• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Padi

Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub division Angiospermae, termasuk ke dalam kelas monocotyledoneae, ordo adalah poales, family adalah Graminae, genus adalah Oryza linn, dan spesiesnya adalah Oryza sativa L (Grist, 1959). Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yaitu organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah dan bunga (Manurung dan Ismunadji, 1988).

Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka terhadap kekeringan. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan

tergenang (anaerob) karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma yang

berbentuk seperti pipa yang memanjang hingga ujung daun. Aerenchyma

berfungsi penyedia oksigen bagi daerah perakaran (Purwono dan Purnamawati,

2008). Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan diantara ruas yang satu dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi didalamnya berrongga dan bentuknya bulat, dari atas ke bawah buku itu semakin pendek. Ruas yang terpendek terdapat dibagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri. Sumbu utama dari batang dibedakan dari bagian pertumbuhan embrio yang disertai pada koleoptil pertama (Grist, 1959).

Tanaman padi memiliki daun yang berbentuk lanset (sempit memanjang) dengan urat daun sejajar dan memiliki pelepah daun. Pada buku bagian atas ujung dari pelepah daun menunjukkan percabangan dimana batang yang pendek adalah lidah daun (ligule), dan bagian yang terpanjang dan terbesar adalah kelopak daun

(auricle) (Siregar, 1981). Bunga padi secara keseluruhan adalah malai. Tiap unit bunga pada malai disebut spikelet yang terdiri dari tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, dan benang sari (Manurung dan Ismunadji, 1988).

Budidaya Tanaman Padi

Sejak berkecambah hingga panen tanaman padi membutuhkan waktu 3-6 bulan (tergantung jenis dan varietas) yang terbagi dalam tiga fase: 1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/promordia), 2) reproduktif (primordia sampai pembuangaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ- organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, yang menyebabkan adanya perbedaan umur tanaman (De Datta, 1981; Yoshida, 1981). Fase reproduktif ditandai dengan : 1) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman, 2) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif), 3) munculnya daun bendera, 4) bunting dan 5) pembungaan. Inisiasi primordia malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading

dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas- ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu, stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi secara umum terbagi atas dua macam faktor yaitu faktor luar (eksternal) yang berupa faktor lingkungan dan faktor dalam (internal) berupa faktor genetik dan hormonal. Faktor luar atau lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi antara lain intensitas cahaya matahari, suhu, air dan unsur hara atau nutrisi. Sedangkan faktor dalam yang mempengaruhi tanaman padi yaitu hormon pertumbuhan seperti auksin, giberilin, sitokoinin, asam absisat dan lain-lain. Selain hormon pertumbuhan, faktor dalam lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi adalah faktor genetik atau faktor keturunan (Gardner et.al., 1991).

Sumber Hara Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur hara utama yang diperlukan dalam jumlah yang banyak pada budidaya padi sawah. Penggunaannya yang tidak tepat akan mencemari lingkungan terutama air. Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam, ketersediaannya di tanah dipengaruhi oleh keseimbangan antara

input dan output dalam sistem tanah. Tanaman padi memerlukan N pada fase pembentukan primordial bunga dan pada fase awal generatif, pemberian N dapat menambah jumlah anakan dan ukuran gabah tiap malai.

Pertanian padi sawah sangat tergantung pada ketersediaan N dalam tanah. Sepanjang periode pertumbuhan, tanaman memerlukan unsur N, namun yang paling banyak diperlukan antara awal sampai pertengahan pembentukan anakan

(midtillering) dan tahap awal pembentukan malai. Suplai nitrogen selama proses pemasakan diperlukan untuk menunda gugurnya daun, memelihara fotosintesis selama pengisian biji dan meningkatkan kadar protein dalam biji ( Dobermann and white, 1999). Pupuk N memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi

sawah, sedangkan sumber pupuk N yang utama adalah urea. Namun, tanaman menyerap hanya 30% dari pupuk N yang diberikan (Dobermann and Fairhurst, 2000).

Di lain pihak laju serapan hara dan keefisienan tanaman untuk memanfaatkan hara dari pupuk bersifat spesifik dan terbatas untuk setiap varietas. Selain dari itu, unsur hara N bersifat mudah larut, sangat mobil dan juga mudah menguap. Umumnya petani memberikan pupuk dengan takaran tinggi, melebihi kebutuhan tanaman, sehingga menyebabkan pemborosan dan pencemaran lingkungan (Siregar dan Marzuki, 2011).

Saat ini telah tersedia berbagai varietas unggul yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi wilayah, mempunyai produktivitas tinggi dan sesuai permintaan konsumen. Berikut ini adalah beberapa varietas unggul padi sawah dan beberapa karakteristik penting (Tabel 1).

Tabel 1. Varietas Unggul Padi Sawah dan Beberapa Karakteristik Penting

Varietas Produktivitas

Umur Tanaman

(Hari)

Ketahanan Terhadap Hama dan Penyakit

Tekstur Nasi

IR-64 5,0-6,0 110-120 Tahan WCK biotipe 1,2,

agak tahan WCK biotipe 3 Pulen

Ciherang 6,0-8,5 116-125

Tahan WCK biotipe 2, agak tahan WCK biotipe 3 & tahan HBD

Pulen

Ciliwung 5,0-6,0 117-125

Tahan WCK biotipe 1,2, WH, ganjur, tahan Tungro & HDB

Pulen

Mekongga 6,0-8,4 116-125

Agak tahan WCK biotipe 2,3, agak tahan HDB biotipe strain IV

Pulen

Sarinah 6,98-8,0 110-125 Agak tahan WCK biotipe 1,

agak peka biotipe 2,3 Pulen

Cigeulis 5,0-8,0 110-125 Tahan WCK biotipe 2,3, &

HDB strain IV Pulen

Bondoyudo 6,0-8,4 110-120 Tahan WCK & Tungro Pulen

Batang

Piaman 6,0-7,6 97-127

Tahan terhadap penyakit blas

daun & blas leher malai Pera

Fageria and Virupax (1999) menyatakan bahwa nitrogen merupakan faktor kunci dan masukan produksi yang termahal pada padi sawah dan apabila penggunaannya tidak tepat akan mencemari air tanah. Berdasarkan anjuran, N cukup diberikan 90-120 kg ha-1 setara dengan 200-260 kg Urea ha-1

1. N inorganik

.

Pupuk nitrogen yang berwarna putih mengandung 45 – 46 persen nitrogen. Urea didefinisikan sebagai senyawa organik sintetis non- protein larut dalam air lebih dari 50 persen. Rumus kimia urea adalah CO(NH2)2 atau dengan rumus bangun sebagai berikut :

Urea yang diberikan pada bahan organik serasah dapat didekomposisikan oleh enzim urease dan sebagian dari padanya dapat hilang sebagai gas nitrogen. Namun pada tanah olahan berdrainase baik sedikit yang hilang sebagai gas. Faktor yang mempengaruhi laju penguraian urea adalah waktu antara pemberian urea pertama datangnya air hujan dan suhu. Enzim urease kurang baik pada cuaca

dingin dan aktif pada suhu 27 – 290

Urea bila dibenamkan kedalam tanah akan dihidrolisis menjadi ammonium karbonat dengan cepat. Amonium karbonat yang merupakan senyawa tidak stabil mengurai menjadi gas amonia dan karbon dioksida, selanjutnya gas ammonia dapat berubah menjadi amonium (Tisdale and Nelson, 1975). Melalui nitrifikasi amonium dapat diubah menjadi nitrit dan kemudian nitrat (Russel, 1973).

C. Untuk efisiensi penggunaan urea semestinya disatukan dengan tanah (Jones, 1979).

NH2 NH2

Urea yang dibenamkan dalam tanah, akan dihidrolisis menjadi ammonium karbonat oleh enzim urease dengan reaksi sebagai berikut :

CO (NH2)2 + H2O (NH4)2 CO

Ammonium karbonat dengan air berdisosiasi menjadi ion karbonat dan ion ammonium. Sebelum dihidrolisis, urea sama mobil seperti nitrat dan dapat tercuci dibawah daerah jelajah akar tanaman (Sanchez, 1976).

3

2. N organik

Selain berasal dari pupuk buatan, N bersumber dari bahan organik. N di dalam jaringan tanaman yang mati diperoleh dari dalam tanah maupun dari atmosfer. Pupuk hijau yang dibenamkan kedalam tanah akan mengalami serangkaian reaksi yang mengubahnya dari susunan kompleks menjadi susunan yang sederhana. Proses tersebut dinamakan mineralisasi dan berlangsung melalui tiga tahapan yaitu aminisasi dan amonifikasi yang diakibatkan oleh mikro organisme heterotrop, nitrifikasi yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri autotrop tanah. Bakteri heterotrop membutuhkan senyawa karbon organik sebagai sumber energi. Sedangkan bakteri autotrop memperoleh energi dari oksidasi

garam anorganik dan karbon dari CO2

Aminisasi merupakan perubahan protein dan senyawa serupa menjadi senyawa amino seperti peptida, pepton dan akhirnya asam amino melalui proses enzimatik yang dilakukan oleh jasad renik tanah. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

yang berasal dari udara disekitarnya (Tisdale and Nelson, 1975).

Protein dan + Pencernaan Senyawa Komplek + CO2

Senyawa Serupa Enzimatik

Amonifikasi merupakan perubahan senyawa amino menjadi senyawa amonium. Proses ini dapat berlangsung pada tanah berdrainase baik maupun pada tanah tergenang karena organisme anaerobik dapat melangsungkan proses tersebut.

Amonifikasi digambarkan dalam reaksi sebagai berikut :

R – NH2 + HOH R – OH + NH3

NH

+ Energi

3 + HOH NH4OH NH4+ OH

Amonium yang dibebaskan dapat dikonversikan kedalam bentuk nitrat melalui nitrifikasi, diambil langsung oleh tanaman atau difiksasi oleh mineral liat yang dapat mengembang. Nitrifikasi dibedakan dalam dua tahap, tahap pertama adalah oksidasi amonium menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas, disusul reaksi tahap kedua yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat, dilakukan oleh bakteri autotrop lain yaitu Nitrobakter (Tisdale and Nelson, 1975).

-

Bakteri nitrifikasi sangat peka terhadap lingkungannya, lebih peka dibandingkan dengan organisme heterotrop aminisasi dan amonifikasi, akibatnya nitrifikasi merupakan titik lemah dalam peredaran nitrogen (Buckman and Brady, 1969). Proses nitrifikasi digambarkan dalam persamaan sebagai berikut :

2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O 2NO2 + O2 2NO3-

Dari persamaan diatas dapat dikemukakan tiga hal penting yang perlu diperhatikan jika menambahkan pupuk N-organik maupun N-anorganik ke dalam tanah. Pertama reaksi nitrifikasi membutuhkan oksigen sehingga proses ini

membebaskan sejumlah H+

Kecepatan mineralisasi N-organik dari pupuk hijau sebagai bahan organik sumber nitrogen selain tergantung pada keadaan bahan tanaman juga sangat tergantung pada keadaan lingkungan (Alexander, 1977). Sanchez (1976) mengemukakan bahwa kecepatan mineralisasi N- Organik tergantung pada kemasaman tanah, temperatur, nisbah C/N, kandungan air tanah dan kandungan liat. Jumlah nitrogen yang dibebaskan selama inkubasi dalam suasana anaerob sangat dipengaruhi oleh perlakuan contoh tanah sebelum diinkubasikan (Soepardi, 1979).

yang menyebabkan terjadinya pemasaman tanah bila dipupuk dengan pupuk – pupuk amonium atau pupuk buatan N-organik, ketiga terbentuknya persenyawaan nitrat sangat tidak menguntungkan sebab akan mudah mengalami pencucian. Dalam proses tersebut peranan mikro organisme sangat besar sehingga kecepatan perubahan dan seberapa jauh perubahan ini berlangsung sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Buckman and Brady, 1969).

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa sumber nitrogen baik yang berasal dari urea atau Azolla, melalui mineralisasi N-organik akan diubah dalam bentuk N-tersedia bagi tanaman baik sebagai NH4+ maupun NO3-. Seperti halnya pada tanaman lain, nitrogen merupakan faktor-faktor pembatas pertumbuhan padi dan merupakan unsur terpenting untuk penyusunan tumbuhan. Padi dapat mengasorbsi nitrogen baik dalam bentuk NH4+ maupun NO3-. Pada umur muda bentuk nitrogen yang diabsorbsi terutama NH4+maupun NO3- (Russel, 1973).

Menurut Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa tumbuhan A. pinnata

dalam taksonomi tumbuhan mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Klasifikasi Azolla pinnata

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Leptosporangiopsida (heterosporous) Ordo : Salviniales

Family : Salviniaceae Genus : Azolla

Spesies : Azolla pinnata

Faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan A. pinnata

adalah sebagai berikut:

Syarat Tumbuh Tanaman Azolla pinnata

- Air

Ketersediaan air harus mencukupi selama pertumbuhan A. pinnata. Ini disebabkan A. pinnata merupakan tanaman air yang tumbuh dan berkembang di atas permukaan air. Air yang cukup selama pertumbuhannya dapat meningkatkan laju pertumbuhan relatif, total biomassa dan kandungan nitrogen (Arifin, 2003).

- Unsur Hara

Unsur hara sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan A. pinnata, terutama

unsur Phospor (P). Kekurangan phosphat pada A. pinnata ditandai oleh

penampilan tumbuhan yang kecil, warna daun agak merah tua, vigor rendah. Kekurangan total nitrogen (N) tanaman A. pinnata daun mengerut dan berwarna merah kehitam-hitaman, pertumbuhan akar menjadi keriting. Bila kebutuhan

unsur hara kurang tersedia dalam kultur air maka akar tanaman mengalami pemanjangan untuk mengambil unsur hara yang dibutuhkan (Arifin, 2003).

- Derajat Keasaman (pH) Air

Perubahan pH yang terdapat di air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

proses fiksasi nitrogen dari tumbuhan A. pinnata. Kisaran pH optimum yang

dibutuhkan A. pinnata untuk tumbuh dengan baik adalah 4.5-7. Namun beberapa jenis Azolla dapat tumbuh dan bertahan hidup pada kisaran 3.5-10 (Lumpkin & Plucknett 1982). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7- 8.5. Reduksi nitrat dapat berlangsung secara optimal pada pH 4.5 dan suhu 30 0C. Fiksasi nitrogen pada A. pinnata dapat berjalan optimal pada kondisi pH 6.0 dan suhu 20 0

- Cahaya

C (Khan 1988).

Cahaya sangat dibutuhkan oleh tanaman A. pinnata untuk pertumbuhan dan perkembangan selain itu diperlukan dalam proses fotosintesis dan penambatan nitrogen diudara. Oleh karena itu kecepatan pertumbuhan dan aktivitas dalam penambatan nitrogen dipengaruhi oleh cahaya yang diterima oleh tanaman

A. pinnata. Kisaran cahaya yang dibutuhkan tanaman A. pinnata adalah antara 25-50% (Lumpkin and Plucknet, 1982).

- Perbanyakkan Azolla pinnata

A. pinnata dapat berkembangbiak dengan 2 cara, yaitu secara vegetatif dan generatif (fragmentasi). Perbanyakan vegetatif terjadi dengan cara pemisahan cabang samping dari cabang utama, yang dapat membentuk tumbuhan baru. Waktu penggandaan biomassa A. pinnata terjadi sekitar 3-5 hari. Pertumbuhan

cabang samping sampai menjadi A. pinnata memerlukan waktu 10-15 hari.

Pada tumbuhan yang sudah tua Azolla sp dapat membentuk sporacarp (seperti kapsul), yang terletak dibawah daun. Pada umumnya terdapat sepasang

sporacarp yaitu mikrosporocarp dan megasporocrap. Microsporocrap berisi 7- 100 microsporangium dan tiap microsporocrap, berisi microspora.

Megasporocrap hanya membentuk satu megasporocrap, yang berisi megaspora.

Megaspora dan microspora berkecambah membentuk microgametofit (gametofit

jantan) dan megagametofit (gametofit betina). Kemudian, gametofit jantan

berkembang menjadi sel sperma yang dapat membuahi sel telur gametofit betina. Sel-sel hasil peleburan gametofit jantan dan gametofit betina tumbuh menjadi

sporofit, yang berkembang menjadi tumbuhan A. pinnata diploid proses terjadi pertumbuhan ini di dalam air (Djojosuwito, 2000). Dari beberapa penelitian diperoleh bahwa laju pertumbuhan Azolla adalah 0.36 – 0.39 gram per hari (di laboratorium) dan 0.144 – 0.860 gram per hari (di lapang). Pada umumnya biomassa Azolla maksimum tercapai setelah 14 –28 hari setelah inokulasi. Dalam 20-30 hari selapis Azolla yang menutupi 1 ha sawah mengandung kira-kira 15-25 ton biomassa (Kannaiyan, 1986, 1992). Ditemukan juga bahwa Azolla tumbuh kembang lebih baik pada musim penghujan dari pada musim kemarau.

Penelitian- penelitian Mengenai Pengujian azolla

Azolla termasuk tumbuhan berkualitas tinggi, sebagai green manure

memiliki kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifenol rendah (Handayanto, 1993). Suatu bahan organik akan mudah terdekomposisi jika nisbah C/N ratio < 20. Bahan organik yang memiliki kandungan N > 2.5%, kandungan lignin < 15% dan kandungan polifenol < 4% dikatakan berkualitas tinggi (Hairiah

Azolla mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu menghasilkan biomassa yang cukup besar dan mampu menambat nitrogen udara. Azolla yang diberikan sebagai pupuk organik akan mengalami mineralisasi pada saat terjadi dekomposisi sehingga nitrogen yang ditambat dari udara dapat dimanfaatkan tanaman padi dan diperkirakan azolla yang tumbuh bersama tanaman padi mampu menghasilkan N sekitar 20-100 kg N/Ha (Simanungkalit, 2001).

Sebagai pupuk hijau dan sumber N, N dalam jaringan azolla baru dapat dimanfaatkan tanaman padi setelah jaringan azolla mengalami dekomposisi. Penguraian Azolla yang dibenamkan dalam tanah secara giat terjadi pada masa 9

hari pertama (Brotonegaro dan Abdulkadir, 1977). Pada waktu itu C02

Pada prinsipnya cara pemanfaatan azolla dilakukan dengan jalan pembenaman kedalam tanah setelah azolla menutup permukaan tanah secara penuh, baik sebelum maupun selama penanaman padi. Pembenaman dapat yang dilepas dan senyawa amonium yang terbentuk dari penguraian Azolla yang dibenamkan dalam tanah berkadar air pada kapasitas lapang telah mencapai kadar yang tinggi. Setelah itu kadar amonium dari Azolla yang terus mengurai naik terus sampai akhirnya pada hari ke 17 rnencapai kadar yang tertinggi dan kadar amonium tetap tinggi sampai hari ke 31. Pada saat itu peristiwa nitrifikasi mulai menunjukkan kecepatan yang menyolok. Sejak itu secara berangsur-angsur kadar ammonium turun diikuti oleh kenaikan kadar N-nitrat. Pembentukan nitrat ini tidak dikehendaki dalam pemupukan karena senyawa ini mudah hilang dari tanah baik melalui pencucian atau denitrifikasi. Pembentukan senyawa ini dapat dicegah dengan menggenangi sawah.

dilakukan satu kali atau lebih. Pembenaman dua kali umur 10 dan 25 hari sesudah tanam menunjukkan adanya peningkatan hasil dibandingkan pembenaman satu kali pada umur 10, 20 dan 30 hari sesudah tanam (Chu, 1979).

Dari percobaan BATAN (2006) pemberian sebagian azolla pada saat

tanam dan sebagian lainnya pada saat anakan maksimum merupakan cara yang

baik bagi kenaikan produksi padi. Pengaruh Azolla yang dibenamkan ke dalam

tanah terhadap produksi padi bergantung pada nitrogen Azolla yang dihasilkan, cara pembenaman, dan respon padi terhadap nitrogen (Kikuchi et al., 1984).

Mineralisasi N asal azolla berlangsung cepat sampai 8 minggu setelah pembenaman dan mencapai puncaknya pada 60 hari setelah pembenaman. Setelah waktu tersebut pelepasan ammonium ke dalam tanah adalah konstan (Watanabe et al., 1981). Yusnaini (1995) juga menambahkan bahwa pelepasan N dari azolla berlangsung setelah 7 hari dan mineralisasi lengkap terjadi sampai 12 minggu.

Nuraini (2000) menyatakan bahwa laju mineralisasi bahan organik tanaman menunjukkan pada minggu ke 0-2 terjadi penurunan kadar ammonium dan nitrat tanah, tetapi jumlah ini meningkat sampai minggu ke 8, dan setelah itu hasil akan konstan. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya dekomposisi pupuk hijau mulai terjadi pada hari ke-7 dan mengalami puncaknya pada 60 hari setelah pembenaman.

Pembenaman azolla mampu meningkatkan jumlah anakan produktif dan anakan produktif paling tinggi pada pembenaman azolla 4 minggu setelah tanam (Sutoto, 2008). Dari berbagai percobaan yang telah dilakukan BATAN (2006),

diharapkan takaran pupuk-N anorganik seperti urea, dapat dikurangi, tanpa mempunyai pengaruh yang negatif terhadap produksi padi.

Hasil lain yang ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan oleh Kikuchi

et al (1984) adalah bahwa ketersediaan azolla-Nbagi tanaman setara dengan 60% ZA. Selain itu, kegunaan azolla sebagai pupuk buatan terutama bergantung pada jumlah nitrogen yang dapat disediakan. Bila kedua pernyataan tersebut dipertimbangkan dan diperbandingkan dengan percobaan yang telah dilakukan

BATAN jelaslah bahwa azolla yang diberikan bersama-sama dengan pupuk

N-anorganik mampu meningkatkan produksi padi

Azolla merupakan salah satu pupuk organik yang dapat dikembangkan. Berbagai penelitian tanggapan tanaman padi sawah terhadap pemberian Azolla telah dilakukan. Hasil penelitian Havid et al (2000) diketahui bahwa lnokulasi Azolla sesudah tanam baik pada musim kemarau (MK) maupun pada musim penghujan (MP) umumya labih baik dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk urea dibanding azolla yang dibenamkan sebelum tanam.

Arifin (2003) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pembenaman azolla

saat tanaman padi berumur 40 hari setelah tanam, pada musim kemarau

meningkatkan hasil padi IR 36 sebesar 12 - 25% dibandingkan dengan tanpa pemberian azolla.

Arimbi (1991) mendapatkan bahwa inokulasi 300 gr Azolla/m2

meningkatkan hasil padi IR 64 sebesar 18.2%. Pembenaman azolla dari inokulum

500 g/m2 meningkatkan hasil padi IR 30, IR 36, Cipunagara dan Cimandiri

masing- masing sebesar 12% (Watanabe, et al., 1981), 10% (Prihatini et al., 1985), 47-55% dan 36-49% (Hendrik et al., 1987).

Hasil penelitian Naim (2004)diperoleh hasil bahwa perlakuan 6 ton azolla ha-1+ 100 kg N ha-1

Selanjutnya dari hasil penelitian Batan (2006) diketahui bahwa dengan menginokulasikan 200 gr azolla segar per m

memberikan hasil terbaik terhadap berat kering tanaman per

rumpun, hasil gabah 63.60 g per rumpun dan indeks panen sebesar 192.3.

Terdapat kecendrungan bahwa peningkatan hasil gabah kering seiring dengan meningkatnya dosis azolla.

2

maka setelah 3 minggu, azolla tersebut akan menutupi seluruh permukaan lahan tempat azolla tersebut ditumbuhkan. Dalam keadaan ini dapat dihasilkan 30 – 45 kg N/ha berarti sama dengan 100 kg urea.

Dokumen terkait