dikrurahman, 2003). Pakan alami yang juga sangat disukai oleh larva yakni berciri mudah dicerna, sesuai dengan bukaan mulut larva, dan bergerak lamban. Salah satu jenis zooplankton yang memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi, berukuran kecil, pergerakannya lambat, dan mudah dicerna adalah rotifera. Sutomo dkk., (2007) juga mengungkapkan bahwa rotifera merupakan salah satu golongan zooplankton yang banyak dimanfaatkan dalam pembenihan, terutama dimanfaatkan sebagai biokapsul alami bagi larva berbagai fauna laut.

Rotifera sangat bagus bagi pakan alami bagi larva ikan, namun saat ini Balai Benih Ikan sulit mendapatkan pasokan pakan alami rotifera dengan alasan seperti, sulit dibudidayakan karena keadaan dan kondisi serta skill yang dimiliki. Rotifera memiliki banyak keunggulan diantaranya mudah memproduksinya, bisa dengan pemberian pakan-pakan yang ekonomis dan tidak membutuhkan

justru proses dari pembenihan, memelihara, dan membesarkan, sampai pemilihan induk yang sesuai, termasuk upaya meningkatkan mutu atau pemuliaannya, semua kegiatan itulah yang disebut budidaya perikanan. Keberhasilan budidaya sangat ditentukan oleh ketersediaan benih. Keberhasilan Balai Benih Ikan menghasilkan benih sangat ditentukan oleh keberadaan pakan alami, seperti Rotifera.

Sebenarnya usaha budidaya rotifera mudah untuk dikembangkan. Namun oleh keterbatasan pengetahuan, khususnya tentang kualitas air yang dibutuhkan dan pakan yang cocok bagi rotifera belum ditemukan. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Terhadap Pertumbuhan Rotifera (Brachionus sp).

Kerangka Pemikiran

Para pembudidaya ingin mendapatkan bibit yang berasal dari Balai Benih Ikan karena bibit yang berasal dari alam banyak terjadi ketidaksempurnaan. Balai Benih Ikan yang dibentuk untuk mendukung usaha dalam budidaya perikanan mulai mengalami permasalahan. Dalam kegiatan Balai Benih Ikan diperlukan usaha lebih ekstra dalam pembenihan terutama dalam masalah pakan. Bibit ikan sangat membutuhkan pakan yang berprotein, mudah dicerna, bergerak lamban serta berukuran kecil dan selalu tersedia. Itu semua dapat diperoleh dari pakan alami yang berasal dari jenis zooplankton misalnya Rotifera. Namun produksi rotifera kurang dihasilkan dengan alasan sulit dibudidayakan. Padahal yang terjadi rotifera itu mempunyai nilai unggul yang tinggi dan mudah memproduksinya..

Teknologi Hama / Penyakit Lingkungan Pasar Budidaya Ikan Pakan Modal Fitoplankton Pakan Ampas tahu

Ragi roti Vitamin BVit.Bkompleks

Vit. B Kompleks

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Perumusan Masalah

Balai Benih ikan memerlukan pasokan pakan alami yang berkualitas. Salah satu jenis berasal golongan zooplankton yaitu rotifera. Kesulitan yang

Sesuai Bukaan mulut Mudah di Cernah Bibit Pakan Induk Pemijahan Pakan Buatan Protein Tinggi Bergerak Pakan Alami Rotifer

dengan mengetahui pakan yang baik terhadap pertumbuhannya, maka dengan itu dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Jenis pakan apa yang cocok untuk rotifera dari jenis Brachionus sp ?

2. Bagaimana tingkat pertumbuhan rotifera jenis Brachionus sp terhadap masing- masing perlakuan?

Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis pakan yang cocok untuk pertumbuhan Rotifera dari jenis Brachionus sp.

2. Untuk mengetahui waktu puncak pertumbuhan Rotifera dari jenis Brachionus sp terhadap masing-masing perlakuan.

Manfaat

1. Bagi Pembudidaya rotifera ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membudidayakan rotifera.

2. Bagi ilmu pengetahuan yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran atau teori mengenai budidaya rotifera, serta dapat memberikan solusi pemecahan masalah dalam membudidayakan rotifera ini.

Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya mengetahui tingkat pertumbuhan Rotifera dari jenis Brachionus sp. dengan melihat jumlah rotifera yang dihasilkan dari masing-masing jenis pakan yang diberikan itu. Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertambahan jumlah spesimen rotifera per-satuan waktu pengamatan.

ABSTRAK

HENNY FITRIANI SIMANJUNTAK : Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Terhadap Pertumbuhan Rotifera ( Brachionus sp), dibimbing oleh DARMA BAKTI dan NURMATIAS.

Langkah awal penentu keberhasilan didalam budidaya ikan adalah pembenihan. Usaha pembenihan memerlukan upaya menjaga kualitas air dan pakan. Pakan alami yang memiliki kadar protein tinggi, mudah dicerna, bergerak lamban serta berukuran kecil dan selalu tersedia seperti Rotifera. Namun produksi Rotifera rendah dengan alasan sulit dibudidayakan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2013 di Laboratorium Budidaya Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, menggunakan metode analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, yaitu perlakuan A terdiri dari 2 ml fitoplankton, perlakuan B terdiri dari 2 gr ampas tahu, perlakuan C terdiri dari 0,06 gr ragi roti dan perlakuan D terdiri dari 2 ml Vitamin B Kompleks dengan 3 kali ulangan selama 5 kali pengamatan.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pertumbuhan Rotifera Brachionus sp terhadap masing-masing perlakuan. Pertumbuhan yang baik terdapat pada pakan ampas tahu dengan nilai populasi mencapai 201 ekor/pengamatan. Nilai populasi terendah yakni 19 ekor/pengamatan pada pakan fitoplankton. Pertumbuhan puncak pada masing-masing pakan terjadi pada hari kedelapan. Hal ini menunjukkan bahwa Rotifera ( Brachionus sp ) yang mempunyai nilai unggul mudah diproduksi dengan pakan ampas tahu dan waktu optimal pada hari kedelapan setelah penebaran.

ABSTRACT

HENNY FITRIANI SIMANJUNTAK: The Effect of Food Types to Rotifers Population (Brachionus sp), supervised by DARMA BAKTI and NURMATIAS.

The main step was determining the success of fish farming is the Hatchery. The effort requires maintaining water and foods quality. Natural foods containing high protein, digestible, slow move and small sized can be found in Rotifers. However, it has slow development because of complication of cultivation reasons.

This research was carried out between July and September 2013 in the Farming Laboratory of Aquatic Resources Management Study Program of Agriculture Faculty, North Sumatra University, this research used Non Factorial Complete Randomize Design with four treatments, they were treatment A: consists of 2 ml phytoplankton, treatment B: consisted of 2 grams of tofu waste, treatment C: consisted of 0.06 gram bread yeast and treatment D: consisted of 2 ml of Vitamin B-Complex with three repetitions in five times of observation.

The result showed that there were different population of Rotifers (Branchionus sp) to each treatment. The highest population could be found in the tofu waste foods with population value 201 Rotifers per observation. The lowest population was phytoplankton with 19 Rotifers per observation. The population peak of the food reached in the eighth day. It revealed that Rotifers (Branchionus sp) with high value could be produced with tofu waste food and the optimum time was in the eighth day after the spread.

PENGARUH BEBERAPA JENIS PAKAN TERHADAP

Dokumen terkait