• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Sirsak

Tanaman sirsak (Annona muricata L.) yaitu tanaman yang dengan mudah tumbuh di berbagai daerah. Penamaan sirsak awalnya dari Belanda yakni Zuurzak memiliki arti kantung yang asam.Di beberapa daerah di Indonesia, sirsak disebut juga nangka sebrang/nangka landa di Jawa, di daerah Sunda walanda atau sirsak, nangkelan di Madura, jambu landa di Lampung, boh lona di Aceh, di Bali srikaya jawa, di Minangkabau durian betawi, di Nias durio ulondro, serta nangko belando di Palembang (Kurniasih, dkk., 2015). Sirsak tumbuh sangat baik di Indonesia, dengan daerah yang ketinggiannya rendah yakni dibawah 1000 m di atas permukaan laut (Cresna dan Ratman, 2014). Bagian yang lebih banyak digunakan dari tanaman sirsak ialah buah dan daun sirsak. Adapun klasifikasi ilmiah tanaman sirsa sebagai berikut (Sunarjono, 2005):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polycarpiceae Familia : Annonaceae Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

Buah sirsak termasuk produk hortikultura sehingga mudah mengalami kerusakan setelah proses pematangan. Buah sirsak biasanya dimakan dalam

8

bentuk buah segar yang sudah matang atau dalam bentuk jus. Sirsak mengandung vitamin, serat pangan, mineral, serta buah sirsak dalam jumlah 100g dapat mencukupi kebutuhan serat sebesar 13% yang dibutuhkan per hari dan terdapat vitamin C sebesar 20 mg. Senyawa vitamin C berfungsi dalam memelihara sistem imun, dimana akan berperan melawan radikal bebas perusak di tubuh, dan menghalangi terjadinya penuaan pada usia dini. Selain daripada itu, didalam buah sirsak juga terkandung banyak mineral, yakni setiap 100 g daging buah mengandung sekitar 27 mg fosfor serta 14 mg kalsium. Kedua kandungan tersebut merupakan nutrisi penting bagi kesehatan tulang (Rini, dkk., 2016).

Buah sirsak biasa digunakan masyarakat pada pengobatan berbagai penyakit diakibatkan oleh adanya cacing/parasit, pengobatan demam, diare, serta meningkatkan ASI. (Salempa, 2016). Sirsak (Gambar 1a) memiliki gizi yang tinggi yang dapat berperan untuk mengatasi sembelit akibat serat yang terdapat didalamnya, mengatasi batu empedu, serta meningkatkan nafsu makan.

Kandungan sukrosa dan dekstrosa sirsak sebesar 2,54% dan 5,05%.

(Rukmana dan Yuniarsih, 2001).

Daun sirsak (Gambar 1b) sangat baik untuk kesehatan karena mengandung vitamin E sebesar 12,05 g/100g (Maharani, dkk., 2017). Selain itu, daun sirsak mengandung zat kimia seperti tanin, alkaloid, dan kandungan lain seperti zat aktif annonaceous acetogenins yang berpotensi sebagai sitotoksik, yakni berfungsi dalam proses penghambatan tumbuhnya sel kanker. Komponen senyawa/zat aktif yang terdapat di daun sirsak yakni steroid/triterpenoid, flavonoid, tanin dan alkaloid. Daun sirsak memiliki potensi sebagai antihipertensi,

9

antispasmodik, penghilang rasa nyeri serta hipoglikemik. Daun sirsak juga memberikan efek menguntungkan pada peningkatan kerja aktivitas antioksidan serta hormon insulin dalam pankreas, juga dapat melindungi dan memelihara sel β-pankreas, sehingga sangat baik untuk kesehatan (Puspitasari, dkk., 2016).

Gambar 1 menampilkan dari buah sirsak dan daun sirsak.

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 g buah sirsak dan daun sirsak

Kandungan Buah Sirsak Daun Sirsak

Kalori (kal) 65,00a -c

Keterangan: (+) : Mengandung senyawa, ( ) : Tidak mengandung senyawa

Sumber: a. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, 2018/ b. Rukmana dan Yuniarsih, 2001/

c. Sangging dan Sari, 2017/ d. Rahman, dkk., 2017

10

Masyarakat Indonesia sudah banyak mengkonsumsi daun sirsak untuk mengobati berbagai penyakit yakni dengan merebus daun sirsak, dimana proses perebusan dilakukan agar komponen zat aktif yang larut di air bisa terekstrak.

Ekstraksi metode perebusan dapat memisahkan konstituen kimia dari jaringan tanaman, yang mana jika menggunakan suhu tinggi maka jaringan tanaman akan

menjadi lunak sehingga proses ekstraksi menjadi lebih cepat (Situmorang, dkk., 2015).

Flavonoid

Senyawa yang terkandung pada daun sirsak yang memiliki peranan sangat penting dalam dunia pengobatan ialah flavonoid. Flavonoid atau yang disebut sebagai metabolit sekunder ialah golongan fenol yang paling banyak dijumpai di alam. Keberadaan flavonoid pada tanam-tanaman didasari oleh adanya fotosintesis, dimana daun yang masih muda kandungan flavonoidnya masih belum terlalu banyak (Mukhriani, dkk., 2015). Flavonoid memiliki efek antibakteri melalui 3 mekanisme yakni penghambatan pembentukan asam nukleat, penghambatan fungsi membran sel, serta penghambatan metabolisme dari energi bakteri (Rahman, dkk., 2017). Struktur flavonoid ialah perpaduan antar alkohol dan gula. Struktur flavonoid yang berbentuk glikosida secara alami menghasilkan residu gula yaitu glukosa, galaktosa, ramnosa, dan gentiobiosa. Flavonoid alami (berasal dari tumbuhan) dibedakan atas sifat kelarutannya dan reaksi warnanya yang dihasilkan pada pengujian flavonoid. Berdasarkan sifat kelarutannya, golongan flavonoid dibagi atas antosianin, glikoflavon, dan isoflavon. Sedangkan berdasarkan reaksi warna yang dihasilkan meliputi flavonol, biflavonol, flavon, kalkon dan auron, flavonon, serta proantosianin (Permadi, dkk., 2018).

11

Senyawa flavonoid dijumpai pada hampir seluruh bahagian tumbuhan termasuk akar, kulit batang, daun, nektar bunga, bunga, buah, serta biji (Neldawati, dkk., 2013). Flavonoid sangat berperan aktif sebagai penangkal radikal bebas. Flavonoid juga mampu dalam menghilangkan senyawa pengoksidasi yaitu radikal bebas yang dapat membuat tubuh menjadi rusak sehingga penyakit yang disebabkan oleh superoksida dan hidroksil (radikal bebas) dapat dicegah. Oleh sebab itu, makanan yang mengandung flavonoid dalam jumlah yang banyak sangat penting dalam pengobatan penyakit kanker dan kardiovaskuler lainnya (Wahyulianingsih, dkk., 2014). Efek antioksidan dari flavonoid dilakukan dengan cara radikal bebas ditangkap oleh atom hidrogen oleh gugus hidroksil struktur flavonoid. Flavonoid yang ialah bagian dari fenol mempunyai gugus hidroksi dimana gugus tersebut digantikan kepada daerah orto

dan para dengan gugus –OH dan –OR pada struktur flavonoid (Neldawati, dkk., 2013).

Struktur flavonoid (Gambar 2) tersusun atas kerangka atom karbon yang digambarkan dengan susunan senyawa C6-C3-C6 (A-C-B) secara berurutan yang berarti bahwa kerangka yang memiliki atom karbon terdiri dari 2 gugus C6 yakni cincin benzena tersubsitusi dihubungkan dengan rantai alifatik 3 karbon (C3 atau cincin C) (Wahyulianingsih, dkk., 2014). Penomoran pada struktur flavonoid dimulai dari cincin C yang dilanjutkan langsung ke cincin A, kemudian dimulai kembali dari angka 1 pada cincin B yang ditandai dengan tanda aksen (’) pada angka cincin B (Sunyoto, dkk., 2013). Golongan-golongan flavonoid dikelompokkan berdasarkan cincin pada heterosiklik-oksigen yang ditambahkan dan gugus –OH yang tersebar, sehingga setiap golongan flavonoid mempunyai

12

struktur sedikit berbeda (Wahyulianingsih, dkk., 2014). Gugus hidroksil ditemukan hampir pada semua golongan senyawa flavonoid, terkhusus pada cincin/unit B yakni di daerah 3’ dan 4’, daerah 5 dan 7 dalam cincin/unit A serta di daerah 3 cincin C (Pambudi, dkk., 2014). Gambar 2 memperlihatkan bentuk dasar struktur flavonoid.

Gambar 2. Struktur dasar flavonoid (Sunyoto, dkk., 2013)

Golongan senyawa flavonoid memiliki struktur yang beragam namun masih dibentuk oleh senyawa yang jenisnya sama yakni fenilalanin yang ialah asam amino berbentuk aromatik (Pambudi, dkk., 2014). Golongan flavonoid yang beragam tersebut diturunkan dari unit C6-C3 (fenilpropana) atau cincin A-C (Gambar 2) yang berasal dari jalur biosintesis asam sikimat serta cincik C6 (B) yang berasal dari penurunan jalur poliketida. Jalur poliketida tersusun atas 3 molekul malonil-KoA, molekul tersebut berikatan dengan cincin C6-C3 (A-C) sehingga membentuk struktur triketida. Golongan flavonoid asalnya dari proses biosintesis yang bergabung terdiri dari unit/cincin lebih dari satu dari penurunan jalur biosintesis asam sikimat serta poliketida (Wahyulianingsih, dkk., 2014).

Flavonoid pada daun sirsak bisa menurunkan gula darah, dimana senyawa flavonoid berkemampuan dalam merangsang keluarnya insulin sehingga terjadi penurunan kadar gula darah (Setyawati, dkk., 2015). Senyawa flavonoid dikatakan terdeteksi pada bahan, akan muncuul warna kuning stabil

13

di kertas saring pada sampel yang dialiri oleh uap oamoniak. Warna yang stabil yakni kuning pada pengujian senyawa flavonoid terjadi karena struktur kuinoid yang ada di cincin β (ada ikatan rangkap terkonjugasi) terbentuk (Salamah dan Widyasari, 2015).

Vitamin C

Salah satu vitamin larut air ialah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C dapat berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia yang ada di tubuh.

Oleh sebab itu, jika katalis ini tidak tersedia dalam tubuh (kekurangan vitamin), maka akan merusak fungsi normal tubuh manusia (Pakaya, 2014). Vitamin C dalam keadaan kering dan dalam larutan asam cukup stabil, tetapi dalam larutan alkali vitamin C tidak stabil. Vitamin C akan mudah rusak jika dalam keadaan larut. Hal ini dikarenakan pada saat vitamin C terlarut di air maka akan bersentuhan dengan udara sehingga akan terjadi reaksi oksidasi pada vitamin C dan tingkat kerusakan akan semakin tinggi jika vitamin C terkena oleh panas dan cahaya (Cresna dan Ratman, 2014). Penyimpanan vitamin C harus hati-hati karena vitamin C mudah rusak jika berinteraksi dengan cahaya, panas, dan udara, sehingga ketika proses pemasakan pada makanan ataupun minuman yang memiliki kandungan vitamin C tidak boleh lama, supaya tidak berkurang banyak vitamin C nya. Tingginya suhu pemanasan yang digunakan, akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin C yang dihasilkan (Irmayanti, dkk., 2015).

Vitamin C berperan sebagai senyawa pengoksidasi yaitu mampu berekasi dengan radikal bebas sehingga hiperpigmentasi dapat dicegah. Radikal bebas dalam tubuh meningkat jika kondisi tubuh kurang sehat, dimana semakin bertambahnya usia maka tubuh akan kesulitan untuk menangkal radikal bebas.

15

Radikal bebas juga dapat meningkat karena paparan sinar matahari yang berlebihan (Widyatmoko, dkk., 2016). Antioksidan adalah suatu substansi yang dapat menghambat terjadinya oksidasi yang menyebabkan kerusakan pada suatu molekul yakni dengan bereaksi pada radikal bebas. Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Antioksidan menghentikan ternjadinya kerusakan sel dengan memberi elektronnya yakni atom H+ kepada radikal bebas.

Antioksidan akan membuat radikal bebas yang tadinya labil menjadi stabil sehingga radikal bebas tidak mampu lagi untuk mengambil elektron/atom H+ dari DNA serta sel tubuh (Pakaya, 2014).

Konsumsi asam askorbat sangat dibutuhkan oleh tubuh setiap harinya karena tubuh tidak dapat menghasilkannya. Konsumsi vitamin C pada makanan, minuman atau suplemen yaikni 50-75mg/hari. Konsumsi vitamin C lebih dari 1000mg/hari akan mengakibatkan diare. Penyakit ini disebabkan karena iritasi mukosa pada usus yang menyebabkan gerakan peristaltik meningkat. Vitamin C dosis tinggi juga dapat membentuk batu ginjal, dikarenakan sebahagian vitamin C diproses di tubuh serta dikeluarkan menjadi oksalat. Jika dikonsumsi jangka panjang vitamin C dosis tinggi menyebabkan ketergantungan sehingga terjadi rebound scurvy (kondisi yang mirip dengan kekurangan vitamin C yang disebut scurvy atau skorbut). Gejala ini dapat dicegah dengan mengurangi konsumsi vitamin C sedikit demi sedikit (bertahap) (Kembuan, dkk., 2012).

Maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan produk dari hidrolisis pati yang pembuatannya ditambahkan enzim ataupun asam. Maltodekstrin memiliki struktur α-D glukosa sebahagian besar saling terikat dengan ikatan α-1,4-glikosidik. Kandungan

15

maltodekstrin ialah gabungan gula-gula yakni monosakarida, disakarida, serta dekstrin. Maltodekstrin memiliki rumus kimia yakni (C6H10O5).nH2O (Meriatna, 2013). Maltodekstrin memiliki beberapa kelebihan yaitu mempunyai daya larut tinggi, dapat membentuk film, mempunyai higroskopisitas yang rendah, dapat membantu kerja zat pendispersi, dan mempunyai daya ikat terhadap bahan kuat.

Maltodekstrin jika dikonsumsi tidak manis, serta aman digunakan ke produk makanan. Maltodekstrin mempunyai tekstur lembut, mudah terlarut dibanding pati, serta banyak digunakan dalam industri pangan seperti produk minuman bubuk (Pentury, dkk., 2013). Adapun rantai maltodekstrin terdapat di Gambar 3.

Gambar 3. Rantai maltodekstrin (Meriatna, 2013)

Maltodekstrin terbentuk dari hidrolisis pati tidak sempurna, dimana terdiri atas campuran sejumlah kecil monosakarida (gula sederhana) dan disakarida, sejumlah kecil oligosakarida dengan rantai panjang, dan sejumlah besar oligosakarida rantai pendek (Meriatna, 2013). Penggunaan maltodekstrin pada berbagai produk pangan memiliki peran yaitu menjadi bahan yang bersifat nutritif dimana tingkat kemanisan rendah dan hampir tidak terasa. Maltodekstrin juga mengandung kalori sekitar 4 kalori per gram (Bararah, 2008). Selain itu, maltodekstrin juga bermanfaat untuk kesehatan dalam tubuh yang berfungsi sebagai sumber oligosakarida bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri prebiotik sehingga dapat memperlancar proses degradasi oleh bakteri prebiotik dalam saluran pencernaan manusia (Husniati, 2009).

16

Kualitas maltodekstrin diketahui dengan kadar DE (dextrose equivalent).

Nilai DE (dextrose equivalent) mempengaruhi karakteristik maltodekstrin. Nilai DE pada maltodekstrin yakni antara 3-20. Jika nilai DE tinggi maka tingkat higrokopisitas, plastisitas, tingkat kemanisan, dan osmolalitas juga tinggi. Namun, apabila nilai DE rendah, maka berat molekul, viskositas, sifat kohesi, dan pembentuk lapisan film akan meningkat. Selain itu, nilai DE yang rendah dapat membantu dalam membentuk kristal gula yang besar (Meriatna, 2013).

Spesifikasi maltodekstrin terdapat di Tabel 2.

Tabel 2. Maltodekstrin secara spesifik

Kriteria Spesifikasi

Penampakan Serbuk putih kekuningan

Aroma Aroma mirip malt-dekstrin

Rasa Kurang manis atau hambar

Kadar air 6 %

DE (Dextose Equivalent) ≤ 20

Nilai pH 4,5 – 6,5

Kadar abu 0,6 % (maksimum)

Angka lempeng total 1500 / gram

Sumber : Meriatna, 2013

Minuman Serbuk Instan

Minuman dalam bentuk serbuk yang instan ialah minuman berbentuk serbuk, biasanya berasal dari buah-buahan, biji-bijian, rempah-rempah, ataupun daun yang langsung diseduh dengan air konsumsi dengan suhu normal atau suhu tinggi . Selain praktis, keunggulan minuman berbentuk serbuk lainnya ialah bisa disimpan lebih lama, sehingga sangat baik. Hal ini dikarenakan minuman serbuk instan memiliki kadar air yang rendah sehingga mikroorganisme sulit tumbuh pada kadar air rendah. Menurut Kumalaningsih, dkk., (2005) proses pembuatan minuman serbuk terdiri atas 2 tahap, yaitu ekstraksi serta pengeringan. Ekstraksi dilakukan agar memperoleh sari yang mengandung bahan aktif yang

17

diperlukan dari bahan sedangkan proses pengeringan ialah tahapan untuk mengurangi jumlah air yang terkandung pada bahan.

Minuman instan pada penelitian ini adalah minuman instan yang mengandung antioksidan dengan adanya penambahan ekstrak daun sirsak yang tinggi flavonoid serta adanya kandungan vitamin C pada buah sirsak sebagai bahan baku, sehingga dapat meningkatkan fungsi fisiologis pada tubuh (fungsional). Proses pembuatan minuman fungsional serbuk instan praktis serta mudah terlarut di air, selain itu juga bermanfaat untuk tubuh. Pangan fungsional ialah bentuk pangan yang utuh atau berbentuk olahan, yang mengandung senyawa dengan jumlah yang sedikit atau banyak yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis yang pada akhrinya bermanfaat untuk tubuh menjadi lebih sehat (Badan pengawas obat dan makanan, 2005). Kualitas minuman serbuk instan didasari oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan sifat organoleptik yaitu tekstur atau bentuk serbuk, warna, aroma, dan rasa. Tekstur minuman serbuk instan yang semakin halus akan mempercepat proses pelarutan minuman serbuk instan (Kumalaningsih dkk., 2005).

Tahapan-tahapan pembuatan minuman instan terdiri dari beberapa step yakni, pemisahan, kristalisasi, serta penghalusan kristal. Pemisahan dilakukan untuk memisahkan bagian yang digunakan dan yang tidak digunakan, kristalisasi bertujuan untuk menghasilkan serbuk instan dalam bentuk kristal-kristal sedangkan penghalusan kristal bertujuan untuk menghasilkan ukuran kristal yang lebih kecil dengan menggunakan blender kemudian dilakukan pengayakan agar dihasilkan serbuk instan yang seragam sehingga kualitas minuman instan yang dihasilkan lebih baik (Wibowo dan Fitriyani, 2012).

18

Tabel 3 memperlihatkan mutu minuman instan berbentuk serbuk secara tradisional berdasarkan Standar Nasional Indonesia.

Tabel 3. Persyaratan mutu minuman instan tradisional SNI 01-4320-1996

Kriteria Uji Persyaratan

Total gula (sukrosa) (% b/b) Maksimal 85,0 Bahan tambahan pangan

Ekstraksi ialah proses pemisahan dengan menggunakan pelarut dimana komponen yang akan dilarutkan ada perubahan yakni berubahnya cairan menjadi cairan lainnya atau padatan menjadi cairan (Santosa dan Sulistiawati, 2014).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, tergantung dengan jenis pelarutnya. Pembuatan ekstrak dari bahan baku yang asalnya dari tanaman dilakukan dengan dua cara, yang pertama yakni digabungkan bagian tumbuhan misalnya bunga, daun, dan sebagainya, kemudian dilakukan pengeluaran air dan dihaluskan bagian tumbuhan. Kedua yaitu pelarut dipilih, yang terdiri tiga

19

macam pelarut yakni pelarut polar (air, metanol etanol,), semipolar (etil asetat, diklorometan), serta nonpolar (n-heksan, kloroform, petroleum eter).

(Mukhriani, 2014).

Ekstraksi dengan cara dingin dimana tingkat populernya sangat tinggi (banyak digunakan) ialah maserasi. Prosesnya yakni sampel berbentuk serbuk dan pelarut dimasukkan ke wadah tertutup di suhu kamar dengan kondisi wadah tidak dapat bereaksi dengan senyawa atau pelarut dalam wadah. Diberhentikan ekstraksi jika konsentrasi pada senyawa dengan zat pelarut telah mencapai kesetimbangan, kemudian disaring sampel hingga diperoleh ekstrak sampel.

Selain sederhana, keuntungan lain dari metode maserasi adalah mencegah kerusakan senyawa yang bersifat tak tahan panas. Akan tetapi, metode ini mempunyai kelemahan yakni membutuhkan pelarut dan waktu yang banyak sehingga memungkinkan beberapa senyawa rusak/hilang. Selain itu, ada juga senyawa sulit diekstrak dalam suhu kamar (Mukhriani, 2014).

Ekstraksi dengan cara dingin lainnya selain maserasi adalah perkolasi.

Ekstraksi ini ialah ekatraksi dengan cara mengalirkan pelarut kepada sampel sehingga senyawa-senyawa yang diekstrak akan dibawa oleh pelarut secara bersamaan. Akan tetapi tingkat keefektifitasnya lebih besar jika hanya pada senyawa yang sangat larut dengan cepat pada pelarut yang dipakai (Hasrianti, dkk., 2016). Kelebihan perkolasi ialah sampel akan terus dilewati oleh pelarut yang baru. Kelemahannya ialah jika sampel ada di alat (perkolator) tak tercampur dengan sempurna maka akan susah bagi pelarut untuk melarutkan semua sampel yang ada. Selain daripada itu, perkolasi memerlukan pelarut yang

20

banyak serta memerlukan waktu yang lama sehingga tidak cukup efisien (Mukhriani, 2014).

Ekstraksi dengan cara panas terdiri atas 5 metode yaitu soxhletasi, digesti, refluks, infus dan dekok. Soxhlet yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat yaitu soxhlet dengan pemanasan dan pelarut seperti n-heksan. Pada metode ini tidak memerlukan pelarut yang banyak karena pelarut akan selalu mengaliri/membasahi sampel, serta pelarut tersebut dapat digunakan kembali jika dimurnikan. Proses ini sangat baik digunakan untuk senyawa tahan panas. Digesti ialah ekstraksi mirip maserasi, suhunya lebih tinggi dibanding maserasi yakni 40-50°C dan diaduk secara terus-menerus. Refluks ialah proses ekstraksi dimana pelarutnya memiliki titik didih yang ditentukan oleh waktu tersendiri serta jumlah pelarut juga terbatas, namun prosesnya relatif konstan karena ada pendinginan balik. Infus ialah metode ekstraksi dengan suhu 90°C dalam waktu 15 menit yang menggunakan pelarut air serta alat penangas, dimana alat tersebut tercelup ke dalam air mendidih.

Sedangkan dekok ialah metode ekstrasi dengan suhu sekitar 90°C dalam waktu 15-30 menit dimana pelarut yang digunakan ialah air (Hasrianti, dkk., 2016).

Kristalisasi

Pembuatan minuman instan dilakukan dengan berberapa cara, yang salah satunya ialah dengan kristalisasi, yaitu proses terbentuknya kristal dari larutan yang larut sempurna (homogen). Proses kristalisasi ini merupakan teknik pemisahan padat-cair paling penting di industri makanan, karena keistalisasi bisa memperoleh kemurnian produk mencapai 100% (Haryanto, 2017). Suatu larutan dikatakan telah selesai mengalami proses kristalisasi dapat dilihat dari hasil yang

21

diperoleh yang ditandai dengan berubahnya larutan menjadi kristal padat, dengan ukuran yang kurang seragam (Pudiastutiningtyas, dkk., 2015).

Faktor utama proses kristalisasi dikatakan berhasil atau tidak ialah keadaan supersaturasi terwujud. Jika keadaan supersaturasi sudah terwujud, maka akan terbentuk kristal dengan wujud yang besar lalu kristal tersebut akan membentuk kristal-kristal baru yang kecil yang dikatakan serbuk kristal. Keadaan supersaturasi terjadi dengan dilakukannya pendinginan pada saat pemasakan selesai. Terbentuknya kristal dipengaruhi berbagai faktor yakni pendinginan, suhu, tingkat kekentalan, pengadukan, bahan yang ditambahkan saat pemasakan, serta gesekan pada adonan (Khairunisa, dkk., 2019).

Tinggi rendahnya suhu serta cara pengadukan pada proses pemasakan berpengaruh pada terbentuknya kristal. Kemurnian kristal yang tinggi akan terwujud jika terbentuk kristal secara cepat, jika tidak, maka akan terjadi kerusakan pada adonan dan tingkat kemurnian menjadi rendah. Tingkat terbentuknya kristal dengan ukuran yang seragam disebabkan oleh cepat atau tidaknya proses pengadukan. Pengadukan secara terus-menerus dan stabil akan memperoleh kristal dengan ukuran yang seragam, sedangkan jika pengadukan berlangsung lambat atau tanpa dilakukan pengadukan, maka kristal yang diperoleh akan besar-besar atau tidak seragam (Khairunisa, dkk., 2019).

Bahan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kristalisasi adalah sukrosa. Penambahan sukrosa pada pembuatan minuman serbuk instan berfungsi sebagai pengikat dari bahan sehingga terbentuk kristal. Suhu pada saat pemasakan akan membentuk kristal dengan keadaan yang baik. Jika suhu terlalu inggi,

22

kristal yang dihasilkan menjadi coklat atau coklat kehitaman akibat adanya reaksi pencoklatan, sedangkan suhu terlalu rendah tidak akan menghasilkan kristal yang baik atau bahkan tidak akan terbentuk kristal. Untuk memperoleh warna kristal yang sesuai keinginan, maka suhu kristalisasi harus sesuai (Firdausni, dkk., 2017).

Penelitian Sebelumnya

Penelitian Yuliawaty dan Susanto, (2015) menunjukkan bahwa perlakuan terbaik minuman instan dihasilkan dengan konsentrasi maltodekstrin 5% dan 10%. Pada persentase maltodekstrin 5% dan waktu pengeringan selama 6 jam memperoleh hasil kadar air rendah, rendemen, tingkat kelarutan, total fenol, kadar vitamin C, serta aktivitas antioksidan tinggi, sedangkan penggunaan persentase maltodekstrin 10% pada pengeringan 18 jam diperoleh minuman instan yang baik dari segi organoleptik yakni warna, aroma dan rasa. Semakin banyak penambahan konsentrasi maltodekstrin pada pembuatan minuman instan dan semakin lama proses pengeringan yang dilakukan akan berpengaruh terhadap sifat organoleptik, kadar vitamin C, rendemen, kelarutan, aktivitas antioksidan, dan total fenol produk minuman serbuk instan.

Menurut Firdausni, dkk., (2017) pembuatan minuman serbuk instan dengan menggunakan proses kristalisasi sangat tergantung pada suhu pemanasan.

Suhu pemanasan dilakukan pada suhu 80-100oC. Jika suhu tinggi, maka kristal yang diperoleh akan berwarna coklat atau coklat kehitaman, dan jika suhu rendah tidak akan memperoleh hasil kristal yang baik atau bahkan tidak terbentuk kristal.

Menurut Ningtias, dkk., (2017) konsentrasi maltodekstrin berpengaruh terhadap warna, aroma, dan rasa minuman instan. Persentase maltodekstrin yang semakin banyak digunakan, maka akan semakin tinggi mutu organoleptik yang diperoleh.

23

Suryani, dkk., (2017) melakukan penelitian mengenai daun sirsak yang ditambahkan pada produk jelly drink dan hasil analisa penelitian ini mememperlihatkan bahwa jumlah daun sirsak yang ditambahkan berpengaruh terhadap nilai organoleptik produk, total asam, dan kapasitas antioksidan.

Menurut Suryani dan Uzlifah, (2017) lama pemanasan berpengaruh dengan aktivitas antioksidan. Proses pemanasan yang lama menghasilkan kandungan antioksidann semakin berkurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati, dkk., (2018) mengenai penggunaan konsentrasi jus daun dengan persentase 5%, 7,5%, dan 10%

memperoleh hasil aktivitas antioksidan yang cukup baik sekitar 52%-56%. Daun memiliki warna hijau yang disebabkan karena adanya kandungan klorofil.

Klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan alami.

Pada penelitian Iswari, K, (2015) mengenai minuman instan dari buah tomat dan buah sirsak dengan perbandingan buah yaitu 50% sari tomat ditambahl

Pada penelitian Iswari, K, (2015) mengenai minuman instan dari buah tomat dan buah sirsak dengan perbandingan buah yaitu 50% sari tomat ditambahl

Dokumen terkait