• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dengan nama ilmiah Elaeis guineensis Jacq, termasuk kedalam family Palmae. Sistematika lengkapnya adalah sebagai berikut (Setyamidjaja, 1991) : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Class : Monocotyledonae Ordo : Cocoineae Family : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati yang tertinggi dibandingkan dengan tanaman sejenis lainnya. Hasil utama dari kelapa sawit adalah minyak sawit yang diambil dari buah atau mesocarp disebut minyak sawit mentah (CPO = Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (PKO = Palm Kernel Oil). Minyak sawit digunakan dalam industri makanan (minyak makan dan mentega), kosmetik dan farmasi. Hasil sampingan lainnya yaitu bungkil inti sawit digunakan sebagai pakan ternak dan limbah sawit digunakan sebagai pupuk organik (Lubis, 2000).

Tanaman kelapa sawit mempunyai tipe akar serabut, tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar

primer akan tumbuh ke bawah sampai batas permukaan air tanah. Batang tumbuh tegak lurus ke atas (Fototropi) dan dibungkus oleh pangkal pelepah daun. Bagian bawah batang umumnya lebih besar, disebut bonggol batang (Lubis, 2000).

Menurut Fauzi, dkk (2002), daun tanaman kelapa sawit membentuk pelepah bersirip ganda dan bertulang sejajar. Panjang pelepah daun dari tanaman yang baik dapat mencapai 7,5-9 meter, dengan jumlah anakan daun berkisar 250-400 helai di setiap pelepah. Helaian anak daun terpanjang biasanya terletek dibagian tengah pelepah. Jumlah pelepah daun dalam satu pohon dapat mencapai 60 pelepah. Pada tanaman berumur 13 tahun luas permukaan daun berkisar 10-15 m2 dan fotosintesis berjalan dengan lancar pada daun dengan luas permukaan daun diatas 11 meter.

Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monoceus, dimana bunga jantan dan bunga betina keduanya sama-sama terdapat dalam satu pohon, tetapi penyerbukannya mengikuti siklus terpisah. Munculnya bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon bergantian sehingga kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri sangat kecil. Bunga tersusun membentuk karangan bunga yang disebut tandan bunga. Tandan bunga keluar dari ketiak pelepah daun, biasanya pada setiap pelepah daun terdapat kuncup tandan (Lubis, 2000).

Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Iklim

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Secara umum kondisi iklim yang cocok bagi kelapa sawit terletak antara 150 LU-150 LS. Curah hujan optimum yang diperlukan

tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga, pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5-7 jam/hari. Berkurangnya lama penyinaran matahari akan mengurangi proses asimilasi untuk memproduksi karbohidrat dan pembentukan bunga (sex ratio) yang berakibat berkurangnya jumlah bunga betina (Risza, 1995).

Untuk tumbuh dengan baik tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum. Suhu optimum itu berkisar antara 29-300C. Suhu akan berpengaruh terhadap masa pembungaan dan kematangan buah (Tim Penulis PS, 2000).

Kelembapan udara dan angin merupakan faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80% sedangkan kecepatan angin berkisar antara 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Fauzi, dkk, 2002).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah antara lain tanah Podsolik Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (tanah gambut) (Risza, 1997).

Jenis tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit sangat bervariasi. Sebagai misal, di daerah Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berjenis tanah Podsolik Merah Kekuningan (Syamsulbahri, 1996).

Kemasaman tanah idealnya pH 5.5, yang baik adalah pH 4.0-6.0, tetapi boleh juga digunakan pH 6.5-7. Tanah harus gembur dan drainase baik sehingga aerasi juga baik. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit antara 1-400 m dpl(Sianturi, 1991).

Faktor-faktor yang penting diketahui adalah lokasi sifat fisik dan kimia tanah, topografi, sifat fisik tanah penilaian yang perlu dilakukan adalah kedalaman efektif, tekstur, struktur, permeabilitas, konsistensi reaksi kimia (pH) (Khaeruddin, 1999).

Sifat fisik dan kimia tanah yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang optimal adalah drainase baik, air cukup dalam, solum cukup dalam, tidak berbatu agar perkembangan akar tidak terganggu (Williams, 1987).

Pembibitan Kelapa Sawit

Pembibitan kelapa sawit dilakukan di polybag, dengan 2 tahap pembibitan yakni Pre nursery (pembibitan awal) dan Main nursery (pembibitan utama). Pembibitan awal bertujuan untuk mendederkan benih yang telah berkecambah dalam polybag kecil sedangkan pembibitan utama merupakan pembibitan lanjutan bibit kelapa sawit yang sudah berumur 3 bulan dari pembibitan awal dan dipindahkan ke polybag yang lebih besar serta sudah diseleksi. Seleksi sangat penting dilakukan untuk mendapatkan bibit yang sehat dengan pertumbuhan yang normal (Lubis, 1992).

Menurut Rasjidin (1983), pembibitan dengan menggunakan polybag mempunyai beberapa manfaat, yaitu : 1) Pada waktu hendak ditanam, bibit tidak

perlu dibongkar sebagaimana dilakukan pada bibit disemaikan diatas tanah. 2) Waktu penanaman tidak tergantung pada musim hujan. 3) Pemupukan di polybag lebih efektif dan efisien. 4) Transportasi bibit lebih mudah dan murah. 5) Waktu mulai berproduksi lebih cepat, karena tanaman tidak mengalami gangguan pertumbuhan terutama pada waktu dipindahkan ke lapangan.

Dalam pembibitan faktor pupuk dan media tanah sangat perlu diperhatikan karena turut mempengaruhi keberhasilan pembibitan. Untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah dapat diusahakan dengan pemberian pupuk, dimana pupuk dapat menambah unsur hara makro dan mikro juga dapat memperbaiki struktur tanah (Lingga, 1997).

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

Kompos adalah hasil pembusukan sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan ber C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah, dengan jumlah yang tidak besar (sekitar 3-5%), namun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar. Adapun pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan akibat terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara makro maupun mikro, menambah kemampuan tanah untuk

menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi) dan sumber energi bagi mikroorganisme (Rosdianti, 2009).

Kelapa sawit sangat bermanfaat mulai dari industri makanan sampai industri kimia. Selain minyaknya, ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi (pengomposan) aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) mencapai 23 % dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik sehingga memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk kimia sampai dengan 50 %

Proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit ini tidak menggunakan bahan cair asam dan bahan kimia lain sehingga tidak terdapat pencemaran atau polusi, selain itu proses pengomposannya pun tidak menghasilkan limbah. Proses membuat kompos dimulai dengan pencacahan tandan kosong sawit terlebih dahulu dengan mesin pencacah kemudian bahan yang telah dicacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar 2,5 m dan tinggi 1 m. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Tumpukan dibiarkan diatas semen dan dibiarkan di lantai terbuka selama 6 minggu. Kompos dibolak-balik dengan mesin pembalik. Setelah itu kompos siap untuk dimanfaatkan (PPKS, 2008).

Keunggulan dari kompos TKKS yakni kandungan kalium tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada dalam

tanah, mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan, membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman, bersifat homogen dan mengurangi resiko sebagai pembawa hama tanaman, merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Darnoko dan Ady, 2006).

Darmoko dan Sutarta (2006) menyatakan bahwa dalam kompos TKKS terdapat beberapa kandungan nutrisi penting bagi tanaman. Kandungan nutrisi dalam kompos TKKS dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi dalam Kompos TKKS

Parameter Nilai (%) Air 45-50 Abu 12,60 N 2 – 3 C 35,10 P 0,2 – 0,4 K 4 – 6 Ca 1 – 2 Mg 0,8 – 1,0 C/N 15,03

Kompos TKKS dapat digunakan dalam pembibitan kelapa sawit dan merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara utama N, P, K, Ca dan Mg. Selain mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, kompos TKKS dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia (PPKS, 2008).

Pupuk Majemuk NPKMg

Di pasaran, pupuk majemuk dapat dijumpai dalam beragam komposisi hara. Mulai dari yang berkadar N tinggi, kadar P tinggi, kadar K tinggi, ataupun

yang memiliki komposisi N, P dan K berimbang. Pupuk majemuk diciptakan dengan tujuan untuk memudahkan petani mendapatkan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Masing-masing pupuk tersebut memiliki fase dan kegunaan yang berbeda. Pupuk berkadar N tinggi untuk fase vegetatif, pupuk berkadar P atau K tinggi untuk fase generatif dan pupuk berimbang yang dapat dipakai pada semua fase pertumbuhan tanaman (Redaksi Agromedia, 2007).

Pupuk NPKMg merupakan hara penting bagi tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanamannya. Nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Karena setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein maka nitrogen merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Fungsi nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1) Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. 2) Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman menjadi lebar dengan warna yang lebih hijau, kekurangan N menyebabkan khlorosis (pada daun muda berwarna kuning). 3) Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. 4) Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan. 5) Meningkatkan berkembangbiaknya mikro-organisme di dalam tanah. Sebagaimana diketahui hal itu penting sekali bagi kelangsungan pelapukan bahan organik (Sutedjo, 2002).

Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium (NH4+). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat

karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Proses pembentukan ion nitrat (NO3-) yang terjadi di dalam tanah terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain air hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter dan Clostridium. Selain itu ganggang hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan memfiksasi nitrogen. Tahap kedua, nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen (tumbuhan) diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika tumbuhan atau hewan mati, makhluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak (NH3) dan ion amonium yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa amonium menjadi nitrat oleh Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan cepat ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang disebut denitrifikasi (Novizan, 2005).

Menurut Lingga dan Marsono (2001), fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu: membantu asimilasi dan pernapasan: serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Menurut Novizan (2005), jika terjadi kekurangan fosfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan sebagai berikut : 1) Lambat dan kerdil. 2) Perkembangan akar terhambat. 3) Gejala pada daun sangat beragam, beberapa

4) Pematangan buah terhambat. 5) Perkembangan bentuk dan warna buah buruk. 6) Biji berkembang tidak normal. Fosfor terdapat pada seluruh sel hidup tanaman yang berfungsi membentuk asam nukleat (DNA dan RNA), menyimpan serta memindahkan ATP dan ADP, merangsang pembelahan sel dan membantu proses asimilasi dan respirasi.

Kalium terdapat pada semua bagian tumbuhan (akar, batang dan daun) dalam jumlah cukup besar. Fungsi utama unsur ini adalah sebagai katalisator (pendorong dan mempercepat reaksi-reaksi biokimia). Kalium turut mengatur kegiatan-kegiatan vital dari tumbuhan seperti fotosintesis, transpirasi dan reaksi-reaksi biokimia dalam daun dan titik-titik tumbuh. Kalium dalam jumlah besar terdapat dalam tandan buah kelapa sawit, terutama dalam tangkai buah, mesokarp dan cangkang. Kekurangan kalium akan mengurangi produksi buah. (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Magnesium merupakan bagian dari molekul klorofil, terdapat dalam berbagai jenis enzim dan berasosiasi dengan fosfor dalam proses pembentukan senyawa-senyawa fosfolipid yang merupakan bagian dari minyak yang diproduksi. Kekurangan magnesium ditandai dengan gejala klorosis (warna kekuningan). Magnesium dari jaringan tua ditransfer ke jaringan yang lebih muda, sehingga gejala klorosis terlihat pada daun-daun tua (daun bawah) (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Pemupukan pada bibit di main nursery harus dilakukan untuk mendapatkan bibit yang jagur. Aplikasi pemupukan di main nursery dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk majemuk NPKMg 15:15:6:4 sebesar 25 gr/bibit, NPKMg 12:12:17:2 sebesar 230 gr/bibit dan Kiserit / Dolomit sebesar 51

gr/bibit selama di pembibitan utama (9 bulan), sedangkan pada kondisi khusus dapat diberikan ekstra N (Urea) apabila helai daun kelihatan memucat, dengan dosis disesuaikan kebutuhan umur bibit. Pada pedo‐agroklimat dan umur yang seragam, kebutuhan hara untuk tanaman belum menghasilkan relatif sama, sehingga satu hamparan tanaman dapat memperoleh pupuk majemuk pada dosis dan komposisi kandungan hara yang sama (Darmosarkoro, dkk, 2008).

Pupuk majemuk berkualitas prima memiliki besar butiran yang seragam dan tidak terlalu higroskopis, sehingga tahan disimpan dan tidak cepat menggumpal. Hampir semua pupuk majemuk bereaksi asam, kecuali yang telah mendapatkan perlakuan khusus seperti penambahan Ca dan Mg (Novizan, 2005). Media Tanam Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha) dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Subagyo, dkk, 2004).

Tanah ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar

seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan peka terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi, 1993).

Di Indonesia, ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik.

Tanah ultisol memiliki kemasaman kurang dari 5,5 sesuai dengan sifat kimia, komponen kimia tanah yang berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya pada kesuburan tanah. Nilai pH yang mendekati minimum dapat ditemui sampai pada kedalaman beberapa cm dari batuan yang utuh (belum melapuk). Tanah ini kurang lapuk atau pada daerah yang kaya akan basa dari air tanah pH meningkat di bagian bawah solum (Hakim, dkk, 1986).

Tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada pada ultisol. Ternyata ultisol dapat menjadi lahan potensial apabila iklimnya mendukung (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000).

Untuk meningkatkan produktivitas ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penambahan tanah adaptif, penerapan teknik budidaya tanaman lorong (tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di

Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Hakim, dkk, 1986).

Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat ditukar, karena perkembangan muatan positif (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Sifat-sifat penting pada tanah ultisol berkaitan dengan jumlah fosfor dan mineral-mineral resisten dalam bahan induk, komponen-komponen ini umumnya terdapat dalam jumlah yang tidak seimbang, walaupun tidak terdapat beberapa pengecualian. Ultisol yang berkembang pada bahan induk dengan kandungan fosfor yang lebih tinggi. Translokasi (pengangkutan) liat yang

ekstensif berlangsung meninggalkan residu yang cukup untuk

membentuk horizon-horizon permukaan bertekstur kasar atau sedang (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Pada umumnya ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada klasifikasi lama menurut Soepraptohardjo (1961), ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Warna tanah pada horizon argilik sangat

bervariasi dengan hue dari 10YR hingga 10R, nilai 3-6 dan kroma 4-8. Warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan organik yang menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti geothit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah. Makin coklat warna tanah umumnya makin tinggi kandungan geothit, dan makin merah warna tanah umumnya makin tinggi kandungan hematit (Eswaran dan Sys, 1970).

Dokumen terkait